1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan informasi dan acuan rumah sakit, institusi pendidikan, dan
masyarakat dalam melaksanakan sistem keselamatan pasien rumah sakit
sehingga tercipta budaya keselamatan pasien dan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Terlaksananya program keselamatan pasien rumah sakit secara sistematis
dan terarah
2. Terlaksananya sistem pelaporan insiden keselamatan pasien di rumah sakit
3. Menurunkan angka insiden keselamatan pasien di rumah sakit
4. Terlaksananya pendidikan tentang keselamatan pasien di berbagai institusi
5. Terbangunnya kesadaran tenaga kesehatan dan masyarakat tentang budaya
keselamatan pasien
1.3 Dasar Hukum
1. Undang-Undang nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit ;
a. Pasal 2 : RS diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada
nilai kemanusiaan, etika & profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan
hak & anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien,
serta mempunyai fungsi social
b. Pasal 3 ayat b : memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
masyarakat, lingkungan RS dan SDM di RS
c. Pasal 29 ayat b : memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti
diskriminasi, & efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai
standar pelayanan RS.
d. Pasal 43 :
Ayat 1 ; RS wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien
Ayat 2 ; Standar Keselamatan Pasien dilaksanakan melalui pelaporan
insiden, menganalisa & menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka KTD
Ayat 3 ; RS melaporkan kegiatan ayat 2 kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan Menteri
Ayat 4 ; Pelaporan IKP pada ayat 2 dibuat secara anonim & ditujukan
untuk mengkoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan
pasien.
Ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan pasien ayat 1 & ayat 2
tertuang dalam Peraturan Menteri.
2. Permenkes No 11 tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien
Pasal 5 :
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan Keselamatan
Pasien.
BAB II
DEFINISI
1. Keselamatan / Safety
Bebas dari bahaya atau risiko (hazard)
2. Hazard / bahaya
Adalah suatu "Keadaan, Perubahan atau Tindakan" yang dapat meningkatkan risiko
pada pasien.
a. Keadaan
Adalah setiap faktor yang berhubungan atau mempengaruhi suatu "Peristiwa
Keselamatan Pasien/ Patient Safety Event , Agent atau Personal"
b. Agent
Adalah substansi, obyek atau sistem yang menyebabkan perubahan
3. Harm/ cedera
Dampak yang terjadi akibat gangguan struktur atau penurunan fungsi tubuh dapat
berupa fisik, sosial dan psikologis. Yang
termasuk harm adalah : "Penyakit, Cedera, Penderitaan, Cacat, dan Kematian".
1. Penyakit/Disease Disfungsi fisik atau psikis
2. Cedera/Injury
Kerusakan jaringan yang diakibatkan agent / keadaan
3. Penderitaan/Suffering
Pengalaman/ gejala yang tidak menyenangkan termasuk nyeri, mal-aise, mual,
muntah, depresi, agitasi,dan ketakutan
4. Cacat/Disability
Segala bentuk kerusakan struktur atau fungsi tubuh, keterbatasan aktifitas dan
atau restriksi dalam pergaulan sosial yang berhubungan dengan harm yang
terjadi sebelumnya atau saat ini.
4. Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
5. WHO Patient Safety mendefinisikan : Patient safety is the absence of preventable
harm to a patient during the process of health care.
6. Insiden Keselamatan Pasien yang selanjutnya disebut Insiden, adalah setiap kejadian
yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien.
7. Laporan Insiden Keselamatan Pasien adalah laporan tertulis atau suatu sistem untuk
mendokumentasikan insiden yang tidak disengaja dan tidak diharapkan, yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. Sistem ini juga
mendokumentasikan kejadian-kejadian yang tidak konsisten dengan operasional
rutin rumah sakit atau asuhan pasien.
8. Kejadian Potensi Cedera (KPC) / Reportable circumstance adalah kondisi atau
situasi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi
insiden.
Contoh : Alat defibrilator di IGD rusak, ICU yang dalam kondisi jumlah tenaga
yang kurang.
9. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien,
tetapi tidak menimbulkan cedera.
10. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah suatu insiden yang belum sampai terpapar ke
pasien sehingga pasien tidak cedera.
11. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah suatu kejadian yang mengakibatkan
cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (“commission”)
atau karena tidak bertindak (“omission”), bukan karena “underlying disease” atau
kondisi pasien.
12. Kejadian Sentinel adalah suatu kejadian tidak diharapkan yang dapat mengakibatkan
kematian atau cedera yang serius; biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak
diharapkan atau tidak dapat diterima seperti :
• Operasi pada bagian tubuh yang salah
• Amputasi pada kaki yang salah, dsb sehingga pencarian fakta terhadap
kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan &
prosedur yang berlaku.
• Laporan insiden keselamatan pasien RS (Internal) Pelaporan secara tertulis
setiap kejadian nyaris cedera (KNC) atau kejadian tidak diharapkan (KTD)
atau kejadian tidak cedera (KTC) atau kondisi potensial cedera (KPC) yang
menimpa pasien.
13. Laporan insiden keselamatan pasien KKPRS (Eksternal) : Pelaporan secara anonim
secara elektronik ke KKPRS setiap kejadian tidak diharapkan (KTD) atau kejadian
nyaris cedera (KNC) atau kejadian tidak cedera (KTC) atau Sentinel Event yang
terjadi pada pasien, setelah dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya.
14. Faktor Kontributor
Adalah keadaan, tindakan, atau faktor yang mempengaruhi dan berperan dalam
mengembangkan dan atau meningkatkan risiko suatu kejadian (misalnya pembagian
tugas yang tidak sesuai kebutuhan).
Kriteria :
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan
benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian
Tidak Diharapkan.
Kriteria :
Keselamatan pasien dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan
pasien yang merupakan mitra dalam proses pelayanan. Oleh karena itu, di rumah sakit
harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
1). Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2). Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3). Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
4). Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5). Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
6). Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7). Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara
intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria :
4.1 Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-
faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
4.2 Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain
terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, keuangan.
4.3 Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses
kasus risiko tinggi.
4.4 Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan
pasien terjamin.
Kriteria :
5.1 Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
5.2 Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis kejadian yang memerlukan
perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) sampai dengan
“Kejadian Tidak Diharapkan’ ( Adverse event).
5.3 Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah
sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
5.4 Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien
yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5.5 Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah
(RCA) “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat
program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
5.6 Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani
“Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil
risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian
Sentinel”.
5.7 Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.
5.8 Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi
berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
5.9 Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif
untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan
pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
Kriteria :
6.1 Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi
staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-
masing
6.2 Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
6.3 Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.
Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
Standar :
1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria :
7.1 Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain prosesmanajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan
pasien.
7.2 Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada
BAB IV
SASARAN KESELAMATAN PASIEN
Sasaran Keselamatan Pasien 1 : Ketepatan Identifikasi Pasien
Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek diagnosis dan
pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error/kesalahan dalam
mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam keadaan terbius /tersedasi,
mengalami disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur,
kamar, lokasi di dalam fasilitas pelayanan kesehatan; mungkin mengalami disabilitas
sensori; atau akibat situasi lain. Tujuan ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk
dengan cara yang dapat dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu
yang dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk
mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk
mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan
darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau
tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, dengan dua nama pasien, nomor
identifikasi menggunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang (identitas pasien)
dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan
untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua
pengidentifikasi/penanda yang berbeda pada lokasi yang berbeda di fasilitas pelayanan
kesehatan, seperti di pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit
gawat darurat, atau kamar operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa
identitas, juga termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan
kebijakan dan/atau prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang
memungkinkan untuk diidentifikasi.
Kegiatan Yang Dilaksanakan:
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan
nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis Pasien di identifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan /prosedur.
4. Kebijakan danprosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada
semua situasi dan lokasi.
Langkah Penerapan :
• Rumah Sakit membuat kebijakan tentang Identifikasi Pasien.
• Rumah Sakit membuat Pedoman/ Panduan Identifikasi Pasien yang dijadikan
acuan seluruh unit.
• Rumah Sakit merancang SPO Identifikasi Pasien melalui pemasangan
gelang identitas (min. 2 identitas, kapan dipasang? Dimana dipasang?)
• Rumah sakit mengemangkan SPO pemasangan dan pelepasan tanda identitas
risiko bagi pasien yang datang ke rumah sakit.
• Rumah sakit merancang SPO tentang Pemasangan dan pelepasan gelang identitas.
Langkah Penerapan :
• Rumah sakit mengembangkan Kebijakan tentang Keakuratan dan penerapan
Komunikasi (lisan, telepon) secara konsisten di rumah sakit.
• Rumah sakit mengembangkan Pedoman/Panduan Komunikasi Efektif yang akan
dijadikan acuan bagi seluruh unit di rumah sakit.
• Rumah sakit merancang SPO tentang Komunikasi Efektif (lisan, telepon)
• Rumah sakit merancang SPO tentang Komunikasi Efektif SBAR
• Rumah sakit membuat Daftar Singkatan resmi yang digunakan oleh seluruh unit.
• Rumah sakit membuat SPO Serah Terima pasien
• Rumah sakit merancang SPO tentang Penyampaian Hasil Nilai Kritis
Langkah Penerapan :
• Rumah sakit mengembangkan Kebijakan tentang Prosedur Operasi (tepat lokasi-
tepat prosedur, tepat pasien)
• Rumah sakit membuat SPO tentang Penandaan Identifikasi Lokasi Operasi
• Rumah sakit membuat SPO tentang Surgical Patient Safety Check List
Sasaran Keselamatan Pasien 5 : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan
Kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam
kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar
bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan.
Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk
infeksi saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan
pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok dari eliminasi
infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat.
Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh dari
WHO, fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai proses kolaboratif untuk
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi
pedoman hand hygiene yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di
Fasilitas pelayanan Kesehatan.
Langkah Penerapan :
• Rumah sakit mengembangkan Kebijakan RS Pencegahan Infeksi
• Rumah sakit membuat Pedoman Pencegahan Infeksi di RS yang dijadikan
acuan diseluruh unit
• Rumah sakit merancang SPO tentang Cuci Tangan
• Rumah sakit menyediakan Fasilitas Cuci Tangan
• Rumah sakit melakukan sosialisasi dengan alat bantu :
✓
Sosialisasi ; brosur, flyer, standing banner
✓
Edukasi ; Pedoman Hand Hyangiene (WHO)
Sasaran Keselamatan Pasien 6 : Pengurangan Risiko Cedera Karena Jatuh
Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera pasien
rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
diberikan, dan fasilitasnya, fasilitas pelayanan kesehatan perlu mengevaluasi risiko
pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh.
Evaluasi bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi
alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan
yang digunakan oleh pasien.
Program ini memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang tidak
sengaja terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi jatuh. Misalnya
penggunaan yang tidak benar dari alat penghalang atau pembatasan asupan cairan bisa
menyebabkan cedera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang menurun.
Program tersebut harus diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Langkah Penerapan :
• Rumah sakit mengembangkan Kebijakan RS tentang Pencegahan Pasien Jatuh
• Rumah sakit merancang SPO tentang Penilaian Awal Risiko Jatuh
• Rumah sakit menggunakan Form Penilaian : Morse Fall, Humpty Dumpty
• Rumah sakit menggunakan Form Monitoring Risiko Jatuh
• Rumah sakit membuat fasilitas seperti ; Alat bantu
BAB V
TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN
Dalam menerapkan Standar Keselamatan Pasien maka rumah sakit harus
melaksanakan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien. Mengacu kepada standar
keselamatan pasien, maka rumah sakit harus mendesain (merancang) proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis setiap insiden, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Proses perancangan tersebut harus
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan
kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang
berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Keselamatan Pasien
Rumah Sakit”. Berkaitan hal tersebut diatas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh
langkah keselamatan pasien rumah sakit tersebut.
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai
berikut:
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Harapannya buku Pedoman Keselamatan Pasien ini dapat ditetapkan dan diterapkan di
RSU Sari Mutiara Medan, menjadi acuan bagi rumah sakit untuk melaksanakan
program keselamatan pasien danmutu pelayanan pasien.
Ditetapkan di : Medan
Pada tanggal : Januari 2018
Direktur RSU Sari Mutiara