Anda di halaman 1dari 27

PEDOMAN KESELAMATAN PASIEN

RUMAH SAKIT UMUM SARI MUTIARA


MEDAN
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu :
keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,
keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap
keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang
berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit
yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Kelima aspek keselamatan
tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus
diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu
keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut
terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan.
Pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan pasien sesuai
dengan yang diucapkan Hiprocrates kira-kira 2400 tahun yang lalu yaitu Primum, non
nocere (First, do no harm). Dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi di
pelayanan kesehatan risiko pasien cedera meningkat. Di rumah sakit terdapat ratusan
macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak alat dengan teknologinya, bermacam
jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap memberikan pelayanan pasien 24 jam
terus menerus. Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola
dengan baik dapat mengakibatkan insiden keselamatan pasien (IKP).
Di Indonesia gerakan keselamatan pasien dimulai ketika Perhimpunan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit pada tahun 2005, kemudian berubah menjadi Institut Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (IKPRS). Pada tahun 2012 untuk melaksanakan ketentuan pasal 43
UU nomor 44/2009 tentang Rumah Sakit dan ketentuan pasal 3 Permenkes
1691/Menkes/ Per/VIII/2011 ttg Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Menteri Kesehatan
membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS), dengan SK Menteri
Kesehatan RI No 251 tahun 2012.
Keselamatan Pasien telah menjadi bagian dari kesadaran dan kebutuhan bersama
serta merupakan komitmen global dalam meningkatkan kualitas dan akuntabilitas dalam
pelayanan kesehatan, maka diperlukan gerakan nasional keselamatan pasien yang lebih
komprehensif dengan melibatkan berbagai kalangan. Karena itu diperlukan acuan yang
jelas untuk implementasinya. Buku Pedoman Keselamatan dan Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien Rumah Sakit diharapkan dapat membantu rumah sakit dalam
melaksanakan kegiatan tersebut.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan informasi dan acuan rumah sakit, institusi pendidikan, dan
masyarakat dalam melaksanakan sistem keselamatan pasien rumah sakit
sehingga tercipta budaya keselamatan pasien dan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Terlaksananya program keselamatan pasien rumah sakit secara sistematis
dan terarah
2. Terlaksananya sistem pelaporan insiden keselamatan pasien di rumah sakit
3. Menurunkan angka insiden keselamatan pasien di rumah sakit
4. Terlaksananya pendidikan tentang keselamatan pasien di berbagai institusi
5. Terbangunnya kesadaran tenaga kesehatan dan masyarakat tentang budaya
keselamatan pasien
1.3 Dasar Hukum
1. Undang-Undang nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit ;
a. Pasal 2 : RS diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada
nilai kemanusiaan, etika & profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan
hak & anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien,
serta mempunyai fungsi social
b. Pasal 3 ayat b : memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
masyarakat, lingkungan RS dan SDM di RS
c. Pasal 29 ayat b : memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti
diskriminasi, & efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai
standar pelayanan RS.
d. Pasal 43 :
Ayat 1 ; RS wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien
Ayat 2 ; Standar Keselamatan Pasien dilaksanakan melalui pelaporan
insiden, menganalisa & menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka KTD
Ayat 3 ; RS melaporkan kegiatan ayat 2 kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan Menteri
Ayat 4 ; Pelaporan IKP pada ayat 2 dibuat secara anonim & ditujukan
untuk mengkoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan
pasien.
Ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan pasien ayat 1 & ayat 2
tertuang dalam Peraturan Menteri.
2. Permenkes No 11 tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien
Pasal 5 :
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan Keselamatan
Pasien.
BAB II
DEFINISI
1. Keselamatan / Safety
Bebas dari bahaya atau risiko (hazard)
2. Hazard / bahaya
Adalah suatu "Keadaan, Perubahan atau Tindakan" yang dapat meningkatkan risiko
pada pasien.
a. Keadaan
Adalah setiap faktor yang berhubungan atau mempengaruhi suatu "Peristiwa
Keselamatan Pasien/ Patient Safety Event , Agent atau Personal"
b. Agent
Adalah substansi, obyek atau sistem yang menyebabkan perubahan
3. Harm/ cedera
Dampak yang terjadi akibat gangguan struktur atau penurunan fungsi tubuh dapat
berupa fisik, sosial dan psikologis. Yang
termasuk harm adalah : "Penyakit, Cedera, Penderitaan, Cacat, dan Kematian".
1. Penyakit/Disease Disfungsi fisik atau psikis
2. Cedera/Injury
Kerusakan jaringan yang diakibatkan agent / keadaan
3. Penderitaan/Suffering
Pengalaman/ gejala yang tidak menyenangkan termasuk nyeri, mal-aise, mual,
muntah, depresi, agitasi,dan ketakutan
4. Cacat/Disability
Segala bentuk kerusakan struktur atau fungsi tubuh, keterbatasan aktifitas dan
atau restriksi dalam pergaulan sosial yang berhubungan dengan harm yang
terjadi sebelumnya atau saat ini.
4. Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
5. WHO Patient Safety mendefinisikan : Patient safety is the absence of preventable
harm to a patient during the process of health care.
6. Insiden Keselamatan Pasien yang selanjutnya disebut Insiden, adalah setiap kejadian
yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien.
7. Laporan Insiden Keselamatan Pasien adalah laporan tertulis atau suatu sistem untuk
mendokumentasikan insiden yang tidak disengaja dan tidak diharapkan, yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. Sistem ini juga
mendokumentasikan kejadian-kejadian yang tidak konsisten dengan operasional
rutin rumah sakit atau asuhan pasien.
8. Kejadian Potensi Cedera (KPC) / Reportable circumstance adalah kondisi atau
situasi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi
insiden.
Contoh : Alat defibrilator di IGD rusak, ICU yang dalam kondisi jumlah tenaga
yang kurang.
9. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien,
tetapi tidak menimbulkan cedera.
10. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah suatu insiden yang belum sampai terpapar ke
pasien sehingga pasien tidak cedera.
11. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah suatu kejadian yang mengakibatkan
cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (“commission”)
atau karena tidak bertindak (“omission”), bukan karena “underlying disease” atau
kondisi pasien.
12. Kejadian Sentinel adalah suatu kejadian tidak diharapkan yang dapat mengakibatkan
kematian atau cedera yang serius; biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak
diharapkan atau tidak dapat diterima seperti :
• Operasi pada bagian tubuh yang salah
• Amputasi pada kaki yang salah, dsb sehingga pencarian fakta terhadap
kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan &
prosedur yang berlaku.
• Laporan insiden keselamatan pasien RS (Internal) Pelaporan secara tertulis
setiap kejadian nyaris cedera (KNC) atau kejadian tidak diharapkan (KTD)
atau kejadian tidak cedera (KTC) atau kondisi potensial cedera (KPC) yang
menimpa pasien.
13. Laporan insiden keselamatan pasien KKPRS (Eksternal) : Pelaporan secara anonim
secara elektronik ke KKPRS setiap kejadian tidak diharapkan (KTD) atau kejadian
nyaris cedera (KNC) atau kejadian tidak cedera (KTC) atau Sentinel Event yang
terjadi pada pasien, setelah dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya.
14. Faktor Kontributor
Adalah keadaan, tindakan, atau faktor yang mempengaruhi dan berperan dalam
mengembangkan dan atau meningkatkan risiko suatu kejadian (misalnya pembagian
tugas yang tidak sesuai kebutuhan).

1. Faktor kontributor di luar organisasi (eksternal)


2. Faktor kontributor dalam organisasi (internal) misalnya tidak ada prosedur
3. Faktor kontributor yang berhubungan dengan petugas (kognitif atau perilaku
petugas yang kurang, lemahnya supervisi, kurangnya team workatau
komunikasi)
4. Faktor kontributor yang berhubungan dengan keadaan pasien.
15. Analisis Akar Masalah/ Root Cause Analysis (RCA)
Adalah suatu proses berulang yang sistematik dimana faktor-faktor yang
berkontribusi dalam suatu insiden diidentifikasi dengan merekonstruksi kronologis
kejadian menggunakan pertanyaan ‘mengapa' yang diulang hingga menemukan akar
penyebabnya dan penjelasannya. Pertanyaan ‘mengapa' harus ditanyakan hingga tim
investigator mendapatkan fakta, bukan hasil spekulasi.
16. FMEA/ Failure Mode & Effect Analysis adalah metode perbaikan kinerja yang
dilakukan secara proaktif dengan melakukan identifikasi dan mencegah potensi
kegagalan sebelum terjadi yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien.
BAB III
STANDART KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu
ditangani segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan
pasien rumah sakit yang merupakan acuan bagi rumah sakit di Indonesia untuk
melaksanakan kegiatannya. Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini
mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint
Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia. Standar
Keselamatan Pasien wajib diterapkan rumah sakit dan penilaiannya dilakukan dengan
menggunakan Instrumen Akreditasi Rumah Sakit.

Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu :


1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut :


Standar I. Hak pasien
Standar :
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana
dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

Kriteria :
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan
benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian
Tidak Diharapkan.

Standar II. Mendidik pasien dan keluarga


Standar :
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien

Kriteria :
Keselamatan pasien dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan
pasien yang merupakan mitra dalam proses pelayanan. Oleh karena itu, di rumah sakit
harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
1). Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2). Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3). Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
4). Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5). Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
6). Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7). Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Standar III. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan


Standar :
Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria :
3.1 Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan
saat pasien keluar dari rumah sakit.
3.2 Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3.3 Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial,
konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
3.4 Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

Standar IV. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan


evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien Standar :

Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara
intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta keselamatan pasien.

Kriteria :
4.1 Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-
faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
4.2 Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain
terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, keuangan.
4.3 Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses
kasus risiko tinggi.
4.4 Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan
pasien terjamin.

Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien


Standar :
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatanpasien
secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit “.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi Kejadian Tidak
Diharapkan.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji,
dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan
kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

Kriteria :
5.1 Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
5.2 Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis kejadian yang memerlukan
perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) sampai dengan
“Kejadian Tidak Diharapkan’ ( Adverse event).
5.3 Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah
sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
5.4 Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien
yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5.5 Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah
(RCA) “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat
program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
5.6 Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani
“Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil
risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian
Sentinel”.
5.7 Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.
5.8 Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi
berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
5.9 Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif
untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan
pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.

Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien


Standar :
1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas
2. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriteria :
6.1 Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi
staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-
masing
6.2 Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
6.3 Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.

Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
Standar :
1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria :
7.1 Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain prosesmanajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan
pasien.
7.2 Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada
BAB IV
SASARAN KESELAMATAN PASIEN
Sasaran Keselamatan Pasien 1 : Ketepatan Identifikasi Pasien
Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek diagnosis dan
pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error/kesalahan dalam
mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam keadaan terbius /tersedasi,
mengalami disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur,
kamar, lokasi di dalam fasilitas pelayanan kesehatan; mungkin mengalami disabilitas
sensori; atau akibat situasi lain. Tujuan ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk
dengan cara yang dapat dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu
yang dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk
mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk
mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan
darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau
tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, dengan dua nama pasien, nomor
identifikasi menggunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang (identitas pasien)
dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan
untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua
pengidentifikasi/penanda yang berbeda pada lokasi yang berbeda di fasilitas pelayanan
kesehatan, seperti di pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit
gawat darurat, atau kamar operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa
identitas, juga termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan
kebijakan dan/atau prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang
memungkinkan untuk diidentifikasi.
Kegiatan Yang Dilaksanakan:
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan
nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis Pasien di identifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan /prosedur.
4. Kebijakan danprosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada
semua situasi dan lokasi.

Langkah Penerapan :
• Rumah Sakit membuat kebijakan tentang Identifikasi Pasien.
• Rumah Sakit membuat Pedoman/ Panduan Identifikasi Pasien yang dijadikan
acuan seluruh unit.
• Rumah Sakit merancang SPO Identifikasi Pasien melalui pemasangan
gelang identitas (min. 2 identitas, kapan dipasang? Dimana dipasang?)
• Rumah sakit mengemangkan SPO pemasangan dan pelepasan tanda identitas
risiko bagi pasien yang datang ke rumah sakit.
• Rumah sakit merancang SPO tentang Pemasangan dan pelepasan gelang identitas.

Sasaran Keselamatan Pasien 2 : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif


Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami
oleh resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau tertulis.
Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara
lisan dan yang diberikan melalui telpon, bila diperbolehkan peraturan perundangan.
Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil
pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk
melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito
Fasilitas pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon termasuk:
menuliskan (atau memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil
pemeriksaan oleh penerima informasi; penerima membacakan kembali (read back)
perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan
dan dibacakan ulang dengan akurat.untuk obat-obat yang termasuk obat
NORUM/LASA dilakukan eja ulang. Kebijakan dan/atau prosedur mengidentifikasi
alternatif yang diperbolehkan bila proses pembacaan kembali (read back) tidak
memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam situasi gawat darurat/emergensi di
IGD atau ICU.

Kegiatan Yang Dilaksanakan :


1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaaan di tuliskan
secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
2. Perintah lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan
kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah
atau hasil pemeriksaan tersebut.
4. Kebijakan dan prosedur mendukung praktik yang konsisten dalam melakukan
verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan melalui telepon.

Langkah Penerapan :
• Rumah sakit mengembangkan Kebijakan tentang Keakuratan dan penerapan
Komunikasi (lisan, telepon) secara konsisten di rumah sakit.
• Rumah sakit mengembangkan Pedoman/Panduan Komunikasi Efektif yang akan
dijadikan acuan bagi seluruh unit di rumah sakit.
• Rumah sakit merancang SPO tentang Komunikasi Efektif (lisan, telepon)
• Rumah sakit merancang SPO tentang Komunikasi Efektif SBAR
• Rumah sakit membuat Daftar Singkatan resmi yang digunakan oleh seluruh unit.
• Rumah sakit membuat SPO Serah Terima pasien
• Rumah sakit merancang SPO tentang Penyampaian Hasil Nilai Kritis

Sasaran Keselamatan Pasien 3 : Peningkatan keamanan obat yang perlu


diwaspadai/ high alert
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang
persentasinya tinggi dalam menyebabkan terjadi kesalahan/error dan/atau kejadian
sentinel (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan (adverse outcome) demikian pula obat-obat yang tampak mirip/ucapan mirip
(Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look-Alike Sound-Alike/ LASA).
Daftar obat-obatan yang sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO. Yang sering disebut-
sebut dalam isu keamanan obat adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak
sengaja (misalnya, kalium/potasium klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih
pekat)], kalium/potasium fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)],
natrium/sodium klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat [sama dengan
50% atau lebih pekat].
Kesalahan ini bisa terjadi bila staf tidak mendapatkan orientasi dengan baik di
unit asuhan pasien, bila perawat kontrak tidak diorientasikan sebagaimana mestinya
terhadap unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat darurat/emergensi. Cara yang
paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan
mengembangkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk
memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Fasilitas
pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan datanya
sendiri. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana yang
membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk
dan praktek profesional, seperti di IGD atau kamar operasi, serta menetapkan cara
pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di area tersebut
sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak
disengaja/kurang hati-hati.

Kegiatan Yang Dilaksanakan:


1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, lokasi,
pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai
2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di
area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi label yang
jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
Langkah Penerapan :
• Rumah sakit mengembangkan Kebijakan tentang Pengelolaan Obat di rumah sakit.
• Rumah sakit membuat Pedoman/ Panduan Pengelolaan Obat (high alert & norum)
yang akan dijadikan acuan bagi seluruh unit.
• Rumah sakit membuat SPO Identifikasi, Pelabelan dan Penyimpanan obat High
Alert
• Rumah sakit merancang SPO Penyiapan dan Penyerahan obat Hight Alert
• Rumah sakit membuat Daftar Obat Yang Perlu diwaspadai

Sasaran Keselamatan Pasien 4 : Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat


Pasien Operasi
Salah lokasi, salah prosedur, salah pasien operasi adalah kejadian yang
mengkhawatirkan dan biasa terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan. Kesalahan ini
adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antar anggota tim
bedah, kurang/tidak melibatkan pasien dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak
ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu juga asesmen pasien
yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak
mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang
berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian
singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.

Fasilitas pelayanan kesehatan perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan


suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang
mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan
sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan
kelainan/disorder pada tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang, mengubah,
atau menyisipkan kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan berlaku atas setiap
lokasi di fasilitas pelayanan kesehatan dimana prosedur ini dijalankan. Praktek berbasis
bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety
(2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site,
Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang
segera dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan; dan harus dibuat oleh orang yang akan melakukan tindakan; harus
dibuat saat pasien terjaga dan sadar; jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai
pasien disiapkan dan diselimuti. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang
belakang). Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
• Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
• Memastikan bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil pemeriksaan yang
relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang;
• Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau implant-implant yang
dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi”/Time out memungkinkan setiap pertanyaan yang belum
terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan. Time out dilakukan di tempat tindakan akan
dilakukan, tepat sebelum dilakukan tindakan.

Kegiatan Yang Dilaksanakan:


Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat
dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses
penandaan/pemberi tanda.
1. Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan
semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
2. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-
out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan
tindakan pengobatan gigi/dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

Langkah Penerapan :
• Rumah sakit mengembangkan Kebijakan tentang Prosedur Operasi (tepat lokasi-
tepat prosedur, tepat pasien)
• Rumah sakit membuat SPO tentang Penandaan Identifikasi Lokasi Operasi
• Rumah sakit membuat SPO tentang Surgical Patient Safety Check List
Sasaran Keselamatan Pasien 5 : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan
Kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam
kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar
bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan.
Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk
infeksi saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan
pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok dari eliminasi
infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat.
Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh dari
WHO, fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai proses kolaboratif untuk
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi
pedoman hand hygiene yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di
Fasilitas pelayanan Kesehatan.

Kegiatan Yang Dilaksanakan:


1. Fasilitas pelayanan Kesehatan mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand
hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO
Patient Safety).
2. Fasilitas pelayanan Kesehatan menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

Langkah Penerapan :
• Rumah sakit mengembangkan Kebijakan RS Pencegahan Infeksi
• Rumah sakit membuat Pedoman Pencegahan Infeksi di RS yang dijadikan
acuan diseluruh unit
• Rumah sakit merancang SPO tentang Cuci Tangan
• Rumah sakit menyediakan Fasilitas Cuci Tangan
• Rumah sakit melakukan sosialisasi dengan alat bantu :

Sosialisasi ; brosur, flyer, standing banner

Edukasi ; Pedoman Hand Hyangiene (WHO)
Sasaran Keselamatan Pasien 6 : Pengurangan Risiko Cedera Karena Jatuh
Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera pasien
rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
diberikan, dan fasilitasnya, fasilitas pelayanan kesehatan perlu mengevaluasi risiko
pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh.
Evaluasi bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi
alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan
yang digunakan oleh pasien.
Program ini memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang tidak
sengaja terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi jatuh. Misalnya
penggunaan yang tidak benar dari alat penghalang atau pembatasan asupan cairan bisa
menyebabkan cedera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang menurun.
Program tersebut harus diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Kegiatan Yang Dilaksanakan :


1. Fasilitas pelayanan kesehatan menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh
dan melakukan asesmen ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi perubahan
kondisi atau pengobatan.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada
hasil asesmen dianggap berisiko

Langkah Penerapan :
• Rumah sakit mengembangkan Kebijakan RS tentang Pencegahan Pasien Jatuh
• Rumah sakit merancang SPO tentang Penilaian Awal Risiko Jatuh
• Rumah sakit menggunakan Form Penilaian : Morse Fall, Humpty Dumpty
• Rumah sakit menggunakan Form Monitoring Risiko Jatuh
• Rumah sakit membuat fasilitas seperti ; Alat bantu
BAB V
TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN
Dalam menerapkan Standar Keselamatan Pasien maka rumah sakit harus
melaksanakan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien. Mengacu kepada standar
keselamatan pasien, maka rumah sakit harus mendesain (merancang) proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis setiap insiden, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Proses perancangan tersebut harus
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan
kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang
berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Keselamatan Pasien
Rumah Sakit”. Berkaitan hal tersebut diatas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh
langkah keselamatan pasien rumah sakit tersebut.
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai
berikut:

1. Membangun Budaya Keselamatan Pasien


A. Untuk Rumah Sakit
Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang harus
dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah
pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan
kepada staf, pasien dan keluarga.
• Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan
akuntabilitas individual bilamana ada insiden
• Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah
sakit.
• Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan
pasien.
B. Untuk Unit/Tim
• Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai
kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden
• Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit
anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi
proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.

2. Memimpin dan Mendukung Staf


A. Untuk Rumah Sakit
• Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas
Keselamatan Pasien.
• Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan
untuk menjadi “penggerak” dalam menerapkan program Keselamatan Pasien
• Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan
maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit
• Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah
sakit anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.
B. Untuk Unit/Tim
• Nominasikan “penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan
Keselamatan Pasien
• Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi
mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien
• Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden.

3. Integrasikan Aktivitas Manajemen Pengelolaan Risiko


A. Untuk Rumah Sakit
• Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis
dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan
Keselamatan Pasien dan Staf.
• Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang
dapat dimonitor oleh Direksi/ Pimpinan rumah sakit.
• Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif
meningkatkan kepedulian terhadap pasien
B. Untuk Unit/Tim
• Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu
Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang
terkait
• Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen
risiko rumah sakit
• Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan
akseptabilitas setiap risiko, dan ambillah langkah-langkah yang tepat untuk
memperkecil risiko tersebut
• Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses
asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.

4. Mengembangkan Sistem Pelaporan


A. Untuk Rumah Sakit
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke
luar, yang harus dilaporkan ke KPPRS.
B. Untuk Unit/Tim
Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan
setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi
juga, karena mengandung bahan pelajaran yang penting.

5. Berkomunikasi dengan Pasien dan Masyarakat


A. Untuk Rumah Sakit
• Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan
caracara komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden dengan
para pasien dan keluarganya.
• Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan
jelas bilamana terjadi insiden
• Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien dan keluarganya.
B. Untuk Unit/Tim
• Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan
keluarganya bila telah terjadi insiden
• Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi
insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar
secara tepat
• Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien
dan keluarganya.

6. Belajar dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien


A. Untuk Rumah Sakit
• Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden
secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab
• Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria pelaksanaan
Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) yang mencakup insiden
yang terjadi dan minimum satu kali per tahun melakukan Failure Modes and
Effects Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi.
B. Untuk Unit/Tim
• Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden
• Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa
depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.

7. Implementasikan Solusi-Solusi Untuk Mencegah Cidera


A. Untuk Rumah Sakit
• Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk
menentukan solusi setempat.
• Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan
• Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit Kemenkes RI.
• Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden yang dilaporkan .
B. Untuk Unit/tim
• Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat
asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
• Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan
pelaksanaannya.
• Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut
tentang insiden yang dilaporkan.
Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang
komprehensif dalam menerapkan keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah
tersebut secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam
pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus
serentak. Pilih langkah-langkah yang paling strategis dan paling mudah
dilaksanakan di rumah sakit. Bila langkah-langkah ini berhasil maka
kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini
telah dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan
metoda - metoda lainnya.
BAB VI
PENUTUP

Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Harapannya buku Pedoman Keselamatan Pasien ini dapat ditetapkan dan diterapkan di
RSU Sari Mutiara Medan, menjadi acuan bagi rumah sakit untuk melaksanakan
program keselamatan pasien danmutu pelayanan pasien.

Ditetapkan di : Medan
Pada tanggal : Januari 2018
Direktur RSU Sari Mutiara

(dr. Syaiful Ramadhan, M.Kes)

Anda mungkin juga menyukai