Anda di halaman 1dari 43

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 1

Aksi Petani Indramayu


Menuntut Perhutani

2 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan


Daftar Isi
Daftar Isi 3
Selayang Pandang 4
1. Pendahuluan 6
2. Konteks Strategis Rancangan
Undang-Undang Pertanahan 9
3. Pandangan Umum Kalangan
Gerakan Sosial 15
4. Sekelumit Isi Rancangan
Undang-Undang Pertanahan 18
5. Kritik dan Masukan Terhadap
RUU Pertanahan 21
6. Kaitan RUU Pertanahan
dengan Sektor Agraria
Terkait
37
7. Penutup 40
Profil Konsorsium Pembaruan
Agraria 42

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 3


Selayang
Pandang
Rancangan Undang-Undang Pertanahan

Titik berangkat RUU Pertanahan adalah Pancasila, UUD 1945


dan UUPA 1960: “bahwa hukum agraria nasional itu harus
mewujudkan penjelmaan daripada Ketuhanan Yang Maha
Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan
Sosial, sebagai azas kerohanian Negara dan cita-cita bangsa
seperti yang tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar” --UUPA 1960.
“mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan
memimpin penggunaannya, hingga semua tanah di seluruh
wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara
gotong-royang” --UUPA 1960.
Naskah ini disusun Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
sebagai bahan advokasi Rancangan Undang-Undang Per-
tanahan yang masuk kembali ke dalam program legislasi
nasional prioritas 2018. Ekstraksi substansi naskah ini
bersumber dari: Hasil scoping study gender, Workshop
KPA bersama kalangan gerakan masyarakat sipil (Jakar-
ta, 15 April 2016), Pertemuan Dewan Pakar KPA (Bogor,
18-19 April 2016), Diskusi terfokus KPA bersama akade-
misi, masyarakat sipil dan utusan sejumlah fraksi di DPR
RI (Jakarta, 1 Juni 2016), Diskusi publik keadilan gen-
der dalam RUU Pertanahan (Jakarta, 7 Juni 2017), Legal
review RUU Pertanahan oleh pakar agraria (Yogyakarta,
7 November 2017). Tim Perumus KPA terdiri dari: Dewi
Kartika, Iwan Nurdin, Usep Setiawan, Yahya Zakaria dan
Roni Septian.

4 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan


Peserta Aksi

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 5


1.
Pendahuluan
Selain karena menguatnya tuntutan Merujuk naskah RUU Pertanahan yang
rakyat, pelaksanaan Reforma agraria (RA) dipublikasikan DPR RI tanggal 3 November
di Indonesia saat ini tengah menemukan 2017, sebagai bahan pembahasan dalam
momentum barunya ketika pemerintah yang sidang-sidang DPR, substansi mengenai
dipimpin Presiden Joko Widodo. Masuknya RA masuk pada Bab V, mulai dari Pasal 41
RA ke dalam Nawacita yang kemudian sampai Pasal 50. Di dalam naskah RUU
menjadi rencana kerja pemerintah. Selain Pertanahan versi DPR ini, diatur sejumlah
penyusunan rencana induk dan strategi klausul mengenai: Objek RA (Pasal 41);
pelaksanaan RA secara nasional yang sedang Penerima TORA (Pasal 42); Penyelenggaraan
disiapkan pemerintah, penyusunan legislasi RA (Pasal 43); Akses Reform (Pasal 44); Hak
dan regulasi akan menjadikan RA memiliki dan Kewajiban Penerima TORA (Pasal 45, 46,
kerangka legalnya. 47, 48, dan 49). Sedangkan Pasal 50, RUU
ini menegaskan bahwa: “Ketentuan lebih
Dalam hal ini, KPA sebagai salah satu lanjut mengenai penyelenggaraan RA diatur
organisasi rakyat yang konsisten (sejak 1994) dengan Peraturan Pemerintah”.
mendorong agar negara ini menjalankan RA
bermaksud memberikan masukan substansi Arti penting dan strategis RUU Pertanahan,
pada proses penyusunan kebijakan, utamanya untuk mewujudkan keadilan
legislasi dan regulasi pelaksanaan RA agraria dan kemakmuran rakyat (ke dalam),
terkini. Sebagaimana diketahui, Dewan sekaligus menerjemahkan kedaulatan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR bangsa Indonesia atas wilayahnya (keluar).
RI) mempunyai agenda legislasi berupa RUU Pertanahan juga penting bagi upaya
penyusunan Rancangan Undang-Undang menerjemahkan amanat dan prinsip
tentang Pertanahan (RUU Pertanahan). dasar dari UU Nomor 5 tahun 1960
Secara umum, KPA memandang penting tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
RUU Pertanahan sebagai dasar hukum Agraria (UUPA): kemanusiaan, kebangsaan
operasional dari bagian-bagian penting (nasionalisme), kerakyatan (sosialisme),
terkait agenda RA. kesejahteraan dan keadilan. Selain itu, RUU
Pertanahan merupakan undang-undang
6 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan
implementasi atau operasionalisasi dari dan masyarakat miskin kota, termasuk
UUPA –lex generalis (UUPA) dan lex specialis pemenuhan akses dan hak perempuan?
(RUU Pertanahan). Kelima, bagaimana RUU ini kaitannya dengan
kelembagaan agraria (pertanahan)? Keenam,
Dalam merespon rencana penyusunan bagaimana RUU ini kaitannya dengan
RUU Pertanahan, kita dapat berangkat dari penyelesaian konflik agraria struktural dan
pertanyaan-pertanyaan pokok. Setidaknya sengketa pertanahan? Ketujuh, bagaimana
ada tujuh pertanyaan pokok terhadap RUU RUU ini mengatur hak-hak atas tanah dan
Pertanahan. Pertama, bagaimana posisi atau relasinya dengan pemegang hak, termasuk
kedudukan RUU Pertanahan terhadap UUPA konsekuensi pemegang hak?
1960? Kedua, bagaimana RUU Pertanahan
menjadi jalan keluar bagi persoalan- Berikut ini uraian pandangan dan masukan
persoalan agraria (pertanahan) yang KPA mengenai Konteks Strategis RUU
ada? Ketiga, bagaimana RUU-Pertanahan Pertanahan, Pandangan Umum Kalangan
menghentikan sektoralisme, kapitalisme dan Gerakan Sosial, Kritik dan masukan terhadap
liberalisme agraria? Keempat, bagaimana RUU Pertanahan dan Kaitan RUU Pertanahan
RUU ini memberikan jaminan pengakuan, dengan Sektor Agraria Terkait sebagai
perlindungan dan penghormatan hak masukan untuk dirumuskan lebih lanjut
masyarakat atas tanah, khususnya kelompok dalam proses pembahasan di DPR RI.
rentan atau masyarakat miskin di desa dan
kota, seperti petani kecil/gurem, buruh
tani, masyarakat adat, masyarakat pesisir

Arti penting dan strategis RUU Pertanahan,


utamanya untuk mewujudkan keadilan agraria
dan kemakmuran rakyat (ke dalam), sekaligus
menerjemahkan kedaulatan bangsa Indonesia atas
wilayahnya (keluar).

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 7


Petani sedang panen
kentang di Sukawargi

8 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan


2.
Konteks Strategis
Rancangan Undang-
Undang Pertanahan

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 9


RUU Pertanahan bukanlah RUU yang secara
khusus ditujukan untuk melaksanakan
Keberadaan RUU Pertanahan di RA, tetapi secara substansi dan strategis
RUU ini sangat terkait erat dengan agenda
persimpangan jalan, antara berpotensi penataan pemilikan dan penguasaan tanah
mendukung atau justru malah (landreform) sebagai bagian inti dari RA.

menghambat pelaksanaan RA Kedua, sekalipun reformasi telah


berlangsung selama hampir 20 tahun dan
Segala bentuk kebijakan dan produk Presiden Indonesia telah berganti lima
legislasi atau regulasi yang dinilai dapat kali, namun RA sebagai bagian dari agenda
menghambat pelaksanaan RA harus dicegah penting reformasi total 1998 belum juga
sedini mungkin, sejak wacana, rencana dan dilaksanakan. RUU Pertanahan yang disusun
rancangannya kebijakan tersebut. Sedangkan atas hak inisiatif DPR RI ini membuka
bagi rancangan kebijakan yang berpotensi peluang bagi dimasukannya substansi-
melancarkan pelaksanaan RA haruslah substansi penting yang relevan bagi upaya
dikritisi, dikawal dan diberikan masukan mendorong realisasi RA, utamannya di
substansi sejak perancangan (drafting) bidang pertanahan sebagai matrik dasar dari
hingga penetapan dan pelaksanaannya kelak dunia keagrariaan.
di lapangan.
Ketiga, kontroversi pencabutan dan/atau
Setidaknya ada 4 (empat) konteks strategis penyempurnaan peraturan dasar pokok-
dari eksistensi RUU Pertanahan dalam pokok agraria melalui revisi UUPA 1960 perlu
kerangka persiapan pelaksanaan RA. didudukan dalam konteks pembentukan
Pertama, setelah Undang-Undang Nomor 5 rujukan legal formal baru bagi pelaksanaan
tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- RA. Dalam hal ini, UUPA 1960 tetap layak
pokok Agraria (UUPA 1960), dan Ketetapan dipertahankan dan dijadikan rujukan
MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang pokok politik hukum agraria nasional untuk
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber dioperasionalkan dalam berbagai peraturan
Daya Alam (Tap MPR No. IX/2001) belum perundang-undangan yang sifatnya organik
juga terbit produk legislasi dan regulasi dalam menjalankan mandat-mandat yang
yang secara khusus mengoperasionalkan dikandung UUPA 1960, termasuk di bidang
agenda-agenda dan program RA. Walaupun pertanahan melalui RUU Pertanahan ini.

10 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan


Keempat, keberadaan RUU Pertanahan mencegah adanya monopoli swasta dan
harus dicegah dari upaya sistematis yang memajukan kepastian dan jaminan sosial
sangat politis dari kekuatan kontra-RA dalam usaha-usaha di bidang pertanahan.
melalui penetrasi ideologi dan praktek neo- Kedua, perlindungan negara atas hak-
liberalisme dan neo-imperialisme di bidang hak masyarakat, hanya warga negara
pertanahan dan lapangan agraria yang tidak Indonesia dapat mempunyai hubungan yang
sejalan dengan semangat nasionalisme dan sepenuhnya dengan tanah; tiap-tiap warga
kerakyatan Konstitusi 1945. Dalam konteks negara Indonesia, baik laki-laki maupun
ini, RUU Pertanahan mesti dibuat konsisten perempuan mempunyai kesempatan yang
dan kongruen dengan kehendak sejarah sama untuk memperoleh suatu hak atas
bangsa Indonesia untuk menjadikan tanah, tanah serta untuk mendapatkan manfaat
air dan kekayaan alam yang terkandung di dan hasilnya baik bagi diri sendiri maupun
dalamnya tetap dikuasai dan dipergunakan keluarganya; setiap orang dan badan
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. hukum yang mempunyai suatu hak atas
tanah pertanian pada azasnya diwajibkan
Merujuk keempat konteks strategis di atas, mengerjakan atau mengusahakannya
KPA kemudian merumuskan sejumlah sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-
substansi sebagai masukan bagi penyusunan cara pemerasan; perlindungan terhadap
RUU Pertanahan. Semua masukan substansi
ini, diletakkan dalam bingkai strategis
untuk mempercepat, memperlancar dan
memastikan RA segera dijalankan secara
sinergis oleh pemerintah bersama rakyat
Indonesia.
sekalipun reformasi telah
berlangsung selama hampir 20
Sebelum masuk ke usulan yang lebih kongkrit,
penting kita menyegarkan pemaknaan tahun dan Presiden Indonesia
kaitan dan hubungan antara warga negara,
tanah dan negara. Mengenai konsepsi telah berganti lima kali, namun
“Hak Menguasai dari Negara” hendaknya
merujuk kepada tafsiran Mahkamah
RA sebagai bagian dari agenda
Konstitusi (Putusan MK NO.001-021-022/ penting reformasi total 1998
PUU-1/2003). Akan tetapi, hak menguasai
dari Negara itu harus dipertegas secara belum juga dilaksanakan.
eksplisit dalam RUU ini, bahwa Negara tidak
memiliki tanah (merujuk Penjelasan pasal
RUU Pertanahan yang disusun
44 dan 45, UUPA 1960). Negara bukanlah atas hak inisiatif DPR RI
pihak luar dari rakyat, tetapi merupakan
organisasi kekuasaan dari rakyat, dimana ini membuka peluang bagi
hak menguasai tersebut ditujukan untuk
kemakmuran rakyat. dimasukannya substansi-
Berawal dari hal tersebut, kemudian negara substansi penting yang relevan
(pemerintah) memiliki kewajiban, antara bagi upaya mendorong realisasi
lain sebagaimana diatur dalam UUPA 1960
yaitu: “Pertama, pemerintah mengatur dan RA, utamannya di bidang
membuat rencana semesta penggunaan
tanah; mengelola tanah agar mempertinggi pertanahan sebagai matrik dasar
produksi dan kemakmuran rakyat serta
menjamin bagi setiap warga negara derajat
dari dunia keagrariaan
hidupnya sesuai dengan martabat manusia;

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 11


kepentingan golongan ekonomi yang lemah; mestinya menjadi landasan hukum baru
usaha bersama dalam pertanahan berbentuk untuk menyelesaian masalah-masalah
koperasi dan gotong royong”. agraria berbasiskan pertanahan. Artinya
RUU Pertanahan mesti menjadi bagian dari
Hingga sekarang belum ada produk hukum solusi, bukan menambah masalah baru
yang mengatur secara utuh kewajiban dalam peraturan perundang-undangan.
negara di masalah pertanahan tersebut, yang
ada justru manipulasi “Hak Menguasai dari Sinkronisasi dan harmonisasi perundang-
Negara” berupa pengambialihan tanah rakyat undangan dapat berupa pencabutan pasal-
dengan mengatasnamakan kepentingan pasal yang dianggap bertentangan dengan
pembangunan, untuk kepentingan umum, RUU ini, seperti dalam konsiderans UUPA
kepentingan pemerintah, kepentingan 1960 yang mencabut Agrarische Wet dan
investasi, dan sebagainya. Buku ke-II Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Indonesia, hal tersebut dapat
Secara mendasar, ada 4 (empat) masalah dilakukan karena dalam sistem hukum
pokok yang harus dijawab oleh RUU Indonesia memakai asas Lex Specialis
Pertanahan. Pertama, tanah adalah Derogat Legi Generali.
sumber kehidupan yang terbatas dan sarat
kepentingan, dan di negara kita saat ini, Dengan menjawab poin-poin di atas, maka
tanah yang terbatas tersebut dikuasai oleh RUU Pertanahan dapat dibenarkan urgensi
segelintir orang dan badan usaha sehingga kehadirannya. Selain itu harus dihindari RUU
telah terjadi ketimpangan yang sangat tajam. Pertanahan malah menambah daftar panjang
masalah sektoralisme dan liberalisme dalam
Kedua, diperlukan pengaturan tata guna regulasi terkait agraria dan pengelolaan
tanah dan ruang di atas maupun di bawah kekayaan alam.
permukaan tanah baik secara nasional dan
wilayah. Pengaturan ini haruslah berdasarkan Bagian berikutnya diuraikan sekelumit
pengakuan, penghormatan, penguatan hak- isi dari naskah RUU Pertanahan yang
hak rakyat sekaligus mengupayakan mereka rancangannya disusun DPR RI bersama
terus berkembang serta mendapatkan pemerintah (per 3 Februari 2016), analisi
manfaat utama dalam proses perkembangan umum dan kecenderungan pandangan
zaman. kalangan gerakan sosial, kemudian diuraikan
sejumlah pandangan dan usulan substansi
Ketiga, dalam mengatur keseluruhan terhadapnya.
wilayah pertanahan dibutuhkan sistem
hukum dan administrasi pertanahan yang
menyeluruh dan berjalan dengan transparan
tanpa sekat-sekat sektoralisme di bidang
pertanahan. Keempat, dibutuhkan sarana
yang efektif dalam menyelesaikan masalah-
masalah di bidang pertanahan khususnya
konflik pertanahan, yang terus meningkat
dan terakumulasi menjadi konflik agraria Negara bukanlah pihak luar dari rakyat,
struktural. tetapi merupakan organisasi kekuasaan
Perlu perhatian khusus mengenai sinkronisasi dari rakyat, dimana hak menguasai
dan harmonisasi dengan regulasi lain. RUU
Pertanahan hendaknya menempatkan tersebut ditujukan untuk kemakmuran
tanah atau pertanahan sebagai matrik dasar
agraria, sehingga RUU ini menjadi simpul rakyat.
dari regulasi sektoral. RUU Pertanahan

12 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan


Keberadaan RUU Pertanahan
di persimpangan jalan,
antara berpotensi
mendukung atau justru
malah menghambat
pelaksanaan RA

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 13


Diskusi RUU Pertanahan KPA
bersama fraksi PKS DPR-RI

14 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan


3.
Pandangan
Umum Kalangan
Gerakan Sosial

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 15


RUU Pertanahan dapat dianalisis dari diupayakan mengajukan gagasan dan
beragam perspektif. Merujuk hasil diskusi agenda alternatif yang sama sekali berbeda.
mendalam dengan kalangan gerakan sosial Intinya, sikap kritis menjadi pengingat bagi
atau masyarakat sipil dan pakar pertanahan/ penyusun RUU Pertanahan untuk berhati-
agraria1, diantaranya ditemukan sejumlah hati dalam merumuskan dan memutuskan
kenyataan dilematik sebagai berikut: substansinya.
Pertama, dari sisi proses, RUU Pertanahan
muncul di saat ada keperluan untuk Keempat, setiap pandangan dan
mengoperasionalkan sejumlah mandat sikap terhadap RUU Pertanahan akan
UUPA 1960, dan ada keperluan membuat bermuara pada strategi advokasi yang
payung hukum lebih kuat untuk pelaksanaan ditempuh. Pilihan strategis yang tersedia:
RA. Namun pada saat yang sama, suit Mempengaruhi proses dan substansi yang
dipungkiri adanya sejarah pengebirian berjalan di lingkungan parlemen (DPR RI)
UUPA oleh berbagai UU sektoral, dan niat dan pemerintah. Jika proses dan substansi
serta semangat dari sejumlah pihak untuk yang disusun ternyata dinilai jauh dari
menghapuskan UUPA. Kecenderungan semangat RA maka menggalang penolakan
proses ini menjadikan kehadiran RUU secara massif dan mendorong usulan
Pertanahan sebagai peluang sekaligus legislasi tandingan menjadi pilihan paling
ancaman yang perlu diwaspadai secara rasional bagi kalangan gerakan masyakat
seksama. sipil pro-RA. Jika dipaksakan UU Pertanahan
yang anti-RA untuk disahkan, maka gugatan
Kedua, dari sisi substansi, terdapat sejumlah ke Mahkamah Konstitusi melalui “judicial
klausul yang mengakomodir agenda-agenda review” menjadi jalan terakhir.
terkait RA, dan tersedia kesempatan politik
untuk mempengaruhi kekuatan politik di
parlemen agar menyusun RUU Pertanahan
yang substansinya pro-RA. Namun, RUU ini
juga masih banyak mengandung kelemahan
dalam sejumlah klausulnya, sehingga dapat
mengaburkan dan justru malah menghambat
pelaksanaan RA.

Ketiga, kecenderungan sikap dan pandangan


kalangan gerakan sosial atau masyarakat
sipil terhadap RUU Pertanahan terbagi dua,
yakni: mengkritisi dan menolak. Mengkritisi
konteks dan substansi yang ada di dalam
draft RUU, dengan kecenderungan sikap sikap kritis menjadi pengingat
untuk menerima dengan sejumlah syarat
dan catatan proses juga perbaikan. Bagi bagi penyusun RUU Pertanahan
yang menolak, sejak awal keberadaan RUU
Pertanahan dianggap tidak perlu, mengingat
untuk berhati-hati dalam
sejumlah hal yang bersifat prinsip, lalu merumuskan dan memutuskan
1
Lihat Catatan Hasil Workshop “Merumuskan
Rencana Advokasi Bersama RUU Pertanahan”,
substansinya.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Jakarta,
15 April 2016, dan FGD “Pembahasan Daftar
Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Pertanahan
Versi Konsorsium Pembaruan Agraria”, Dewan
Pakar dan Sekretariat Nasional KPA, Bogor 18-19
April 2016.
16 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan
Aksi Hari Tanah
Nasional 2014

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 17


4.
Sekelumit Isi
Rancangan
Undang-Undang
Pertanahan

18 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan


Secara keseluruhan, isi RUU Pertanahan Hubungan Negara dengan Tanah, Bagian
yang rancangannya disusun DPR RI dan di- Kedua tentang Hak Pengelolaan, Bagian Ke-
publikasikan pada tanggal 3 Februari 2016 tiga tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum
mengandung 14 Bab 102 Pasal. Bab I dari Adat. Bab IV tentang Hak Atas Tanah (Pasal
RUU Pertanahan menjelaskan tentang 12-40) memuat: Bagian Kesatu tentang Prin-
Ketentuan Umum (Pasal 1); Bab II tentang sip Hak Atas Tanah. Bagian Kedua tentang
Asas (Pasal 2); Bab III tentang Hubungan Macam Hak Atas Tanah: Hak Milik; Hak Guna
Negara, Masyarakat Adat, dan Orang den- Usaha; Hak Guna Bangunan; Hak Pakai; dan
gan Tanah (Pasal 3-11); Bab IV tentang Hak Hak Sewa Untuk Bangunan. Hak Pakai se-
Atas Tanah (Pasal 12-40); Bab V tentang RA bagaimana dimaksud terdiri atas: Hak Pakai
(Pasal 41-50); Bab VI tentang Pendaftaran dengan jangka waktu; dan Hak Pakai selama
Tanah (Pasal 51-52); Bab VII tentang Perole- digunakan.
han Tanah untuk Kepentingan Umum dan
Pengalihfungsian Tanah (Pasal 53-57); Bab Bab V tentang RA (Pasal 41-50) mengandung
VIII tentang Penyediaan tanah untuk Keper- isi: Bagian Kesatu tentang Objek RA; Bagian
luan Peribadatan dan Sosial (Pasal 58); Bab Kedua tentang Penerima TORA, Bagian Keti-
IX tentang Penyelesaian Sengketa (Pasal 59- ga tentang Penyelenggaraan RA; Bagian Ke-
94); Bab X tentang Penataan, Pengendalian, empat tentang Akses Reform; Bagian Kelima
Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (pasal tentang Hak dan Kewajiban Penerima TORA.
95); Bab XI tentang Sanksi (pasal 96); Bab XII Bab VI tentang Pendaftaran Tanah (Pasal 51-
tentang Pidana (Pasal 97); Bab XIII tentang 52) yang berisi: Bagian Kesatu tentang Prin-
Ketentuan Peralihan (pasal 98-100), dan; sip Pendaftaran Tanah, dan Bagian Kedua
Bab XIV tentang Penutup (Pasal 101-102). tentang Kegiatan Pendaftaran Tanah. Bab VII
tentang Perolehan Tanah untuk Kepentingan
Berikut ini rincian isi materi per bab dari Umum dan Pengalihfungsian Tanah (Pasal
RUU Pertanahan. Bab I menjelaskan tentang 53-57) yang menjelaskan: Perolehan Tanah
Ketentuan Umum (Pasal 1) memberikan lan- untuk kepentingan umum dilakukan melalui
dasan pengertian atas: Tanah; Pertanahan; pengadaan Tanah dan pencabutan Hak Atas
Hak Menguasai Negara; Masyarakat Hukum Tanah.
Adat; Hak Ulayat; Hak Atas Tanah; Hak Milik,
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Bab VIII tentang Penyediaan tanah untuk
Pakai, dan Hak Sewa Untuk Bangunan; Hak Keperluan Peribadatan dan Sosial (Pasal
Pengelolaan; Tanah Negara; Tanah Ulayat; 58) berisi: Perwakafan Tanah dan lembaga
Hukum Adat; RA; Akses Reform; Tanah Ob- yang sejenis menurut ajaran agama yang
jek RA; Penerima TORA; Pemerintah Pusat; dianut masyarakat Indonesia, dilindungi ke-
Pemerintah Daerah; Pengadilan Pertanahan. beradaannya. Bab IX tentang Penyelesaian
Sengketa (Pasal 59-94) terdiri dari delapan
Bab II tentang Asas (Pasal 2): Pengaturan, bagian yang berisi: Umum; Susunan Penga-
pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan dilan; Kepaniteraan; Pengangkatan dan Pem-
Pertanahan berdasarkan asas: kebangsaan; berhentian; Sumpah dan Janji; Pengawasan;
kenasionalan; pengakuan dan perlindungan Tata Cara Penyelesaian Perkara Pertanahan,
Masyarakat Hukum Adat; fungsi sosial dan dan; Upaya Hukum.
ekologis; keadilan dalam perolehan dan pe-
manfaatan Tanah; keanekaragaman dalam Bab X tentang Penataan, Pengendalian,
kesatuan hukum; perencanaan dalam peng- Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (pas-
gunaan Tanah; dan asas umum pemerintah- al 95) menggariskan bahwa: Pemerintah
an yang baik. melakukan penataan dan pengendalian ter-
hadap penggunaan dan pemanfaatan Tanah,
Bab III tentang Hubungan Negara, Mas- dan Penggunaan dan pemanfaatan Tanah
yarakat Adat, dan Orang dengan Tanah yang menyimpang dari ketentuan dikenakan
(Pasal 3-11) berisi: Bagian Kesatu tentang sanksi berupa hapusnya hak. Bab XI tentang

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 19


Sanksi (pasal 96) menyatakan: Setiap pener-
ima TORA yang melanggar ketentuan dike-
nai sanksi berupa teguran tertulis dan/atau
hapusnya hak. Bab XII tentang Pidana (Pasal
97) berisi ancaman bagi setiap orang dengan
sengaja melanggar dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepu-
luh miliar rupiah).

Bab XIII tentang Ketentuan Peralihan (pasal


98-100) memuat: Terhadap Hak Pengelolaan
yang sudah berlangsung sebelum berlakun-
ya UU ini harus dilakukan penyesuaian da-
lam jangka waktu 2 (dua) tahun. Terhadap
penyerahan pemanfaatan bagian tanah Hak
Pengelolaan yang ada sebelum berlakun-
ya UU ini, masih tetap diberlakukan sampai
dengan masa berakhirnya perjanjian penyer-
ahan pemanfaatan tanah yang bersangku-
tan. Terhadap HGU dan HGB yang sudah
ada sebelum berlakunya UU ini masih tetap
diberlakukan sampai dengan masa berakh-
irnya jangka waktu HGU dan HGB. Terhadap
HGU dan HGB sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) yang sudah berakhir jangka wak-
tunya, dapat diperpanjang kembali dengan
mengikuti ketentuan yang diatur dalam UU
ini. Sebelum Pengadilan Pertanahan terben-
tuk, penyelesaian perkara pertanahan dilak-
sanakan oleh pengadilan negeri. Pengadilan
Pertanahan harus sudah terbentuk paling
lama 2 (dua) tahun sejak UU ini berlaku.

Bab XIV tentang Penutup (Pasal 101-102)


menyatakan bahwa: Pada saat UU ini mulai
berlaku, semua peraturan perundang-un-
dangan di bidang pertanahan dan peraturan
pelaksanaannya yang telah ada, dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak ber-
tentangan dengan ketentuan dalam UU ini.

20 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan


5.
Kritik dan
Masukan
Terhadap RUU
Pertanahan

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 21


Setidaknya ada 8 (delapan) isu strategis dan kondisi ketimpangan dalam pemilikan
yang penting mendapat perhatian khusus dan penguasaan tanah di suatu wilayah; b.
secara seksama, selain terkait substansi Mendeteksi potensi tanah-tanah kelebihan
pokok pertanahan yang akan diatur, juga maksimum yang dapat dijadikan sebagai
menyangkut arah dan bentuk pelaksanaan obyek reforma agraria; c. Mendeteksi potensi
RA di dalam RUU Pertanahan. Kedelapan tanah absentee yang dapat dijadikan sebagai
substansi yang dimaksud, menjadi ukuran obyek reforma agraria; d. Mendeteksi tanah
dalam menguji layak atau tidaknya RUU negara dan kekayaan alam lain sebagai
Pertanahan ini untuk dijadikan acuan bagi potensial untuk dijadikan sebagai obyek
pelaksanaan RA di Indonesia. Walaupun teforma agraria dan e. mengetahui berapa
RUU Pertanahan bukanlah produk legislasi luas tanah perorangan, instansi maupun
yang khusus untuk pelaksanaan RA tapi ia badan usaha/grup perusahaan dan dimana
menjadi sangat menentukan mengingat letak pemilikan/penguasaan tanah di suatu
pertanahan adalah sektor atau bidang utama wilayah.
dari keagrariaan. Berikut ini kedepalan isu
strategis yang dimaksud. Berdasarkan hal di atas KPA berpandangan
ke depan pendaftaran tanah haruslah holistik
dan transparan sebagai berikut: Pertama,
Pendaftaran tanah di Indonesia haruslah
5.1. Pendaftaran Tanah berlaku pada seluruh tanah di Indonesia
(hutan dan non-hutan). Ego sektoral antara
Tentang “Pendaftaran tanah secara Kementerian ATR/BPN dan Kementerian LHK
menyeluruh dalam kerangka pelaksanaan haruslah dihentikan oleh RUU Pertanahan
RA, termasuk di kawasan hutan”.
Pendaftaran tanah sangat penting mengingat
informasi yang lengkap dan akurat mengenai
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah akan menjadi dasar bagi
agenda penataan ulang struktur agraria,
baik melalui redistribusi maupun konsolidasi Pendaftaran tanah sangat penting
tanah. mengingat informasi yang
Pemerintah Indonesia harus memaknai lengkap dan akurat mengenai
pendaftaran tanah bukan semata untuk
kebutuhan tertib administrasi pertanahan penguasaan, pemilikan,
(sertifikasi) semata. Tujuan utama yang ideal
ialah: (i) untuk mengetahui struktur agraria penggunaan dan pemanfaatan
dan masalah mal-administrasi dan praktek
pertanahan; (ii) menuju ketunggalan sistem
tanah akan menjadi dasar bagi
administrasi pertanahanan yang mengakhiri agenda penataan ulang struktur
sektoralisme; (iii) menyusun rencana tata
guna tanah nasional, dan; (iv) pengadaan agraria, baik melalui redistribusi
tanah untuk objek RA.
maupun konsolidasi tanah.
Hal tersebut belum diatur dalam Bab VI
RUU Pertanahan tentang Pendaftaran
Tanah. Oleh karena itu, Pendaftaran
Tanah pada Bab tersebut bertujuan untuk
memberikan jaminan kepastian hukum
dan menyediakan informasi pertanahan,
terutama dalam hal; a. Mengetahui status

22 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan


ini kelak. Proses pendaftaran tanah berlaku hal tersebut sebagai cara memastikan
untuk seluruh tanah di Indonesia baik berjalannya kontrol publik dalam pengaturan
hutan dan non-hutan haruslah didaftar, dan peruntukan wilayah.
dicatat, dapat dijelaskan peta, disebut atau
jelaskan hak atas tanah di atasnya. Seluruh Keempat, penggunaan teknologi informasi
proses pendataan dalam pendaftaran tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia
dilakukan oleh sebuah instansi pertanahan terkait dengan tanah. Tanah sebagai objek
yang kredibel serta kuat keberpihakan yang statis secara koordinat namun di
terhadap perlindungan terhadap rakyat kecil atasnya terdapat bangunan, tumbuhan
–people-centered land governance system.. yang dinamis dan masyarakat yang mobile.
Hal semacam ini membutuhkan keterkaitan
Kedua, tujuan pendaftaran tanah bukanlah seluruh teknologi informasi tanah dan di
semata-mata penerbitan sertifikat hak atas atasnya dapat diperbarui oleh masyarakat/
tanah melainkan dalam satu rangkaian badan hukum atau pemerintah sekalipun
persiapan pelaksanaan RA. Bahkan, secara mudah dan murah.
pendaftaran tanah sistematis dan lengkap
yang berangsung saat ini seharusnya ditujukan Kelima, pendafaran tanah bukan semata-
untuk mendapatkan potret ketimpangan mata mengatur hubungan hukum warga
disebuah wilayah yang akhirnya menjadi negara, badan hukum, dengan prinsip
objek RA pemerintah. Tata cara pendaftaran berkesesuaian dengan rencana tata guna
tanah untuk RA: (1) Mengoptimalkan tanah dan tata ruang. Pemberian hak atas
peran petugas Kementerian ATR/BPN tanah harus memperhatikan prioritas hak
yang berkemampuan teknis administratif atas tanah pada lapangan usaha agraria
dalam pengukuran dan pendaftaran sebagai mana diatur dalam UUPA pasal
tanah; (2) Mengoptimalkan peran petugas 12 dan 13. Pasal ini mengingatkan kepada
Kementerian LHK yang berkemampuan pemerintah bahwa pemberian Hak Guna
teknis administratif dalam pengukuran Usaha (HGU) kepada perusahaan bukanlah
dan pendaftaran kawasan hutan; (3) prioritas dibandingkan dengan pemberian
Mengoptimalkan peran aparat pemerintah HGU kepada koperasi yang dimilik
desa dengan pendidikan dan pelatihan masyarakat.
khusus mengenai RA dan administrasi
pertanahan; (4) Mengoptimalkan peran Keenam, Pendataan status dan kondisi
serta masyarakat melalui partisipasi dalam kawasan hutan, untuk mengetahui: (1)
pendidikan dan pelatihan pelaksanaan RA Siapa saja pihak yang menguasai dan
dan administrasi pertanahan. mengusahakan kawasan hutan di suatu
wilayah; (2) Berapa luas lahan kawasan
Ketiga, transparansi proses dari pendaftaran, hutan dan di mana letak penguasaan
proses penerbitan hak hingga akses dan pengusahaan kawasan hutan; (3)
publik terhadap dokumen hak atas tanah. Mengetahui keadaan fisik ekologis dan status
Transparansi yang dimaksud adalah seluruh administratif dari kawasan hutan di suatu
proses pendaftaran tanah mulai dari wilayah; (4) Mendeteksi kawasan hutan dan
identifikasi pengumpulan dan pengolahan eks-kawasan hutan yang potensial dijadikan
data fisik hingga penyajian data fisik dan sebagai bagian dari objek RA.
yuridis tanah harus dapat diketahui secara
mudah oleh masyarakat. Keterbukaan Perlunya strategi baru untuk percepatan
informasi dalam proses pendaftaran pendaftaran tanah di Indonesia: (1) Makna
tanah dapat dilakukan dengan cara pendaftaran tanah adalah pelayanan
mengintegrasikan data identitas penduduk, pendaftaran tanah, sesuai UUPA, pasal 19
perusahaan dan/atau badan hukum dengan antara lain dinyatakan: (1) Untuk menjamin
pemilikan atau penguasaan tanah masing- kepastian hukum oleh pemerintah diadakan
masing orang perseorangan. Dengan pendaftaran tanah di seluruh wilayah

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 23


Republik Indonesia menurut ketentuan mencakup seluruh benda maupun mahluk
yang diutur dengan Peraturan Pemerintah, hidup lain yang bernilai dan sakral bagi
(2) Pendaftaran meliputi proses kegiatan: masyarakat adat.
(a) Pengukuran, perpetaan dan pembukuan
tanah; (b) Pendaftaran hak-hak atas tanah, Selanjutnya, nilai-nilai kearifan masyarakat
(c) Pemberian surat-surat tanda bukti hak adat yang mengatur relasi antara manusia
berupa sertipikat yang berlaku sebagai alat dengan sumber agraria, secara khusus
bukti yang kuat --Lihat: Ratna Djuita dan dengan tanah, harus dikuatkan dalam RUU
Heni Yuanita, Permasalahan dan Solusi Pertanahan. Selama ini, nilai-nilai tersebut
Pendaftaran Tanah Pertama Kali di Beberapa kerap tergerus oleh ekspansi perusahaan-
Kantor Pertanahan, Jurnal Iptek Pertanahan, perusahaan, sehingga masyarakat adat
Volume I, Nomor I, Jakarta, November 2011: tercerabut dari basis kehidupannya sehari-
hal. 18.; (3) Perubahan sistem Pendaftaran hari. Maka, dalam mengatur HGU dan lainnya,
Tanah dari “stelsel negatif” menuju “stelsel RUU Pertanahan harus mempertimbangkan
positif” akan mendorong banyak perubahan hal ini. Lebih jauh, RUU Pertanahan juga
mendasar menuju perwujudan satu sistem harus mengatur skema pemulihan hak-
administrasi pertanahan yang baik akan hak masyarakat adat yang telah dirampas,
berkontribusi penting bagi menyelesaikan terutama berkaitan dengan pengembalian
persoalan tumpang tindih dan penyelesaian hak atas tanah dan sumber agraria sebagai
konflik agraria. penghidupan.

Substansi yang luput disorot secara khusus


dalam Bab IV RUU Pertanahan tentang
5.2. Hak Atas Tanah Hak Atas Tanah pemerintah adalah terkait
eksistensi Hak Pengelolaan dan Hak Guna
Hak atas tanah dalam kerangka pelaksanaan Usaha. Mengenai Hak Pengelolaan (HPL)
RA seluruhnya untuk memperkuat merupakan bentuk hak baru yang tidak diatur
kepemilikan golongan ekonomi lemah dalam UUPA. HPL sebaiknya dihapuskan dari
atau rakyat miskin atas tanah, sekaligus RUU Pertanahan karena bisa mengaburkan
mencegah pengalihan hak pemilikan dan jenis-jenis hak yang sudah jelas diatur dalam
fungsi dari tanah objek RA. Jenis dan bentuk UUPA. Kaburnya definisi mengenai HPL
hak atas tanah yang dilekatkan pada objek dapat memicu konflik pertanahan baru yang
RA yang diredistribusikan kepada rakyat merugikan masyarakat dan pemerintah.
miskin mestilah tepat dan sejalan dengan
tujuan RA. Di dalam Bab IV RUU Pertanahan Mengenai HGU seharusnya tidak berada
tentang Hak Atas Tanah, perlu diperjelas di atas tanah-tanah yang yang sudah
mengenai: Beberapa prinsip hak atas tanah dikuasai dan garap oleh asyarakat serta di
objek RA; Sejumlah bentuk atau model hak atas wilayah adat. HGU berdasarkan pada
atas tanah dalam RA termasuk hak komunal penjelasan UUPA 1960, sesungguhnya
atas tanah; Ketentuan khusus mengenai hak diprioritaskan kepada koperasi milik petani/
atas tanah dalam RA. rakyat, untuk menghasilkan masyarakat
pertanian yang modern, termasuk upaya
Hak atas tanah masyarakat adat juga perlindungan terhadap lahan pertanian yang
harus mendapat penekanan dalam RUU cenderung terpecah akibat hukum waris,
Pertanahan, terutama dalam konteks dan lain-lain. Jika pun ada pewarisan atau
penguatan hak atas tanah dan nilai-nilai pengalihan HGU kepada pihak lain, haruslah
yang mengatur relasi manusia dengan diprioritaskan bagi koperasi atau badan
tanah. Dalam konteks hak atas tanah, harus usaha rakyat. Pemberian, perpanjangan
mengakomodir hak komunal atas tanah, dan pembatasan (minimun-maksimun)
tak hanya individual. Kemudian, secara kepemilikan HGU harus mempertimbangkan
geografis, hak masyarakat adat harus juga perbedaan kepadatan penduduk di provinsi
24 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan
nilai-nilai kearifan masyarakat adat
yang mengatur relasi antara manusia
dengan sumber agraria, secara khusus
dengan tanah, harus dikuatkan dalam
RUU Pertanahan. Selama ini, nilai-
nilai tersebut kerap tergerus oleh ekspansi
perusahaan-perusahaan, sehingga
masyarakat adat tercerabut dari basis
kehidupannya sehari-hari.

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 25


dan ketimpangan struktur agraria yang
terjadi di wilayah. HGU haruslah mencegah
monopoli dan eksploitasi yang berlebihan
terhadap sumber-sumber agraria, dan
bersifat menyingkirkan hak-hak masyarakat
hak atas tanah harus diatur agar
Terkait pembatasan maksimum dan
minimum dari pemilikan dan penguasaan
petani kecil, petani tak bertanah
tanah, baik itu hak milik individual, (landless), masyarakat adat,
komunal, hak guna usaha dan hak lain harus
mempertimbangkan aspek-aspek pokok dan masyarakat miskin lainnya
seperti ketimpangan struktur agraria di
suatu wilayah, kepadatan penduduk, akses dapat mempunyai hak atas tanah
transportasi, kemajuan teknologi produksi,
akses terhadap penunjang pertanian.
sebagaimana amanat Pasal 33
Melalui pertimbangan tersebut maka luasan UUD 45 dan UUPA, dimana Negara
yang ditetapkan akan tepat dan sesuai
dengan kondisi khusus di setiap tempat. dapat mengusahakannya melalui
Hal ini sangat penting diatur dalam Bab IV
RUU Pertanahan tentang Hak Atas Tanah
Reforma Agraria
terutama untuk memastikan menurunnya
ketimpangan dan mencegah adanya
monopol tanah terus berlanjut seperti yang
terjadi pada perkebunan sawit dan akasia di
banyak tempat.

Sejalan dengan itu, hak atas tanah harus Untuk itu, perlu dipegang sejumlah prinsip
diatur agar petani kecil, petani tak bertanah hak atas tanah objek RA agar memberi
(landless), masyarakat adat, dan masyarakat dampak signifikan bagi subjek-subjek
miskin lainnya dapat mempunyai hak tersebut, antara lain: (1) Hak atas tanah dalam
atas tanah sebagaimana amanat Pasal 33 konteks pelaksanaan RA memegang prinsip
UUD 45 dan UUPA, dimana Negara dapat penguasaan dan pengusahaan bersama
mengusahakannya melalui RA. Nelayan dan dengan semanat gotong royong; (2) Hak atas
petambak juga menjadi salah satu subjek tanah bagi rakyat penerima tanah objek RA
yang harus dikuatkan haknya atas tanah. harus dipastikan memiliki kekuatan hukum
Pemaknaan atas tanah bagi nelayan lebih yang paling kuat, membangkitkan semangat
merujuk pada akses terhadap laut sebagai kerjasama, dan meningkatkan produktivitas
salah satu sumber agraria. Hasil laut harus bersama rakyat; (3) Hak atas tanah rakyat
diprioritaskan pada nelayan kecil dan mesti menghindarkan kemudahan untuk
dikelola secara kolektif. Wilayah tangkap proses alih fungsi dan alih pemilikan dan
bagi nelayan harus dilindungi dari berbagai penguasaan tanah kepada pihak luar.
potensi kerusakan ekosistem oleh operasi Sejumlah bentuk atau model hak atas tanah
bisnis di sekitarnya. Dengan ini, maka RUU dalam RA: (1) Hak pemilikan bersama yang
Pertanahan harus selaras dengan beberapa bersifat komunal atau kolektif dengan
aspek dan poin pokok sebagaimana bersemangatkan gotong royong; (2) Hak
terkandung dalam UU Nomor 7 Tahun 2016 penguasaaan bersama yang bersifat komunal
tentang Perlindungan dan Pemberdayaan atau kolektif dengan bersemangatkan
Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak gotong royong; (3) Hak penggunaan bersama
Garam, terutama dalam konteks penguatan yang bersifat komunal atau kolektif dengan
hak nelayan dan petambak. bersemangatkan gotong royong; (4) Hak

26 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan


pemanfaatan bersama yang bersifat komunal 1960 bahwa “Tiap-tiap warganegara
atau kolektif dengan bersemangatkan Indonesia, baik laki-laki maupun wanita
gotong royong. mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh sesuatu hak atas tanah serta
Pemilikan hak atas tanah yang bersifat untuk mendapat manfaat dan hasilnya,
komunal atau kolektif dapat didorong ke baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.”
dalam RUU Pertanahan. Hal tersebut tertulis Pengaturan hak perempuan atas tanah
dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA 1960 yang dalam RUU Pertanahan merupakan upaya
intinya “Hak atas tanah dapat dipunyai oleh struktural masyarakat untuk menjamin agar
orang-orang baik sendiri maupun bersama- kesetaraan antara laki-laki dan perempuan
sama dengan orang lain serta badan-badan terhadap hak atas tanah bisa diwujudkan,
hukum.” Atas hal tersebut perlu adanya dihormati dan dilindungi.
pengaturan lebih rinci mengenai hak
komunal tersebut di dalam RUU Pertanahan
agar memberikan kepastian hukum dalam
pelaksanaannya di tingkat tapak. 5.3. Substansi RA

Ketentuan khusus mengenai hak atas tanah Tentang “Prinsip, tujuan, arah kebijakan
dalam RA: (1) Tidak boleh melahirkan dan strategi, objek, dan sukyek dalam
ketimpangan pemilikan dan penguasaan pelaksanaan RA”. RUU Pertanahan
tanah baru antar sesama penerima hendaknya meletakkan ketentuan yang
manfaat RA; (2) Tidak boleh menimbulkan sifatnya dasar yang pokok bagi pelaksanaan
penggunaan tanah berupa penghisapan RA. Perlu diuraikan mengenai: Prinsip
kesuburan tanah berlebihan yang merusak pelaksanaan RA; Tujuan pelaksanaan RA;
alam; (3) Tidak boleh menyebabkan Arah kebijakan dan strategi pelaksanaan RA;
sengketa dan konflik pertanahan baru antar Tanah objek RA; Rakyat subyek RA.
sesama penerima manfaat maupun pihak
luar; (4) Tidak boleh menjadikan hak atas Dalam draft Bab V RUU Pertanahan
tanah objek RA sebagai objek komersialisasi tentang Reforma Agraria yang disusun
dengan diperjual-belikannya kepada pihak Dewan Perwakilan Masyarakat (DPR), RA
luar; (5) Tidak boleh ada diskriminasi hak (pembaruan agraria) yang dicantumkan
atas tanah baik berdasarkan suku, agama, nampaknya bukanlah RA sejati (genuine
ras, antar-golongan maupun gender demi agrarian reform atau landreform plus)
keadilan dan kesamaan kesempatan. sebagaimana dipikirkan dan diperjuangkan
oleh kalangan gerakan masyarakat sipil.
Selain hak atas tanah dalam RA, permasalahan Reforma Agraria bukanlah program
pemberian, pengakuan dan perlindungan “berkelanjutan”, tetapi program yang
hak atas tanah untuk perempuan selama mempunyai jangka waktu yang jelas,
ini masih menjadi permasalahan tanpa dilakukan serentak secara nasional dan
penyelesaian. Perlu adanya pengaturan cepat.
dalam Bab IV RUU Pertanahan tentang
Hak Atas Tanah yang mampu mewujudkan Dengan begitu, menurut KPA pada Bab V
kesetaraan gender dalam pemberian, RUU Pertanahan tentang Reforma Agraria
pengakuan dan perlindungan hak atas tanah. eksistensi lembaga pelaksana RA haruslah
RUU Pertanahan tidak boleh memberikan bersifat ad-hoc, untuk memperbaiki
celah diskriminasi antara laki-laki dan ketimpangan struktur agraria secara
perempuan terkait proses pengajuan hingga nasional dan kewilayahan, untuk selanjutnya
pemberian hak atas tanah. penguatan basis produksi dan ekonomi
masyarakat penerima tanah dilakukan
KPA memandang RUU Pertanahan harus sehingga RA tidak sekedar redistribusi
mampu menguatkan Pasal 9 ayat (2) UUPA apalagi sertifikasi, melainkan mendorong

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 27


Reforma Agraria bukanlah program
“berkelanjutan”, tetapi program
yang mempunyai jangka waktu
yang jelas, dilakukan serentak
secara nasional dan cepat.

28 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan


terjadinya transformasi sosial para penerima ditata ulang melalui pelaksanaan RA adalah
manfaat RA. tanah-tanah yang selama ini dikuasai/
diusahakan secara monopolistik sehingga
Sebenarnya, RA dalam Bab V RUU Pertanahan melahirkan ketimpangan, konflik agraria dan
tentang Reforma Agraria masih (sekedar) kerusakan lingkungan, serta tanah-tanah
proses redistribusi tanah berkelanjutan, yang diidentifikasi sebagai potensi objek RA
bahkan berpotensi menyempit menjadi dari berbagai sektor, seperti pertanahan,
proses sertifikasi semata (sebagai perkerjaan pertanian, perkebunan, kehutanan, pesisir
rutin Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ dan pulau-pulau kecil; (4) Mekanisme
Badan Pertanahan Nasional) tanpa ada pelaksanaan RA mesti dipimpin langsung
intervensi lanjutan untuk terjadinya oleh Presiden Republik Indonesia, melalui
transformasi ekonomi dan sosial paska kebijakan khusus negara (pemerintah),
redistribusi. Jadinya, jika model ini yang melibatkan semua Kementerian/Lembaga
dipayungi oleh RUU Pertanahan maka RA pemerintah dari sektor-sektor terkait (agraria/
menjadi sekedar “pengelolaan pertanahan” pertanahan, lingkungan/kehutanan, desa/
atau land management saja. Dengan daerah tertinggal, pertanian/perkebunan/
kata lain semakin menjauh dari semangat peternakan, kelautan/perikanan, energi/
pembaruan agraria itu sendiri. mineral, koperasi/usaha kecil dan menengah,
perdagangan, dst) dan pemerintah daerah
Jika memang Negara melalui RUU (provinsi, kabupaten/kota, dan desa), serta
Pertanahan benar-benar berkemauan mengikutsertakan partisipasi dan emansipasi
politik untuk melakukan RA, maka sebaiknya aktif rakyat melalui organisasi-organisasinya
Bab V RUU Pertanahan tentang Reforma yang independen sejak perencanaan,
Agraria mengatur prasyarat RA yang sejati pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
itu dijabarkan (konsep, tujuan, prinsip, proses hingga hasil dari pelaksanaan RA.
cakupan, kejelasan subyek dan objek RA)
misalnya dengan memperluas cakupan Perlu ditetapkan pula tujuan pelaksanaan
UU No. 56/1960 yang dikenal sebagai UU RA, yang mencakup: (1) Tujuan utama dari
Landreform, termasuk di sini meletakan pelaksanaan RA adalah agar pemilikan,
masalah kelembagaan yang harus memiliki penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan
kewenangan khusus yang kuat, untuk tanah serta kekayaan alam lainnya
mengkoordinasikan semua sektor. Diusulkan berkontribusi pada upaya perwujudan
Badan Otorita Reforma Agraria (BORA) atau berkeadilan, kemakmuran dan kesejahteraan
Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) rakyat melalui perbaikan hak dan akses
sebagai lembaga ad-hoc tersebut. rakyat atas tanah dan kekayaan alam serta
peningkatan produktivitas dan pendapatan
Untuk itu perlu ditetapkan hal-hal prinsip ekonomi rakyat secara bersama; (2) Tujuan
dalam pelaksanaan RA, meliputi pada khusus dari pelaksanaan RA adalah; (i)
Bab V RUU Pertanahan tentang Reforma Menangani dan menyelesaikan kasus-kasus
Agraria yaitu: (1) Pemilikan, penguasaan, konflik agraria struktural yang terjadi di
penggunaan dan pemanfaatan tanah serta masa lalu; (ii) Menata ulang pemilikan dan
kekayaan alam lainnya mesti berkeadilan penguasaan tanah serta kekayaan alam
dan melahirkan kemakmuran serta lainnya agar tidak berlanjutnya ketimpangan;
kesejahteraan rakyat; (2) Subyek utama yang (iii) Menata ulang penggunaan, pengusahaan
harus menerima manfaat dari pelaksanaan lahan dan pola produksi atas tanah dan
RA adalah rakyat miskin, khususnya petani, kekayaan alam lainnya; (iv) Mengembangkan
buruh, nelayan, masyarakat adat yang kelembagaan pelaksana RA dari tingkat
mengalami kemiskinan akibat tidak memiliki nasional sampai desa.
tanah dan kesulitan mengakses kekayaan
alam yang ada di wilayah pedesaan dan Bab V RUU Pertanahan tentang Reforma
pedalaman; (3) Objek utama yang harus Agraria perlu metetapkan juga arah
Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 29
kebijakan dan strategi pelaksanaan RA, pemerintah dan peraturan perundang-
adalah sebagai berikut: (1) Melalui upaya undangan.
sistematis dan strategis penanganan dan
penyelesaian konflik agraria struktural Selain pengadaan tanah untuk RA dalam
di berbagai sektor, seperti: perkebunan, RUU Pertanahan khususnya dalam Bab V
kehutanan, pertambangan/energi, RUU Pertanahan tentang Reforma Agraria,
infrastruktur, pertanian, pesisir/kelautan, harus mengatur tentang larangan peralihan
dan sebagainya agar tercipta kedamaian fungsi tanah objek RA menjadi komoditas
dan keadilan dalam penguasaan dan bisnis. Hal ini penting mengingat Pemerintah
penggunaan tanah oleh rakyat; (2) Melalui saat ini memiliki wacana membentuk Bank
redistribusi tanah objek RA kepada rakyat Tanah. Dimana Bank Tanah ke depan juga
miskin sebagai subyek penerima manfaat menyasar tanah-tanah objek RA namun
dari RA sehingga rakyat miskin dipastikan untuk kepentingan investasi dan bisnis.
menjadi memiliki/menguasai tanah secara Resiko dan dampak yang akan timbul dari
bersama; (3) Melalui penatagunaan tanah Bank Tanah adalah meningkatnya konflik
dan pengembangan pola produksi baru agraria lanjutan antara pemerintah dan
di atas tanah objek RA dengan semangat masyarakat dalam objek RA.
gotong royong melalui koperasi atau badan
usaha milik rakyat agar produktivitas rakyat Sedangkan rakyat yang menjadi subyek RA,
secara bersama meningkat; (4) Melalui terdiri dari: (1) Buruh tani yang tidak memiliki
pengembangan kelembagaan pelaksana RA dan menguasai tanah sama sekali; (2) Petani
dari tingkat pusat (nasional) sampai lapangan penggarap yang tidak memiliki tanah tapi
(desa), sehingga terbentuk dan bekerjanya menggarap tanah pihak lain; (3) Petani gurem
lembaga pelaksana RA secara terpimpin, yang punya tanah namun terlalu sempit di
terkoordinasi dan terimplementasi secara bawah 0,5 hektar; (4) Rakyat miskin lainnya
sistematis dan efektif. yang siap bekerja dan mengusahakan tanah
objek RA; dan (5) Koperasi petani.
Adapun tanah objek RA dalam Bab V RUU
Pertanahan tentang Reforma Agraria, Agenda RA oleh pemerintah harus dijadikan
hendaknya mencakup: (1) Tanah negara agenda kebangsaan yang wajib dilaksanakan.
yang dikuasai secara langsung oleh instansi Sebagaimana dalam pidato Presiden
pemerintah; (2) Kawasan hutan yang dapat Soekarno yang berjudul “Djalannya Revolusi
dikonversi menjadi areal penggunaan lain; Kita” pada tanggal 17 Agustus 1960, Presiden
(3) Tanah negara yang sebelumnya dikuasai Soekarno berkata “Melaksanakan landreform
dan diusahakan oleh badan usaha di (reforma agraria) berarti melaksanakan
bidang perkebunan, baik oleh perusahaan satu bagian mutlak dari Revolusi Indonesia.
swasta maupun badan usaha milik negara/ Tanah tidak boleh menjadi alat penghisapan,
daerah; (4) Tanah negara yang sebelumnya apalagi penghisapan dari modal-asing
diterlantarkan oleh pemegang hak guna terhadap Rakyat Indonesia.
usaha atau hak guna bangunan atau hak
pakai; (5) Tanah negara yang sebelumnya
dikuasai dan diusahakan oleh badan usaha di 5.4. Kelembagaan RA
bidang pertambangan dan energi; (6) Tanah
yang berasal dari kelebihan penguasaan oleh Bab V RUU Pertanahan tentang Reforma
badan usaha; (7) Tanah yang berasal dari Agraria belum mengatur tentang
kelebihan pemilikan maksimum individu; (8) “Kelembagaan, tugas pokok dan fungsi,
Tanah yang berasal dari tanah absentee yang serta strukur organisasi pelaksana RA”.
pemiliknya ada di luar daerah; (9) Tanah Bab V RUU Pertanahan tentang Reforma
potensial lainnya yang berasal dari berbagai Agraria ini hendaknya memastikan dibentuk
sumber yang dimungkinkan oleh kebijakan kelembagaan khusus yang kuat dan mampu

30 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan


secara efektif menjalankan agenda-agenda dan (6) Mengembangkan kelembagaan
RA. Perlu dijelaskan tentang: Bentuk pelaksana RA dari pusat sampai desa.
kelembagaan pelaksana RA; Tugas pokok
dari kelembagaan pelaksana RA; Struktur Struktur organisasi “Badan Otorita Reforma
organisasi “Badan Otorita Reforma Agraria”. Agraria”, terdiri dari: (1) Pembina: Presiden
RI (Ketua), dan Wapres RI (Wakil Ketua), serta
Kelembagaan pelaksana RA, meliputi: (1) Menko terkait (Sekretaris); (2) Pengarah:
Di tingkat pusat/nasional dibentuk “Badan Menteri dari menentreian/Kepala dari
Otorita Reforma Agraria” atau BORA yang lembaga pemerintah terkait; (3) Pelaksana:
menyusun rencana induk dan strategi Kepala BORA (ditunjuk oleh Presiden),
nasional pelaksanaan RA sebagai rujukan sekretaris utama, pejabat eselon 1 dari
sekaligus memimpin dan mengkoordinasikan K/L terkait, dan kalangan non-pemerintah
kementerian/lembaga, pemerintah daerah, yang punya kapasitas dan kredibilitas; (4)
dan masyarakat dalam pelaksanaan RA; (2) Di Kedeputian yang berisi pejabat eselon 1
tingkat provinsi dibentuk “Komite Pelaksana dari K/L terkait yang ditunjuk dan kalangan
Reforma Agraria Provinsi” yang dipimpin non-pemerintah yang punya kapasitas
oleh Gubernur, dengan keanggotaan berasal dan kredibilitas, yang bertugas untuk: (i)
dari unsur satuan kerja pemerintah daerah Penyelesaian konflik agraria; (ii) Menata
dari Pemerintah Provinsi dan gerakan sosial struktur pemilikan dan penguasaan tanah;
di provinsi tersebut, dengan fungsi utama (iii) Menata penggunaan lahan dan produksi,
membantu BORA dan mengkoordinasikan dan (iv) Mengembangkan kelembagaan.
“Komite Pelaksana Reforma Agraria” di
tingkat kabupaten/kota di wilayahnya; (3) 5.5. Penyelesaian Konflik Agraria
Di tingkat kabupaten/kota dibentuk “Komite
Pelaksana Reforma Agraria Kabupaten/Kota” Kekurangan selanjutnya dalam RUU
yang dipimpin oleh Bupati/Wali Kota, dengan Pertanahan pemerintah adalah tidak
keanggotaan berasal dari unsur satuan mengaturnya penyelesaian konflik yang
kerja pemerintah daerah dari Pemerintah berkeadilan. Meski terdapat Bab IX
Kabupaten/Kota dan gerakan sosial di Penyelesaian Sengketa namun penyelesaian
Kabupaten/Kota tersebut, dengan fungsi yang dimaksud dalam RUU Pertanahan
utama mengkordinasikan “Komite Pelaksana masih sangat legalistik dengan membentuk
Reforma Agraria” di tingkat Desa; (4) Di pengadilan pertanahan.
tingkat desa dibentuk “Komite Pelaksana Prinsip, mekanisme dan tahapan dalam
Reforma Agraria Desa” yang dipimpin oleh kelembagaan penyelesaian konflik agraria
Kepala Desa, dengan keanggotaan berasal struktural di berbagai sektor strategis
dari unsur Pemerintah Desa dan unsur sebagai bagian penting dari pelaksanaan
masyarakat di Desa tersebut, dengan fungsi RA”. RUU Pertanahan ini hendaknya
utama menjalankan seluruh tahapan dan menjadikan penyelesaian konflik agraria
kegiatan pelaksanaan RA di tingkat Desa. sebagai hal penting yang ditangani dan
Tugas pokok dari kelembagaan pelaksana diselesaikan secara utuh dalam keranga
RA, adalah: (1) Memimpin pelaksanaan reforma agraria. Perlu mengatur mengenai:
RA dari tingkat nasional/pusat sampai Prinsip penanganan dan penyelesaian
desa; (2) Mengkoordinasikan berbagai konflik agraria; Mekanisme dan tahapan
sektor, kementerian/lembaga terkait, dan penyelesaian konflik agraria; Kelembagaan
pemerintah daerah; (3) Menyelesaikan yang bertugas menyelesaikan konflik agraria.
konflik agraria struktural yang terjadi di Pendekatan dalam menyelesaikan konflik
masa lalu; (4) Menata struktur pemilikan agraria khusnya pertanahan selama ini
dan penguasaan tanah secara berkeadilan; terkesan sangat legal formal berdasarkan
(5) Menata penggunaan lahan dan produksi hukum positif semata, dengan mengabaikan
untuk meningkatkan produktivitas rakyat,
Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 31
pendekatan sosial-budaya dan kemanusiaan. dijalankan pemerintah sebagai sumber
Harus dibedakan antara sengketa perdata atau akar penyebab dari lahirnya konflik
dengan konflik sosial (konflik agraria agraria di masa lalu di semua sektor strategis
struktural). Mekanisme dan kelembagaan keagrariaan; (5) Memungkinkan rakyat
yang dibentuk haruslah menyentuh akar dan sebagai korban konflik untuk menguasai dan
masalah konflik agraria yang menjadi realitas mengusahakan kembali tanah dan kekayaan
sosial di lapangan. alam yang sebelumnya terampas oleh
karena kebijakan negara yang dijakankan
Karenanya, harus ada batu pondasi transisi pemerintah; (6) Memastikan rakyat yang
menuju “pengadilan pertanahan” itu – sebelumnya sebagai korban konflik dapat
transitional justice, yakni lembaga ad- bertransformasi menjadi pejuang agraria
hoc untuk penyelesaian konflik agraria melalui penguatan haknya atas tanah
(pertanahan) bagi kasus-kasus pertanahan dan kekayaan alam serta pemberian
yang bersifat struktural, lintas sektoral, kompensasi, rehabilitasi, restitusi, proteksi,
multidimensi dan menimbulkan dampak subsidi dan berbagai dukungan lainnya guna
korban yang luas akibat kebijakan atau pun meningkatkan produktivitas rakyat secara
perampasan tanah masa lalu, dan yang bersama.
mungkin sedang berjalan, dalam konteks
pelaksanaan RA. Setelah konflik-konflik Adapun mekanisme dan tahapan
tsb. diselesaikan maka barulah pemerintah penyelesaian konflik agraria, meliputi: (1)
mempersiapkan pengadilan agraria Dilakukan pendataan menyeluruh terhadap
(pertanahan). Pengadilan pertanahan hanya konflik agraria struktural yang terjadi di
dimungkinkan apabila Indonesia telah semua sektor strategis keagrariaan, seperti:
memiliki sistem administrasi pertanahan, pertanahan, pertanian, perkebunan,
termasuk pendaftaran tanah yang pro-rakyat
–people-centered land governance system.

Karenanya perlu ditetapkan prinsip-prinsip


penanganan dan penyelesaian konflik
agraria, diantaranya: (1) Memaknai konflik
agraria sebagai pertentangan klaim atas
tanah dan kekayaan alam lainnya oleh Pengadilan pertanahan hanya
beberapa pihak yang disebabkan oleh
karena penggunaan kebijakan negara dimungkinkan apabila
yang dijalankan oleh instansi pemerintah
yang memiiki mewenangan tertentu Indonesia telah memiliki sistem
dalam menerbitkan hak dan/atau izin
akses tertentu baik perorangan maupun
administrasi pertanahan,
badan usaha atas tanah dan kekayaan termasuk pendaftaran tanah yang
alam lainnya; (2) Menempatkan rakyat
yang menjadi korban dari konflik agraria pro-rakyat –people-centered land
di masa lalu sebagai subyek/pihak yang
hak-hak harus diutamakan dalam berbagai
governance syste
bentuk penyelesaian secara beradab dan
berkeadilan sosial; (3) Menggunakan metode
penyelesaian konflik agraria alternatif di luar
jalur pengadilan dengan mengedepankan
pendekatan hak asasi manusia, khususnya
hak-hak ekonomi, sosial dan budaya bagi
para korban konflik agraria; (4) Mengevaluasi
dan mengubah kebijakan negara yang
32 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan
kehutanan, kelautan, dan sebagainya; (2) terkait untuk mendapatkan analisa dan
Dilakukan analisa hukum, sosial dan budaya rekomendasi yang komprehensif’; (4) Semua
atas konflik-konflik agraria sehingga didapat kesimpulan dan rekomendasi dari “Kelompok
pemahaman seksama atas penyebab dan Kerja Penyelesaian Konflik Agraria” sebagai
dinamika bagaimana konflik agraria tersebut bagian dari BORA bersifat final dan mengikat
muncul dan berkembang; (3) Dirumuskan semua pihak yang terkait untuk tunduk dan
rekomendasi kebijakan berbasis hukum, konsisten dalam pelaksanaan eksekusinya
sosial dan budaya bagi penyelesaian di tingkat lapangan; (5) Kasus-kasus konflik
konflik agraria, baik berupa pencabutan, agraria yang sudah diselesaikan melalui
perubahan maupun pembuatan kebijakan mekanisme kelembagaan di BORA langsung
baru untuk setiap kasus yang ditangani; (4) secara integratif dimasukkan ke dalam skema
Dilaksanakan penyelesaian konflik agraria pelaksanaan RA yang utuh dan menyeluruh.
di luar jalur pengadilan melalui metode
mediasi dan musyawarah untuk mufakat, 5.6. Partisipasi Rakyat
dengan mengedepankan penghormatan
atas hak dan kewajiban semua pihak terkait; Tentang “Posisi dan peran partisipasi rakyat
(5) Dilakukan koordinasi lintas dan multi- miskin (perempuan, petani, buruh, nelayan
sektor di antara kementerian/lembaga dan masyarakat adat) dalam pelaksanaan
serta pemerintah daerah untuk memastikan RA”. RUU Pertanahan ini hendaknya memberi
setiap kasus konflik agraria yang ditangani, ruang yang luas bagi keterlibatan rakyat
dikaji dan diputuskan secara komprehensif; dalam pelaksanaan RA. Karena keberhasilan
(6) Dijalankannya eksekusi di lapangan atas RA sangat bergantung pada kemampuan
rekomendasi penyelesaian konflik agraria pemerintah di semua level dan sektor
secara tegas dengan melibatkan semua pihak serta peran aktif masyarakat di dalamnya.
dan unsur terkait dengan menghindarkan Perlu dikupas mengenai bagaimana bentuk
penggunaan pendekatan kekerasan; (7) kelembagaan dari partisipasi masyarakat
Dikawalnya eksekusi atas rekomendasi dalam pelaksanaan RA.
penyelesaian konflik agraria sampai tingkat Partisipasi rakyat dalam pelaksanaan RA,
implementasinya di lapangan, melalui dilaksanakan melalui: (1) pelibatan aktif
pemantauan dan evaluasi secara intensif. rakyat melalui organisasi-organisasainya yang
Sedangkan kelembagaan yang bertugas independen sejak perencanaan, pelaksanaan
menyelesaikan konflik agraria, dirumuskan dan pemantauan proses serta hasil dari
sebagai berikut: (1) Kelembagaan untuk pelaksanaan RA. (2) Masyarakat atau rakyat
menyelesaikan konflik agraria struktural yang yang miskin harus memiliki mekanisme
terjadi di semua sektor strategis keagrariaan, pengusulan Lokasi Prioritas Reforma
seperti: pertanahan, pertanian, perkebunan, Agraria (LPRA). Hal tersebut merupakan
kehutanan, kelautan, dan sebagainya cara paling tepat menentukan objek dan
dilakukan oleh unit kerja khusus yang ada di subyek dari pelaksanaan RA dan sebagai
dalam “Badan Otorita Reforma Agraria”; (2) upaya mengubah susunan masyarakat
Unit kerja khusus di dalam BORA, misalnya sehingga menjadi lebih adil, makmur,
bernama “Kelompok Kerja Penyelesaian sejahtera dan bahagia; (3) Pembentukan
Konflik Agraria” melakukan langkah-langkah dan pengembangan “Gerakan Masyarakat
penanganan dan penyelesaian konflik untuk Reforma Agraria” atau GEMARA yang
agraria sebagaimana diuraikan pada bagian mewadahi rakyat subyek penerima manfaat
mekanisme penyelesaian konflik agraria; (3) dari pelaksanaan RA; (4) Pembentukan dan
Dalam melaksanakan tugasnya “Kelompok pengembangan “Koperasi Maju Bersama
Kerja Penyelesaian Konflik Agraria” sebagai Agraria” atau KOMARA sebagai badan usaha
bagian dari BORA melakukan koordinasi dan bersama rakyat dari para penerima manfaat
konsultasi dengan kementerian/lembaga RA yang bersifat ekonomi; (5) Pembentukan
dan pengembangan “Desa Maju Reforma
Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 33
RUU Pertanahan ini
hendaknya memberi
ruang yang luas bagi
keterlibatan rakyat
dalam pelaksanaan RA

34 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan


Agraria” atau DAMARA sebagai lokasi-lokasi 5.8. Relasi dengan Regulasi Lainnya
percontohan rintisan pelaksanaan RA sejati
dengan menempatkan posisi rakyat sebagai Tentang “Posisi dan relasi Rancangan
sentralnya. Undang-Undang Pertanahan dengan
berbagai Undang-Undang sektoral/organik
5.7. Pemulihan Ekologi dan Lingkungan terkait yang sudah ada”. Keberadaan RUU
Hidup Pertanahan hendaknya menghilangkan
sektoralisme diantara berbagai peraturan
Tentang “Pemulihan ekologi dan peningkatan perundang-undangan mengenai sumber
kualitas lingkungan hidup dalam kerangka agraria dan bersifat menguatkan posisi
RA”. Reforma Agraria bukan hanya rakyat miskin di setiap sektor dan bidang
melahirkan keadilan sosial dan ekonomi bagi yang terkait tanah dan sumber agraria
rakyat penerima manfaatnya, melainkan lainnya. Dalam RUU Pertanahan perlu
juga bermakna memulihkan ekosistem dijelaskan bagaimana hubungan antara RUU
dan lingkungan hidup sehingga menjamin Pertanahan dengan UUPA 1960 dan berbagai
keberlanjutan layanan alam bagi kehidupan UU terkait tanah dan kekayaan alam lainnya
yang lebih luas. Perlu dijelaskan mengenai sehingga terlihat korelasi dan sinergi dalam
langkah-langkah yang penting dan bisa substansi dan operasionalisasinya.
diambil dalam upaya pemulihan ekologi dan
lingkungan hidup. Berikut ini, secara garis besar dijelaskan
mengenai posisi dan relasi RUU Pertanahan,
Dalam hal ini, langkah-langkah yang perlu terhadap: (1) Undang-Undang Nomor 5
diatur dalam dalam RUU Pertanahan tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
tentang pemulihan ekologi dan lingkungan pokok Agraria (UUPA 1960). RUU Pertanahan
hidup, meliputi kegiatan: (1) Memastikan jelas bukan bermaksud menggantikan UUPA,
penguasaan dan pengusahaan tanah objek melainkan mengoperasionalkan UUPA
RA dilakukan secara bersama melalui secara lebih khusus di bidang pertanahan
mekanisme kolektif atau komunal yang dan kaitannya dengan pelaksanaan
disepakati bersama oleh para penerima prinsip-prinsip politik agraria nasional di
manfaat RA; (2) Memastikan tidak bidang pertanahan yang mewadahi kaitan
terjadinya penguasaan tanah kembali secara dengan sektor strategis lainnya, termasuk
berlebihan (rekonsentrasi) oleh beberapa dalam hal pelaksanaan RA; (2) Undang-
pihak tertentu selain rakyat miskin di Undang Perkebunan. RUU Pertanahan
wilayah-wilayah dimana dilaksanakannya harus menegaskan bahwa rakyat dan
RA; (3) Memastikan penggunaan dan pola koperasinya yang paling prioritas dalam
produksi yang dijalankan di atas tanah penguasaan dan pengusahaan sektor
objek RA menggunakan metode dan teknik perkebunan. Lebih lanjut memastikan
yang menjaga dan melestarikan ekologi rakyat yang petani/pekebun kecil mendapat
serta lingkungan hidup, misalnya melalui prioritas dalam pemberdayaan perkebunan
pengembangan pertanian organik atau rakyat. (3) Undang-Undang Kehutanan.
agro-ekologi; (4) Memastikan penataan RUU Pertanahan mengatur hak-hak atas
penggunaan tanah dan penataan produksi tanah yang ada di dalam penguasaan
yang dijalankan di atas tanah objek RA dan pengusahaan sektor kehutanan serta
mampu memperbaiki dan memulihkan memastikan proses pelepasan hutan
kerusakan ekologi yang (mungkin) telah untuk kepentingan pelaksanaan RA; (4)
terjadi sebelumnya; (5) Memastikan semua Undang-Undang Sumber Daya Air. RUU
input sarana dan prasarana yang digunakan Pertanahan mengatur hak-hak atas tanah
untuk peningkatan produksi atas tanah objek dalam kaitannya dengan penguasaan dan
RA tidak mengeksploitasi kesuburan tanah pengusahaan sektor “perairan” yang ada
secara berlebihan sehingga mengakibatkan di atas/di bawah tanah serta agar hak dan
kerusakan lingkungan dan bencana alam. akses rakyat/komunitas tetap terjamin
Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 35
dari gangguan eksplorasi sumber daya air
oleh korporasi besar; (5) Undang-Undang
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
RUU Pertanahan meneguhkan pentingnya
perlindungan lahan pertanian pangan agar
tidak mudah dikonversi dan pelindungan
serta pemberdayaan petani kecil pemilik
lahan pertanian; (6) Undang-Undang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. RUU
Pertanahan memastikan hak-hak atas tanah/
lahan pertanian dan pemberdayaan petani
menjadi bagian penting untuk dipenuhi
oleh pelaksana UU ini; (7) Undang-Undang
Penanaman Modal. RUU Pertanahan harus
mengatur masa berlakunya hak-hak atau izin
usaha bagi investasi asing maupun domestik
di lapangan agraria dengan memperhatikan
tujuan besar RA dan putusan MK No. 21-22/
PUU-V/2007 tentang Uji Materil Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal.

36 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan


6.
Kaitan RUU
Pertanahan
dengan Sektor
Agraria Terkait
Keberadaan RUU Pertanahan juga perlu dilihat
dari berbagai kepentingan sektor terkait atau
bidang strategis serta komunitas atau kelompok
kepentingan yang terkait dengannya. Pertama,
kaitan eksistensi dan substansi RUU Pertanahan
dengan wilayah adat. Persoalan utama yang
mengemuka terkait wilayah adat adalah
pengaturan hak milik dalam RUU Pertanahan
yang masih cenderung belum mengakomodir hak
komunal atau kepemilikan kolektif. Dalam pasal
terkait disebutkan bahwa hak milik hanya bagi
WNI tunggal. Selanjutnya persoalan penyelesaian
konflik yang belum mampu mengakomodir
kebiasaan lisan/oral dari masyarakat adat, dimana
dalam RUU Pertanahan penyelesaian konflik
cenderung berbasis legal-formal dan individual.

Kedua, kaitannya dengan sektor pertanian dan


wilayah perdesaan. Isu prioritas yang harus
dijawab RUU Pertanahan di sektor perdesaan
adalah soal konflik agraria yang berkepanjangan
bahkan di beberapa tempat masih mewarisi konflik
agraria jaman kolonial, hal itu menyebabkan
ketimpangan penguasaan dan pemilikan sumber
agraria hingga saat ini. Setelah itu, isu lainnya HGU
harus diorientasikan untuk kepentingan rakyat

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 37


serta memprioritaskan pemberian HGU Solusi yang ditawarkan pemerintah kepada
pada koperasi-koperasi petani di pedesaan. korban penggusuran adalah sewa rumah
susun. Negara seharusnya menyiapkan
Ketiga, terkait sektor pertambangan. rumah untuk seluruh masyarakat. Rumah-
Harmonisasi kebijakan-kebijakan sektoral rumah tersebut diberikan hak milik kolektif
harus menjadi prioritas yang dijawab oleh atau komunal, sehingga hak komunal tak
RUU Pertanahan. Sehingga, RUU Pertanahan hanya di desa, tetapi juga di perkotaan.
dengan UU Minerba dan UU lain di sektor
pertambangan mampu sinergis. Dalam Dalam mengatur tanah di perkotaan RUU
prosesnya, RUU Pertanahan harus didorong Pertanahan harus mendorong adanya
untuk terbuka, sebab pengalaman dari proses kesejahteraan pascapenataan ruang
RUU Minerba, pihak pemerintah masih perkotaan. Relokasi yang sesuai dengan
menutup diri dari keterlibatan masyarakat. semangat RA adalah proses memindahkan
Selain itu, sektor pertambangan memiliki para subjek penerima manfaat (benefit-
kekhususan dibandingkan dengan sektor ciaries) ke wilayah objek yang baru dengan
lain, karena isu tenurial di sektor tambang konsentrasi untuk perbaikan pemukiman,
tidak terlalu mengemuka. Permasalahan lingkungan, peningkatan ekonomi/mata
tenurial pada sektor pertambangan sering pencarian dan memastikan manfaat yang
dianggap hanya sebatas pencemaran berkelanjutan lainnya.
lingkungan semata, tanpa melihat dampak
sosial yang lebih besar dari land grabbing Keenam, kaitan RUU Pertanahan dengan
atas tanah-tanah rakyat oleh perusahaan wilayah pesisir. Permasalahan pengelolaan
pertambangan, ini yang ke depan harus pertanahan di pesisir dan pulau-pulau kecil
diatur lebih lanjut oleh RUU Pertanahan antara lain mengeksklusi masyarakat pesisir
secara tegas. dari pantai dan pulau-pulau kecil, pemberian
izin dan Hak Guna Bangunan di pesisir dan
Keempat, kaitan dengan sektor perkebunan. pantai, reklamasi laut dan pantai. RUU
Dalam UU Perkebunan, perusahaan Pertanahan harus menjamin pemenuhan
perkebunan bisa memulai usaha/menanam adanya hak atas tanah dan sumber agraria
kelapa sawit hanya dengan ijin lokasi sebelum pesisir untuk nelayan tradisional, perempuan
memiliki HGU. Hal tersebut berdampak nelayan, pembudidaya ikan dan petambak
pada meningkatnya eskalasi konflik garam dalam pengelolaan.
agraria di lokasi-lokasi perkebunan kelapa
sawit. RUU Pertanahan harus diarahkan Ketujuh, kaitan dengan sektor kehutanan.
menjadi counter bagi UU Perkebunan, RUU Pertanahan harus secara jelas
dan menguatkan Putusan MK No. 138/ memposisikan dirinya dengan sektor
PUU-XIII/2015 yang menegaskan larangan kehutanan mengingat sekitar 70% daratan
perusahaan beroperasi tanpa memiliki izin di Indonesia diklaim sebagai kawasan hutan.
dan HGU. Selanjutnya RUU Pertanahan harus Agar RUU ini tak sektoral, maka seluruh
mengakomodir mandat UUPA 1960 dimana tanah di wilayah Indonesia, bukan hanya
prioritas pemilikan HGU diutamakan kepada tanah yang ada dalam yurisdiksi BPN,
petani dan koperasi petani. Kemudian lebih harusnya mencakup tanah hutan dan non-
spesifik RUU Pertanahan harus menguatkan hutan. Hutan dan non-hutan yang sudah
legalitas hak atas tanah petani komoditas digarap dan dikuasai masyarakat mestinya
perkebunan lainnya. didaftar oleh Kementerian ATR/BPN. Hal
tersebut penting untuk mencegah adanya
Kelima, sekaitan dengan wilayah perkotaan. tumpang tindih peruntukan suatu lokasi,
Saat masyarakat melakukan advokasi mengingat sekitar 33 ribu desa yang berisi
terhadap penggusuran, pemerintah kerap tanah-tanah pertanian hingga saat ini tidak
menggunakan alasan legal-formal hak atas memiliki legalitas hukum.
tanah untuk mengalahkan masyarakat.
38 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan
Keberadaan RUU Pertanahan juga perlu
dilihat dari berbagai kepentingan
sektor terkait atau bidang strategis serta
komunitas atau kelompok kepentingan
yang terkait dengannya.

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 39


7.
Penutup

Pendidikan Reforma Agraria di


Pangandaran (KPA-SPP)

40 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan


Demikian pandangan dan substansi usulan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) atas Ran-
cangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanahan yang sedang disusun DPR RI bersama Pemerintah.
Pandangan ini disampaikan melalui berbagai forum dan media, baik kepada alat kelengkapan dewan
yang ada seperti Komisi II DPR RI sebagai komisi yang membidangi urusan pertanahan/agraria, mau-
pun Panitia Khusus Penyusun RUU Pertanahan DPR RI, juga fraksi-fraksi yang mewakili partai-partai
politik yang ada di DPR RI.

Selain disampaikan kepada unsur perwakilan rakyat di parlemen, naskah ini juga didiskusikan
dan dikonsultasikan dengan kementerian dan lembaga pemerintah yang terkait dengan agraria/per-
tanahan sebagai masukan, juga bersama para pakar atau ahli dari beragam keilmuan yang berasal dari
berbagai Universitas dan lembaga pengkajian terkait agraria dan pertanahan, serta sejumlah komuni-
tas/organisasi gerakan sosial di Indonesia.

Diharapkan dan diupayakan, substansi naskah ini kelak dapat mewarnai isi Undang-Undang
Pertanahan dalam kerangka dan konteks pelaksanaan RA sejati yang menyeluruh di Indonesia.

Jakarta, 2018

Tim Perumus

Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan 41


Profil Konsorsium
Pembaruan Agraria
Konsorsium Pembaruan Agraria, disingkat KPA berkedudukan di seluruh wilayah Indonesia. KPA
didirikan pada tanggal 24 September 1994 di Jakarta, dan disahkan pada tanggal 10 Desember 1995
dalam Musyawarah Nasional I di Bandung untuk waktu yang tak terbatas.
KPA merupakan gerakan rakyat yang bersifat terbuka dan independen bertujuan untuk memperjuangkan
terciptanya sistem agraria yang adil, dan menjamin pemerataan pengalokasian sumber-sumber
agraria bagi seluruh rakyat Indonesia; jaminan kepemilikan, penguasaan dan pemakaian sumber-
sumber agraria bagi petani, nelayan, dan masyarakat adat; serta jaminan kesejahteraan bagi rakyat
miskin.
Anggota KPA adalah organisasi rakyat (serikat tani, nelayan, dan masyarakat adat) dan organisasi
non pemerintah (NGO/LSM) yang mempunyai keberpihakan dan tujuan yang sama dengan KPA.
Berdasarkan hasil Musyawarah Nasional VI KPA tanggal 25-28 Februari 2013 di Puncak Bogor, Jawa
Barat, jumlah anggota KPA yang ditetapkan adalah 173 (seratus tujuh puluh tiga) organisasi, dengan
rincian 96 organisasi rakyat dan 77 organisasi non pemerintah.

Sekretariat Nasional
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
Komplek Liga Mas Indah
Jl. Pancoran Indah I, E3/1, Pancoran
Jakarta Selatan, 12760
Telp. (021) 7984540
Fax. (021) 7993834
e-mail: kpa@kpa.or.id
website: www.kpa.or.id

Publikasi ini didanai oleh OXFAM dan didukung oleh Kementerian Sosial RI

42 Pandangan dan Usulan KPA atas RUU Pertanahan

Anda mungkin juga menyukai