Anda di halaman 1dari 6

LAYANAN IMUNISASI BALITA

SOP Imunisasi

Standar Operasional Prosedur Persiapan Pelayanan Imunisasi

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013


Tentang Penyelenggaraan Imunisasi, pengertian Imunisasi adalah suatu upaya untuk
menimbulkan/ meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit,
sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya
mengalami sakit ringan.

Sebagaimana pada umumnya penyusunan sebuah SOP, Standar Operasional Prosedur


program imunisasi juga disusun berdasarkan beberapa sub pokok bahasan, seperti Tujuan,
Ruang Lingkup, Prosedur, dan pokok bahasan lainnya.

Tujuan penyusunan SOP Imunisasi, sebagai acuan dalam pelayanan imunisasi bagi
bayi, balita dan anak sekolah di Posyandu, Polindes, Pustu, Puskesmas, Rumah Sakit, maupun
di Sekolah. Sedangkan ruang lingkup SOP ini meliputi pelayanan imunisasi bagi bayi, balita
dan anak sekolah, serta Wanita Usia Subur (WUS)

Pelayanan imunisasi dimulai dengan adanya petugas yang menuju lokasi pelayanan
imunisasi, baik di Posyandu, sekolah yang ditentukan, dengan terlebih dahulu mengambil
peralatan imunisasi dan vaksin di Puskesmas. Setelah proses penyuntikan vaksin selesai,
kemudian dilakukan pencatatan di buku KIA, kohort bayi, dan register. Setelah pelaksanaan
selesai pelayanan imunisasi vaksin yang masih utuh belum dibuka dikembalikan ke Puskesmas,
sedangkan sisa atau wadah dibuang kedalam incinerator.

Syarat keterampilan petugas imunisasi dapat berlatar belakang pendidikan Dokter,


Bidan, serta Perawat. Sedangkan jenis pelayanan imunisasi terdiri dari pelayanan imunisasi
rutin, tambahan, dan khusus. Imunisasi wajib terdiri atas Imunisasi rutin; Imunisasi tambahan;
dan Imunisasi khusus.

Imunisasi wajib diberikan sesuai jadwal, sedangkan imunisasi rutin merupakan


kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terus menerus sesuai jadwal, terdiri atas imunisasi
dasar dan imunisasi lanjutan.
 Imunisasi dasar
Diberikan pada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun, yaitu:

1. Bacillus Calmette Guerin (BCG);


2. Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphtheria Pertusis
Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib);
3. Hepatitis B pada bayi baru lahir;
4. Polio; dan
5. Campak

 Imunisasi lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan
tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan yang diberikan pada
anak usia bawah tiga tahun (Batita); anak usia sekolah dasar; dan wanita usia subur.
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan yaitu:

 Pada anak usia bawah tiga tahun (Batita) terdiri atas Diphtheria Pertusis
Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-
Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib) dan Campak.
 Pada anak usia sekolah dasar diberikan pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS) yaitu Diphtheria Tetanus (DT), Campak, dan Tetanus diphteria (Td).
 Pada wanita usia subur berupa Tetanus Toxoid (TT).

 Imunisasi Tambahan
Imunisasi tambahan diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling
berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu
(imunisasi ini tidak menghapuskan kewajiban pemberian imunisasi rutin.

 Imunisasi khusus
Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk
melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu, seperti
persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju negara
endemis penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar biasa. Sedangkan jenis imunisasi
khusus antara lain imunisasi Meningitis Meningokokus, demam kuning, dan Anti
Rabies (VAR).
Prosedur Kerja

Prosedur kerja pelayanan imunisasi meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :


1. Penyiapan Pelayanan Imunisasi
2. Persiapan Tempat Pelayanan Imunisasi
3. Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi
4. Pemantauan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi

Penyiapan Pelayanan Imunisasi, meliputi peralatan logistik imunisas. Logistik yang


dimaksud antara lain meliputi vaksin, Auto Disable Syringe, safety box, emergency
kit, dan dokumen pencatatan status imunisasi. Peralatan yang diperlukan untuk
pelaksanaan pelayanan imunisasi tergantung pada perkiraan jumlah sasaran yang akan
diimunisasi.
Jenis peralatan yang diperlukan untuk pelayanan muniasi secara lengkap antara lain:
a. Termos/Vaksin carrier
b. Cool Pack / Kotak dingin cair
c. Vaksin, Pelarut dan penetes (dropper)
d. Alat suntik
e. Safety box (kotak pengaman)
f. Pemotong/kikir ampul pelarut
g. Formulir
h. Kapas dan wadah
i. Bahan penyuluhan (poster, leaflet, dan lainnya)
j. Alat tulis (kertas, pensil dan pena)
k. Kartu-kartu Imunisasi (KMS, kartu TT)
l. Buku register bayi dan WUS
m. Tempat sampah
n. Sabun untuk cuci tangan

Prosedur Pengeluaran vaksin dan pelarut dari lemari es

a) Sebelum membuka lemari es, tentukan seberapa banyak vial vaksin yang dibutuhkan
untuk pelayanan.
b) Catat suhu di dalam lemari es.
c) Pilih dan keluarkan vaksin sesuai ketentuan yang telah ditetapkan untuk VVM dan
tanggal kedaluarsa (EEFO, FIFO).

Prosedur pemeriksaan keamanan vaksin

Sebelum melakukan imunisasi, kita harus yakin bahwa vaksin telah aman untuk diberikan,
dengan prosedur sebagai berikut:

1. Periksa label vaksin dan pelarut. Jika label tidak ada, jangan gunkan vaksin atau pelarut
tersebut.
2. Periksa alat pemantau botol vaksin (VVM). Jika vaksin sudah masuk kriteria C dan D
jangan dipergunakan.
3. Periksa tanggal kadaluarsa, jangan gunakan vaksin dan pelarut jika tanggal kadaluarsa
telah lewat.
4. Periksa alat pemantau suhu beku dalam lemari es. Jika indikator ini menunjukkan
adanya pembekuan atau anda menduga bahwa vaksin yang sensitif beku (vaksin-vaksin
DTP, DT, TT, HepB, DTP-HepB ) telah membeku, anda sebaiknya melakukan tes
kocok.

Penting diperhatikan, bahwa selama proses pelayanan imunisasi harus diperhatikan


pemeliharaan cold chain, dengan beberapa poin penting berikut:

a. Selama pelayanan imunisasi, vaksin dan pelarut harus disimpan dalam vaccine
carrier dengan menggunakan cool pack, agar suhu tetap terjaga pada
temperature 20-80 C dan vaksin yang sensitive terhadap pembekuan tidak
beku.
b. Hindari vaccine carrier yang berisi vaccine dari cahaya matahari langsung.
c. Sebelum sasaran datang vaksin dan pelarut harus tersimpan dalam vaccine
carrier yang tertutup rapat.
d. Jangan membuka vaccine atau melarutkan vaccine bila belum ada sasaran
datang.
e. Pada saat pelarutan suhu pelarut dan vaksin harus sama.
f. Petugas imunisasi tidak diperbolehkan membuka vial baru sebelum vial lama
habis.
g. Bila sasaran belum datang, vaksin yang sudah dilarutkan harus dilindungi dari
cahaya matahari dan suhu luar, seharusnya dengan cara diletakkan di lubang
busa yang terdapat diatas vaksin carrier (lihat gambar di bawah).
h. Dalam setiap vaccine carrier sebaiknya terdapat empat cool pack.
i. Bila vaksin yang sudah dilarutkan sudah habis, pelarutan selanjutnya
dilakukan bila telah ada anak yang hendak diimunisasi.

Penyiapan Tempat Pelayanan Imunisasi

Beberapa persyaratan ruangan pelayanan imunisasi yang menetap (fasilitas pelayanan


kesehatan), antara lain:

• Mudah diakses
• Tidak terkena langsung oleh sinar matahari, hujan atau debu;
• Cukup tenang

Sedangkan syarat tempat pelayanan imunisasi lapangan (outreach)


• Jika di dalam gedung maka harus cukup terang dan cukup ventilasi.
• Jika di tempat terbuka dan di dalam cuaca yang panas, tempat itu harus teduh.

Dalam mengatur tempat imunisasi, kita juga harus memperhatikan beberapa hal berikut:

 Pintu masuk terpisah dari pintu keluar sehingga orang-orang dapat masuk dan
keluar dari pelayanan dengan lebih cepat dan mudah;
 Tempat menunggu bersih, nyaman dan dalam cuaca yang panas tidak terkena sinar
matahari;
 Mengatur letak meja dan menyiapkan perlengkapan yang diperlukan
 Melaksanakan kegiatan system 5 meja yaitu pelayanan terpadu yang lengkap yang
memberikan pelayanan 5 program (KB, KIA, Diare, Imunisasi dan Gizi);
 Jumlah orang yang ada di tempat imunisasi atau tempat lain dibatasi sehingga tidak
penuh sesak;
 Segala sesuatu yang anda perlukan berada dalam jangkauan atau dekat dengan meja
imunisasi anda.
Refference, antara lain Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun
2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi

Anda mungkin juga menyukai