Sejalan dengan itu, hak atas tanah harus Untuk itu, perlu dipegang sejumlah prinsip
diatur agar petani kecil, petani tak bertanah hak atas tanah objek RA agar memberi
(landless), masyarakat adat, dan masyarakat dampak signifikan bagi subjek-subjek
miskin lainnya dapat mempunyai hak tersebut, antara lain: (1) Hak atas tanah dalam
atas tanah sebagaimana amanat Pasal 33 konteks pelaksanaan RA memegang prinsip
UUD 45 dan UUPA, dimana Negara dapat penguasaan dan pengusahaan bersama
mengusahakannya melalui RA. Nelayan dan dengan semanat gotong royong; (2) Hak atas
petambak juga menjadi salah satu subjek tanah bagi rakyat penerima tanah objek RA
yang harus dikuatkan haknya atas tanah. harus dipastikan memiliki kekuatan hukum
Pemaknaan atas tanah bagi nelayan lebih yang paling kuat, membangkitkan semangat
merujuk pada akses terhadap laut sebagai kerjasama, dan meningkatkan produktivitas
salah satu sumber agraria. Hasil laut harus bersama rakyat; (3) Hak atas tanah rakyat
diprioritaskan pada nelayan kecil dan mesti menghindarkan kemudahan untuk
dikelola secara kolektif. Wilayah tangkap proses alih fungsi dan alih pemilikan dan
bagi nelayan harus dilindungi dari berbagai penguasaan tanah kepada pihak luar.
potensi kerusakan ekosistem oleh operasi Sejumlah bentuk atau model hak atas tanah
bisnis di sekitarnya. Dengan ini, maka RUU dalam RA: (1) Hak pemilikan bersama yang
Pertanahan harus selaras dengan beberapa bersifat komunal atau kolektif dengan
aspek dan poin pokok sebagaimana bersemangatkan gotong royong; (2) Hak
terkandung dalam UU Nomor 7 Tahun 2016 penguasaaan bersama yang bersifat komunal
tentang Perlindungan dan Pemberdayaan atau kolektif dengan bersemangatkan
Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak gotong royong; (3) Hak penggunaan bersama
Garam, terutama dalam konteks penguatan yang bersifat komunal atau kolektif dengan
hak nelayan dan petambak. bersemangatkan gotong royong; (4) Hak
Ketentuan khusus mengenai hak atas tanah Tentang “Prinsip, tujuan, arah kebijakan
dalam RA: (1) Tidak boleh melahirkan dan strategi, objek, dan sukyek dalam
ketimpangan pemilikan dan penguasaan pelaksanaan RA”. RUU Pertanahan
tanah baru antar sesama penerima hendaknya meletakkan ketentuan yang
manfaat RA; (2) Tidak boleh menimbulkan sifatnya dasar yang pokok bagi pelaksanaan
penggunaan tanah berupa penghisapan RA. Perlu diuraikan mengenai: Prinsip
kesuburan tanah berlebihan yang merusak pelaksanaan RA; Tujuan pelaksanaan RA;
alam; (3) Tidak boleh menyebabkan Arah kebijakan dan strategi pelaksanaan RA;
sengketa dan konflik pertanahan baru antar Tanah objek RA; Rakyat subyek RA.
sesama penerima manfaat maupun pihak
luar; (4) Tidak boleh menjadikan hak atas Dalam draft Bab V RUU Pertanahan
tanah objek RA sebagai objek komersialisasi tentang Reforma Agraria yang disusun
dengan diperjual-belikannya kepada pihak Dewan Perwakilan Masyarakat (DPR), RA
luar; (5) Tidak boleh ada diskriminasi hak (pembaruan agraria) yang dicantumkan
atas tanah baik berdasarkan suku, agama, nampaknya bukanlah RA sejati (genuine
ras, antar-golongan maupun gender demi agrarian reform atau landreform plus)
keadilan dan kesamaan kesempatan. sebagaimana dipikirkan dan diperjuangkan
oleh kalangan gerakan masyarakat sipil.
Selain hak atas tanah dalam RA, permasalahan Reforma Agraria bukanlah program
pemberian, pengakuan dan perlindungan “berkelanjutan”, tetapi program yang
hak atas tanah untuk perempuan selama mempunyai jangka waktu yang jelas,
ini masih menjadi permasalahan tanpa dilakukan serentak secara nasional dan
penyelesaian. Perlu adanya pengaturan cepat.
dalam Bab IV RUU Pertanahan tentang
Hak Atas Tanah yang mampu mewujudkan Dengan begitu, menurut KPA pada Bab V
kesetaraan gender dalam pemberian, RUU Pertanahan tentang Reforma Agraria
pengakuan dan perlindungan hak atas tanah. eksistensi lembaga pelaksana RA haruslah
RUU Pertanahan tidak boleh memberikan bersifat ad-hoc, untuk memperbaiki
celah diskriminasi antara laki-laki dan ketimpangan struktur agraria secara
perempuan terkait proses pengajuan hingga nasional dan kewilayahan, untuk selanjutnya
pemberian hak atas tanah. penguatan basis produksi dan ekonomi
masyarakat penerima tanah dilakukan
KPA memandang RUU Pertanahan harus sehingga RA tidak sekedar redistribusi
mampu menguatkan Pasal 9 ayat (2) UUPA apalagi sertifikasi, melainkan mendorong
Selain disampaikan kepada unsur perwakilan rakyat di parlemen, naskah ini juga didiskusikan
dan dikonsultasikan dengan kementerian dan lembaga pemerintah yang terkait dengan agraria/per-
tanahan sebagai masukan, juga bersama para pakar atau ahli dari beragam keilmuan yang berasal dari
berbagai Universitas dan lembaga pengkajian terkait agraria dan pertanahan, serta sejumlah komuni-
tas/organisasi gerakan sosial di Indonesia.
Diharapkan dan diupayakan, substansi naskah ini kelak dapat mewarnai isi Undang-Undang
Pertanahan dalam kerangka dan konteks pelaksanaan RA sejati yang menyeluruh di Indonesia.
Jakarta, 2018
Tim Perumus
Sekretariat Nasional
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
Komplek Liga Mas Indah
Jl. Pancoran Indah I, E3/1, Pancoran
Jakarta Selatan, 12760
Telp. (021) 7984540
Fax. (021) 7993834
e-mail: kpa@kpa.or.id
website: www.kpa.or.id
Publikasi ini didanai oleh OXFAM dan didukung oleh Kementerian Sosial RI