Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Makalah Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pembimbing : Alfan Nurngain M.pd
Di susun oleh :
Qori nurjanah
Luluatul musyarofah
Mutaqin al fatah
Ulfi rahmawati
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala kebesaran dan
nikmat hidayah yang telah diberikan-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
pemikiran filsafat Al- Ghazali ini dengan lancar. Penyusunan Makalah ini dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah filsafat pendidikan islam dan sebagai sarana untuk menambah
pengetahuan serta wawasan.
Makalah ini masih memiliki kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon
maaf atas kekurangan tersebut. Juga senantiasa membuka tangan untuk menerima kritik dan
saran yang membangun agar kelak kami bisa berkarya lebih baik lagi. Harapan kami semoga
karya kecil ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
6 Oktober 2019
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia
secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat diambil dari bahasa Yunani
Philosophia yang artinya adalah seseorang “pecinta kebijaksanaan” dan ilmu. Sejarah
mencatat bahwa perkembangan pemikiran dan akal sangatlah cepat, hal ini dapat di lihat
dari banyaknya filosof-filosof yang bermunculan dan mampu memberikan kontribusi
positif lewat karya-karyanya yang mempuni dan banyak dijadikan reference bagi
perkembangan dan kemajuan pemikiran manusia saat ini.
Dalam perkembangannya tidaklah sedikit para filosof terutama filosof muslim yang
menjadi icon perubahan dari jaman ke jamannya, pun demikian dengan al-Ghazali ia
dikenal dengan filosof yang banyak berperan aktif dalam pengembangan warisan
intelektual berupa kekayaan kebudayaan yang tergambar dalam berbagai bidang yang
menjadi titik tolak keberangkatannya dalam menciptakan buah karya-karya beliau yang
luar biasa.
Dewasa ini pemikiran al-Ghazali sedikit banyaknya telah memberikan pengaruh yang
cukup signifikan dalam perkembangan akhlak dikalangan umat muslim, diantaranya
mengenai kajian akhlak yang senantiasa memiliki hubungan dengan kehidupan jiwa
karena ia terlebih dahulu disematkan pada jiwa, hal tersebut menandakan adanya
hubungan akhlak dan kebahagiaan yang merupakan tujuan dari akhlak itu sendiri.
Berkaitan dengan pernyataan di atas, dalam Pandangan al-Ghazali bahwa tujuan
manusia yang benar itu adalah kebahagiaan ukhrawi, kemudian ia menuturkan bagaimana
cara mendapatkan kebahagian tersebut? kebahagiaan ukhrawi hanya bisa dicapai dengan
cara mengendalikan sifat-sifat manusia dalam perbuatan baik.
Oleh karena itu pemahaman tentang riwayat hidup al-Ghazali, al-Ghazali dan
filsafatnya akan di paparkan dalam sebuah kajian khusus tentang al-Ghazali sebagai salah
satu filosof muslim.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Riwayat Hidup/singkat al-Ghazali?
2. Filsafat al-Ghazali dan pengaruh pemikiran-pemikirannya?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan Penulisan makalah ini merupakan jawaban terhadap serangkaian rumusan
masalah di atas yakni :
1. Untuk mengetahui riwayat hidup/ sejarah singkat salah satu filosof muslim
yaitu al-Ghazali
2. Untuk mengetahui filsafat al-Ghazali dan pengaruh pemikirannya.
3. Untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada matakuliah filsafat Islam.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. RIWAYAT HIDUP
Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad al – Ghazali lahir pada
abad ke 5 H tahun 450 M. di Ghazaleh, suatu kota kecil yang terletak didekat Tusdi
Khurazan. Al Ghazali dikalangan umat islam dijuluki sebagai hujjatul islam. Dimasa
mudanya ia belajar di Naisapur, juga di Khurasan, yang pada waktu itu merupakan salah
satu pusat ilmu pengetahuan yang penting didunia islam. Pengaruh pemikiran Al Ghazali
sangat besar terhadap kehidupan muslim di seluruh dunia, khususnya melalui kitabnya
yang terkenal ihya ‘Ulumuddin (menghidupkan ilmu – ilmu agama). Dirinya lebih
terkenal sebagai seorang tasawuf dari pada filsuf. Pendapatnya yang bertolak belakang
dengan para filsuf adalah tentang asal usul alam semesta. Al Ghazali dalam sejarah
filsafat islam dikenal sebagai orang yang pada mulanya syak terhadap segala-galanya.
Perasaan syak ini kelihatannya timbul dalam dirinya dari pelajaran ilmu kalam atau
teologi yang diperolehnya dari al- Juwaini. Sebagaimana diketahui dalam ilmu kalam
terdapat beberapa aliran yang saling bertentangan. Timbullah pertanyaan dalam diri al-
Ghazali, aliran manakah yang betul-betul benar diantara semua aliran itu?1
1
Maftukhin, filsafat islam
5
Karena tidak percaya pada panca indra lagi,ia kemudian meletakkan kepercayaanya pada
akal.tetapi akal juga tidak dapat di percayai sewaktu bermimpi,demikian Al Gazali,orang
melihat hal hal yang kebenaranya di yakininya betul betul tetapi setelah bangun ia sadar
bahwa apa yang ia lihat benar itu sebetulnya tidaklah benar.tidakkah mungkin apa yang
di rasa benar menurut pendapat akal, nanti kalau kesadaran yang lebih dalam timbul akan
tidak benar pula, sebagaimana hanya dengan yang telah bangun dan sadar dari tidurnya.
C. GOLONGAN MANUSIA
Al Ghazali membagi manusia kedalam tiga golongan, yaitu sebagai berikut:
1. Kaum awam, yang cara berfikirnya sederhana sekali.
2. Kaum pilihan(khawas;elect) yang akalnya tajam dan berfikir secara
mendalam.
3. Kaum ahli debat(ahl al-jadl).
Kaum awam dengan daya akalnya yang sederhana sekali tidak dapat menangkap
hakikat hakikat. Mereka mempunyai sifat lekas percaya dan menurut. Golongan ini harus
dihadapi dengan sikap memberi nasehat dan petunjuk(al-mau’izah). Kaum pilihan yang
daya akalnya kuat dan mendalam harus dihadapi dengan sikap menjelaskan hikmah
hikmah, sedangkan kaum ahli debat dengan sikap mematahkan argumen argument(al
mujadalah).
Sebagaimana filosof filosof dan ulama ulama lain,Al Ghazali dalam hal ini
membagi manusia kedalam 2 golongan besar,awam,dan khawas,yang daya tangkapnya
tidak sama.oleh karena itu,apa yang dapat di berikan kepada golongan khawas tidak
selamanya dapat diberikan kepada kaum awam.dan sebaliknya,pengertian kaum awam
dan kaum khawas tetang hal yang sama tidak selamanya sama,tetapi acap kali
berbeda,berbeda menurut daya berfikir masing masing.kaum awam membaca apa yang
tersurat dan kaum khawas membaca apa yang tersirat.
2
Kimiya-yi al-sa’adat adalah sebuah ringkasan berbahasa persia dan ihya’ Ulum al-
Din. Disini, Al Ghazali terlebih dahulu menyatakan bahwa baik kenabian maupun
kewalian berada di antara tingkatan kemuliaan hati manusia. Mereka memiliki tiga
karakteristik sebagai berikut :
1. Apa yang di perlihatkan dalam sebuah mimpi bagi manusia biasa di
tampakkan kepada Nabi dan wali dalam keadaan sadar.
2. Ketika jiwa manusia biasa hanya mempengaruhi badannya sendiri, maka Nabi
dan wali mempengaruhi badan- badan di luar mereka sendiridengan sebuah
2
Maftukhin, filsafat islam
6
cara yang bermanfaat bagi makhluk (yakni mereka dapat melakukan hal-hal
yang ajaib).3
3. Ketika manusia biasa memperoleh ilmu melalui pengajaran, maka Nabi dan
wali memperoleh ilmu tanpa melalui pengajaran, tetapi diperoleh dari
batinnya melalui purifikasi jiwanya. Ilmu yang demikian disebut ilmu ladunni.
Manusia biasa adalah contoh-contoh yang di tentukan bagi semua kualitas ini,
sehingga mereka bisa memahami apakah kenabian adalah mungkin, dan mengikuti Nabi
dan belajar darinya. Al Ghazali menolak kemungkinan bahwa terdapat kualitas-kuaitas
lainnya di antara para Nabi dan para wali yang tidak bisa disamakan dengan kualitas-
kualitas yang di temukan di manusia biasa. Tetapi kualitas – kualitas ini, sekalipun ada,
tidak di kenal dengan definisi. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Tuhan hanya di
kenal dan di akui oleh Tuhan, Nabi, wali oleh wali dan orang – orang yang lebih tinggi
dari wali. Kecuali bagi reservasi karakteristik agnostisme Al Ghazali, dia memandang
kenabian dan kewalian sebagai kapasitas tertinggi hati.4
“barang siapa yang melihat pada detail-detail bentuk(surat) univesum yang luas
dan membaginya kedalam beberapa bagian, niscaya adam juga dapat di bagi
seperti itu. Setiap bagian sama dengan bagian lainya. Dengan demikian universum
di bagi kedalam dua bagian, bagian luar, bagian yang bisa di rasakan, yakni dunia
mulk, dan bagian dalam, bagian yang di pikirkan, yakni dunia malakut. Manusia
juga di bagi kedalam bagian luar (fisik), seperti tulang, daging, darah, dan
berbagai jenis substansi yang bisa dirasakan lainya, dan bagian dalam (batin),
seperti roh, akal, kehendak, daya, dan sebagainya. Dalam pembagian lain,
universum dapat di bagi ke dalam tiga bagian,yaitu: Dunia mulk, bagian luar
untuk indera, dunia malakut, yang merupakan bagian dalam untuk akal, dan dunia
jabarut, sebagai bagian tengah. Dengan demikian, manusia dapat di bagi tiga
bagian , bagian sama dengan dunia mulk adalah bagian yang dapat dirasakan,
sedangkan bagian yang sama dengan dunia malakut adalah roh, akal, kehendak,
dan sebagainya. Dan bagian yang samadengan dunia jabarut adalah persepsi-
persepsi (idrakat) yang ada didalam inderadan daya- daya yang ada di dalam
bagian-bagiannya”5
3
Masataka Takeshita, manusia sempurna,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),h. 216
4
Masataka Takeshita, Manusia sempurna,(Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005)h. 217
5
Masataka Takeshita, Manusia sempurna,(Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005)h.131
7
Dalam madnun al-saghur, sebagaimana yang kita lihat pada bab sebelumnya, al
ghazali menyamakan pengendalian Tuhan atas universum dengan pengendalian manusia
atas tubuhnya. Kemudian, dia mengatakan:
“menjadi jelas bahwa bentuk hati, sebagai pusat kerajaan manusia, laksana
singgasana Tuhan, otak laksana penyangga kakinya (footstool), indera laksana
malaikat yang tunduk kepad tuhan denagan fitrahnya tanpa kemampuan untuk
membantah-Ny, syarat dan anggota badan laksana langit, daya tanagn ibarat tabiat
yang hina yang ada didalam tubuh;kertas,pena,dan tinta ibarat elemen – elemen
yang merupakan acuan reseptif dari penyatuan, penggabungan, dan pemiasahan;
kaca imajinasi laksana lawh mahfudz”.
Al- Ghazali menegaskan bahwa di dalam batin manusia terdapat 4 sifat,yakni sifat
sifat binatang ternak,binatang predator,iblis dan malaikat. Yang pertama adalah sifat
seksualitas,yang kedua adalah sifat marah,yang ketiga dalah sifat bejat,dan yang ke empat
adalah sifat realitas batin manusia,yang oleh Al Ghazali di sebut hati.pada bagian
berikutnya yang berjudul ‘Cara Penampakan Sifat Sifat Kebaikan Dan Keburukan Pada
Manusia’ mereka di sebut lagi sebagai empat jenis karakter manusia.
Seksualitas,marah,dan karakter malaikat malaikat dengan pebagian Plato tentang
jiwa,yakni jiwa seksual,jiwa amarah,dan jiwa rasional,walaupun karakter iblis tidak
memiliki counterpart-nya di dalam pemikiran Plato,tetapi manusia memiliki dua
karakteristik binatang.karenanya,realitas manusia tidak ada di dalamnya .
Al Ghazali menegaskan bahwa manusia di ciptakan dari badan lahir dan makna
batin (ma’ni-yi al-batin).makna batin tersebut diseubt dengan nafs (jiwa),jan (roh),dan dil
(hati)dikatakan bahwa beberapa orang juga menyebutkan dengan realitas manusia
(hakikat-i Adani), ruh (roh), dan beberapa nafs (jiwa). Kita telah melihat dalam Misykat
al – anwar, Al Ghazali menggunakan ruh, nafs, dan ‘aql secara sinonim. Ini secara jelas
dinyatakan dalam ‘Ajai’ib al-Qalb. Disini dida menganalisis term-term nafs,ruh,qalb, dan
‘aql. Masing masing daei mereka mempunyai dua makna. Makna pertama merujuk pada
objek fisik, sedangkan makna kedua merujuk pada makna batin yang halus dari makna
manusia. Pada makna pertama, mereka semua adalah berbeda, tetapi pada makna kedua
8
mereka merujuk pada realitas yang sama. 6Diantara keempat term diatas, dia lebih
memlilih untuk menggunakan term qalb(hati) untuk realitas ini. Sedangkan term ruh ,
nafs,‘aql digunakan dalam filsafat. Berbeda dengan term hati yang termasuk kedalam
terminology khas sufi.
“tidak ada sesuatu pun yang lebih dekat denganmu kecuali dirimu sendiri.
Seseorang yang tak mengenal dirinya kemudian mengaku mengenal dan
mengetahui hal – hal lainya adalah serusak seseorang yang tidak memberi makan
dirinya dan menyatakan bahwa semua sufi di kota itu memakan rotinya, artinya
bahwa hal ini tidak patut dan tidak mungkin”
F. KRITIKAN TERHADAP PARA FILOSOF
Al-Ghazali mempelajari filsafat kelihatannya untuk menyelidiki apa pendapat –
pendapat yang di majukan filosof filosof itulah yang merupakan kebenaran.bagi Al
Gazali,argument-argumen yang mereka majukan tidak kuat.menurut keyakinanya,ada
yang bertetangan dengan ajaran ajaran islam.akhirnya ia mengambil sikap menentang
terhadap filsafat.di waktu inilah ia mengarang bukunya yang bernama Maqasid al-
Falasifah (Kaum Filosof) yang di terjemahkan dalam Bahasa latin tahun 1145 Masehi
oleh Dominicus Gundissalimus di Toledo dengan judul logica et philosophia al ghazeliz
arabis. Dalam buku ini ia menjelaskan pemikirann pemikiran filsafat, terutama Ibn Sina.
Sebagaimana dijelaskan sendiri oleh al Ghazali dala pemdahuluan, buku itu dikarang
untuk kemudian mengkritik dan menghancurkan filsafat. Kritikan itu dating dalam
6
Masataka Takeshita, Manusia sempurna,(Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005)h.132
9
bentuk buku yaitu tahafud al-falasifah(kekacauan pemikiran para filosofi atau the
incoherence of the philosopher). 7
Tasawuflah yang dapat menghilangkan rasa syak yang lama mengganggu dirinya.
Dalam tasawuf, ia memperoleh keyakinan yang dicarinya. Pengetahuan mistik, yaitu
cahaya yang diturunkan Tuhan kedalam dirinya itulah yang membuat al Ghazali
memperoleh keyakinannya kembali. Mengenai cahaya ini, al Ghazali mengatakan:
“ cahaya itu adalah kunci dari kebanyakan pengetahuan. Siapa yang menyangka
bahwa kasyf(pembukaan tabir) bergantung pada argumenn argumen. Hal
semacam itu sebenarnya telah mempersempit rahmat Tuhan yang demikian
luas… Cahaya yang dimaksud adalah cahaya yang disiniarka Tuhan kedalam hati
sanubari seseorang”.
Dengan demikian satu-satunya pegetahuan yang enimbulkan keyakinan akan
kebenarannya bagi al Ghazali adalah pengetahuan yang diperoleh secara langsung dari
Tuhan. Sebagaimana dijelaskan diatas, al Ghazali tidak percaya pada filsafat, bahkan
memandang filosof – filosof sebagai ahl al-bida’, yaitu tersesat dalam beberapa pendapat
mereka. Didalam tahafut al-falasifah, al Ghazali menyalahkan filosof filosof dalam
pendapat pendapat berikut:
1. Tuhan tidak mempunyai sifat.
2. Tuhan mempunyai substansi basit (sederhana;simple) dan tidak mempunyai
mahiah(hakikat,quiddity).
3. Tuhan mengetahui juz’iyat (perincian, particulars).
4. Tuhan tidak dapat diberi sifat al-jins(jenis;genus) dan al-fasl(differentia).
5. Planet-planet adalah binatang yang bergerak dengan kemauan.
6. Jiwa planet planet mengetahui semua juz’iat.
7. Hukum alam tidak dapat berubah.
8. Pembangkitan jasmani tidak ada.
9. Alam ini tidak bermula.
10. Alam ini kekal.
Tiga dari sepuluh pendapat diatas, menurut al Ghazali, membawa pada kekufuran,
yaitu sebagai berikut:
1. Alam kekal dalam arti tidak bermula.
2. Tuhan tidak mengetahui perincian dari segala yang terjadi di alam.
3. Pembangkitan jasmani tidak ada.
Pendapat bahwa alam kekal dalam arti tidak bermula tak dapat diterima dalam
teologi islam. Dalam teologi, Tuhan adalah pencipta. Yang dimaksud pencipta adalah
yang menciptakan sesuatu dari tiada(creation ex nihilo). Kalau alam(dalam arti segala
yang ada selain Tuhan) dikatakan tidak bermula, maka alam bukanlah diciptakan.
Dengan demikian Tuhan bukanlah pencipta. Dalam al Qur’an disebut bahwa tuhan adalah
7
Maftukhin, filsafat islam
10
pencipta segala- galanya. Menurut al Ghazali, tidak ada orang islam yang menganut
faham bahwa alam ini tidak bermula.8
Dalam ketiga hal tersebut diatas, kaum filosof, kata al Ghazali, dengan terang
terangan menentang nass atau teks al – Qur’an. Jawaban dari filosof filosof terhadap
serangan serangan al Ghazali ini diberikan kemudian oleh Ibn Rusyd dalam bukunya
tahafut al-tahafut.
Al ghazali telah menulis buku yang berisi kritik dan penolakan terhadap
pandangan para filsuf. Dan di duga sangat kuat lalu Al Ghazali mencurahkan
perhatiannya pada kelompok ta’limiyyah yang mengatakan: “sesungguhnya akal tidak
bisa dijamin aman dari kesalahan. Maka tidak bisa dibenarkan mengambil hakikat ajaran
agama darinya”. Atas keputusan ini, Al Ghazali berhenti melakukan pengujian terhadap
para filsuf. Dengan demikian, mereka sepakat dalam titik ini. Lalu dari mana mereka
akan mengambil ajaran – ajaran agama dalam kemasan yang meyakinkan? Mereka
mengambilnya dari sang imam yang suci (al-Imam al-Ma’sum), yang memperolehnya
dari Allah melalui perantara Nabi.
Al-Ghazali hadir pada saat dunia islam di liputi silang pendapat dan pertentangan.
Masing – masing kelompok, aliran, dan faksi mengklaim diri sebagai yang benar.
“masing – masing kelompok bamgga dengan anutannya sendiri”. Jika pandangan aliran –
aliran yang ada tidak mungkin semuanya benar karena masing – masing bersebrangan
secara diametral dan juga karna ada sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan,
“umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, yang selamat darinya
adalah satu golongan,” dan jika Al-Ghazali amat bessar perhatiannya terhadap
keselamatan di akhirat, juga sangat hawatir terhadap buruknya akibat dan jeleknya tempat
kembali, maka apa yang ia lakukan?
Perbedaan manusia mengenai agama dan aliran, juga keragaman para imam
mazhab, adalah samudera yang sangat dalam, yang telah menenggelamkan banyak orang
dan hanya sedikit orang yang selamat.
Sejak memasuki usia baligh dalam gejolak muda, saya telah melompat ke
kedalaman samudera ini. Saya berenang sebagai seorang pemberani, bukan sebagai
8
Maftukhin, filsafat islam
11
pengecut; menyelam dan memasuki setiap ruangnya yang diselimuti kegelapan, lalu saya
meneliti berbagai persoalan dan kerumitan serta menggali problem akidah setiap aliran,
dan menyingkap rahasia setiap kelompok dan mazhab. Semuanya dilakukan dalam upaya
membedakan secara gamblang antara yang menyuarakan kebenaran dan kebatilan, antar
penyebar agama yang asli dan yang palsu. Saya menyelami dokrtin kaum Bathniyyah
karena tertarik menyingkat kedalaman aspek batinnya. Saya mendalami doktrin
Zahiriyyah untuk mengukur kemampuan pandangannya yang berdasar aspek lahir. Saya
tidak mengarungi filsafat, kecuali, saya ingin mengetahui hakikat kebenaran filosofisnya.
Saya merambah dunia teologi(kalam) karena ingin tahu puncak kecanggihan logika dan
pola – pola debat yang digunakannya. Saya memasuki dunia tasawuf karena ingin tau
rahasia kesufian. Saya mencermati para ahli ibadah karena ingin melihat apa yang ia
dapat dari ibadah yang mereka lakukan. Saya mengenali orang-orang zindiq dan
9
atheis(mu’aththilah) untuk meneliti lenih jauh tentang sesuatu yang ada dibalik
keyakinan mereka supaya bisa mengetahui faktor dan sebab apa yang menggiring mereka
pada keyakinan dan sikap tersebut.
Rasa haus terhadap pengetahuan tentang hakikat persoalan adalah minat dan
kebiasaan saya sejak muda. Ia merupakan karakter dan fitrah yang dianugerahkan oleh
Allah SWT dalam kepribadaian saya, bukan atas kehendak dan rekayasa saya sendiri,
sehingga saya bisa melepaskan diri dari kungkungan sikap taklid dan mampu
menghancurkan warisan keyakinan lama semenjak masih belia.”
Hal itu berangkat dari kolaborasi sejumlah sebab dan faktor yang saling
menopang. Berbagai sebab dan faktor kadang- kadang ada yang samar dan halus
sehingga tidak bisa terdeteksi oleh para peneliti.
Karena itu ada banyak pendapat sekitar batasan waktu dan penunjukkan sebab –
sebab terjadinya keraguan. Dari sini para peneliti berbeda pendapat dalam penentuan
batasan waktu terjadinya krisis psikologis yang dialami al Ghazali. Kamil ‘iyyadh dan
Jamil Shaliba menetapkan batasan waktu tertentu dalam hal ini. Sementara De Boer
memiliki pendapat berbeda. Zuwemer berpendapat lain, seperti juga McDonald yang
9
Imam al-ghazali,tahafut al-falasifah,(bandung,Penerbit Marja,2012, cet.3) hal. 20
12
memiliki pendapat lain lagi. Semuanya menurut pandangan saya tidak bisa di
pertemukan. Bagi saya, keraguan memainkan dua peranan penting pada diri Al-Ghazali;
1. Peran yang mengandung keraguan tidak tampak dan masih bersifat toleran,
sebagaimana jenis keraguan yang di alami oleh para peneliti.
2. Peran yang mengandung keraguan keras dan intoleran, sebagaimana jenis
keraguan yang di alami oleh para filosof dan pemikir.
Krisis keraguan dahsyat yang di lukiskan sebagai peran ke dua Al-Ghazali tidak
memiliki kepercayaan apapun. Di hadapannya, tidak ada yang valid, baik dalil maupun
yang di tujukan oleh dalil (madlul). Tetapi rahmat Allah segera tercurah kepadanya.
Allah mengaisnya jurang yang dalam ini, meskipun masih melalui beberapa tahap:
Hanya saja, hal itu tidak dibangun diatas sistem dalil dan rangkaian pernyataan.
Teteapi ia terbangun dari cahaya yang dipancarkan Allah SWT kedalam dada. Cahaya
itulah kunci kebanyakan pengetahuan (ma’rifah). Maka siapa saja yang menduga bahwa
kasyf ( ketersingkapan pengetahuan tentang hakikat kebenaran) harus menunggu
serangkaian dalil, maka ia telah mempersempit rahmat Allah SWT yang luas.
Al Ghazai memegang erat akal dengan penuh suka cita dan mencampakkan
perangkat lainnya. Selama akal atau yang disebutnya “kepastian- kepastian rasional” bisa
dipercaya untuk mendatangkan kepercayaan sempurna, ia bisa dijadiakan perantara
menuju al- ‘ilm al – yaqini yang didambakannya. Dengan ini al Ghazali telah keluar dari
keraguan yang berkutat disekitar berbagai standar yang bisa dijadikan timbangan
kebenaran. Saat ini, ia telah meneerima dengan penuh kerelaan “kepastian – kepastian
rasional” sebagai standar. Adapun keraguan terhadapat berbagai aliran, untuk mengetahui
mana yang berjalan di rel kebenaran, ia belum bisa keluar darinya. Ia baru akan
melakukan pengujian detail dan teliti terhadap aliran aliran tersebut dalam terang cahaya
standar ini. Ia menegaskan:
Setelah Allah mengobati saya dari penyakit ini, lalu saya daat membatasi
golongan – golongan pencairi kebenaran menjadi empat kelompok :
13
1. Para teolog(mutakallimun) yaitu, kelompok yang mengaku sebagai rasionalis
(ahl ar-ar’yi wa an- nazhar).
2. Penganut kebatinan (batiniyyah), kelompok yang mengklaim diri sebagai
pemegang pengajaran (ta’lim) dan kelompok yang mengkhususkan diri pada
adopsi ajaran imam yang suci (al – imam al- ma’shum).
3. Kelompok filosof, yaitu kelompok adalah orang orang yang mengklaim diri
sebagai pemilik logika dan penalaran demonstratif.
4. Golongan sufi, yaitu mereka yang mengaku kelompok elit yang
terhormat(khawash al – hadhroh) dan kelompok yang bisa menyaksikan dan
menyingkap kebenaran hakiki (ahl al- musyahadah wa al- mukasyafah10).
Tujuan ilmu kalam seperti dikatakan Al Ghazali adalah menjaga akidah umat
yang tumbuh sebagai muslim dan mengambil akidahnya dari al qur’an dan sunnah dari
berbagai keraguan yang bertebaran di sekitarnya dan dari penyakit yang bisa
menyerangnya. Sementara kehadirannya sebagai akidah Islam untuk orang orang yang
tidak dibesarkan dalam lingkungan islam dan belum beriman terhadapnya, belum
menjadi perhatian dan orieentasi ilmu kalam. Orientasi ilmu kalam telah menunaikan
tugasnya untuk membangun premis premisme yang diambil dari orang orang yang
menyerang dan meragukannya untuk balik menyerang mereka melalui postulat
postulatnya sendiri. Premis premis macam ini rapuh dan lemah. Al Ghazali mngatakan, “
kebanyakan wacana yang dikembangkan oleh para ahli ilmu kalam adalah persoalan
merumuskan berbagai tanggapan atas lawan lawan polemik serta melecehkan mereka
dengan menggnakan postulat postulat mereka sendiri.“ Sedangkan tujuan Al –Ghazali
adalah mengetahui hakikat kebenaran agama yang didukukng oleh akal sehingga pada
tingkat kepastian matematis dalam detail dan kejelasannya. Tentu, kedua tujuan ini
cenderung berbeda. 11
10
Imam al-ghazali,tahafut al-falasifah,(bandung,Penerbit Marja,2012, cet.3) hal. 24
11
Imam al-ghazali,tahafut al-falasifah,(bandung,Penerbit Marja,2012, cet.3) hal. 25
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nama lengkap Al – Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Ahmad Al – Ghazali, bergelar “Hujat Al – Islam”. Lahir pada tahun 450 H atau 1058 M
di Ghazaleh, sebuah kota kecil yang terletak di Thus(wilayah Khurasan, Iran). Ada juga
yang mengatakan pada tahun 1056, 1050,1059 M
Dalam bukunya Tahafut Al Falasifah, Al – Ghazali mengatakan bahwa para filsuf
telah bayak mengungkapkan argumentasi yang bertentangan dengan al quran sehingga
dia menganggap para filsuf telah mengingkari al quran dan ia mengatakan bahwa mereka
adalah orang orang kafir.
Mengenai pandangan yang keliru dari para filsuf, al Ghazali mengungkapkan
pendapatnya sebagaimana ia paparkan dalam bukunya yag berjudul tahafut al
falasifah(membongkar takbir kerancuan para filosof). Karya terbesar dari al ghazali
adalah kitab ihya al ulumuddin.
B. Saran
Makalah yang kami sajikan ini tidaklah terlepas dari kekhilafan dan kekurangan,
Oleh karenanya kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan dari para pakar
dan pembaca sekalian.
Semoga makalah ini memberikan manfaat dalam menopang perkembangan
informasi baik bagi para penyaji khususnya dan umumnya pada semua yang membaca
makalah ini.
15