Anda di halaman 1dari 4

VI.

HASIL BELAJAR MANDIRI


A. DEFINISI
Status epileptikus adalah kejang atau bangkitan yang berlangsung sebanyak 2 kali atau
lebih bangkitan, dimana antara dua bangkitan tersebut akan terjadi penurunan kesadaran.
Biasanya bangkitan atau kejang yang terjadi selama 30 menit.

B. ETIOLOGI
1. Simtomatis
- Akut : infeksi,hipoksia,gangguan glukosa atau kesimbangan elektrolit, trauma kepala,
perdarahan, atau stroke
- Remote : trauma kepala, ensefalopati hipoksia-iskemik, infeksi, dan kelainan otak
kongenital.
- Kelaian neurologi progresif : kelaian metabolik,autoimun
- Epilepsoi
2. Idiopatik atau kriptogenik : penyebab tidak diketahui.

C. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, data mengenai status epileptikus masih belum jelas karena juga
berhubungan dengan epilepsi yang sampai ini masih belum ada penelitiannya secara
epidemiologi. Namun ada beberapa sumber mengatakan bahwa pasien status epileptikus di
Indonesia mencapai 2,4 juta per tahun. Angka kejadian di Amerika Serikat sekitar 41 per
100.000 individu setiap tahun, 27 per 100.000 untuk dewasa muda dan 86 per 100.000 untuk
usia lanjut. Tingkat insidensi tertinggi terjadi pada usia lebih 80 tahun. Serta untuk angka
kematian pada dewaasa mencapai 15% dan anak-anak 3-5%.

D. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi status epileptikus terdiri dari banyak mekanisme dan masih sangat sedikit
diketahui. Beberapa mekanisme tersebut adalah adanya kelebihan proses eksitasi atau inhibisi
yang inefektif pada neurotransmiter, dan adanya ketidak seimbangan aktivitas reseptor
eksitasi atau inhibisi di otak. Neurotransmiter eksitatorik utama yang berperan dalam kejang
adalah glutamat. Faktor – faktor apapun yang dapat meningkatkan aktivitas glutamat akan
menyebabkan terjadinya kejang.
Neurotransmiter inhibitorik yang berperan dalam kejang adalah GABA. Antagonis GABA
seperti penisilin dan antibiotik dapat menyebabkan terjadinya kejang. Selain itu, kejang yang
berkelanjutan akan menyebabkan desensitisasi reseptor GABA sehingga mudah
menyebabkan kejang.5
Kerusakan CNS dapat terjadi oleh karena ketidakseimbangan hormon dimana terdapat
glutamat yang berlebihan yang akan menyebabkan masuknya kalsium dalam sel neuron dan
akhirnya menyebabkan apoptosis (eksitotoksik). Selain itu, juga dapat disebabkan oleh
GABA dikeluarkan sebagai mekanisme kompensasi terhadap kejang tetapi GABA itu sendiri
menyebabkan terjadinya desensitisasi reseptor, dan efek ini diperparah jika terdapat
hipertermi, hipoksia, atau hipotensi.
E. KLASIFIKASI STATUS EPILEPTIKUS
a. Generalized Convulsive SE
Merupakan tipe SE yang paling sering dan berbahaya. Generalized mengacu pada
aktivitas listrik kortikal yang berlebihan, sedangkan convulsive mengacu kepada aktivitas
motorik suatu kejang.

b. Subtle SE
Subtle SE terdiri dari aktivitas kejang pada otak yang bertahan saat tidak ada respons
motorik.

c. Nonconvulsive SE
Tipe SE ini dibagi 2 kategori, yaitu absence SE dan complex partial SE.

d. Simple Partial SE
Secara definisi, simple partial SE terdiri dari kejang yang terlokalisasi pada area korteks
serebri dan tidak menyebabkan perubahan kesadaran. Berbeda dengan convulsive SE, simple
partial SE tidak dihubungkan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi.

Berdasarkan waktunya status epileptikus terbagi menjadi:


- SE dini : waktu berlangsu 30 menit
- SE menetap : >30 menit
- SE refrakter : SE yang terjadi jika sudah diberi OAE kejangnya tidak berhenti.

F. MANIFESTASI KLINIS
1. SE Tonik Klonik
Kejang didahului dengan tonik-klonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah
menjadi tonik klonik umum. Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah,
hyperpireksia mungkin terjadi.
2. SE Klonik- Tonik-Klonik
Klonik umum mendahului fase tonik diikuti klonik pada periode kedua.
3. SE Tonik
Sering terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran tanpa diikuti
fase klonik.
4. SE Mioklonik
Biasanya pada pasien ensepalopati. Sentakan mioklonik menyelutuh tetapi sering
asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran.
5. SE Absens
Perubahan tingkat kesadaran, respon lambat, dan bertahan pada periode lama.
6. SE Non-Konvulsi
Ditandai dengan stupor dan biasanya koma. Dijumpai perubahan kepribadian dengan
paranoia, delusional, cepat marah, halusinasi, tingkah laku impulsi.
7. SE Parsial Sederhana
a. Status Somatomotorik
Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari pada
satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi .
b. Status Somatosensorik
Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik
unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.
8. SE Parsial Kompleks
Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang
cukup untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme, gangguan
berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan.

G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
- riwayat trauma kepala
- Riwayat kejang
- Riwayat konsumsi OAE
- Riwayat pemberhentian konsumsi OAE
- Penurunan kesadaran antara 2 kejang
- Riwayat epilepsi
2. Pemeriksaan Fisik
- Vital sign
- Rangsang meningeal
- GCS
3. Pemeriksaan Penunjang
- CT-Scan dan MRI: untuk mengevaluasi lesi struktural
- EEG : mengetaui aktivitas listrik otak
- Pemeriksaan Laboratorium : darah,glukosa, elektrolit,fungsi ginjal
H. DIAGNOSIS BANDING
- Syncop
- Psikogenik non epilepsi
- Infeksi
- Reaksi Konversi
I. TATALAKSANA
1. Stadium I(0-10 menit)
- Memperbaiki fungsi kardiorespirasi
- Memperbaiki jalan napas, pemberian O2,resusitasi
2. Stadium II (0-60 menit)
- Memasang infus pada pembuluh darah besar
- Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan laboratorium
- Memberikan OAE emergensi : Diazepam 10-20 mg IV dengan kecapatan pemberian
< 2-5 mg/menit atau rectal diulang 15 menit kemudian
- Memasukkan 50 cc glukosa 40% dengan atau tanpa thiamin 250 mg IV
- Menangani asidosis
3. Stadium III (0-90 menit)
- Menentukan etiologi
- Bila kejang berlangsung terus 30 menit setelah pemberian diazepam pertama,beri
fenitoin IV 15-18 mg/kg BB dengan kecepatan 50 mg/menit
- Memulai terapi dengan vasoreseptor bila perlu koreksi komplikasi
4. Stadium IV (30-90 menit)
- Tranfer pasien ke ICU jika kejang tetap terjadi selama 30 menit, beri propofol 2
mg/kg BB IV diulang bila perlu.
- Monitor bangkitan & EEG, TIK, mulai beri OAE dosis maintance
J. KOMPLIKASI
- Primer : gagal ginjal, asidosis, edema otak
- Skunder : emboli paru,pneumonia, asisdosi metabolik, hiperkalemia, ensepalopatik
hepatik.

Anda mungkin juga menyukai