Anda di halaman 1dari 12

Pemikiran

IMAM AL-GHAZALI
Tadris Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
2021
Mata Kuliah Teosofi
Dosen Pengampu

Dr. A. Nurul Kawakip, M.Pd, M.A

Kelompok 01 :

Neni Ratnasari Muhammad Ragil Wahyudi Shinta amalia


( 2 0 0 1 0 8 11 0 0 0 2 ) ( 2 0 0 1 0 8 11 0 0 0 4 ) ( 2 0 0 1 0 8 11 0 0 0 3 )
Biografi Singkat Imam Al-
Gazali
Nama Lengkap : Abu Hamid Muhammad bin Muhammad
ibnu Muhammad at-Thusi al Ghazali
Nama Panggilan : Imam Al-Ghazali
TTL : Thus, 450 H/1058 M
Wafat : Senin,14 Jumadil Akhir 505 H/1111 M
pada usia 55 tahun

Beliau adalah seorang tokoh cendekiawan muslim yang hidup pada zaman keemasan akhir dinasti
Abasyiah. Beliau sejak dari kecil sudah berguru kepada banyak ulama fiqih, tasawwuf, dll. Dan
tatkala umur beliau sudah menginjak dewasa, beliau menjadi ulama yang futuh dengan berbagai
bidang ilmu, terutama bidang tasawwuf.
Guru-guru Imam Al-Ghazali : Ahmad Ibn Muhammad az-Zarkani at-Thusi, Al-Haramain Abu al-
Ma’ali al-Juwaini, & Abu Nashar al-‘Isma’il
Kumpulan kitab karya Imam Al-
Ghazali
1. Kitab tentang Akhlaq dan Tasawuf :(Ihya ‘Ulumuddin) & (Minhajul ‘Abidin)

2. Kitab tentang Fikih : (Al-Basit ) & (Al-Wasit)

3. Kitab tentang Ushul Fikih : (Al-Mankul min Ta'liqat al-Usul) & (Syifa' al-Ghalil fi Bayan asy-

Syabah wal Mukhil wa Masalik at-Ta'lil)

4. Kitab tentang Filsafat : (Maqasid al-Falasifah) & (Tahafut al-Falasifah)

5. Kitab tentang Ilmu Kalam : (Al-Iqtisad fil I'tiqad) & (Faisal at-Tafriqah bainal Islam wa az-

Zandaqah)

6. Kitab tentang Ilmu Al-Qur'an : (Jawahirul Qur'an) & (Yaqut at-Ta'wil fi Tafsirut Tanzil)

Syafril, M. 2017. “Pemikiran Sufistik Mengenal Biografi Intelektual Imam Al-Ghazali”, dalam Jurnal Syahadah Vol. V, No. 2
Pemikiran Imam Al-Ghazali
Menurut Al-Ghazali, para sufilah merupakan pencari kebenaran yang paling hakiki. Lebih jauh lagi,
jalan para sufi adalah paduan ilmu dengan amal, sementara buahnya adalah moralitas. Menurutnya
mempelajari ilmu para sufi lewat karya-karya mereka itu lebih mudah daripada mengamalkannya. Dapat ia
simpulkan bahwa Tasawuf adalah semacam pengalaman maupun penderitaan yang riil.

Jalan (at-Thariq):
Tobat (ilmu, sikap, dan tindakan), Sabar (ketika seseorang memiliki dorongan berbuat baik), Kefakiran
(berusaha untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang diperlukan), Zuhud (seorang calon sufi harus
meninggalkan kesenangan duniawi dan hanya mengharapkan kesenangan ukhrawi), Tawakal (berserah diri
kepada Allah Swt dengan sepenuh hati), Ma’rifat (mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-
peraturan-Nya tentang segala yang ada, ma’rifat inilah yang kemudian menimbulkan mahabbah (mencintai
Tuhan))

Rosia, Rina. 2018. “Pemikiran Tasawuf Imam Al-Ghazali dalam Pendidikan Islam”, dalam Jurnal Inspirasi –
Vol.1, No.3.
Ma’rifa
h
Ma’rifah secara etimologis, adalah pengetahuan tanpa ada keraguan sedikit pun. Dalam
terminologi kaum sufi, ma’rifah disebut pengetahuan yang tidak ada keraguan lagi di dalamnya
ketika pengetahuan itu terkait dengan persoalan Zat Allah swt. dan sifat-sifat-Nya.
Ma’rifah kepada Allah Swt. dengan sendirinya adalah zikir kepada Allah Swt. karena
ma’rifah berarti hadir bersama-Nya dan musyahadah kepada-Nya. Tanda-tanda ma’rifah, pada
mulanya, munculnya kilatan-kilatan kecermelangan cahaya lawa`ih, tawali’, lawami’ dan barq.
Menurut al-Ghazali sarana ma’rifat seorang sufi adalah kalbu, bukannya perasaan dan
bukan pula akal budi. Kalbu menurut al-Ghazali bagaikan cermin. Jelasnya jika cermin kalbu
tidak bening, maka ia tidak dapat memantulkan realitas-realitas ilmu. Menurutnya lagi, yang
membuat cermin kalbu tidak bening adalah hawa nafsu tubuh.
Tujuan-tujuan pengetahuan, menurut al-Ghazali adalah moral yang luhur, cinta pada
Allah, fana di dalam-Nya dan kebahagiaan. Barang siapa mencintai yang selain
Allah, jika bukan karena dinisbatkan kepada Allah, hal itu timbul karena kebodohan-
kebodohan dan kekurangtahuannya terhadap Allah.

Tingkatan Manusia:
1. Kaum Awam, yang cara berfikirnya sederhana sekali. Golongan ini harus dihadapi dengan sikap
memberi nasihat dan petunjuk (almauizah).
2. Kaum Pilihan (khawas) yang akalnya tajam dan berfikir secara mendalam. Golongan ini dapat
dihadapi dengan sikap menjelaskan hikmah-hikmah.
3. Kaum Ahli Debat (ahl al-jadl). Golongan ini dapat dihadapi dengan sikap mematahkan
argumen-argumen (al-mujadalah).
Kebahagiaan:
Menurut al-Ghazali jalan menuju kebahagiaan itu adalah ilmu serta amal. Ia menjelaskan
bahwa seandainya anda memandang ke arah ilmu, anda niscaya melihatnya bagaikan begitu
lezat. Sehingga ilmu itu dipelajari karena kemanfaatannya. Namun, hal ini mustahil tercapai
kecuali dengan ilmu tersebut.
Lanjut al-Ghazali bahwa segala sesuatu memiliki rasa bahagia, nikmat dan kepuasan.
Rasa nikmat akan diperoleh bila ia melakukan semua yang diperintahkan oleh tabiatnya.
Mereka yang telah sampai pada ma’rifah Allah, pun merasa senang dan tak sabar untuk
menyaksikan-Nya, sebab kenikmatan hati adalah ma’rifat, setiap kali ma’rifat bertambah besar,
maka nikmat pun bertambah besar pula.

Zaini, Ahmad. 2016. “Pemikiran Tasawuf Imam Al-Ghazali”, dalam Jurnal Akhlak dan Tasawuf Volume 2 Nomor 1
Pengaruh Tasawuf Imam Al-
Ghazali
Menurut analisis Duncan B. MacDonald seperti dikutip oleh Amin Syukur dan
Masyharuddin bahwa luas dan kuatnya pengaruh tasawuf al-Ghazali di dunia Islam
disebabkan karena beberapa hal.
Pertama Al-Ghazali dapat membawa orang (Islam) kembali dari kegiatan-kegiatan
skolastik mengenai dogma-dogma teologisnya kepada pengkajian, penafsiran dan penghayatan
kalam Allah dan sunah Nabi. Kedua, Dalam nasihat-nasihat dan pengajaran moralnya, ia
memperkenalkan lagi elemen-elemen al-khauf (takut) terutama pada api neraka.
Ketiga, Karena ketakutan dan pengaruhnyalah tasawuf memperoleh kedudukan kuat dan
terhormat serta terjamin dalam Islam. Keempat Al-Ghazali membawa filsafat dan teologi filosofi
yang semula bersifat elitis ke daratan pemikiran orang awam yang pada mulanya hanya bisa
dipahami orang-orang tertentu, mengingat istilah dan bahasa yang dipakai bukan bahasa
awam, sehingga merupakan mesteri bagi mereka.
Internalisasi Tasawuf al-Ghazali dalam Pandemik
Covid-19
Internalisasi adalah penanaman suatu nilai ke dalam jiwa individu sehingga tercermin sikap dan
perilaku dari nilai yang ditanamkan.
Pada ajaran tasawuf dan makrifat Al-Ghazali, terdapat 3 tingkatan manusia:
1. Golongan awam, pertama memandang wabah covid-19 ialah sesuatu yang serius dan tidak boleh
dipermainkan. Golongan awam ini biasanya dikenal dengan fatalistik bertauhid. Kedua, tidak
memperdulikan seganas apapun penyakitnya, mereka akan tetap beraktifitas seperti biasanya.
Dalam istilah al-Ghazali golongan awam ini cenderung lebih tawakkal dan menjaga diri sekaligus
fakir.
2. Golongan Khusus, memikirkan orang lain juga memikirkan dirinya. Dalam masa pandemik ini
dapat digambarkan seperti para influencer dan lain sebagainya yang peduli akan korban covid-19.
Golongan khusus ini terdiri dari mereka yang sadar dengan pengetahuannya bahwa virus ini
sangat bahaya sehingga harus benar-benar berhati-hati, di lain sisi mereka juga sadar mereka
hidup di dalam masyarakat yang di dalamnya ditinggali oleh berbagai macam kalangan.
3. Golongan puncak berisi para donatur yang membantu koran covid-19 dan
petugas medis. Itu semua berlandaskan pada pemahaman mereka akan covid-
19 sebagai sebuah bencana kemanusiaan, dan banyak korban yang
berjatuhan juga banyak perusahaan yang tutup, sehingga banyak
pengangguran yang tidak berpenghasilan, bahkan sebagian ada beberapa
yang kelaparan.
Usaha dan upaya yang dilakukan manusia dalam melawan covid-19 menurut Al-Ghazali merupakan
bentuk aplikasi dari pengetahuan dan keilmuan mereka. Dalam tasawufnya Al-Ghazali menawarkan
bagaimana seharusnya individu bersikap dan bertindak dalam setiap kehidupan, khususnya dalam
problematika besar seperti pandemik covid-19 kini. Seperti taubat, sabar, fakir, zuhud, tawakal,
mahabbah dan rida.

MK Niam, RT Hadi. 2021. “Internalisasi Tasawuf Al-Ghazali pada Masa Pandemi Covid-19”, dalam Jurnal Pemikiran Keislaman – Vol. 32,
No. 1.
THANKS
Semoga dapat bermanfaat untuk kita semua

Anda mungkin juga menyukai