Anda di halaman 1dari 5

AL GHAZALI

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Makalah Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pembimbing : Alfan
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. RIWAYAT HIDUP
Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad al – Ghazali pada tahun
1059 M. di Ghazaleh, suatu kota kecil yang terletak didekat Tusdi Khurazan. Dimasa
mudanya ia belajar di Naisapur, juga di Khurasan, yang pada waktu itu merupakan salah
satu pusat ilmu pengetahuan yang penting didunia islam. Al Ghazali dalam sejarah filsafat
islam dikenal sebagai orang yang pada mulanya syak terhadap segala-galanya. Perasaan
syak ini kelihatannya timbul dalam dirinya dari pelajaran ilmu kalam atau teologi yang
diperolehnya dari al- Juwaini. Sebagaimana diketahui dalam ilmu kalam terdapat beberapa
aliran yang saling bertentangan. Timbullah pertanyaan dalam diri al-Ghazali, aliran
manakah yang betul-betul benar diantara semua aliran itu?

B. METODE PEMIKIRAN AL GHAZALI


Seperti yang dijelaskan al-Ghazali dalam kitabnya al-Munqiz min al-Dalal
(penyelamat dari kesesatan), ia ingin mencari kebenaran yang sebenarnya, yaitu kebenaran
yang diyakininya betul – betul merupakan kebenaran, seperti kebenaran sepuluh lebih
banyak dari pada tiga. “Sekiranya ada orang yang mengatakan bahwa tiga lebih banyak
daripada sepuluh dengan argumentasi bahwa tongkat dapat dijadikan ular, dan hal itu
memang betul ia laksanakan, saya akan kagum melihat kemampuannya, tetapi
sunggguhpun demikian keyakinan saya bahwa sepuluh lebih banyak dari tidak akan
goyang”. Seperti inilah,menurut al Ghazali, pengetahuan yang sebenarya.
Pada mulanya, pengetahuan seperti itu di jumpai Al Ghazali dalam hal hal yang di
tangkap dengan panca indra,tetapi baginya kemudian ternyata bahwa panca indra juga
berdusta.Contoh:
a. bayangan (rumah) kelihatanya tak bergerak,tetapi akhirnya berpindah
tempat.
b. bintang-bintang di langit kelihatanya kecil tetapi perhitungana
menyatakan bahwa bintang bintang itu lebih besar dari pada bumi.
Karena tidak percaya pada panca indra lagi,ia kemudian meletakkan kepercayaanya pada
akal.tetapi akal juga tidak dapat di percayai sewaktu bermimpi,demikian Al Gazali,orang
melihat hal hal yang kebenaranya di yakininya betul betul tetapi setelah bangun ia sadar
bahwa apa yang ia lihat benar itu sebetulnya tidaklah benar.tidakkah mungkin apa yang di
rasa benar menurut pendapat akal, nanti kalau kesadaran yang lebih dalam timbul akan
tidak benar pula, sebagaimana hanya dengan yang telah bangun dan sadar dari tidurnya.
C. KRITIK TERHADAP PARA FILOSOF
Al-Ghazali mempelajari filsafat klihatannya untuk menyelidiki apa pendapat –
pendapat yang di majukan filosof filosof itulah yang merupakan kebenaran.bagi Al
Gazali,argument-argumen yang mereka majukan tidak kuat.menurut keyakinanya,ada
yang bertetangan dengan ajaran ajaran islam.akhirnya ia mengambil sikap menentang
terhadap filsafat.di waktu inilah ia mengarang bukunya yang bernama Maqasid al-
Falasifah (Kaum Filosof) yang di terjemahkan dalam Bahasa latin tahun 1145 Masehi oleh
Dominicus Gundissalimus di Toledo dengan judul logica et philosophia al ghazeliz arabis.
Dalam buku ini ia menjelaskan pemikirann pemikiran filsafat, terutama Ibn Sina.
Sebagaimana dijelaskan sendiri oleh al Ghazali dala pemdahuluan, buku itu dikarang untuk
kemudian mengkritik dan menghancurkan filsafat. Kritikan itu dating dalam bentuk buku
yaitu tahafud al-falasifah(kekacauan pemikiran para filosofi atau the incoherence of the
philosopher).
Tasawuflah yang dapat menghilangkan rasa syak yang lama mengganggu dirinya.
Dalam tasawuf, ia memperoleh keyakinan yang dicarinya. Pengetahuan mistik, yaitu
cahaya yang diturunkan Tuhan kedalam dirinya itulah yang membuat al Ghazali
memperoleh keyakinannya kembali. Mengenai cahaya ini, al Ghazali mengatakan:
“ cahaya itu adalah kunci dari kebanyakan pengetahuan. Siapa yang menyangka
bahwa kasyf(pembukaan tabir) bergantung pada argumenn argumen. Hal semacam
itu sebenarnya telah mempersempit rahmat Tuhan yang demikian luas… Cahaya
yang dimaksud adalah cahaya yang disiniarka Tuhan kedalam hati sanubari
seseorang”.
Dengan demikian satu-satunya pegetahuan yang enimbulkan keyakinan akan
kebenarannya bagi al Ghazali adalah pengetahuan yang diperoleh secara langsung dari
Tuhan. Sebagaimana dijelaskan diatas, al Ghazali tidak percaya pada filsafat, bahkan
memandang filosof – filosof sebagai ahl al-bida’, yaitu tersesat dalam beberapa pendapat
mereka. Didalam tahafut al-falasifah, al Ghazali menyalahkan filosof filosof dalam
pendapat pendapat berikut:
1. Tuhan tidak mempunyai sifat.
2. Tuhan mempunyai substansi basit (sederhana;simple) dan tidak mempunyai
mahiah(hakikat,quiddity).
3. Tuhan mengetahui juz’iyat (perincian, particulars).
4. Tuhan tidak dapat diberi sifat al-jins(jenis;genus) dan al-fasl(differentia).
5. Planet-planet adalah binatang yang bergerak dengan kemauan.
6. Jiwa planet planet mengetahui semua juz’iat.
7. Hukum alam tidak dapat berubah.
8. Pembangkitan jasmani tidak ada.
9. Alam ini tidak bermula.
10. Alam ini kekal.
Tiga dari sepuluh pendapat diatas, menurut al Ghazali, membawa pada kekufuran,
yaitu sebagai berikut:
1. Alam kekal dalam arti tidak bermula.
2. Tuhan tidak mengetahui perincian dari segala yang terjadi di alam.
3. Pembangkitan jasmani tidak ada.
Pendapat bahwa alam kekal dalam arti tidak bermula tak dapat diterima dalam
teologi islam. Dalam teologi, Tuhan adalah pencipta. Yang dimaksud pencipta adalah yang
menciptakan sesuatu dari tiada(creation ex nihilo). Kalau alam(dalam arti segala yang ada
selain Tuhan) dikatakan tidak bermula, maka alam bukanlah diciptakan. Dengan demikian
Tuhan bukanlah pencipta. Dalam al Qur’an disebut bahwa tuhan adalah pencipta segala-
galanya. Menurut al Ghazali, tidak ada orang islam yang menganut faham bahwa alam ini
tidak bermula.
Dalam ketiga hal tersebut diatas, kaum filosof, kata al Ghazali, dengan terang
terangan menentang nass atau teks al – Qur’an. Jawaban dari filosof filosof terhadap
serangan serangan al Ghazali ini diberikan kemudian oleh Ibn Rusyd dalam bukunya
tahafut al-tahafut.
D. GOLONGAN MANUSIA
Al Ghazali membagi manusia kedalam tiga golongan, yaitu sebagai berikut:
1. Kaum awam, yang cara berfikirnya sederhana sekali.
2. Kaum pilihan(khawas;elect) yang akalnya tajam dan berfikir secara
mendalam.
3. Kaum ahli debat(ahl al-jadl).
Kaum awam dengan daya akalnya yang sederhana sekali tidak dapat menangkap
hakikat hakikat. Mereka mempunyai sifat lekas percaya dan menurut. Golongan ini harus
dihadapi dengan sikap memberi nasehat dan petunjuk(al-mau’izah). Kaum pilihan yang
daya akalnya kuat dan mendalam harus dihadapi dengan sikap menjelaskan hikmah
hikmah, sedangkan kaum ahli denabt dengan sikap mematahkan argumen argument(al
mujadalah).
Sebagaimana filosof filosof dan ulama ulama lain,Al Ghazali dalam hal ini
membagi manusia kedalam 2 golongan besar,awam,dan khawas,yang daya tangkapnya
tidak sama.oleh karena itu,apa yang dapat di berikan kepada golongan khawas tidak
selamanya dapat diberikan kepada kaum awam.dan sebaliknya,pengertian kaum awam dan
kaum khawas tetang hal yang sama tidak selamanya sama,tetapi acap kali berbeda,berbeda
menurut daya berfikir masing masing.kaum awam membaca apa yang tersurat dan kaum
khawas membaca apa yang tersirat .

Anda mungkin juga menyukai