Anda di halaman 1dari 7

MODUL 5 PENYAKIT TROPIS KONTAK LANGSUNG

SKENARIO : GALAU KARENA LUKA

Pasien A, laki laki 37 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan luka pada alat kelamin sejak 1
minggu yang lalu, pasien mempunyai riwayat suka berganti ganti pasangan dari pemeriksaan didapatkan
makula hiperemis, chancre , dengan pinggir keras dan dasar luka bersih, tidak terdapat nyeri pada saat
di palpasi dan didapatkan pembengkakan kelenjar getah bening inguinal kanan dan kiri, untuk
menegakkan diagnosa dokter melakukan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap, didapatkan hasil
tampak mikrorganisme berspora dan motil, kemudian dokter menganjurkan pasien untuk melakukan tes
VDRL dan Tes HTPA. Pasien tersebut merasa takut dan bertanya apakah penyakitnya sama dengan
temannya yang didiagnosis oleh dokter mengalami HIV/AIDS. Setelah selesai melakukan pemeriksaan,
dokter dikejutkan dengan pasien di IGD yang datang dalam keadaan tidak sadarkan diri setelah digigit
ular pada saat berburu babi ke hutan. Bagaimanakah anda menjelaskan kasus diatas

Bagaimanakah anda menjelaskan kasus kasus diatas?

JUMP 1

1. makula adalah ruam bulat pada kulit, ukuran bervariasi, datar, perbedaan warna dgn kulit
sekitar
2. hiperemis adalah kemerahan
3. chancre adalah luka kecil
4. tes VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) adalah Pemeriksaan ini tidak mendeteksi
keberadaan bakteri penyebab sifilis, tapi mengukur antibodi (IgG dan IgM) yang
dihasilkan tubuh akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bakteri.
5. Tes HTPA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay) adalah tes untuk memeriksa antibodi
yang dihasilkan akibat infeksi sifilis. tes serologi yang digunakan untuk mendeteksi antibodi
terhadap bakteri Treponema pallidum. TPHA cocok sebagai tes konfirmasi terhadap
suspek infeksi sifilis karena bersifat spesifik.
6. HIV/AIDS adalah Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah infeksi yang disebabkan
oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan suatu penyakit yang menyerang
sel-sel kekebalan tubuh.

JUMP 2

1. Kenapa laki laki 37 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan luka pada alat kelamin sejak 1
minggu yang lalu?
Treponema dapat masuk (porte d’entrée) ke tubuh calon penderita melalui selaput lendir yang
utuh atau kulit dengan lesi. Kemudian masuk ke peredaran darah dari semua organ dalam
tubuh.Penularan terjadi setelah kontak langsung dengan lesi yang mengandung treponema.3–4
minggu terjadi infeksi, pada tempat masuk Treponema pallidum timbul lesi primer (chancre
primer) yang bertahan 1–5 minggu dan sembuh sendiri.
Tes serologik klasik positif setelah 1–4 minggu. Kurang lebih 6 minggu (2– 6 minggu) setelah lesi
primer terdapat kelainan selaput lendir dan kulit yang pada awalnya menyeluruh kemudian
mengadakan konfluensi dan berbentuk khas. Penyembuhan sendiri biasanya terjadi dalam 2–6
minggu. Keadaan tidak timbul kelainan kulit dan selaput dengan tes serologik sifilis positif
disebut Sifilis Laten. Pada seperempat kasus sifilis akan relaps. Penderita tanpa pengobatan
akan mengalami sifilis lanjut (Sifilis III 17%, kordiovaskular 10%, Neurosifilis 8%). Banyak
orang terinfeksi sifilis tidak memiliki gejala selama bertahun- tahun, namun tetap berisiko
untuk terjadinya komplikasi akhir jika tidak dirawat. Gejala gejala yang timbul jika terkena
penyakit ini adalah benjolan-benjolan di sekitar alat kelamin. Timbulnya benjolan sering pula
disertai pusing-pusing dan rasa nyeri pada tulang, mirip seperti gejala flu. Anehnya, gejala-gejala
yang timbul ini dapat menghilang dengan sendirinya tanpa pengobatan.
Sifilis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema pallidum yang bersifat
akut dan kronis ditandai dengan lesi primer diikuti dengan erupsi sekunder pada kulit dan
selaput lendir kemudian masuk ke dalam periode laten diikuti dengan lesi pada kulit, lesi pada
tulang, saluran pencernaan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler
2. Apakah ada hubungan riwayat suka berganti ganti pasangan?
 Penularan secara langsung yaitu melalui kontak seksual, kebanyakan 95%- 98% infeksi
terjadi melalui jalur ini, penularan terjadi melalui lesi penderita sifilis.
 Penularan tidak langsung kebanyakan terjadi pada orang yang tinggal bersama
penderita sifilis. Kontak terjadi melalui penggunaan barang pribadi secara bersama-
sama seperti handuk, selimut, pisau cukur, bak mandi, toilet yang terkontaminasi oleh
kuman Treponema pallidum.
 Melalui Kongenital yaitu penularan pada wanita hamil penderita sifilis yang tidak diobati
dimana kuman treponema dalam tubuh ibu hamil akan masuk ke dalam janin melalui
sirkulasi darah.
 Melalui darah yaitu penularan terjadi melalui transfusi darah dari penderita sifilis laten
pada donor darah pasien, namun demikian penularan melalui darah ini sangat jarang
terjadi.
3. Bagaimana interpretasi pemeriksaan didapatkan makula hiperemis, chancre , dengan pinggir
keras dan dasar luka bersih, tidak terdapat nyeri pada saat di palpasi dan didapatkan
pembengkakan kelenjar getah bening inguinal kanan dan kiri,?
Sifilis Primer
Sifilis stadium I (Sifilis primer), timbul 10-90 hari setelah terjadi infeksi. Lesi pertama berupa
makula atau papula merah yang kemudian menjadi ulkus (chancre), dengan pinggir keras, dasar
ulkus biasanya merah dan tidak sakit bila dipalpasi. Sering disertai dengan pembengkakan
kelenjar getah bening regional. Lokalisasi chancre sering pada genitalia tetapi bisa juga ditempat
lain seperti bibir, ujung lidah, tonsil, jari tangan dan puting susu.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas berupa chancre serta ditemui
Treponema pallidum pada pemeriksaan stadium langsung dengan mikroskop lapangan gelap.
Apabila pada hari pertama hasil pemeriksaan sediaan langsung negatif, pemeriksaan harus
diulangi lagi selama tiga hari berturut-turut dan bila tetap negatif, diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala klinis dan serologis. Selamadalam pemeriksaan sebaiknya ulkus dibersihkan
atau dikompres dengan larutan garam faal fisiologis.
Sifilis Sekunder (S II)
Timbul setelah 6-8 minggu sejak S I. Pada beberapa kasus keadaan S II ini sering masih disertai S
I. Pada S II dimulai dengan gejala konsistensi seperti anoreksia, demam, athralgia, angina. Pada
stasium ini kelainan pada kulit, rambut, selaput lendir mulut dan genitalia, kelenjar getah bening
dan alat dalam. Kelainan pada kulit yang kita jumpai pada S II ini hampir menyerupai penyakit
kulit yang lain, bisa berupa roseola, papel-papel, papulo skuamosa, papulokrustosa dan pustula.
Pada SII yang dini biasanya kelainan kulit yang khas pada telapak tangan dan kaki. Kelainan
selaput lendir berupa plakula atau plak merah (mucous patch) yang disertai perasaan sakit pada
tenggorokan (angina sifilitica eritematosa). Pada genitalia sering kita jumpai adanya papul atau
plak yang datar dan basah yang disebut kondilomata lata. Kelainan rambut berupa kerontokan
rambut setempat disebut alopesia areata. Kelainan kuku berupa onikia sifilitaka, kuku rapuh
berwarna putih, suram ataupun terjadi peradangan (paronikia sifilitaka). Kelainanmata berupa
uveitis anterior.Kelainan pada hati bisa terjadi hepatitis dengan pembesaran hati dan ikterus
ringan. Kelainan selaput otak berupa meningitis dengan keluhan sakit kepala, muntah dan pada
pemeriksaan cairan serebro spinalis didapati peninggian jumlah sel dan protein. Untuk
menegakkan diagnosis, disamping kelainan fisik juga diperlukan pemeriksaan serologis.
Sifilis Laten Dini
Gejala klinis tidak tampak, tetapi hasil pemeriksaan tes serologi untuk sifilis positif.Tes yang
dilanjutkan adalah VDRL dan TPHA.

4. Bagaimana interpretasi pemeriksaan mikroskop lapangan gelap, didapatkan hasil tampak


mikrorganisme berspora dan motil, kemudian dokter menganjurkan pasien untuk melakukan tes
VDRL dan Tes HTPA?
Dalam sediaan segar tanpa pewarnaan, gerak kuman Treponema dapat dilihat dengan
menggunakan mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan Treponema secara mikroskopik dilihat
dengan teknik imunnofluoresensi dengan membuat usapan cairan jaringan atau eksudat pada
kaca objek kemudian difiksasi dan diwarnai dengan serum anti treponema yang dilabel
fluoresein sehingga pada lapangan pandang gelap akan terlihat fluoresensi yang khas dari
kuman Treponema.
Apabila kedua tes Treponemal dan Non Treponemal memberikan hasil positif maka dilakukan
penilaian secara kuantitatif, jika hanya satu yang memberikan hasil positif maka dilakukan
pemeriksaan ulang.
Pada Tes Serologis Non Treponema:
a. Hasil Tes Serologis Non Treponema menjadi negatif (-) dalam 3-8 bulan setelah
pengobatanadekuat.
b. Penilaian : kualitatif & kuantitatif
c. Hasilnya menjadi positif (+) dalam 2 minggu I setelah ulkusdurum positif
(+)Titer pada berbagai stadium :
Menurut CDC (2010) hasil positif palsu pada tes non treponemal dapat dikaitkan dengan
beberapa kondisi medik yang tidak terkait dengan sifiis termasuk keadaaan autoimun , usia
lanjut, injection drug use, oleh karena itu harus dilakukan tes antibodi treponemal. Tes non
treponemal biasanya berkaitan dengan perjalanan penyakit. Antibodi sifilis dalam kadar
rendah mungkin akan tinggal dalam darah selama berbulan- bulan atau bertahun-tahun
bahkan setelah penyakit telah berhasil diobati. Fenomena ini dikenal dengan istilah “serofast
reaction”. Pada penderita HIV, tes serologi sifilis akurat dan dapat diandalkan. Namun bila hasil
tes serologi yang didapatkan tidak berkoresponden dengan temuan klinis pengunaan metode
lain seperti pemeriksaan biopsi dan mikroskop lapang pandang gelap perlu dipertimbangkan
(CDC, 2010). Kemudian pada penderita sifilis baru yang diberikan pengobatan dalam masa laten
maka hasil serologik menjadi sukar dinilai. Pada beberapa kasus titer reagin dapat menurun
bahkan menjadi negatif
Menurut Guidelines WHO (2003) Hasil positif dari Tes RPR dapat terkait dengan sifilis laten,
infeksi lama, sifilis primer dan sekunder. Hal ini harus dipertimbangkan untuk pengobatan
selanjutnya. Tes treponemal TPHA dapat digunakan untuk mengkonfirmasihasil RPR jika
tersedia. Tes RPR kuantitatif dapat membantu membedakan antara sifilis laten dan infeksi lama
(titer tinggi ≥ 1:8) serta membantu mengevaluasi respon terhadap pengobatan
5. Bagaimana tatalaksana, prognosis dan komplikasi?
TATALAKSANA
Sifilis primer dan sekunder: Benzathine benzylpenicillin 2,4 juta IU, injeksi IM dosis tungga,
Doksisiklin100 mg per oral, 2 kali /hari minimal 30 hari (TIDAK HAMIL), eritromisin 500 mg per
oral, 4 kali/ hari selama 14 hari (HAMIL)
Sifilis laten: benzathine benzylpenicillin 2,4 juta IU, injeksi IM, satu kali/minggu selama 3 minggu
berturut-turut. Doksisiklin 100 mg per oral, 2kali /hari selama 30 hari ATAU Seftriakson 1 gr,
injeksi IM 1 kali /hari selama 10 hari (TIDAK HAMIL), Eritromisin 500 mg per oral,4 kali /hari
minimal 30 hari (HAMIL)
6. apakah penyakitnya sama dengan temannya yang didiagnosis oleh dokter mengalami HIV/AIDS?
Virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara darah, semen dan sekret vagina.
Human Immunodeficiency Virus tergolong retrovirus yang mempunyai materi genetik RNA yang
mampu menginfeksi limfosit CD4 (Cluster Differential Four), dengan melakukan perubahan
sesuai dengan DNA inangnya. Virus HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel
yang mempunyai antigen CD4 terutama limfosit T4 yang memegang peranan penting dalam
mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus juga dapat menginfeksi sel
monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit folikuler pada kelenjar limfe, makrofag
pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia otak. Virus yang masuk
kedalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya
menghancurkan sel limfosit itu sendiri.Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut
sindrom retroviral akut atau Acute Retroviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh penurunan
jumlah CD4 dan peningkatan kadar RNA HIV dalam plasma. CD4 secara perlahan akan menurun
dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada 1,5 – 2,5 tahun
sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load (jumlah virus HIV dalam darah) akan cepat
meningkat pada awal infeksi dan pada fase akhir penyakit akan ditemukan jumlah CD4 <
200/mm3 kemudian diikuti timbulnya infeksi oportunistik, berat badan turun secara cepat dan
muncul komplikasi neurulogis. Pada pasien tanpa pengobatan ARV, rata-rata kemampuan
bertahan setelah CD4 turun < 200/mm3 adalah 3,7 tahun. Penularan HIV/AIDS akibat melalui
cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual
maupun heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah dari
ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya.
7. Bagaimana tatalaksana, prognosis dan komplikasi?
Obat ARV lini pertama yang tersedia di Indonesia
 Tenofovir (TDF) 300 mg
 Lamivudin (3TC) 150 mg
 Zidovudin (ZDV/AZT) 100 mg
 Efavirenz (EFV) 200 mg dan 600 mg
 Nevirapine (NVP) 200 mg
 Kombinasi dosis tetap (KDT): o TDF+FTC 300mg/200mg o TDF+3TC+EFV
300mg/150mg/600mg
Rejimen yang digunakan di tingkat FKTP adalah rejimen lini pertama dengan pilihan
 TDF + 3TC (atau FTC) + EFV
 TDF + 3TC (atau FTC) + NVP
 AZT + 3TC + EFV AZT + 3TC + NVP
Pemerintah menyediakan sediaan Kombinasi Dosis Tetap (KDT) / Fixed Dose Combination (FDC)
untuk rejimen TDF + 3TC (atau FTC) + EFV. Sediaan KDT ini merupakan obat pilihan utama,
diberikan sekali sehari sebelum tidur
Obat ARV harus diminum seumur hidup dengan tingkat kepatuhan yang tinggi (>95%) sehingga
petugas kesehatan perlu untuk membantu pasien agar dapat patuh minum obat, kalau perlu
melibatkan keluarga atau pasien lama. Kepatuhan pasien dalam meminum obat dapat
dipengaruhi oleh banyak hal seperti prosedur di layanan, jarak, keuangan, sikap petugas dan
efek samping. Oleh karena itu perlu dicari penyebab ketidak patuhannya dan dibantu untuk
meningkatkan kepatuhannya, seperti konseling dan motivasi terus menerus. Ketidak patuhan
kepada obat lain seperti kotrimkoksasoltidak selalu menjadi dasar untuk menentukan
kepatuhan minum ARV.
Cara pemberian terapi ARV (4S - start, substitute, switch dan stop) dapat dilihat dalam Pedoman
Pengobatan Antiretroviral, Kemenkes 2014.
8. Bagaimana tatalaksana, prognosis dan komplikasi pada pasien tidak sadarkan diri setelah digigit
ular pada saat berburu babi ke hutan.?
Komposisi bisa ular 90% terdiri dari protein. Masing-masing bisa memiliki lebih dari ratusan
protein berbeda: enzim (meliputi 80-90% bisa viperidae dan 25-70% bisa elapidae), toksin
polipeptida non-enzimatik, dan protein non-toksik, seperti faktor pertumbuhan saraf. Enzim
pada bisa ular meliputi hidrolase digestif, hialuronidase, dan aktivator atau inaktivator proses
fisiologis, seperti kininogenase. Sebagian besar bisa mengandung L-asam amino oksidase,
fosfomono- dan diesterase, 5`-nukleotidase, DNAase, NAD-nukleosidase, fosfolipase A2, dan
peptidase. Envenomasi gigitan ular pada manusia memiliki banyak efek potensial, namun hanya
beberapa kategori yang memiliki klinis mayor yang signifikan, yaitu: (1) flasid paralisis; (2)
miolisis sistemik; (3) koagulopati dan perdarahan; (4) kerusakan dan gangguan ginjal; (5)
kardiotoksisitas; (6) kerusakan jaringan lokal pada daerah gigitan
Beberapa korban yang digigit oleh ular (atau dicurigai digigit) dapat mengalami simptom dan
gejala yang khas, bahkan saat tidak ada bisa yang diinjeksi. Hal ini diakibatkan dari ketakutan
yang tidak dipahami dari konsekuensi gigitan ular berbisa. Korban cemas dapat hiperventilasi
sehingga mengalami sensasi kebas dan ditusuk-tusuk pada ekstremitas, spasme tangan dan kaki,
dan pusing. Korban lainnya dapat mengalami syok vasovagal setelah gigitan, dengan kolaps
disertai penurunan denyut jantung yang berat. Tampilan klinis korban gigitan ular bervariasi
sesuai umur dan ukuran tubuh, spesies ular, jumlah dan lokasi gigitan, dan kuantitas dan
toksisitas bisa. Morbiditas dan mortalitas bergantung pada umur dan ukuran tubuh korban,
disertai kondisi komorbiditas

Indikasi pemberian antivenom adalah apabila pasien dengan dugaan atau terbukti gigitan ular
mengalami satu atau lebih tanda berikut:
Envenomasi sistemik
- Abnormalitas hemostatik: perdarahan sistemik spontaneous (klinis); koagulopati (20 WBCT
atau tes lain seperti PT), atau trombositopenia (<100.000) (laboratorium). - Tanda neurotoksik:
ptosis, optalmoplegia eksternal, paralisis (klinis). - Abnormalitas kardiovaskular: hipotensi, syok,
aritmia (klinis); abnormal EKG. - Gangguan ginjal akut: oliguria/ anuria (klinis); peningkatan
kreatinin/ urea darah (laboratorium). - Hemoglobin-/ Mioglobin-uria: urine coklat gelap (klinis),
dipstick urine, tanda lain hemolisis intravaskular atau rhabdomiolisis menyeluruh (nyeri otot,
hiperkalemia) (klinis, laboratorium). - Tanda-tanda pendukung laboratorium adanya envenomasi
sistemik.
Envenomasi local
- Pembengkakan lokal meliputi lebih dari setengah tungkai yang tergigit (tanpa tourniquet)
dalam 48 jam pertama. Pembengkakan setelah gigitan pada jari-jari. - Ekstensi cepat
pembengkakan (seperti dibawah pergelangan tangan atau kaki dalam beberapa jam setelah
gigitan pada tangan atau kaki). - Dijumpai pembesaran kelenjar getah bening yang mendrainase
tungkai yang tergigit.
Ada dua metode pemberian antivenom yang direkomendasikan
1. Injeksi “push” intravena: Antivenom diberikan secara injeksi intravena lambat (tidak lebih dari
2 mL/menit).
2. Infus intravena: Antivenom dilarutkan sekitar 5-10 mL cairan isotonik per kg berat badan
(seperti 250-500 mL saline isotonik atau dekstrosa 5% pada orang dewasa) dan diinfus dengan
kecepatan konstan diatas sekitar 1 jam.
Pasien yang diberikan antivenom harus secara ketat dipantau setidaknya selama 1 jam setelah
dimulai pemberian antivenom intravena, sehingga reaksi anafilaksis antivenom dapat dideteksi
dan diobati segera dengan epinefrin (adrenalin). Dosis antivenom yang diberikan pada gigitan
ular pada dewasa dan anak-anak adalah sama, karena ular juga menginjeksikan bisa dengan
dosis yang sama. Di Indonesia, antivenom yang tersedia adalah serum antivenom polivalen
(Calloselasma rhodostoma, B fasciatus, N sputatrix) yang diproduksi oleh Bio Farma dengan
sediaan ampul 5 mL. Dosis awal antivenom yang disarankan dapat diberikan berdasarkan
spesies ular.
Adapun pedoman lain dari terapi pemberian antivenom dapat mengacu pada Schwartz dan Way
• Derajat 0 dan I: tidak diperlukan antivenom, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, bila derajat
meningkat maka diberikan antivenom.
• Derajat II: 3-4 vial antivenom
• Derajat III: 5-15 vial antivenom
• Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial antivenom

Anda mungkin juga menyukai