Anda di halaman 1dari 7

Pandangan Al-Ghazali Terhadap Filsafat, Ilmu Pengetahuan,

Manusia, Tuhan, Dan Alam

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Filsafat Islam

Dosen Pengampu: Murni Djamal

Fieza Aqilla

0603521901

PI21B

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN PENDIDIDKAN

UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIA

2022
Kata Pengantar

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan yang maha Esa Allah SWT. Yang
telah memberikat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penugasan paper individual ini dengan baik dan tepat waktu.

Penugasan paper individual ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
filsafat manusia. Hal ini ditujukan agar penulis serta membaca mendapatkan ilmu
yang baru akan pandangan para filsuf terhadap Filsafat, Ilmu Pengetahuan,
Manusia, Tuhan, Dan Alam.

Denga ini, Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati akan menerima segala
bentuk kritikan yang bersifat membangun dan saran-saran yang akan memberikan
manfaat. Terimakasih.

Jakarta, 21 April 2022

Penulis
BAB I

Biografi Alghazali

Pemilik nama lengkan Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali


ath-Thusi asy-Syafi'I atau yang terkenal dengan sebutan Al ghazel. Lahir di Thus
pada 1058 / 450 H. Ia adalah seorang filsuf, teolog, ahli hukum, penganut madzab
syafi’i dan jua merupakan ahli tasawuf.1 Al Ghazali terlahir dari keluarga miskin,
ayahnya hanya seorang pengrajin kain shuf di kota thus. Thus, tempat kelahiran al-
Ghazali adalah kota besar. Kota ini memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan
perencanaan konstruksi yang rapi. Populasinya lebih besar dari dua kota tetangga,
Tabaristan dan Nawqan. Distrik Tus dikelilingi oleh pepohonan yang mekar penuh.
Di sekitar kota adalah daerah pegunungan yang mengandung banyak mineral.2

Setelah mempelajari berbagai ilmu, al-Ghazali mulai mendalami teori sufi.


Karena menurutnya, para sufi tidak berperan mencari kebenaran. Ajarannya tidak
dapat dipahami dengan baik kecuali diikuti dengan pengalaman langsung3.
Perhatian Al-Ghazali pada tasawuf dimulai ketika ia mengalami konflik internal
dalam dirinya, antara menyesuaikan diri dengan keinginan nafsu untuk posisi,
kehormatan mewah dan ketenaran dengan kehidupan "abadi". Di sisi lain, al-
Ghazali merasa bahwa ilmu yang ia perjuangkan sebelumnya tidak membawanya
kepada kebenaran hakiki. Dalam enam bulan, ia mengalamikebingungan. Itu
membuat lidahnya mati rasa sehingga dia tidak bisa mengajar dan tubuhnya lunak
dan lemah.

Adapun beberapa karya-karya Al Ghazali sebagai berikut: 1). Bidayah al-


Hidayah, 2) Minhaj al-‘Abidin, 3) Mizan al-‘Amal, 4) Kimiya as-Sa’adah, 5) Ihya’
‘Ulumiddin, 6) Kitab al-Arba’In dan lain-lain

1
Wahyu Murtiningsih, para filsuf dari plato sampai ibnu bajjah, (Jogjakarta, penerbit Diva Press,
2014), hlm 324-325
2
Smith, Margareth (2000). Pemikiran dan Doktrin Mistis Imam Al-Ghazali (PDF). Jakarta: Riora
Cipta. hlm. 1
3
Achmad Faizur Rosyad, Menapak Jejak al-Ghazali; Tasawuf, Filsafat dan Tradisi (Yogyakarta:
Kutub, 2004), h. 117
BAB II

Filsafat Menurut Al-Ghazali

Dalam bukunya yang berjudul al-Munqidz min al-Dhalal, al-Ghazali


memberikan klasifikasi filosof sekaligus memberikan penilaian (vonis kekafiran)
kepada mereka.4 Pertama, pengikut ateisme (al-Dahriyyun); kelompok ini
merupkan golongan filosof yang mengingkari Tuhan yang mengatur alam ini dan
menentang keberadaan-Nya. Kedua, Pengikut faham naturalisme (al-Thabi’iyyun);
mereka merupakan golongan filosof yang setelah sekian lamameneliti keajaiban
hewan dan tumbuh-tumbuhan (alam atau thabi’ah) dan menyaksikan tanta-tanda
kekuasaan Tuhan. Ketiga, penganut filsafat Ketuhanan (ilahiyyun); mereka adalah
golongan filosof yang percaya kepada Tuhan, mereka para filosof Yunani.

Al Ghazali juga menuliskan pada sebuah bukunya yang berjudul Tahafut


al-Falasifah, ia menulis sebuah opini atau kritikan mengenai pemikiran filsafat
barat. Sebagaimana berikut: Filosof yang berpendapat bahwa alam itu Qadim,
filosof yang menyatakan bahwa Tuhan tidak mungkin mengetahui hal-hal yang
bersifat particular, penolakan filosof terhadap kebangkitan jasmani dan mortalitas
jiwa individu.

BAB III

Ilmu Pengetahuan Menurut Al Ghazali

Ilmu menurut al-Ghazali adalah jalan menuju hakikat. Dengan kata lain agar
seseorang sampai kepada hakikat itu haruslah ia tahu atau berilmu tentang hakikat
itu. Ilmu dalam bahasa Arab, berasal dari kata kerja ‘alima yang bermakna
mengetahui. Jadi ilmu itu adalah masdar atau kata benda abstrak dan kalau
dilanjutkan lagi menjadi ‘alim, yaitu orang yang tahu atau subjek, sedangyang
menjadi objek ilmu disebut ma’lum, atau yang diketahui. Menurut alGhazali, ilmu
adalah mengetahui sesuatu menurut apa adanya, dan ilmu itu adalah sebagian dari
sifat-sifat Allah. Al-Ghazali mengatakan dalam al-Risalah al-Ladunniyah, bahwa

4
https://media.neliti.com/media/publications/61998-ID-none.pdf
ilmu adalah penggambaran jiwa yang berbicara (al-Nafsan Natiqah) dan jiwa yang
tenang menghadapi hakikat berbagai hal.

Al-Ghazali berpendapat bahwa untuk mendapat kebahagiaan hidup di dunia


dan di akhirat, seseorang itu hendaklah mempunyai ilmu dan kemudian wajib untuk
diamalkan dengan baik dan ikhlas. Keutamaan ilmu tersebut sebenarnya adalah
peluang manusia untuk mendapatkan derajat yang lebih baik. Dengannya dapat
menyatukan keberadaan manusia itu sendiri. Itulah kenapa al-Ghazali banyak
menyinggung tentang kemuliaan orang yang menuntut ilmu seperti belajar satu bab
saja dari ilmu Allah itu lebih baik dari pada shalat sunnah 100 rakaat.

BAB IV

Manusia Menurut Al Ghazali

Hakikat manusia menurut al Ghazali adalah jiwa, al-nafs, al-qalb, al-ruh,


dan al-aql merupakan esensi immaterial yang mandiri bersumber dari alam al-amr,
tidak memiliki tempat, memiliki kesanggupan mengenali dan menggerakankan,
memiliki sifat abadi. Esensi tersebut tidak berkaitan secara otomatis dengan raga
karena raga memiliki potensi-potensi dasar yang berlawanan, bahkan berbeda
dengan jiwa. Mediatror antara essensi dengan raga adalah jiwa vegetatif dan jiwa
sensitif yang memiliki hubungan dengan raga. Jiwa sensitif dan jiwa vegetatif dan
raga memiliki fungsi pelengkap bagi jiwa manusia, baik dalam kegiatan mengenali
maupun dalam merealisasikan perbuatan manusia. Jiwa manusia memiliki
kesanggupan menyerap pengetahuan aksiomatis dan berpikir mewujudkan
pengetahuan baru.5

Manusia ideal menurut al-Ghazali adalah manusia yang pada diri pribadinya
terdapat keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari: 1). Al
Hikmat (kebijaksanaan), al-iffat (kesucian), al-syaja’at (keberanian) dan al-adalat
(keadilan). Keutamaan raga terdapat pada kesehatan, kekuatan, keindahana dan
panjang umur. Oleh karena itu, keutamaan-keutamaan tersebut adalah untuk
mencari kebahagian hidup di dunia dan diakhir dengan jalan memiki kompetensi
dan keilmuan keduniawian untuk hidup secara pribadi, keluarga dan masayrakat,

5
Nasution, Muhammad Yasir. 1988. Manusia Menurut Al-Ghazali. Jakarta: Rajawali Press.
serta mengorientasikan seluruh aktivitas kehidupan didunia untuk memperoleh
makrifat kepada Tuhan yakni memperoleh kebahagian hakiki di akhirat degan cara
beribadah dan memperoleh Ridha Allah.

BAB V

Tuhan Dalam Pandangan Al Ghazali

Pandangan Al-Ghazali bermula dari pandangan ekstrimnya bahwa segala


bentuk ibadah (termasuk belajar) harus bertujuan mencari keridhaan Allah, melalui
pendekatan (taqarrub) Anda. Dalam hal belajar dan belajar, AlGhazali mengajarkan
bahwa belajar adalah proses memanusiakan manusia sejak penciptaan hingga akhir
hayatnya melalui berbagai ilmu yang disampaikan dalam bentuk pengajaran yang
progresif, dimana proses pembelajaran menjadi tanggung jawab orang tua dan
masyarakat. menuju akses diri kepada Tuhan untuk menjadi manusia yang
sempurna.

Sumber Pengetahuan tentang Tuhan Al-Ghazali mengatakan bahwa


eksistensi Tuhan adalah sebagai Wajibul Wujud yang tidak membutuhkan sesuatu
apapun, maka ia adalah Zat Tuhan, yaitu Zat ghair mutahajis artinya tidak
memerlukan sesuatupun dalam eksistensi-Nya.6

BAB VI

Alam Dalam Pandangan Al Ghazali

Bagi Al-Ghazali, jika alam itu dikatakan qadim, tidak mungkin bisa
dibayangkan bahwa alam itu diciptakan sang Tuhan. Jadi paham qadim-nya alam
membawa pada simpulan bahwa alam itu terdapat menggunakan sendirinya, nir
diciptakan Tuhan. Dan, ini berarti bertentangan menggunakan ajaran Alquran yg
kentara menyatakan bahwa Tuhanlah yg membangun segenap alam (langit, bumi,
& segala isinya).

Menurut Al Ghazali, Alam tidak seharusnya Kadim. Dengan kata lain,


Tuhan ada ketika alam pada awalnya tidak ada, kemudian Tuhan menciptakan
alam, dan alam ada bersama Tuhan. Di sisi lain, bagi para filosof Islam, pemahaman

6
konsep tuhan menurut al-ghazali: https://jurnal.unismabekasi.ac.id
bahwa alam setidaknya Kadim tidak dipahami oleh mereka karena alam itu ada
dengan sendirinya. Menurut mereka, alam adalah Kadim karena Tuhan
menciptakannya sejak awal / Kadim. Bagi mereka, tidak mungkin Tuhan sendiri
ada tanpa menciptakan alam terlebih dahulu dan kemudian menciptakannya.

BAB VII

Kesimpulan

Sebagai seorang filsuf, teolog, ahli hukum, penganut madzab syafi’i dan
juga merupakan ahli tasawuf. Ia memiliki beberapa pendapat mengenai filsafat,
ilmu pengetahuan, manusia, alam, serta tuhan. Baginya, Hakikat adalah jiwa, al-
nafs, al-qalb, al-ruh, dan al-aql. Al-ghazali berpendapat bahwa, Al-Ghazali
berpendapat bahwa untuk mendapat kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat,
seseorang itu hendaklah mempunyai ilmu dan kemudian wajib untuk diamalkan
dengan baik dan ikhlas.

DAFTAR PUSAKA

Wahyu Murtiningsih, para filsuf dari plato sampai ibnu bajjah, (Jogjakarta,
penerbit Diva Press, 2014),

Smith, Margareth (2000). Pemikiran dan Doktrin Mistis Imam Al-Ghazali (PDF).
Jakarta: Riora Cipta.

Achmad Faizur Rosyad, Menapak Jejak al-Ghazali; Tasawuf, Filsafat dan Tradisi
(Yogyakarta: Kutub, 2004),

https://media.neliti.com/media/publications/61998-ID-none.pdf

Nasution, Muhammad Yasir. 1988. Manusia Menurut Al-Ghazali. Jakarta:


Rajawali Press.

https://jurnal.unismabekasi.ac.id

Anda mungkin juga menyukai