PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan
ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama
atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007.
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan
dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia
ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau
segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan
bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang
mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)
Fototerapi atau terapi cahaya adalah bentuk pengobatan untuk kulit dengan menggunakan
panjang gelombang cahaya buatan dari ultraviolet (cahaya biru), bagian dari spektrum
matahari. Dengan cara ini, cahaya dari panjang gelombang tertentu dapat disampaikan
dengan intensitas yang lebih tinggi.
Terapi sinar (fototerapi) bertujuan untuk mengendalikan kadar bilirubin serum agar tidak
mencapai nilai yang membahayakan sampai terjadi bilirubin ensefalopati maupun kern-
ikterus. Fototerapi bertujuan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air
untuk dikeluarkan melalui empedu atau air seni. Pada saat bilirubin menyerap cahaya,
maka terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi sehingga terjadi konversi ireversibel
menjadi isomer kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma
melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat foto
terapi. Sejumlah kecil bilirubin indirek diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang
dikeluarkan lewat air seni. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya
dan secara langsung bisa dikeluarkan melalui empedu ke dalam usus untuk dibuang
1
bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati, karena hanya produk foto oksidan saja
yang bisa dikeluarkan melalui air seni (suraiyah, 2014).
Fototerapi bekerja memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas tinggi (a bound of
flourescent light bulbs or bulbs in theblue light spcetrum) akan menurunkan bilirubin
dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
bilirubin tak terkonjugasi (Klaus, Fanarof, 1998 dalam Gumilar 2010).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi asfiksia neonatorum?
2. Apakah penyebab asfiksia?
3. Bagaimana tanda gejala asfiksia?
4. Bagaimana mencegah asfiksia?
5. Bagaimanakah penanganan asfiksia neonatorum?
6. Apakah definisi foto terapi pada bayi?
7. Bagaimana dampak foto terapi pada bayi?
8. Hal apa yang harus di perhatikan perawatan foto terapi?
9. Bagaimana durasi foto terapi?
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Asfiksia
3
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
C. Patofisiologi
Penularan TBC Paru terjadi karena kuman mycobacterium tuberculosis. dibatukkan
atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
hidup dalam udara bebas selama kurang lebih 1-2 jam, tergantung pada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Suasana lembab dan gelap kuman dapat
tahan berhari– hari sampai berbulan–bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat
maka ia akan menempel pada jalan nafas atau paru–paru.
D. Tanda Gejala
Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
1. Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
2. Warna kulit kebiruan
3. Kejang
4. Penurunan kesadaran
Apabila bayi bernapas spontan lanjutkan asuhan bayi baru lahir normal apabila bayi tidak
bernafas maka lanjutkan resusitasi
4
sudah mengembang atau belum jika belum mengembang maka periksa posisi sungkup,
posisi bayi dan periksa apakah masih ada lender pada mulut bayi. Jika dada mengembang,
maka lakukan resutitasi kembali sebanyak 20 x selama 20 detik dengan kedalaman 20
cm. Setelah itu menilai pernapasan bayi selama 30 detik. Jika belum bernapas kontan
lanjutkan fentilasi dan jika sudah bernapas lakukan penanganan bayi baru lahir normal
melanjutkan pentilasi kembali sebanyak 20 x selama 30 detik dengan kedalaman 20 cm,
melakukan penilaian kembali selam 30 detik jika sudah bernapas lakukan penanganan
pasca resivitasi bayi baru lahir normal dan jika masih bernapas megap-megap tetap
melanjutkan petilasi selama 20 menit dengan menyiapkan rujukan dan juga masih belum
bernapas hentikan resivitasi.
5
2. Perawatan dengan foto terapi
A. Definisi
Fototerapi merupakan terapi pilihan pertama yang dilakukan terhapa bayi baru lahir
dengan hiperbilirubinemia (Kumar et al, 2010 dalam Shinta, 2015). Fototerapi
merupakan penatalaksanaan hiperbilirubinemia yang bertujuan untuk menurunkan
konsentrasi bilirubin dalam sirkulasi atau mencegah peningkatan kadar bilirubin.
Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar yang dapat dilihat untuk
pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Keefektifan suatu fototerapi
ditentukan oleh intensitas sinar. Adapun faktor yang mempengaruhi intensitas sinar ini
adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar, jarak sinar ke pasien yang disinari, luas
permukaan tubuh yang terpapar dengan sinar serta penggunaan media pemantulan
sinar.
Bayi dengan ikterus perlu diamati apakah fisiologis atau akan berkembang menjadi
ikterus patologis. Anamnesis kehamilan dan kelahiran sangat membantu pengamatan
klinik dan dapat menjadi petunjuk untuk melakukan pemeriksaan yang tepat. Early
feeding yaitu pemberian makanan dini pada bayi dapat mengurangi terjadinya ikterus
fisiologik pada bayi. Sistem fototerapi mampu menghantarkan sinar melalui bolam
lampu fluorcent, lampu quartz, halogen, emisi dioda lampu dan matres optik fiber.
Keberhasilan pelaksanaan fototerapi tergantung dari efektifitas dan minimnya
komplikasi yang terjadi (Stokowski, 2006 dalam Shinta, 2015).
B. Indikasi Fototerapi
Fototerapi direkomendasikan apabila
1. Kadar bilirubin total 5-8 mg/dl pada bayi dengan berat badan <1500 gram.
2. Kadar 8-12 mg/dl pada bayi dengan berat badan 1500-1999 gram.
3. Kadar 11-14mg/dl pada bayi dengan berat badan 2000-2499 gram.
(wong et al., 2009).
C. Dampak fototerapi
Dampak Fototerapi akan meningkat jika kadar bilirubin di kulit makin tinggi.
Fototerapi mengubah bilirubin di kapiler superfisial dan jaringan interstitial dengan
reaksi fotokimia dan fotooksidasi menjadi isomer (isomerisasi struktural dan
6
konfigurasi) secara cepat, yang larut dalam air dan dapat diekskresi melalui hepar tanpa
proses konjugasi sehingga mudah diekskresi dan tidak toksik. Penurunan bilirubin total
paling besar terjadi pada 6 jam pertama. Faktor yang mengurangi efikasi terapi sinar
adalah paparan kulit tidak adekuat, sumber cahaya terlalu jauh dari bayi (radiasi
menurun secara terbalik dengan kuadrat jarak), lamu flouresens yang terlalu panas
menyebabkan perusakan fosfor secara cepat dan emisi spektrum dari lampu yang tidak
tepat. Idealnya, semua ruang perawatan perinatologi memiliki peralatan untuk
melakukan terapi sinar intensif (Giyatmo, 2011).
D. Evektivitas Fototerapi
1. Jenis Cahaya
Cahaya biru (fluoresens biru) dengan spektrum 460-490 nm merupakan cahaya yang
paling efektif dalam fototerapi karena dapat menembus jaringan dan diabsorbsi oleh
bilirubin (bilirubin menyerap lebih kuar pada cahaya biru dengan spektrum 460 nm
ini).
3. Jarak antara bayi dengan sumber cahaya dan luasnya area kulit yang terpajan
Jarak antara bayi dengan sumber cahaya tidak boleh kurang dari 45 cm. Penelitian
terkontrol menyebutkan bahwa semakin luas daerah kulit yang terpajan, semakin
besar reduksi kadar bilirubin total. (Wong et al., 2009). Efektivitas fototerapi
tergantung pada kualitas cahaya yang dipancarkan lampu (panjang gelombang),
7
intensitas cahaya (iridasi), luas permukaan tubuh, ketebalan kulit dan pigmentasi,
lama paparan cahaya, kadar bilirubuin total saat awal fototerapi (Sakundarno,2008).
G. Durasi Fototerapi
Lamanya durasi fototerapi selah satunya ditentukan oleh nilai total serum bilirubin
saat mulai fototerapi dan fototerapi dihentikan jika nilai total serum bilirubin
mencapai nilai kurang dari 12 mg/dl (Moeslihchan et al, 2004 dalam Rahmah et al,
2013).
8
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan,
atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila
penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada
bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala
lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999).
Fototerapi atau terapi cahaya adalah bentuk pengobatan untuk kulit dengan
menggunakan panjang gelombang cahaya buatan dari ultraviolet (cahaya biru), bagian dari
spektrum matahari. Dengan cara ini, cahaya dari panjang gelombang tertentu dapat
disampaikan dengan intensitas yang lebih tinggi.
9
DAFTAR PUSTAKA
Bunyaniah, Dahru. 2013. Pengaruh Fototerapi Terhadap Derajat Ikterik Pada Bayi Baru
Lahir Di RSUD DR. Moewardi Surakarta. Diunduh11 oktober 2015.
Gumilar, Hairul. 2010. Pemberian Fototerapi Dengan Penurunan Kadar Bilirubin Dalam
Darah Pada Bayi BBLR Dengan Hiperbilirubinemia. Diakses11oktober 2015.
Kosim, M,S., Soetandio, Robert. M Sakundaro. 2008. Dampak Lama Fototerapi Terhadap
Penurunan Kadar Bilirubin Total Pada Hiperbilirubinemia Neontal. Diakses 12 oktober
2015.
Rahmah., Yetti, K., Besral. 2013. Pemberian ASI Efektif Mempersingkat Durasi Pemberian
Fototerapi. Diakses 11 oktober 2015.
Shinta P, Tina. 2015. Pengaruh Perubahan Posisi Tidur Pada Bayi Baru Lahir
Hiperbilirubinemia Dengan Total Fototerapi Terhadap Kadar Bilirubin Total. Diakses 12
oktober 2015.
Yuhanidz, H., Saryono., Giyatmo. 2011. Efektivitas Fototerapi 24 Jam Dan 36 Jam
Terhadap Penurunan Bilirubin Indirect Pada Bayi Ikterus Neonatorum.Diakses 10 oktober
2015.
10