Anda di halaman 1dari 10

Uji Sensitivitas Antibiotik terhadap bakteri Escherichia coli pada pasien diare anak di

RSMP

Bab 1

1.1 Latar Belakang

Antibiotik merupakan obat yang digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri
(Setiabudy, 2007). Menurut Kemenkes (2011), intensitas penggunaan antibiotik yang relatif
tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan
terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik
di berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak didasarkan pada
indikasi (Kemenkes, 2015).
Hasil penelitian dari studi Antimicrobial Resistence in Indonesian (AMRIN study) terbukti
dari 2494 individu di masyarakat, ditemukan 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai
jenis antibiotik antara lain ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%), dan kloramfenikol (25%)
(Kemenkes,2015).
Escherichia coli merupakan bakteri yang hidup di usus manusia dan hewan. Bakteri
Escherichia coli merupakan merupakan bakteri Gram negatif, bentuk batang, memiliki
ukuran 0,4 hingga 0,7 mikro, bergerak, tidak berspora, positif pada tes indol, glukosa,
laktosa, sukrosa (Greenwood et al., 2007).
Beberapa E. coli bersifat patogen yang dapat menyebabkan penyakit seperti diare dan
penyakit saluran usus lainnya (CDC, 2014).
Diare adalah buang air besar (BAB) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair, dengan
kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau 200 ml/24
jam. Diare ini sering dianggap remeh pada setiap orang tua, padahal komplikasi nya sangat
berbahaya. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) (2009), diare membunuh
dua juta anak di dunia setiap tahun. Apabila balita mengalami diare, mereka akan lebih
berisiko terkena dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dapat mengarah pada malnutrisi
hingga terjadi kematian. Untuk menatalaksananya dibutuhkan antibiotik yang tepat untuk
diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Penelitian terhadap sensitifitas antibiotik selalu dilakukan seiring dengan perkembangan
zaman akibat terjadinya resistensi antibiotik. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Uji sensitifitas antibiotik terhadap bakteri Escherichia coli pada
penderita diare anak di rumah sakit Muhammadiyah Palembang”.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana sensitifitas antibiotik terhadap bakteri Escherichia coli pada pasien diare anak di
RS Muhammadiyah Palembang (RSMP) ?\
1.3Tujuan Masalah
1.3.1Tujuan Umum : Untuk mengetahui tingkat sensitifitas antibiotik terhadap bakteri
Escherichia coli pada pasien diare di RS Muhammadiyah Palembang.
1.3.2 Tujuan Khusus : 1. Untuk mengidentifikasi bakteri Escherichia coli pada penderita
diare anak di RS Muhammadiyah Palembang.
2. Untuk mengetahui antibiotik yang sensitif terhadap bakteri Escherichia
coli pada pasien diare anak di RS Muhammadiyah Palembang.
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis : 1.Memberikan informasi antibiotik yang sensitif terhadap bakteri
Escherichia coli pada pasien diare anak di RSMP
2. Hasil penelitian ini dapat meminimalisir terjadinya resistensi antibiotik
dalam tatalaksana diare.

1.4.2 Praktisi : Hasil penelitian dapat memberi rujukan bagi rumah sakit Muhammadiyah
Palembang dalam memberikan antibiotik yang tepat dalam tatalaksana pasien diare anak.
1.4.3 Masyarakat : Hasil penelitian dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam
konsumsi antibiotik untuk anak selama menderita diare.

BAB II Tinjauan Pustaka


2.1 Antibiotik : Antibiotik adalah salah satu contoh kemajuan dalam dunia pengobatan
modern untuk menatalaksanakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri
2.1.1 Penisilin : Penisilin, seperti semua antibiotik 𝛽-laktam, menghambat
pertumbuhan bakteri dengan mengganggu reaksi transpeptidase dalam
sintesis dinding sel bakteri.
2.1.2 Tetrasiklin : antibiotik bakteriostatis berspektrum luas yang
menghambat sintesis protein bakteri. Tetrasiklin bekerja aktif terhadap
banyak bakteri gram positif dan gram negative
2.1.3 Kloramfenikol : bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman
dan bersifat bakterostatik, spektrum antibakteri kloramfenikol meliputi
gram positif dan negatif dan kebanyakan bakteri anaerob tetapi tidak
terhadap klamidia. Senyawa ini berikatan secara reversible pada
subunit 50S ribosom bakteri dan menghambat tahapan peptidyl
transferase dalam sintesis protein.
2.1.4 Siprofloksasin : Golongan kuinolon menyekat sintesis DNA bakteri
dengan menghambat topoisomerase II (DNA girase) dan
topoisomerase IV bakteri. Inhibisi DNA girase mencegah relaksasi
DNA supercoiled positif yang diperlukan untuk transkripsi dan
replikasi normal sehingga bersifat bakteriosida. Aktivitasnya sangat
baik terhadap bakteri aerob gram negatif dan organisme gram positif.
2.1.5 Sefalosporin : Seperti halnya antibiotik betalaktam lain, mekanisme
kerja anti mikroba sefalosporin ialah menghambat sintesis dinding sel
mikroba. Hal yang dihambat ialah reaksi transpeptidase tahap ketiga
dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Terdapat 4 generasi
sefalosporin.
2.1.6 Aminoglikosida : Aminoglikosida merupakan inhibitor ireversibel
sintesis protein, Di dalam sel bakteri, aminoglikosida berikatan dengan
reseptor pada subunit 30s protein ribosom bakteri.
2.2 Resistensi Antibiotik
Mekanisme utama dari populasi mikroba untuk bertahan hidup dalam situasi terancam
adalah dengan cara mutasi genetik, ekspresi dari suatu gen resistensi yang laten atau
melalui gen yang memiliki determinan resistensi. Ketiga mekanisme ini dapat berada
bersama-sama dalam suatu bakteri. Penggunaan antibiotika secara berlebihan dapat
menimbulkan tekanan selektif yang mendorong perkembangbiakan mikroorganisme
yang resisten. Ekstraksi, purifikasi, sintesis dan pemberian antimikroba dalam jumlah
besar yang dilakukan oleh manusia telah mempercepat evolusi bakteri dengan
memberikan tekanan selektif terhadap bakteri yang harus memberikan respon untuk
bertahan hidup dan menjadi resisten atau mati.

2.3 Bakteri E. coli


2.3.1 Definisi Bakteri Escherichia coli : Escherichia coli merupakan bakteri Gram
negatif batang pendek (kokus basil), komensal yang dapat bersifat patogen, bersifat
anaerob fakultatif dan tidak dapat membentuk spora. Bakteri ini dapat hidup pada
berbagai substrat dengan melakukan fermentasi anaerobik menghasilkan asam laktat,
suksinat, asetat, etanol, dan karbondioksida.
2.3.2 Faktor Patogenitas :Bekerja merangsang enzim adenil siklase yang terdapat di
dalam sel epitel mukosa usus halus, menyebabkan terjadinya peningkatan
permeabilitas sel epitel usus. Sehingga terjadi akumulasi cairan di dalam usus dan
berakhir dengan diare.
2.3.3 Klasifikasi : EPEC, ETEC, EIEC, EHEC

2.4 Diare
2.4.1 Definisi
pasase feses dengan konsistensi lebih encer yang frekuensinya lebih
sering (> 3x dalam satu hari) dan lebih dari 200 gram per hari pada
dewasa atau 10 ml/kg per hari pada bayi dan balita.
2.4.2 Etiologi
Infeksi : Bakteri, Virus, Jamur, Parasit, Cacing
Non Infeksi : IBS, Immunodefisiensi, Terapi obat, Intoleransi
Laktosa, dll.
2.4.3 Klasifikasi
Diare akut : <14 Hari
Diare Kronik : >14 Hari
2.4.4 Patogenesis Diare
Virus atau bakteri dapat masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan
minuman. Virus atau bakteri tersebut akan sampai ke sel–sel epitel
usus halus dan akan menyebabkan infeksi, sehingga dapat merusak
sel-sel epitel tersebut. Sel–sel epitel yang rusak akan digantikan oleh
sel-sel epitel yang belum matang sehingga fungsi sel–sel ini masih
belum optimal. Selanjutnya, vili–vili usus halus mengalami atrofi yang
mengakibatkan tidak terserapnya cairan dan makanan dengan baik.
Cairan dan makanan yang tidak terserap akan terkumpul di usus halus
dan tekanan osmotik usus akan meningkat. Hal ini menyebabkan
banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus. Cairan dan makanan yang
tidak diserap tadi akan terdorong keluar melalui anus dan terjadilah
diare.
2.4.5 Manifestasi Klinis
mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh
biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, Tinja
cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah, kehilangan cairan
dan elektrolit ,dehidrasi, berat badan menurun, turgor kulit
berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir
bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
2.4.6 Diagnosis
Beberapa hal yang harus ditanyakan adalah lama diare, frekuensi, warna,
konsentrasi, lendir atau darah dalam tinja, muntah, rasa haus, rewel, anak
lemah, kesadaran menurun, buang air kecil terakhir, demam, sesak,
kejang, kembung, jumlah cairan yang masuk selama diare, jenis makanan
dan minuman yang diminum selama diare, mengonsumsi makanan yang
tidak biasa, penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum. Pada
pemeriksaan fisik yang dilihat adalah keadaan umum, kesadaran, tanda
vital, tanda utama yang meliputi gelisah/cengeng, lemah, rasa haus, turgor
kulit abdomen menurun, tanda tambahan yang meliputi ubun-ubun besar,
kelopak mata, air mata, mukosa bibir, mulut dan lidah, berat badan, tanda
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit seperti nafas cepat dan
dalam, kembung, kejang dan derajat dehidrasi.
2.4.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan makroskopis yang meliputi konsistensi, warna, lendir,
darah dan bau pada tinja, pemeriksaan mikroskopis yang meliputi
leukosit, eritrosit, parasit, dan bakteri, pH tinja, clinitest, elektrolit
(Na+, K+, HCO3-), analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis
dicurigai adanya gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
2.4.8 Penatalaksanaan Diare
Prinsip tatalaksana diare di Indonesia telah ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan yaitu lima langkah tuntaskan diare (Lintas
Diare) yaitu rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas rendah,
pemberian zink selama 10 hari berturut- turut, teruskan pemberian ASI
(air susu ibu) dan makanan, antibiotik selektif, nasihat kepada
orangtua/pengasuh.
Oralit
Umur Jumlah oralit yang Jumlah oralit yang
diberikan tiap buang air disediakan di rumah
besar
<12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari (2 bungkus)
1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml/hari (3-4
bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000ml/hari(4-5
bungkus)
Dewasa 300-400 ml 1200-2800 ml/hari (6-14
bungkus)
Zink
Umur < 6 bulan yaitu 1⁄2 tablet (10 mg) per hari selama 10 hari, umur
> 6 bulan yaitu 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari. Zinc tetap
diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.

Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi
pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan.
Pemberian Antibiotik jika diperlukan
Bakteri Antibiotik
Aeromonas Trimetoprim/Sulfametoksazol
Campylobacter Eritromisin
Clostridium difficale Vankomisin atau metronidazol
Escherichia coli Trimetoprim / Sulfametoksazol
Salmonella Ampisilin/Kloramfenikol,Sefotaksim
Pemberian Nasihat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi
nasehat tentang cara memberikan cairan dan obat di rumah, dan kapan
harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila diare lebih
sering, muntah berulang, sangat haus, makan/minum sedikit, timbul
demam, tinja berdarah, dan tidak membaik dalam 3 hari.
2.5 Metode Uji Antibiotika
2.5.1 Metode penyebaran /difusi : Metode Kirby Bauer, Metode E-Test,
Metode Ditch – Plate Technique, Metode Cup – Plate Technique
(Metode Sumuran), Metode Gradient – Plate Technique
2.5.2 Metode pengenceran/ dilusi : Metode Dilusi cair, metode dilusi padat

BAB II Metode Penelitian


3.1 Jenis Penelitian : Penelitian eksperimental laboratorium metode disc diffusion pada uji
sensitivitas antibiotik.
3.2 Waktu Penelitian: September-Desember 2019, rumah sakit Muhammadiyah Palembang
dan dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Palembang.
Tempat : rumah sakit Muhammadiyah Palembang dan dilakukan di laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Palembang.

3.3 Populasi dan Subjek Penelitian


Populasi Target : seluruh pasien yang berobat, di rawat jalan dan di rawat
inap pada bagian anak di RS Muhammadiyah Palembang periode bulan September
sampai Desember 2019.
Populasi Terjangkau : pasien yang mengalami diare dan sedang di rawat inap
di bangsal anak di RS Muhammadiyah Palembang periode bulan September
sampai Desember 2019.
Sampel : Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diare yang di
rawat inap di bangsal anak di rumah sakit Muhammadiyah Palembang periode
Bulan September – Desember 2019.
Teknik Pengambilan sampel : Total Sampling
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
A. Inklusi
a. Pasien diare usia 1-14 tahun.
b. Pasien didiagnosis mengalami diare akut.
c. Spesimen bakteri yang didapatkan pada sampel feses di temukan Escherichia
coli.
d. Belum / tidak mendapatkan terapi antibiotik.
e. Bersedia mengisi informed consent.
B. Eksklusi
a. Pasien sudah mendapatkan terapi antibiotik di rumah sakit Muhammadiyah
Palembang lebih dari 24 jam.
b. Pasien diare dengan feses yang disertai darah dan lender.
c. Pasien menolak ikut serta dalam penelitian.
3.5 Variabel Penelitian
Variabel Bebas : Perlakukan dengan pemberian antibiotik kotrimoksazol, ampisilin,
cefotaxime, Kloramfenikol, Siprofloksasin.
Variabel Terikat : Zona hambat antibiotik yang dilihat dengan zona bening di sekitar disk
antibiotik.
3.6 Alat dan Bahan
1. Alat
Autoclave, Inkubator , Pipet ukur, Kertas cakram, Cawan Petri, Gelas ukur
2. Bahan
Disk antibiotik uji, Feses pasien diare, Bakteri E.coli
3. Media
Mueller Hinton Agar, Media Endo Agar, Carry and Blair Transport, Brain Heart Infusion
Broth (BHI Broth)
3.7 Prosedur Kerja

1.Pengambilan sampel bakteri E. coli dari feses anak penderita diare


2.Penanaman (inokulasi) bakteri
3.Persiapan pembuatan media selektif (Endo Agar)
4.Penanaman pada media selektif Endo Agar
5. Metode uji antibiotika dengan metode Kirby-Bauer

3.8 Cara pengumpulan data


Data penelitian ini diambil dengan menggunakan data primer dan data sekunder yakni
dengan data rekam medik untuk menentukan diagnosis pasien dan pengambilan spesimen
feses pada pasien diare di rumah sakit Muhammadiyah Palembang.
3.9 Cara analisis data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam
bentuk narasi, tabel, diagram dan gambar.

metode Kirby bauer


pengukuran zona hambat

Anda mungkin juga menyukai