Anda di halaman 1dari 44

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wa Rahmatullahii wa Barakatuuh Alhamdulillahirabbil’alamin,


puji dan syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga Laporan kasus
yang berjudul “Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)” ini dapat diselesaikan.

Penulisan dan penyusunan laporan kasus ini bertujuan untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Kabupaten Bekasi.
Selain itu, tujuan lainnya adalah sebagai salah satu sumber pengetahuan bagi
pembaca, terutama pengetahuan mengenai Ilmu Kesehatan Anak, semoga dapat
memberikan manfaat.

Penyelesain laporan kasus ini tidak terlepas dari bantuan para dosen pembimbing,
staf pengajar, serta orang-orang sekitar yang terkait. Oleh karena itu, kami ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Sa’adah, Sp.A selaku dokter pembimbing bagian Kepaniteraan Ilmu


Kesehatan Anak

2. Para perawat dan pegawai di Bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD


Kabupaten Bekasi

3. Teman-teman sejawat dokter muda di RSUD Kabupaten Bekasi


dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus ini, penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi maupun dari bahasa yang disajikan. Untuk itu
penulis mohon maaf atas segala kekhilafan, serta dengan tangan terbuka
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Bekasi, April 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL....................................................................................................1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….3
BAB I LATAR BELAKANG…………………………………………......4
BAB II LAPORAN KASUS…………………………………………….....6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….15
3.1 Definisi……………………………………………………....15
3.2 Klasifikasi………………………………………………...…15
3.3 Epidemiologi………………………………………………...16
3.4 Etiologi …….. ……………………………………………....17
3.5 Manifestasi Klinis…………………………………………...29
3.6 Patofisiologi…………………………………………………30
3.7 Masalah pada BBLR…………… .……………………........32
3.8 Komplikasi…………………………………………………..33
3.9 Pemeriksaan Diagnostik …………………………………....34
3.10 Penatalaksanaan……………………………………….....…35
3.11 Pencegahan………………………………………………….40
3.12 Prognosis…………………………………………………….42
BAB IV KESIMPULAN……………………………………………….......43
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….....45

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


World Healt Organization (WHO) mendefinisikan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) sebagai bayi yang terlahir dengan berat kurang dari 2500 gram. BBLR masih
terus menjadi masalah keshatan masyarakat yang signifikan secara global karena efek
jangka pendek maupun panjangnya terhdap kesehatan. Sebagai besar bayi dengan
BBLR dilahirkan di Negara berkembang termasuk Indonesia, khususnya di daerah
yang populasinya rentan. BBLR bukan hanya peyebab utama kematian prenatal dan
penyebab kesakitan.1
Prevalensi global untuk BBLR adalah 15,5%, yang artinya sekitar 20,6 juta
juta bayi yang lahir setiap tahunnya, dan 96,5% berada di negara berkembang. Insiden
paling tinggi terjadi di Asia Tengah dan Asia Selatan (27,1%) dan paling rendah di
Eropa (6,4%).2
Di Indonesia sendiri presentase BBLR tahun 2013 mencapai 10,2%
(Balitbangkes dan Kemenkes RI, 2013), artinya satu dari sepuluh bayi di Indonesia
dilahirkan dengan BBLR. Jumlah ini masih belum bisa menggambarkakn kejadian
BBLR yang sesungguhnya, meningat angka tersebut didapatkan dari dokumen
/catatan yang dimiliki oleh anggota rumah tangga, seperti buku kesehatan ibu dan
Anak dan Kartu Menuju Sehat. Sedangkan jumlah bayi yang tidak memiliki catatan
berat badan lahir, jauh lebih banyak. Hal ini berarti kemungkinan bayi yang terlahir
dengan BBLR jumlahnya jauh lebih banyak lagi.3
Menurut data Riskesdas tahun 2013, prevalensi bayi dengan BBLR berkurang
dari 11,1% tahun 2010 menjadi 10,2% tahun 2013. Variasi antar provinsi sangat
mencolok dari terendah di Sumatera Utara (7,2%) sampai yang tertinggi di Sulawesi
Tengah (16,9%). 4
Faktor yang mempengaruhi kematian bayi antara lain tingkat pelayanan
antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA-KB serta kondisi
lingkungan dan sosial ekonomi. 5
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa Berat badan lahir rendah sangat
menentukan kesehatan di masa dewasa. Bayi yang dilahirkan dengan Berat badan
kurang dari 2500 gram berkorelasi erat dengan penyakit degeneratif di usia dewasa.
BBLR lebih rentan terhadap kejadian kegemukan dan berisiko menderita NCD (Non
Communicable Diseases) di usia dewasa, oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas
kesehatan seseorang harus dimulai sedini mungkin sejak janin dalam kandungan.
Pemeriksaan rutin saat hamil atau antenatal care salah satu cara mencegah terjadinya
bayi lahir dengan BBLR. Kunjungan antenatal care minimal dilakukan 4 kali selama
kehamilan. Satu kali dalam trimester pertama (sebelum 14 minggu), satu kali dalam
4
trimester kedua (antara minggu 14-28), dan dua kali dalam trimester ketiga (antara
minggu 28-36 dan setelah minggu ke 36), dan pemeriksaan khusus bila terdapat
keluhan-keluhan tertentu. Antenatal care atau pemeriksaan kehamilan adalah salah
satu cara untuk menyiapkan baik fisik maupun mental ibu di dalam masa kehamilan
dan kelahiran serta menemukan kelainan dalam kehamilan dalam waktu dini sehingga
dapat ditangani secepatnya. Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan secara teratur
dapat menurunkan angka kecatatan dan kematian baik ibu maupun janin, juga
memantau berat badan janin.6
Faktor risiko yang mempengaruhi terhadap kejadian BBLR, antara lain adalah
karakteristik sosial demografi ibu (umur kurang dari 20 tahun dan umur lebih dari 34
tahun, ras kulit hitam, status sosial ekonomi yang kurang, status perkawinan yang
tidah sah, tingkat pendidikan yang rendah). Risiko medis ibu sebelum hamil juga
berperan terhadap kejadian BBLR (paritas, berat badan dan tinggi badan, pernah
melahirkan BBLR, jarak kelahiran). Status kesehatan reproduksi ibu berisiko terhadap
BBLR (status gizi ibu, infeksi dan penyakit selama kehamilan, riwayat kehamilan dan
komplikasi kehamilan). Status pelayanan antenatal (frekuensi dan kualitas pelayanan
antenatal, tenaga kesehatan tempat periksa hamil, umur kandungan saat pertama kali
pemeriksaan kehamilan) juga dapat beresiko untuk melahirkan BBLR. 7
Paritas mempunyai risiko sebesar 68,2% untuk melahirkan BBLR. Paritas 0
dan paritas lebih dari 3 mempunyai risiko lebih besar dibanding paritas 1, 2 dan 3
yang melahirkan BBLR hal ini disebabkan karena tidak siapnya fungsi organ dalam
menjaga kehamilan dan menerima keadaan janin. faktor yang mempengaruhi paritas
yang tinggi adalah pendidikan, keadaan ekonomi, dan budaya. Upaya Pencegahan
paritas yang tinggi dapat dilakukan dengan Ber-KB yang bukan hanya bisa dilakukan
oleh wanita tetapi pria juga bisa ber-KB.8
Jarak kehamilan juga memiliki risiko 14,3% melahirkan BBLR yang
memiliki jarak kehamilan ≤ 2 tahun. Sedangkan yang memiliki jarak kehamilan ≥ 2
tahun sebanyak 85,7% melahirkan bayi yang tidak BBLR. Seorang ibu memerlukan
waktu 2 sampai 3 tahun antara kehamilan agar pulih secara fisiologis dan persalinan
sebelumnya dan mempersiapkan diri untuk kehamilan berikutnya.Semakin pendek
jarak antara kehamilan sebelumnya semakin besar risiko melahirkan BBLR, hal
tersebut disebabkan karena seringnya terjadi komplikasi perdarahan waktu hamil,
partus prtmatur dan anemia berat. Upaya pencegahan jarak kehamilan yang singkat
juga bisa dilakukan dengan ber-KB.8

5
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. Ny. Munawaroh
No Rekam Medik : 150855
Tanggal Lahir/Usia : 22 April 2019/ 0 th, 0 bln, 4 hr
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kp. Blokang RT 02/05, Karang Setia, Karang
Bahagia, Bekasi
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 22 April 2019
Tanggal Pemeriksaan : 23 April 2019
Tanggal Keluar RS : 26 April 2019

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Tidak langsung menangis pada saat lahir.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Bayi perempuan lahir SC di ruang bersalin RSUD Kabupaten Bekasi


pada tanggal 22 April 2019. Bayi lahir dengan berat badan 1732 gram dan
panjang badan 40 cm dengan Apgar score 7/8. Keluhan pada saat lahir tidak
langsung menangis dan belum cukup bulan. Bayi di rawat ke bagian perina
( level 1) dengan nafas spontan, tidak tampak retraksi dinding dada, sianosis
(-), ikterik (-), kejang, (-), muntah(-), demam (-). Reflex hisap (+), reflex telan
(+), tonus otot baik, BAB dan BAK (+)
Bayi dilahirkan secara SC dengan indikasi Preklamsi berat, gawat janin
dan riwayat jantung.
c. Riwayat Kehamilan Ibu:

Ibu bayi mengaku ini dalah kehamilan yang ke 4 anak ke 3 dan pernah
abortus 1 x ( G4P2A1). Ibu os biasa ANC di RS Bakti Husada yang diperiksa
oleh dokter.
HPHT di akui oleh ibu os pada tanggal xx-xx-xx. Sebelum melahirkan
os mengalami riwayat Jantung dan hipertensi
Selama hamil ibu bayi sering merasa pusing dan minum obat-
amlodipin.

d. Riwayat Kelahiran :

6
Bayi lahir dari ibu G4P2A1, dengan presentasi kepala, dan ketuban
keruh. dengan indikasi Preklamsi berat, gawat janin dan riwayat jantung .

- Tempat Lahir: RSUD Kabupaten Bekasi


- Penolong Persalinan : Dokter Obgyn
- Usia Gestasi : ±34 minggu
- Cara Persalinan : SC
- Apgar skor : 7/8
- Berat Badan Lahir : 1732 gram
- Panjang Badan Lahir: 40 cm

e. Keadaan Bayi Setelah Lahir


- Langsung Menangis : (-)
- Kebiruan : (-)
- Pucat : (-)
- Riwayat Kuning : (-)
- Riwayat Kejang : (-)

f. Riwayat Imunisasi
- Belum mendapatkan imuniasasi

g. Riwayat Sosial Ekonomi


Pekerjaan ayah: Buruh
Pekerjaan ibu : ibu rumah tangga
Tempat Tinggal:
- Dikawasan yang banyak penduduk
- Suasana nyaman dan tenang..
- Di rumah tempat tinggal, ada orang tua dari ayah bayi.

h. Data Orangtua

Ibu Ayah
Usia 37 39
Pernikahan ke 1 1
Usia saat Menikah 20 21
Pendidikan SMK SMP
Pekerjaan IRT Buruh
Agama Islam Islam
Suku Bangsa Ngawi Bloka
Riwayat Penyakit Jantung Hipertensi
Konsanguinitas Tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Tampak
Kesadaran : Composmentis
Apgar Score : 7/8

7
Balard Score : 25 (berdasarkan usai gestasi: 34)
Score Down :0
SpO2 : 99%
a. Tanda-Tanda Vital
TD : tidak di evaluasi
HR : 146 x/menit
RR : 39 x/menit
Suhu : 36,50C
b. Menilai Pertumbuhan
Berat Badan : 1.732 gram
Tinggi Badan : 40 cm
Lingkar Kepala : 28 cm

c. Penampakan Umum
Aktivitas : membaik
Warna Kullit : kemerahan(-), sianosi (-), ikterik (-) Kremer ?
Cacat Bawaan yang Tampak :-

Status Generalis

a. Kepala
- Normocephal
- Ubun-ubun datar
- Caput sucendaneum (-)
- Cephal hematom (-)
- Rambut hitam
b. Mata
- Sklera ikterik (-)/(-)
- Konjungtiva pucat (-)/(-)
- Mata cekung (-)/(-)
c. Telinga
- Bentuk normal
- Recoil lambat..
d. Hidung
- Bentuk normal
- Septum nasi deviasi (-)
- Napas cuping hidung (-)
e. Mulut
- Mukosa Bibir : lembab (+), pucat (-), sianosis (-)

f. Leher
- Rooting reflex (+)
- Pembesaran KGB(-)
- Leher pendek(+)
g. Thoraks
- Pulmonal:
 Inspeksi : dinding dada simetris, retraksi dinding dada
supracalvicula (-), subcostal (-), inercostal (-)

8
 Palpasi : fremitus taktil simetris kanan-kiri, krepitasi(-)
 Perkusi : sonor kedua lapang paru
 Auskultasi: Vesikuler (+)/(+), Rh (-)/(-), Wh (-)/(-)
- Cor:
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba di sela iga ke V pada
linea midclaviculae sinistra
 Perkus : batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi: BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
h. Abdomen
 Inspeksi : simetris, distensi (-), organomegali (-), kelainan
kogenital (-)
 Auskultasi: BU (+)
 Palpasi : supel, turgor elastis, pembesaran limpa (-),
pembesaran hepar (-), nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani di seluruh kwadran abdomen
i. Umbilicus:
Tampak basah, warna kuning kehijauan (+), edema (-), kemerahan pada
pangkal umbilicus (-).
j. Genitalia
Klitoris menojnol, labia minora membesar..
k. Anus dan rectum
Anus (+), meconium (+) 24 jam pertama
l. Ekstremitas
- Akral hangat
- Edema (-)/(-)/(-)/(-)
m. Tulang Belakang
Deformitas (-), spina bifida (-), scoliosis (-)
n. Tanda-Tanda Fraktur: tidak ada
o. Tanda Kelainan Bawaan : tidak ada

9
10
11
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil satuan Nilai normal


HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemogloin 17.8 g/dL 15.0-24.6
Hematocrit 51 % 50.0-82.0
Eritrosit 4.65 10^6 µL 4.00-6.80
Tromosit 266 10^3µL 150-450
Leukosit 9.3 10^3µL 5.00-21.00
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 54 mg/dL 30-60
Stik
Bilirubin Total 10.1 mg/dL <12.7
Biliruin Direk 0.4 Mg/dL 0-0.52
Biliruin Indirek 9.7 Mg/dL <11.6

V. RESUME

Bayi perempuan lahir SC di RSUD Kabupaten Bekasi dengan berat badan


1732 gram dan panjang badan 40 cm dengan Apgar score 7/8. Keluhan pada saat
lahir tidak langsung menangis dan belum cukup bulan. Bayi nafas spontan, tidak
tampak retraksi dinding dada, sianosis tidak ada, ikterik tidak ada, reflex hisap ,
reflex telan ada, tonus otot baik, BAB dan BAK positif..
Keadaan umum tampak sakit seang, esadaran composmentisenyut nadi 146
x/menit, pernafasan: 39 x/menit, Suhu 36,50C. Paa pemeriksaan laboratorium
tidak ditemukan kelainan.

VI. DIAGNOSIS KERJA

NKB,SMK , SC

VII. DIAGNOSIS BANDING


- BBLSR
- BBLASR
VIII. PENATALAKSANAAN

Dextrose 10% 7cc/ jam


N5 7 cc/jam
Ranitidin 1,7 2x iv
Apialys 0,3 cc 1x po
Sangabion 0,3 cc 1x po

FOLLOW UP

12
23 APRIL 2019
S : usia 1 hari rawat hari ke 2. gerak aktif, tangis (+), akral hangat, napas spontan, sesak(-),
retraksi (-), sianosi (-), refleks hisap (+), refleks menelan (+, muntah (-), Meko,miksi(+)
Kulit ekstremitas terkelupas

O: ku: sedang, kesadaran CM, rawat IW (+)


HR: 145x/m S: 36,7◦C RR: 45X/M
A: NKB, SMK, SC

P: Ranitidin 1,7 2x iv
Apialys 0,3 cc 1x po
Sangabion 0,3 cc 1x po

24 APRIL 2019

S : Usia 2 hari perawatan hari ke 3. gerak aktif, tangis (+), akral hangat, napas spontan,
CRT< 2 detik, sesak(-), retraksi (-), sianosi (-), refleks hisap (+), refleks menelan (+, muntah
(+). Terpasang OGT dialirkan, sebelumnya sempat muntah cokelat

O: ku: sedang, kesadaran CM, rawat IW (+), terpasang ogt, terpasang infus IVFD dextrose
10% 7cc/jam. Kebutuhan cairan: 100 cc/kgbb/hari

HR: 140x/m S: 36,7◦C RR: 45X/M

A: NKB, SMK, SC

P: Ranitidin 1,7 2x iv
Apialys 0,3 cc 1x po
Sangabion 0,3 cc 1x po

25 APRIL 2019
S : usia 3 hari rawat hari ke 4. gerak aktif, tangis (+), akral hangat, napas spontan, sesak(-),
retraksi (-), sianosi (-), refleks hisap (+), refleks menelan (+, muntah (-),
Meko,miksi(+).Terpasang OGT dialirkan, sebelumnya sempat muntah cokelat. Terpasang
OGT dialirkan, sebelumnya sempat muntah cokelat.

O: ku: sedang, kesadaran CM, rawat IW (+), dextraose 10% ganti N5 7 CC/Jam

HR: 141x/m S: 36,5◦C RR: 42X/M


A: NKB, SMK, SC

P: Ranitidin 1,7 2x iv
Apialys 0,3 cc 1x po
Sangabion 0,3 cc 1x po

IX. PROGNOSIS

13
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam: Dubia ad bonam

14
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Bayi Berat Lahir Rendah ( BBLR )


3.1.1 Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
World Health Organization (WHO) mendefinisikan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) sebagai bayi yang terlahir dengan berat kurang dari 2500 gram.
BBLR masih terus menjadi masalah keshatan masyarakat yang signifikan secara
global karena efek jangka pendek maupun panjangnya terhdap kesehatan.1
Bayi berat lahir rendah (BBLR) didefinisikan sebagai bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram, merupakan komponen terbanyak dari angka kematian
neonatal dan bayi. Walaupun BBLR hanya merupakan 6% sampai 7% dari seluruh
kelahiran, namun menyumbang lebih dari 70% kematian neonatal. Pertmbuhan janin
terhambat (PJT) merupakan penyebab utamaa BBLR di Negara berkembang,
sementara di Negara maju dikarenakan prematuritas.9
Berdasarkan Ikatan Dokter Indonesia BBLR yaitu bayi berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa maemandang masa gestasi dengan catatan berat lahir adalah berat
bayi yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir. 10 BBLR meruapakan bayi yang
berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram dengan batas maksimal 2499 gram.11

3.2 Klasifikasi

Pada kongres European Perinatal Medicine II di London (1970) dibuat


keseragaman defenisi bayi menurut usia kehamilan, yaitu sebagai berikut:
a. Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu
(259 hari).
b. Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu sampai 42
minggu (259-293 hari).
c. Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih
(294 hari atau lebih).

Klasifikasi bayi berat lahir:12


1. bayi berat lahir rendah (BBLR), dengan berat badan 1500 – 2500 gram.
2. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), dengan berat badan bayi kurang dari
1500 gram.
3. Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER) dengan berat bayi kurang dari 1000
gram.

Penggolongan bayi berat lahir rendah terdiri dari :


1. Prematuritas Murni
a. Bayi lahir dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu serta berat badan bayi
sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk
masa kehamilan ( NKB - SMK ).
b. Faktor yang menyebabkan terjadinya prematuritas murni yaitu faktor ibu dan
faktor janin. Faktor ibu terdiri atas penyakit, usia, dan keadaan sosial-ekonomi.
Serta faktor janin meliputi hidramnion dan kehamilan ganda akan
mengakibatkan bayi berat lahir rendah (BBLR ).

15
c. Karakteristik klinis meliputi berat badan bayi < 2500 gram, panjang badan < 45
cm, lingkaran dada < 30 cm, lingkaran kepala < 33 cm, masa gestasi < 37
minggu, kepala bayi lebih besar dari badan bayi, kulit bayi terlihat tipis,
mengkilat, licin, serta transparan, lanugo banyak, kulit di subkutan terlihat
kurang lemak, osifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun serta sutura lebar,
genitalia imatur, desensus testikulorum belum sempurna serta labia minora
belum tertutup oleh labia mayora, pembuluh darah di kulit serta peristaltis usus
tampak kelihatan, rambut tampak tipis, halus, dan teranyam. Elastisitas daun
telinga masih kurang, bayi lebih banyak tertidur daripada bangun, suara tangisan
terdengar lemah, pernafasan belum teratur dan terdapat serangan apnu.
Frekuensi pernafasan berbeda-beda pada awal hari pertama. Jika frekuensi
pernafasan meningkat atau selalu di atas 60/menit, kemungkinan terjadi
penyakit membran hialin (sindrom gangguan pernafasan idiopatik). Otot bayi
hipotonik, sehingga menyebabkan kedua tungkai dalam posisi abduksi, sendi
lutut dan sendi kaki dalam fleksi serta posisi kepala menghadap ke satu jurusan.
Tonic neck reclex lemah, reflex Moro positif, refleks mengisap, menelan, dan
batuk belum sempurna. Ketika bayi dalam keadaan lapar akan menangis,
gelisah, dan aktivitas fisik bayi bertambah. Apabila dalam kurun waktu 3 hari
tidak menunjukkan tanda bayi lapar, kemungkinan bayi menderita infeksi atau
perdarahan intrakranial. Umumnya pada anggota gerak bayi muncul edema
dalam rentang waktu setelah 24 - 48 jam serta di kulit bayi tampak adanya
pitting edema. Edema ini dapat berubah sesuai dengan perubahan posisi serta
dipengaruhi oleh hubungan dengan perdarahan antepartum, diabetes mellitus,
dan toksemia gravidarum.
d. Penyakit yang muncul pada bayi premature yaitu sindrom gangguan pernafasan
idiopatik, pneumonia aspirasi, perdarahan intraventrikular, fibroplasia
retrolental, dan hyperbilirubinemia.11
2. Bayi Small for Gestational Age ( SGA )
Berat bayi lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA terbagi menjadi 3 jenis
yaitu :
a. Simetris ( intrauterus for gestational age )
Terjadi karena gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka waktu
yang lama.
b. Asimetris ( intrauterus growth retardation )
Terjadi akibat defisit nutrisi pada fase akhir kehamilan.
c. Dismaturitas
Kondisi dimana bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk
masa gestasi dan bayi tersebut akan mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri
serta merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan.13

3.3 Epidemiologi
Angka kematian bayi di Indonesia dari Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran. Sebagian besar
bayi baru lahir, terutama bayi yang kecil (bayi yang berat lahir < 2.500 gr atau usia
gestasi < 37 minggu) mengalami ikterus pada minggu awal kehidupannya.14 Angka
kematian bayi di Indonesia dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Kematian neonatus terbanyak di
Indonesia disebabkan oleh asfiksia (37%), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan
prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), ikterus neonatorum (6%),

16
postmatur (3%), dan kelainan kongenital (1%) per 1.000 kelahiran hidup (Ratuain,
Wahyuningsih, & Purmaningrum, 2015). Keberhasilan upaya kesehatan bayi baru
lahir 0-28 hari (neonatal) dapat dilihat dari penurunan Angka kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Bayi (AKB). Penurunan AKB berdampak langsung pada
meningkatnya usia harapan hidup dalam menimbang keberhasilan pembangunan
kesehatan.15
Prevalensi bayi BBLR dapat diperkirakan 15% dari kelahiran di dunia dengan
batasan 3,30%–3,80%. Mayoritas bayi BBLR terjadi di negara berkembang dengan
keterbatasan sosial ekonomi (Tazkiah, Wahyuni, & Martini, 2013). Negara
berkembang lebih banyak mengalami BBLR dengan angka kejadian 16%.16

3.4 Etiologi dan Penyebab BBLR


1. Faktor Ibu (maternal)
a. Usia Ibu
Umur ibu terlalu muda (< 20 tahun) ataupun terlalu tua (> 35 tahun)
merupakan salah satu faktor risiko penyebab BBLR. Penyulit pada kehamilan
remaja (< 20 tahun) lebih tinggi dibandingkan kurung waktu reproduksi sehat
(usia 20-30 tahun) keadaan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi
untuk hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan
pertumbuhan janin. Keadaan tersebut akan lebih menyulitkan bila ditambah
dengan tekanan (stres) psikologik, sosial ekonomi, sehingga memudahkan
terjadinya keguguran, BBLR, mudah terjadi infeksi, anemia kehamilan,
keracunan kehamilan (gestosis) dan kematian ibu yang tinggi. gangguan
persalinan, pre eklampsia dan perdarahan antepartum. Ibu hamil > 35 tahun
terjadi penurunan fungsi organ melalui proses penuaan dan jalan lahir juga
tambah kaku sehingga terjadi persalinan macet dan pendarahan, selain itu dapat
melahirkan bayi belum cukup bulan.

b. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mendasari pengambilan
keputusan. Pendidikan menentukan kemampuan menerima dan mengembangkan
pengetahuan dan teknologi. Semakin tinggi pendidikan ibu akan semakin mampu
mengambil keputusan bahwa pelayanan kesehatan selama hamil dapat mencegah
gangguan sedini mungkin bagi ibu dan janinnya, Tinggi rendahnya taraf
pendidikan seseorang akan mendukung dan memberi peluang terhadap daya serap
ilmu pengetahuan dan keinginan serta kemauan untuk mengetahui setiap hal yang
berkaitan dengan kehamilan. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, semakin
baik kemampuan berpikir dan penerimaan informasi tentang pentingnya
perawatan ANC sedini mungkin, sehingga kebutuhan janin terpenuhi
sebagaimana yang diharapkan. Pendidikan juga sangat erat kaitannya dengan
tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan kehamilan dan gizi selama. Ibu yang
buta huruf atau berpendidikan rendah memiliki insidens BBLR lebih tinggi
dibandingkan ibu yang berpendidikan lebih tinggi. Ibu yang berpendidikan
rendah mempunyai informasi kurang tentang perawatan prenatal (perawatan
selama kehamilan), nutrisi selama kehamilan, diet penting, dampak perilaku ibu
terhadap janin.

c. Stres Psikologis
Stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi,
proses berpikir dan kondisi diri seseorang. Stres psikologis pada ibu hamil

17
cenderung mengarah pada depresi atau kecemasan. Gejala depresi dapat terjadi
tumpang tindih dengan gejala kecemasan. Gangguan kecemasan lebih didominasi
keluhan perasaan ketakutan dan kekhawatiran, sedangkan depresi didominasi
perasaan kemurungan dan kesedihan.
Gangguan psikologis selama kehamilan dapat meningkatkan produksi
hormon adrenalin. Hormon ini masuk ke peredaran darah akan mempengaruhi
jantung (berdebar-debar), meningkatkan tekanan darah, asam lambung dan
menurunkan sistem immunitas tubuh sehingga ibu mudah sakit. Selain itu,
gangguan psikologis selama kehamilan berhubungan dengan terjadinya
peningkatan indeks resistensi arteri uterina. Hal ini disebabkan karena terjadi
peningkatan konsentrasi noradrenalin dalam plasma, sehingga aliran darah ke
uterus menurun dan uterus sangat sensitif terhadap noradrenalin sehingga
menimbulkan efek vasokonstriksi. Mekanisme inilah yang mengakibatkan
terhambatnya proses pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin sehingga
terjadi BBLR. Gangguan psikologis ibu hamil dapat terjadi pada periode tertentu
masa kehamilan dan berpengaruh besar terutama pada janin jika terjadi pada
trimester I dan III. Hal ini disebabkan karena pada periode ini janin tumbuh dan
berkembang sangat pesat. Namun, jika terdapat gangguan psikologis
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan janin. Selain
mekanisme tersebut pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan
sangat tergantung pada kondisi kesehatan ibu. Kehamilan dengan kondisi stres,
cemas dan dengan depressive symptoms dapat memicu meningkatnya sekresi
hormon kortikotropin (CRH) yang diketahui berinteraksi dengan hormon sitoksin
dan progstaglandin. Hormon ini dapat memediasi kontraksi uterus, sehingga
terjadi kelahiran .

d. Status Sosial Ekonomi


Status sosial ekonomi adalah konsep multidimensial yang terkait dengan
status pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan, kemiskinan dan kekayaan.
Status sosial ekonomi secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya BBLR.
Keterbatasan status sosial ekonomi akan mengakibatkan terjadinya keterbatasan
dalam mendapatkan asupan makanan yang bergizi dan pelayanan antenatal yang
adekuat. Umumnya ibu-ibu dengan sosial ekonomi rendah akan mempunyai
intake makanan yang lebih rendah baik secara kualitas maupun secara kuantitas,
yang berakibat terhadap rendahnya status gizi ibu hamil tersebut. Keadaan status
gizi ibu yang buruk berisiko melahirkan bayi dengan BBLR dibanding dengan
bayi yang dilahirkan ibu dengan status gizi baik. Faktor pendapatan berperan
dalam meningkatkan risiko kejadian BBLR. Beberapa alasan diantaranya
kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan kalori dan ibu-ibu yang miskin
sebelumnya juga kurang gizi.

e. Status Gizi
Status gizi ibu pada kehamilan berpengaruh pada status gizi janin. Asupan
makanan ibu dapat masuk ke janin melalui tali pusat yang terhubung kepada
tubuh ibu. Kondisi terpenuhinya kebutuhan zat gizi janin terkait dengan perhatian
asupan gizi dari makanan yang adekuat agar tumbuh kembang janin berlangsung
optimal. Ibu hamil yang memiliki status gizi normal, cenderung akan memiliki
bayi baru lahir dengan berat badan normal. Hal ini dimungkinkan karena volume
darah normal, sehingga ukuran plasentanya juga normal dan aliran makanan dari
ibu kepada janin melalui plasenta bisa berjalan dengan baik sehingga kebutuhan

18
nutrisi janin terpenuhi. Status gizi buruk sebelum dan selama kehamilan akan
menyebabkan bayi berat lahir rendah (BBLR), terhambatnya perkembangan otak
janin, anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir terinfeksi, dan
abortus.Malnutrisi saat kehamilan dapat mengakibatkan volume darah menjadi
berkurang sehingga mengurangi aliran darah ke plasenta yang berdampak pada
ukuran plasenta tidak optimal dan transfer nutrient melalui plasenta berkurang
sehingga pertumbuhan janin terhambat atau terganggu
(IUGR).
Beberapa cara yang digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil
antara lain memantau pertambahan berat badan selama hamil, dan mengukur
lingkar Lengan Atas (LILA), Pertambahan berat badan bertujuan untuk memantau
pertumbuhan janin. Pengukuran LILA dimaksudkan untuk mengetahui apakah
seseorang menderita Kurang Energi Kronis (KEK).
1. Lingkar Lengan Atas (LILA)
LILA digunakan untuk mengetahui apakah seseorang menderita
Kurang Energi Kronis (KEK). Ibu hamil yang menderita KEK dapat
mengakibatkan ukuran plasenta menjadi lebih kecil sehingga transfer oksigen
dan nutrient ke janin berkurang. Di Indonesia batas ambang LILA dengan
resiko KEK adalah 23,5 cm. Ibu hamil dengan resiko KEK diperkirakan akan
melahirkan bayi BBLR degan risiko kematian, gizi kurang, gangguan
pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak.
2. Pertambahan Berat Badan Ibu Selama Hamil
Pertumbuhan janin dipengaruhi oleh berat ibu sebelum hamil dan
pertambahan berat ibu selama hamil. Kenaikan berat badan saat hamil
disebabkan oleh produk konsepsi janin, palsenta, air ketuban dan faktor ibu
seperti rahim, payudara, peningkatan volume darah peningkatan simpanan
lemak dan retensi air. Kekurangan zat gizi dini dapat dapat mengakibtakan
rendahnya ekspansi volume darah dan perkembangan jaringan ibu untuk
mendukung janin.
Pertambahan BB yang dianjurkan selama kehamilan berdasarkan IMT
sebelum hamil dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Pertambahan Berat Badan Selama Kehamilan


Berdasarkan IMT Sebelum Hamil.
IMT sebelum hamil Pertambahan Pertambahan BB TM
(kg/m2) BB (kg) 1 dan 2 (rata-rata
kg/minggu)
Kurus (< 18.5 kg/m2) 12.5-18 0.51 (0.44-0.58)
Normal (18.5-24.9 kg/m2) 11.5-16 0.42 (0.35-0.50)
Gemuk (25.0-29.9 kg/m2) 7-11.5 0.28 (0.23-0.33)
Obesitas (>30.0 kg/m2) 5-9 0.22 (0.17-0.27)

Pertambahan berat badan TM 1 di asumsikan sebesar 0.5-2 kg. IMT


sebelum hamil dihitung dari BB awal ibu sebelum hamil dibagi tinggi badan
ibu kuadrat (dalam meter). Semakin tinggi berat badan ibu, maka semakin
tinggi nilai IMT-nya.

19
Berikut rumus IMT:
Berat Badan (kg)
IMT =
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

f. Paritas
Paritas adalah jumlah kelahiran bayi dengan umur kehamilan 22 minggu
atau lebih (bayi tunggal atau kembar dianggap telah mampu bertahan hidup diluar
kandungan) yang pernah dialami ibu, dengan kata lain paritas adalah banyaknya
bayi yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik dalam keadaan hidup atau lahir
mati.
1. Nullipara, golongan ibu dengan paritas 0 (wanita yang belum pernah
melahirkan bayi).
2. Primipara, golongan ibu dengan paritas 1 (ibu yang telah pernah melahirkan
bayi sebanyak 1 kali).
3. Multipara, golongan ibu dengan paritas 2-5 (ibu yang telah pernah melahirkan
bayi sebanyak 2 hingga 5 kali).
4. Grande multipara, golongan ibu dengan paritas > 5 (ibu yang telah pernah
melahirkan bayi sebanyak lebih dari 5 kali).
Paritas yang tinggi memberikan gambaran tingkat kehamilan yang banyak
yang dapat menyebabkan risiko kehamilan, dan kelahiran prematur, semakin
banyak jumlah kelahiran yang dialami oleh ibu semakin tinggi risiko untuk
mengalami komplikasi, hal ini dapat diterangkan bahwa setiap kehamilan yang
disusul dengan persalinan akan menyebabkan kelainan uterus dalam hal ini
kehamilan yang berulang-ulang menyebabkan sirkulasi nutrisi kejanin.
Seorang wanita yang telah mengalami kehamilan sebanyak 4 kali atau
lebih, lebih mungkin mengalami kontraksi yang lemah pada saat persalinan
(karena otot rahimnya lemah), pendarahan setelah persalinan, persalinan yang
cepat, yang biasa menyebabkan meningkatnya risiko pendarahan vagina yang
berat, plasenta previa (plasenta letak rendah).
Pada ibu dengan paritas > 3 kali, risiko anak untuk mengalami persalinan
prematur lebih tinggi, hal ini disebabkan karena kehamilan yang berulang (paritas
tinggi) akan membuat uterus menjadi renggang, sehingga dapat menyebabkan
kelainan letak janin dan plasenta yang akhirnya akan berpengaruh buruk pada
proses persalinan serta kemampuan untuk mengejan pada saat melahirkan sudah
mulai berkurang sejalan dengan usia ibu itu sendiri. Ibu dengan paritas 1 berisiko
untuk melahikan BBLR karena fungsi organ reproduksi belum siap dalam
menjaga dan menerima kehamilan.
g. Jarak Kehamilan
jarak kehamilan adalah jarak antara kehamilan terakhir dengan kehamilan
sebelumnya. Seorang ibu hendaknya memperhatikan jarak kehamilanya. Jarak
antar kelahiran yang lebih panjang bukan hanya menguntungkan bagi anak, tetapi
juga aka meningkatkan status kesehatan ibu. Jarak kehamilan yang seharusnya
adalah diatas 2 tahun. Hal ini disebabkan karena kondisi yang belum pulih,
mengakibatkan terjadinya penyulit dalam kehamilan seperti anemia, menghambat
proses persalinan, waktu ibu untuk menyusui dan merawat bayi kurang.
Interval kehamilan < 2 tahun dimana ibu biasanya masih menyusui
sehingga ibu terlalu lelah, merawat anak-anak yang masih membutuhkan
perhatian penuh dari ibunya sehingga ibu kurang memperhatikan kehamilanya
dan juga ibu menjadi rentang terhadap penyakit karena masukan nutrisi pada ibu

20
harus dibagi yaitu untuk menyusui, dan untuk kehamilan ibu sendiri. Interval
antar kehamilan yang pendek (< 18 tahun) dapat menyebabkan simpanan zat gizi
ibu tidak memadai yang menyebabkan pertumbuhan janin terhambat/Intra
Uterine Growth Retradation (IUGR). Di perkirakan IUGR menjadi penyebab
utama BBLR terutama pada negara berkembang. Pentingnya pemeriksaan obstetri
bagi semua ibu hamil adalah untuk mengetahui bagaimana risiko kehamilan saat
ini berdasarkan data riwayat kehamilan sebelumnya. Interval antar kehamilan
dapat menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi secara bermakna untuk
mencegah kelahiran prematur, SGA/IUGR.

h. Asupan Gizi
Makanan dan gizi seimbang merupakan makanan yang cukup mengandung
karbohidrat dan lemak sebagai sumber zat tenaga, protein, sebagai sumber zat
pembangun, serta vitamin dan mineral sebagai zat pengatur. Kebutuhan nutrisi
akan meningkat selama ibu hamil, calon ibu memerlukan lebih banyak zat-zat
gizi daripada wanita yang tidak hamil, karena makanan ibu hamil dibutuhkan
untuk dirinya dan janin yang di kandungnya, bila makanan ibu terbatas janin akan
tetap menyerap persediaan makanan ibu sehingga ibu menjadi kurus, lemah,
pucat, gigi rusak, rambut rontok dan lain-lain. Demikian pula bila makanan ibu
kurang, tumbuh kembang janin akan terganggu, terlebih bila keadaan gizi ibu
pada masa sebelum hamil telah buruk pula. Keadaan ini akan mengakibatkan
abortus, BBLR, bayi lahir prematur, atau bahkan bayi lahir akan meninggal dunia.
Pada saat bersalin dapat mengakibatkan persalinan lama, perdarahan, infeksi dan
kesulitan lain yang mungkin memerlukan pembedahan. Sebaliknya makanan
yang berlebihan akan mengakibatkan kenaikan berat badan yang berlebihan, bayi
besar, dan dapat pula menyebabkan terjadinya pre eklampsia (keracunan
kehamilan). Beberapa faktor yang mempengaruhi gizi janin yaitu genetik, nutrisi,
gaya hidup ibu, kondisi kesehatan ibu dan lingkungan.
Trimester pertama pada usia kehamilan 1-3 bulan: merupakan masa
penyusunan ibu terhadap kehamilanya, pertumbuhan janin masih berlangsung
lambat sehingga kebutuhan gizi untuk pertumbuhan janin belum banyak,
kebutuhan gizi ibu hamil pada masa ini masih sama dengan wanita dewasa biasa,
keluhan yang timbul pada trimester 1 adalah kurang napsu makan, mual, pusing,
halusinasi, ingin makan yang aneh-aneh, mual, muntah dan lain-lain, dalam batas
tertentu hal ini masih wajar, yang perlu dianjurkan adalah makanan yang berupa
makanan yang mudah dicerna dalam porsi sedikit tapi sering, bahan makanan
yang baik diberikan adalah makanan kering seperti roti panggang, biskuit serta
buah-buahan.
Trimester kedua pada usia kehamilan 4-6 bulan dan trimester ketiga pada
usia kehamilan 7-9 bulan, pertumbuhan janin berlangsung cepat pada masa ini,
50% dari penambahan BB terjadi pada bulan keenam dan ketujuh, napsu makan
meningkat, pada masa ini penambahan zat gula diperlukan untuk memelihara
kesehatan.
Kebutuhan gizi pada ibu hamil antara lain:
1) Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi pada ibu hamil tergantung pada BB sebelum hamil
dan pertambahan BB selama hamil, karena adanya peningkatan basal
metabolisme dan pertumbuhan janin yang pesat terutama pada trimester II dan
III. Direkomendasikan penambahan jumlah kalori sebesar 285-300 kalori
perhari dibanding saat tidak hamil. Berdasarkan perhitungan, pada akhir

21
kehamilan di butuhkan sekitar 80.000 kalori lebih banyak dari kebutuhan
kalori sebelum hamil. Pada trimester 1 energi masih sedikit dibutuhkan, pada
trimester II energi di butuhkan untuk penambahan darah, perkembangan
uterus, pertumbuhan masa mammae atau payudara, dan penimbunan lemak.
Sedangkan pada trimester III energi dibutuhkan untuk pertumbuhan janin dan
plasenta.
2) Protein
Tambahan protein diperlukan untuk pertumbuhan janin, uterus,
jaringan payudara, hormon, cairan darah ibu serta persiapan laktasi. Tambahan
protein yang diperlukan selama kehamilan sebanyak 12 gram/hari (71 gram).
Kebutuhan protein selama kehamilan meningkat. Sangat dianjurkan
mengkonsumsi pangan sumber protein hewani seperti ikan, susu dan telur.
3) Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber utama untuk tambahan kalori yang
dibutuhkan selama kehamilan. Selain mengandung vitamin dan mineral,
karbohidrat juga meningkatkan asupan serat serta untuk mencegah terjadinya
konstipasi atau sulit buang air besar dan wasir

4) Vitamin dan mineral


Wanita hamil juga membutuhkan lebih banyak vitamin dan mineral
dibanding sebelum hamil untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan
janin serta proses diferensiasi sel.
Ada beberapa zat gizi penting yang kebutuhanya meningkat dan
diperlukan selama hamil karena sangat bermanfaat untuk pertumbuhan janin
diantaranya zat besi, asam folat, kalsium, iodium dan zink. Kebutuhan zat besi
selama kehamilan digunakan untuk pembentukan sel dan jaringan baru.
merupakan unsur penting dalam pembentukan hemoglobin. Kandungan zat besi
tinggi pada Ikan, daging, hati dan tempe. Ibu hamil disarankan mengonsumsi satu
tablet tambah darah perhari selama hamil dan masa nifas. Kebutuhan asam folat
selama hamila digunakan untuk pembentukan sel dan sistem saraf termasuk sel
darah merah. Sayuran hijau seperti bayam dan kacangkacangan banyak
mengandung asam folat. Kebutuhan kalsium saat hamil digunakan untuk
mengganti cadangan kalsium ibu guna pembentukan jaringan baru janin. Apabila
konsumsi kalsium tidak mencukupi berakibat meningkatkan risiko ibu keracunan
kehamilan (pre eklampsia), pengeroposan tulang dan gigi. Sumber kalsium yang
baik adalah sayuran hijau, kacang–kacangan dan ikan teri serta susu.
Iodium merupakan bagian hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)
yang berfungsi mengatur pertumbuhan dan perkembangan bayi. Iodium berperan
dalam sintesis protein, absorsi karbohidrat dan saluran cerna serta sintesis
kolesterol darah. Kekurangan iodium berakibat terhambatnya perkembangan otak
dan sistem saraf terutama menurunkan IQ dan meningkatkan risiko kematian
bayi, juga menyebabkan pertumbuhan fisik anak yang dilahirkan terganggu
(kretin). Dampak pada perkembangan otak dan system syaraf biasanya menetap.
Sumber iodium yang baik adalah makanan laut seperti ikan, udang, kerang,
rumput laut. Setiap memasak diharuskan menggunakan garam beriodium.

Berdasarkan penetapan pemerintah, penambahan AKG pada ibu


hamil dapat dilihat pada tabel berikut:(57)
Tabel 2.2. Angka Kecukupan Gizi pada Ibu Hamil

22
Kelompok BB* TB* Energi Protein Lemak Karbo Zink Zat Kalsium
Umur (kg) (cm) (Kkal) (g) Total hidrat besi
(g)
16-18 50 158 2125 59 71 292 14 26 1200
19-29 54 159 2250 56 75 309 10 26 1100
30-49 55 159 2150 57 60 323 10 26 1000
Tambahan
bumil
Trimester 1 + 180 + 20 +6 +25 +2 +0 +200
Trimester 2 + 300 +20 +10 +40 +4 +9 +200
Trimester 3 + 300 +20 +10 +40 +10 +13 +200

i. Konsumsi Alkohol
Kadar etanol dalam darah ibu berpengaruh langsung terhadap janin oleh
karena penghalang/barier plasenta dapat ditembus oleh etanol, tetapi ekskresi
etanol oleh janin tidak efektif. Tingginya kadar paparan etanol menyebabkan
peningkatan produksi prostaglandin
(PG). Prostaglandin meningkatkan aktivitas Adenosin Monofosfat Siklik (AMP),
yang menyebabkan penurunan pembelahan sel dan mengakibatkan BBLR.
Asetaldehida yang merupakan produk turunan alkohol memiliki efek teratogenik
bagi perkembangan janin. Alkohol juga berhubungan dengan difesiensi gizi
tertentu seperti zinc. Paparan alkohol selama kehamilan dapat berindikasi pada
pertumbuhan dan perkembangan janin. Data epidemiologi menunjukkan bahwa
mengkomsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak dapat
megakibatkan berat lahir rendah.Kondisi yang timbul pada masa kehamilan
akibat paparan meliputi malformasi, lahir mati, gangguan pertumbuhan dalam
rahim dan masa kanak-kanak, defisit belajar dan perilaku, masalah sosial dan
kesehatan mental.

j. Penyakit Kehamilan
1. Anemia pada Kehamilan
Anemia pada kehamilan ialah kondisi ibu hamil dengan kadar
hemoglobin < 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5gr% pada
trimester 2. Nilai batas tersebut dan perbedaanya dengan kondisi wanita tidak
hamil terjadi karena hemodilusi (pengeceran), terutama pada trimester 2. Di
Indonesia prevalensi anemia pada ibu hamil sekitar 37,1%.(12) Anemia pada
ibu hamil dapat menambah risiko perdarahan dan melahirkan bayi dengan
berat lahir rendah.

Kadar haemoglobin pada wanita hamil dapat dibagi dalam 3


kategori, yaitu:(6)
a. Normal : Bila kadar Hb ≥ 11 gr%.
b. Anemia ringan : Bila kadar Hb antara 8-10,9 gr%
c. Anemia berat : Bila kadar Hb < 8 gr%.

Jika Hb kurang, maka jaringan tubuh akan mengalami hipoksia


sehingga menganggu kesehatan ibu dan janin yang mengakibatkan
pertumbuhan janin terhambat, juga mempengaruhi perkembangan plasenta.
Kehamilan pada ibu relatif terjadi anemia ringan sampai sedang dan
berat, karena darah ibu mengalami hemodolusi (pengenceran) dengan
23
peningkatan volume 30%-40% dan puncaknya pada kehamilan 32 sampai 36
minggu.
Anemia yang sering di jumpai pada kehamilan adalah akibat
kurangnya zat besi dengan prevalensi 40%-50% di negara yang sedang
berkembang. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan defesiensi
kalori-besi, misalnya infeksi kronik, penyakit hati dan thalasemia. Kekurangan
zat besi umunya ditandai dengan wajah pucat, rasa lemah, letih, pusing,
kurang napsu makan, menurunya kebugaran tubuh, menurunya kekebalan, dan
gangguan penyembuhan luka. Ibu hamil yang menderita anemia gizi besi tidak
akan mampu memenuhi kebutuhan zat-zat gizi dirinya dan menimbulkan
ganggua atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel
otak. Hal ini dapat menyebabkan mortalitas maupun morbiditas ibu dan janin,
serta dapat berakibat pada BBLR dan kelahiran prematur.

2. Pre Eklampsia/Eklampsia
Pre eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
proteinuria, dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya
terjadi pada triwulan ke 3 kehamilan. Pre eklampsia merupakan penyakit
penyulit kehamilan yang akut, dan dapat terjadi antepartum, intrapartum, dan
postpartum. Urutan gejala pre eklampsia ialah edema, hipertensi, dan
proteinuria. Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria
merupakan gejala yang paling penting. Gejala lebih lanjut adanya gangguan
nyeri kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrium.
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita pre eklampsia, yang
disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. dapat timbul pada antepartum,
intrapartum, dan postpartum. Dalam kehamilan eklampsia terjadi pada
triwulan :terakhir dan makin besar kemungkinan saat cukup bulan. Eklampsi
dan pre eklampsi
paling sering terjadi pada kehamilan kembar.
Pada pre eklampsia dan eklampsia, terjadi penurunan angiotensin,
renin, dan aldesteron, tetapi dijumpai edema, hipertensi, dan proteinuria.
Memberi pengaruh buruk kepada janin yang disebabkan oleh menurunya
perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasosvasme, dan kerusakan sel endotel
pembuluh darah plasenta, berdampak Intrauterine Growth restriction (IUGR),
kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, prematurisasi, oligohidramnion, dan
solusio plasenta.
3. Hipertensi
Hipertensi yang menyertai kehamilan adalah hipertensi yang telah ada
sebelum kehamilan. Apabila dalam kehamilan disertai proteunoria dan edema
maka disebut preeklampsia yang tidak murni atau superimposed preeklampsia.
Penyebab utama hipertensi pada kehamilan adalah hipertensi esensial dan
penyakit ginjal. Hipertensi esensial disebabkan faktor hereditias atau faktor
lingkungan dan emosi yang stabil. Kehamilan dengan hipertensi esensial dapat
berlangsung sampai aterm tanpa gejala menjadi pre eklamsia tidak murni.
Hanya sekitar 20% dapat menjadi preeklampsia/eklampsia tidak murni
(superimposed) yang disertai gejala proteunoria, edema, dan terdapat keluhan
nyeri epigastrum, sakit kepala, penglihatan kabur, dan mual serta muntah.
Hipertensi karena kehamilan yaitu tekanan darah yang lebih tinggi dari
140/90 mmHg yang disebabkan karena kehamilan itu sendiri, memiliki potensi
yang menyebabkan gangguan serius pada kehamilan, biasanya terjadi pada

24
usia kehamilan memasuki 20 minggu. Salah satu penyebab hipertensi adalah
Rokok, stres dan wanita yang mengandung bayi kembar. Hipertensi dalam
kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan salah satu
penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di negara maju,
16% kematian ibu disebabkan oleh penyakit hipertensi.

Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan:


a. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan
20 minggu atau hipertensi yang pertama kali di diagnosa setelah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca
persalinan. Apabila tidak diketahui hipertensi sebelum kehamilan, maka
hipertensi kronik di defenisikan bila didapatkan tekanan darah sistolik
140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg sebelum umur
kehamilan 20 minggu. Dampak hipertensi kronik pada kehamilan yaitu:
1) Dampak pada ibu
Hipertensi kronik yang diperberat oleh kehamilan akan
memberi tanda: kenaikan mendadak tekanan darah, yang akhirnya
disusul proteinuria dan tekanan darah sistolik > 200 mmHg diastolik >
130 mmHg, dengan akibat segera terjadi oliguria dan gangguan ginjal.
Penyulit hipertensi kronik pada kehamilan ialah: solusio plasenta:
risiko terjadinya solusio plasenta 2-3 kali pada hipertensi kronik dan
superimposed preeklampsia.
2) Dampak pada janin
Dampak hipertensi kronik pada janin ialah pertumbuhan janin
terhambat atau fetal growth restricion berbanding langsung dengan
derajat hipertensi yang disebabkan menurunya perfusi uteroplasenta,
sehingga menimbulkan insufisiensi plasenta. Dampak lainya pada
janin ialah peningkatan persalinan preterm.
b. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria.
c. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejangkejang dan
atau koma.
d. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah
hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan
hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan
dengan tanda-tanda preeklampsia
tetapi tanpa proteinuria.

Wanita hamil dengan hipertensi, sebagian pembuluh darah mengalami


vasokonstriksi atau penyempitan sehingga O2 yang ada pada ibu tidak bisa
dialirkan ke janin lewat plasenta, akibatnya bayi mengalami hipoksia dan
mengalami kesulitan pertumbuhan janin dan komplikasi yang terjadi pada bayi
biasanya BBLR.

1) Hiperemesis Gravidarum
Menetapkan kejadian hiperemesis gravidarum tidak sukar, dengan
menentukan kehamilan, muntah berlebihan sampai menimbulkan gangguan
kehidupan sehari-hari dan dehidrasi, sehinga dapat menimbulkan gangguan
tumbuh kembang janin dalam rahim dengan manifestasi klinisnya. Melalui
muntahan dikeluarkan sebagian cairan lambung serta elektrolit natrium,

25
kalium dan kalsium. Penyebab hiperemesis belum diketahui dengan pasti.
Tetapi beberapa faktor predisposisi yaitu: adaptasi
dan hormonal, psikologis dan alergi.

k. Pemeriksaan Antenatal Care (ANC)


Antenatal Care adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan untuk ibu selama kehamilannya dan dilaksanakan sesuai dengan
standar pelayanan yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan.
Pemeriksaan antenatal secara teratur akan memugkinkan untuk melakukan
deteksi dini terhadap ibu yang berisiko untuk melahirkan BBLR sehingga upaya
preventif maupun kuratif dapat dilakukan secara optimal. Ibu hamil yang
mempunyai anggapan negatif terhadap pelayanan antenatal seperti penggunaan
pelayanan antenatal dilakukan setelah perut ibu besar atau mendekati persalinan
dan pada kehamilan muda tidak perlu melakukan pemeriksaan. Ibu hamil yang
lain akan beranggapan memeriksakan kehamilannya ke bidan jika ibu hamil ada
keluhan atau kelainan. Anggapan tersebut akan memberikan peluang kejadian
BBLR.
Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan
kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktorfaktor risiko tinggi yang
mungkin dialami oleh mereka. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya
tingkat pendidikan dan kurangnya informasi. Selain dari kurangnya pengetahuan
akan pentingnya perawatan kehamilan.
Pelayanan antenatal memberikan dampak yang cukup berarti pada akhir
suatu kehamilan dan merupakan salah satu upaya dalam menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas pada bayi. Pemantauan selama kehamilan akan
memberi kesempatan memantau dan mendiagnosa masalah yang kemungkinan
terjadi selama masa kehamilan dan persalinan. Intervensi dapat dicanangkan jika
pada antenatal terdapat suatu masalah.
Pelayanan kesehatan ibu hamil diwujudkan melalui pemberian pelayanan
antenatal sekurang-kurangnya 4 kali selama masa kehamilan dengan ketentuan:
Minimal 1 (satu) kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu)= K1,
1 (satu) kali pada trimester kedua (usia kehamilan 12-24 minggu)= K2, dan 2
(dua) kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu sampai persalinan)=
K2 dan 4.
Pelayanan antenatal yang dilakukan diupayakan memenuhi standar kualitas
yaitu:
1. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan
2. Pengukuran tekanan darah
3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
4. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri)
5. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus toksoid
sesuai status imunisasi
6. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan;
7. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
8. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan
konseling, termasuk keluarga berencana)
9. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb),
pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah
dilakukan sebelumnya).

26
2. Faktor Janin
Pertumbuhan dan perkembangan janin sangat kompleks, yang dipengaruhi
oleh genetik, kematangan ibu dan faktor lingkungan. Faktor-faktor ini mempengaruhi
ukuran dan fungsi kapasitas plasenta, transfer zat gizi dan oksigen uteroplasenta dari
ibu kejanin, lingkungan endokrin janin dan jalur matabolisme. Pertumbuhan janin
yang optimal penting untuk kelangsungan hidup perinatal. Kelainan pada janin yang
dapat menyebabkan BBLR diantaranya adalah kelainan kromoson, dan infeksi janin
kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
Pengaruh infeksi terhadap kehamilan bersumber dari gangguan fungsi hati
dalam mengatur dan mempertahankan metabolisme tubuh sehingga aliran nutrisi
kejanin dapat terganggu atau berkurang. Oleh karena itu pengaruh infeksi janin
terhadap kehamilan dapat dalam bentuk
keguguran atau persalinan prematur dan kematian janin dalam rahim.
3. Faktor Plasenta
Factor Plasenta disebabkan oleh: hidramnion, plasenta previa, solution plasenta,
sindrom transfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.

4. Faktor Lingkungan
a. Tempat Tinggal di Dataran Tinggi
Ibu yang tinggal di dataran tinggi > 15.000 kaki cenderung melahirkan bayi
BBLR dibanding ibu yang tinggal di ketinggian 500 kaki, karena kadar oksigen
yang lebih rendah pada daerah tinggi. Ibu yang tempat tinggalnya dataran tinggi
berisiko untuk mengalami hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia
neonatorum.
b. Paparan Zat Beracun/Radiasi
Polusi udara terutama terjadi pada daerah industri. Sulfur dioksida dan
partikel tersuspensi total adalah zat utama polusi udara. Mekanisme proses
biologis efek polusi udara terhadap kehamilan sangat kompleks, diantaranya
menyebabkan peningkatan penyakit ibu, meningkatkan kekentalan darah yang
dapat mempengaruhi aliran darah plasenta dan mempengaruhi transkripsi
Deoxyribose Nucleic Acid (DNA), sehingga menghambat pertumbuhan janin
karena efek anti estrogeniknya, paparan benzopyrene dapat mempengaruhi
pertumbuhan rahim dan janin. Sedangkan hidrokarbon aromatik polisiklik
mengikat reseptor untuk pertumbuhan plasenta dan menyebabkan berkurangnya
pertukaran oksigen dan zat gizi melalui plasenta.
c. Anggota Keluarga Merokok dalam Rumah
Paparan asap rokok merupakan semua bahan kimia yang berasal dari
pembakaran rokok yang terhirup oleh perokok maupun bukan perokok. Merokok
telah diketahui dapat menyebabkan gangguan kesehatan, disebabkan oleh
nikotin yang berasal dari asap arus utama (asap yang telah dihirup oleh perokok
lalu dihembuskan kembali ke lingkungan sekitarnya) dan asap arus samping (asap
yang berasal dari ujung rokok yang terbakar) dari rokok yang dihisap. Seorang
perokok pasif dapat menghirup baik asap aliran samping maupun asap aliran
utama, dan menghirup 2 kali lipat racun yang dihembuskan oleh perokok aktif
Asap rokok mengandung lebih dari 4000 senyawa kimia, 40 agen penyebab
kanker. Beberapa senyawa kimia ini meliputi nikotin, tar (agen karsinogonik),
karbon monoksida, arsenik, ammonia, sianida. Asap aliran samping memiliki 2
kali konsentasi nikotin dan tar, karbon monoksida, arsenik, amoniak, sianida.
Beberapa bahan kimia yang dapat menganggu kehamilan adalah nikotin dan
karbon monoksida. Nikotin dikonversi dalam darah ibu menjadi kointin yang

27
kemudian teralirkan ke plasenta. Paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko
komplikasi kehamilan, persalinan prematur, BBLR, lahir mati, dan sindrom
kematian bayi, hal ini disebabkan oleh nikotin yang terkandung dalam asap
rokok. Nikontin menimbulkan kontraksi pada pembuluh darah, akibatnya aliran
darah ke janin melalui tali pusar janin akan berkurang sehingga mengurangi
kemampuan distribusi zat makanan yang diperlukan oleh janin. Selain itu akibat
karbon dioksida yang terkandung dalam asap rokok akan mengikat hemoglobin
dalam darah, akibatnya akan mengurangi kerja hemoglobin yang mestinya
mengikat oksigen untuk disalurkan keseluruh tubuh, sehingga akan menganggu
distribusi zat makanan serta oksigen ke janin.
d. Budaya Pantangan Makanan
Baik masalah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya
tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam
masyarakat dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan
dan pengetahuan budaya seperti berbagai pantangan, hubungan sebab akibat
antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidak tahuan, seringkali
membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak.
Pola makan, misalnya, pada dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia
dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah
mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil yang disertai
dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa
makanan tertentu.
Masa kehamilan tidak terlepas dari pengaruh budaya yang sering kali
membawa dampak positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak.
Kepercayaan masyarakat untuk pantang terhadap makanan tertentu tentu saja
berpengaruh terhadap kebutuhan nutrisi ibu hamil maupun janin. (28) Kepercayaan
dan pantangan terhadap beberapa makanan cukup besar pengaruhnya terhadap
kehamilan dan masalah gizi seperti pantangan untuk mengonsumsi tablet Fe yang
dapat menyebabkan terjadinya penyakit anemia. Pantangan makanan yang
sebenarnya sangat dibutuhkan oleh ibu hamil tentu akan berdampak negatif
terhadap kesehatan ibu dan janin. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya
masalah kesehatan tersebut ibu hamil mengkonsumsi makanan yang mampu
memenuhi kebutuhan gizi seperti makanan yang mengandung protein hewani.
Mengkonsumsi protein hewani membantu meningkatkan kecerdasan otak
sedangkan kekurangan protein hewani dapat menyebabkan seseorang rentan
terhadap penyakit.
Tradisi budaya Makassar seperti menghindari makanan tertentu masih
dilakukan. Biasanya ibu akan melakukan upaya agar ibu dan bayinya sehat dan
bisa melahirkan dengan aman, normal dan tidak cacat kebanyakan orang masih
menghindari mengkonsumsi makanan tertentu (cumi-cumi, udang, ikan pari,
daun kelor, papaya, nenas, tablet Fe).
Sayur kelor merupakan salah satu sumber vitamin yang mempunyai
kandungan Fe yang tinggi. Dalam 100 gram serbuk daun kelor terdapat 28,29 mg
zat besi, dan terdapat 17,3 mg vitamin C. Sayur kelor mempunyai kadungan
senyawa yaitu nutrisi, mineral, vitamin, dan asam amino. Zat besi merupakan
unsur vital untuk pembentukan hemoglobin, juga merupakan komponen penting
pada sistem enzim pernapasan seperti sitokrom-oksidase, katalase peroksidase.
Fungsi utama zat besi adalah untuk mengantar oksigen kedalam jaringan-jaringan
tubuh (fungsi hemoglobin) dan berperan pada mekanisme oksidase seluler (fungsi
sistem sitokrol). Sumber zat besi, Selain terdapat pada sayur kelor juga terdapat

28
pada sayur hijau yang lain, daging, hati, telur, dan kacang-kacangan. Namun
mengkomsumsi makanan tersebut belum menjamin terpenuhinya kebutuhan ini.
Maka dianjurkan mendapat asupan suplemen tablet Fe sebanyak 90 table selama
kehamilanya.
Kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat menganggu metabolisme energi
sehingga dapat menyebabkan menurunnya kemampuan kerja organ-organ tubuh,
dan pada akhirnya dapat mempengaruhi perkembangan janin. Banyak ibu hamil
mengalami kekurangan zat besi terutama pada saat memasuki trimester 2 dan 3
disebabkan ibu hamil mengalami hemodilusi (pengenceran), hal ini terjadi karena
ibu hamil memproduksi cairan lebih banyak sehingga kebutuhan akan sel darah
merahnya juga bertambah. Oleh karena itu pada trimester 2 dan 3 ibu hamil
membutuhkan banyak zat besi. Kebutuhan ibu hamil akan zat besi meningkat
sampai 200%-300%. Jumlah zat besi yang dibutuhkan semasa kehamilan berbeda
per trimesternya. Pada trimester 2, kebutuhan akan zat besi menjadi 35 mg per
hari per berat badan (sama dengan mengkomsumsi segengam kacang hijau, atau
setengah gengam daun ubi), kemudian bertambah menjadi 39 mikrogram per hari
per berat badan trimester 3 (sama dengan mengkomsumsi 1 potong tempe).
Ikan merupakan sumber protein yang dibutuhkan selama kehamilan. Selain
itu sumber protein yang lain adalah telur, tahu, tempe, dan kacang-kacangan.
Protein diperlukan sebagai zat pembangun atau membagun jaringan tubuh janin.
kebutuhan ibu hamil akan protein meningkat sampai 68%. Anjuran komsumsi 3
porsi protein setiap hari (1 porsi protein= 2 butir telur atau 200 gram daging ayam
atau ikan). Asupan protein yang kurang dapat menghambat
pertumbuhan janin.
Penelitian Yusriani (2016) dan wahyuni (2013) menunjukkan bahwa hasil
wawancara informan selama masa kehamilan pantang terhadap makanan tertentu
seperti udang, ikan pari, cumi-cumi, daun kelor, papaya, nenas, tablet penambah
darah (Fe). Udang dilarang karena dipercaya akan menyebabkan sulit pada saat
persalinan yaitu dapat menyebabkan bayi maju mundur artinya masyarakat
percaya bahwa dengan mengonsumsi udang akan menyulitkan pada proses
persalinan. Ikan pari dilarang makan karena lembek tidak bertulang diasosiasikan
dengan anak yang juga akan lemah tak bertulang pada saat lahir. Tidak boleh
makan cumi-cumi karena dipercaya anak yang dikandungnya berkulit hitam.
Dilarang makan daun kelor karena mengandung getah yang pedis yang akan
menyebabkan rasa sakit dalam proses kelahiran dikenal dengan sebutan (gatta
kelorang), nenas dilarang karena dapat menyebabkan keguguran. Pantangan lain
seperti dilarang minum tablet penambah darah (Fe) karena dapat menyebabkan
kepala anak besar.

3.5 MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir rendah:13,17
- berat badan lahir kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm,
lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm,.
- usia gestasi kurang dari 37 minggu
- kepala relatif lebih besar dari badannya
- kulit tipis, lanugonya banyak, lemak subkutan kurang,
- Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
- Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia miyora.
- Pergerakan kurang dan lemah, sering tampak peristaltik usus, tangisnya lemah,
pernapasan tidak teratur dan sering timbul apnea.

29
- Lebih banayk tidur ari pada bangun, refleks tonik-leher lemah dan refleks moro
positif, refleks hisap dan menelan lemah, kulit mengkilatdan licin.

Gejala klinis pada bayi dismaturitas yang dilahirkan dalam kelahiran preterm, term,
dan post term yaitu:11
1. Pada preterm terlihat gejala fisis bayi prematur murni ditambah dengan gejala
dismaturitas
2. Pada bayi cukup bulan atau aterm serta preterm dengan dismaturitas akan
muncul gejala yang khas yaitu “wasting” dan retardasi pertumbuhan. Bayi
dismatur dengan gejala “wasting” atau insufisiensi terbagi dalam 3 stadium
yaitu:
Stadium bayi berat lahir rendah menurut yaitu :13
a. Stadium I
Bayi tampak kurus relatif lebih panjang, kulit longgar, dan kering seperti permen
karet tetapi belum terdapat noda mekonium.
b. Stadium II
Apabila didapatkan tanda-tanda stadium I ditambah warna kehijauan pada kulit,
plasenta, dan umbilikus. Hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur dalam
amnion kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilikus, dan plasenta sebagai
akibat anoksia intrauterus.
c. Stadium III
Ditemukan tanda stadium II disertai kulit, kuku, dan tali pusat berwarna kuning
serta ditemukan tanda anoksia intrauterine yang lama.

3.6 Patofisiologi

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum
cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir
cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil
dari masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini terjadi karena
adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh
penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-
keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi
berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak
mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir
normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita
sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan
melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan kondisi kehamilan
yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering
melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi
bila ibu menderita anemia.
Ibu hamil umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga hanya
memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang
normal. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan
kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan BBLR. Hal ini
menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna
lebih tinggi, sehingga kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih
besar.18

30
Pathways

Sumber : 7, 13,18, 19

3.7 Masalah yang Terjadi pada BBLR

31
Masalah yang dapat terjadi pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
terutama pada prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi
tersebut. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem
pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskular, hematologi, gastrointerstinal, ginjal,
termoregulasi.20
a. Sistem Pernafasan
Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan untuk bernafas segera
setelah lahir oleh karena jumlah alveoli yang berfungsi masih sedikit,
kekurangan surfaktan (zat di dalam paru dan yang diproduksi dalam paru serta
melapisi bagian alveoli, sehingga alveoli tidak kolaps pada saat ekspirasi).
Luman sistem pernafasan yang kecil, kolaps atau obstruksi jalan nafas,
insufisiensi klasifikasi dari tulang thorax, dan pembuluh darah paru yang
imatur. Kondisi inilah yang menganggu usaha bayi untuk bernafas dan sering
mengakibatkan gawat nafas
(distress pernafasan).
b. Sistem Neurologi (Susunan Saraf Pusat)
Bayi lahir dengan BBLR umumnya mudah sekali terjadi trauma susunan
saraf pusat. Kondisi ini disebabkan antara lain: perdarahan intracranial karena
pembuluh darah yang rapuh, trauma lahir, perubahan proses koagulasi,
hipoksia dan hipoglikemia. Sementara itu asfiksia berat yang terjadi pada
BBLR juga sangat berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat (SSP), yang
diakibatkan karena kekurangan oksigen dan kekurangan
perfusi.
c. Sistem Kardiovaskuler
Bayi dengan BBLR paling sering mengalami gangguan/ kelainan janin,
yaitu paten ductus arteriosus, yang merupakan akibat intrauterine kehidupan
ekstrauterine berupa keterlambatan penutupan ductus arteriosus.
d. Sistem Gastrointestinal
Bayi dengan BBLR saluran pencernaannya belum berfungsi seperti bayi
yang cukup bulan, kondisi ini disebabkan karena tidak adanya koordinasi
mengisap dan menelan sampai usia gestasi 33– 34 minggu sehingga
kurangnya cadangan nutrisi seperti kurang dapat menyerap lemak dan
mencerna protein.
e. Sistem Termoregulasi
Bayi dengan BBLR sering mengalami temperatur yang tidak stabil,
yang disebabkan antara lain:
1) Kehilangan panas karena perbandingan luas permukaan kulit dengan berat
badan lebih besar (permukaan tubuh bayi relatif luas).
2) Kurangnya lemak subkutan (brown fat / lemak cokelat).
3) Jaringan lemak dibawah kulit lebih sedikit.
4) Kekurangan oksigen yang dapat berpengaruh pada penggunaaan kalori
5) Tidak memadainya aktivitas otak
6) Ketidak matangan pusat pengaturan suhu di otak
7) Tidak adanya refleks kontrol dari pembuluh darah kapiler kulit.

f. Sistem Hematologi
Bayi dengan BBLR lebih cenderung mengalami masalah hematologi bila
dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan.
Penyebabnya antara lain adalah:
1. Usia sel darah merahnya lebih pendek.

32
2. Pembuluh darah kapilernya mudah rapuh.
3. Hemolisis dan berkurangnya darah akibat dari pemeriksaan
laboratorium yang sering.
4. defosit vitamin E yang rendah.
g. Sistem Imunologi
Bayi dengan BBLR mempunyai sistem kekebalan tubuh yang terbatas,
sering kali memungkinkan bayi tersebut lebih rentan terhadap infeksi.
h. Sistem Perkemihan
Bayi dengan BBLR mempunyai masalah pada sistem
perkemihannya, di mana ginjal bayi tersebut karena belum matang maka tidak
mampu untuk menggelola air, elektrolit, asam – basa, tidak mampu
mengeluarkan hasil metabolisme dan obat – obatan dengan memadai serta
tidak mampu memekatkan urin.
i. Sistem Integument
Bayi dengan BBLR mempunyai struktur kulit yang sangat tipis dan
transparan sehingga mudah terjadi gangguan integritas kulit.
j. Sistem Pengelihatan
Bayi dengan BBLR dapat mengalami retinopathy of
prematurity (RoP) yang disebabkan karena ketidakmatangan retina.

3.8 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi bila bayi lahir dengan BBLR tidak segera
ditangani maka serig menadi masalah yang berat, misalnya kesukaran bernapas,
kesukaran pemberian minum, icterus berat, hipotermi dan infeksi.21

Komplikasi dari BBLR yaitu :


a. Sindrom aspirasi meconium
Sinrom aspirasi meconium adalah gangguan pernapasan pada bayi baru lahir
yang disebabkan oleh masuknya meconium (tinja bayi) ke paru-paru sebelum
tau sekitar waktu kelahiran( menimbulkan bayi kesulitan dalam bernafas).
b. Hiploglikemi simptomatik
Hipoglikemi adalah kondisi ketidak normalan kadar glukosa serum yang
rendah. Kondisi ini dapat di definisikan sebagai kaar glukosa dibawah 40mg/
dL. Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR , karena cadangan glukosa rendah
biasanya pada bayi berjenis kelamin laki-laki.
c. Penyakit membran hialin biasanya disebabkan karena surfaktan paru – paru
yang belum terbentuk secara sempurna sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi
mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga
selalu dibutuhkan tenaga negatif yang tinggi untuk pernafasan berikutnya.
d. Asfiksia neonatorum.
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
e. Hiperbilirubinemia (Gangguan pertumbuhan hati)
Hiperbilirubinemia( icterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtva, mukosa
dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.

Kejadian BBLR mempunyai dampak bagi kesehatan bayi yang terbagi menjadi 2
yaitu:7
1. Dampak jangka pendek

33
a. Hipotermia, hipoglikemia, dan hiperglikemia.
b. Hiperbiliruinemia (IKTERUS).
c. Gangguan cairan dan elektrolt
d. Masalah pemberian ASI.
e. Gangguan imunologik.
f. Sindroma gangguan pernafasan, meliputi penyakit membran hialin, dan
aspirasi mekonium.
g. Asfiksia dan apnea periodik.
h. Retrolental fibroplasia disebabkan oleh gangguan oksigen yang berlebihan.
Masalah pembuluh darah pada bayi prematur masih rapuh dan mudah
pecah, pemberian oksigen belum mampu diatur mempermudah terjadinya
perdarahan dan nekrosis, serta perdarahan dalam otak memperburuk keadaan
sehingga dapat menyebabkan kematian bayi.
2. Dampak jangka panjang sehingga bayi akan mengalamai:
a. gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
b. Gangguan penglihatan (retinopati)
c. Gangguan pendengaran
d. Kemampuan berbicara dan berkomunikasi menjadi terganggu.
e. Penyakit paru kronis
f. Gangguan neurologis dan kognisi.
g. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit.

3.9 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada bayi BBLR:13


a. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb (normal: 12-24gr/dL), Ht (normal: 33
-38% ) mungkin dibutuhkan.
b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemi (normal: 40 mg/dL).
c. Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan distres pernafasan bila
ada.

Rentang nilai normal:


1) pH : 7,35-7,45
2) TCO2 : 23-27 mmol/L
3) PCO2 : 35-45 mmHg
4) PO2 : 80-100 mmHg
5) Saturasi O2 : 95 % atau lebih

d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia.


e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia.
Bilirubin normal:
1. bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl.
2. bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
f. Urinalisis: mengkaji homeostatis.
g. Jumlah trombosit (normal: 200000 - 475000 mikroliter): Trombositopenia
mungkin menyertai sepsis.
h. EKG, EEG, USG, angiografi: defek kongenital atau komplikasi.

3.10 Penatalaksanaan

34
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu dengan
menerapkan beberapa metode Developemntal care yaitu :
a. Pemberian posisi
Pemberian posisi pada bayi BBLR sangat mempengaruhi pada kesehatan
dan perkembangan bayi. Bayi yang tidak perlu mengeluarkan energi untuk
mengatasi usaha bernafas, makan atau mengatur suhu tubuh dapat
menggunakan energi ini untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi kebanyakan bayi preterm
dan BBLR yang dapat menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, lebih
menoleransi makanan, dan pola tidur istirahatnya lebih teratur. Bayi
memperlihatkan aktifitas fisik dan penggunaan energi lebih sedikit bila
diposisikan telungkup. Akan tetapi ada yang lebih menyukai postur berbaring
miring fleksi. Posisi telentang lama bagi bayi preterm dan BBLR tidak
disukai, karena tampaknya mereka kehilangan keseimbangan saat telentang
dan menggunakan energi vital sebagai usaha untuk mencapai keseimbangan
dengan mengubah postur.
Posisi telentang jangka lama bayi preterm dan BBLR dapat mengakibatkan
abduksi pelvis lebar (posisi kaki katak), retraksi dan abduksi bahu,
peningkatan ekstensi leher dan peningkatan ekstensi batang tubuh dengan
leher dan punggung melengkung. Sehingga pada bayi yang sehat posisi
tidurnya tidak boleh posisi telungkup.19
b. Minimal handling
1) Dukungan Respirasi
Banyak bayi BBLR memerlukan oksigen suplemen dan bantuan
ventilasi, hal ini bertujuan agar bayi BBLR dapat mencapai dan
mempertahankan respirasi. Bayi dengan penanganan suportif ini
diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi. Terapi oksigen diberikan
berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi.
2) Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada bayi BBLR adalah pemberian
kehangatan eksternal setelah tercapainya respirasi. Bayi BBLR memiliki
masa otot yang lebih kecil dan deposit lemak cokelat lebih sedikit untuk
menghasilkan panas, kekurangan isolasi jaringan lemak subkutan, dan
control reflek yang buruk pada kapiler kulitnya. Pada saat bayi BBLR lahir
mereka harus segera ditempatkan dilingkungan yang dipanaskan hal ini
untuk mencegah atau menunda terjadinya efek stres dingin.
3) Perlindungan terhadap infeksi
Perlindungan terhadap infeksi merupakan salah satu penatalaksanaan
asuhan keperawatan pada bayi BBLR untuk mencegah terkena penyakit.
Lingkungan perilindungan dalam inkubator yang secara teratur
dibersihkan dan diganti merupakan isolasi yang efektif terhadap agens
infeksi yang ditularkan melalui udara. Sumber infeksi meningkat secara
langsung berhubungan dengan jumlah personel dan peralatan yang
berkontak langsung dengan bayi.
4) Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan
tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting
pada bayi preterm, karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi
(70% pada bayi cukup bulan dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini
dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik

35
diuresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum berkembang
sempurna, sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap
kehilangan cairan.
5) Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR, tetapi
terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena
berbagai mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya
berkembang. Jumlah, jadwal, dan metode pemberian nutrisi ditentukan
oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral
ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya.
Kebutuhan bayi untuk tumbuh cepat dan pemeliharaan harian harus
dipenuhi dalam keadaan adanya banyak kekurangan anatomi dan
fisiologis. Meskipun beberapa aktivitas menghisap dan menelan sudah ada
sejak sebelu lahir, namun koordinasi mekanisme ini belum terjadi sampai
kurang lebih 32 sampai 34 minggu usia gestasi, dan belum
sepenuhnya sinkron dalam 36 sampai 37 minggu.
Pemberian makan bayi awal ( dengan syarat bayi stabil secara medis)
dapat menurunkan insidens faktor komplikasi seperti hipoglikemia,
dehidrasi, derajat hiperbilirubinemia bayi
BBLR dan preterm yang terganggu memerlukan metode
alternatif, air steril dapat diberikan terlebih dahulu. Jumlah yang diberikan
terutama ditentukan oleh pertambahan berat badan bayi BBLR dan
toleransi terhadap pemberian makan sebelum dan ditingkatkan sedikit
demi sedikit sampai asupan kalori yang memuaskan dapat tercapai.
Bayi BBLR dan preterm menuntut waktu yang lebih lama dan
kesabaran dalam memberikan makan dibandingkan pada bayi cukup bulan,
dan mekanisme oral-faring dapat terganggu oleh usaha pemberian makan
yang terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat bayi kelelahan atau
melebihi kapasitas mereka dalam menerima makanan.
c. Perawatan Metode Kanguru (Kangaroo Mother Care)
1) Definisi dan manfaat perawatan metode kanguru
Perawatan metode kanguru (PMK) merupakan salah satu alternatif
cara perawatan yang murah, mudah, dan aman untuk merawat bayi
BBLR. Dengan PMK, ibu dapat menghangatkan bayinya agar tidak
kedinginan yang membuat bayi BBLR mengalami bahaya dan dapat
mengancam hidupnya, hal ini dikarenakan pada bayi BBLR
belum dapat mengatur suhu tubuhnya karena sedikitnya lapisan lemak
dibawah kulitnya.
PMK dapat memberikan kehangatan agar suhu tubuh pada bayi
BBLR tetap normal, hal ini dapat mencegah terjadinya hipotermi
karena tubuh ibu dapat memberikan kehangatan secara langsung
kepada bayinya melalui kontak antara kulit ibu dengan kulit bayi, ini
juga dapat berfungsi sebagai pengganti dari inkubator.
PMK dapat melindungi bayi dari infeksi, pemberian makanan yang
sesuai untuk bayi (ASI), berat badan cepat naik, memiliki pengaruh
positif terhadap peningkatan perkembangan kognitif bayi, dan
mempererat ikatan antara ibu dan bayi, serta ibu lebih percaya diri
dalam merawat bayi.22
2) Teknik menerapkan PMK pada bayi BBLR Beberapa teknik yang dapat
dilakukan pada bayi BBLR.22

36
a) Bayi diletakkan tegak lurus di dada ibu sehingga kulit bayi
menempel pada kulit ibu.
b) Sebelumnya cuci tangan dahulu sebelum memegang
bayi.
c) Pegangbayi dengan satu tangan diletakkan
dibelakang leher sampai punggung bayi.
d) Sebaiknya tidak memakai kutang atau bra
(perempuan) atau kaos dalam (laki-laki) selama PMK.

Gambar 2.1 posisi bayi dalam gendongan PMK

e) Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari
lainnya, agar kepala bayi tidak tertekuk dan tidak menutupi
saluran napas ketika bayi berada pada posisi tegak.
f) Tempatkan bayi dibawah bokong, kemudian lekatkan antara
kulit dada ibu dan bayi seluas-
luasnya.
g) Pertahankan posisi bayi dengan kain gendongan, sebaiknya ibu
memakai baju yang longgar dan
berkancing depan.

37
Gambar 2.2 perawatan metode kanguru

h) Kepala bayi sedikit tengadah supaya bayi dapat bernapas


dengan baik.
i) Sebaiknya bayi tidak memakai baju, bayi memakai topi hangat,
memakai popok dan memakai kaus
kaki.
j) Selama perpisahan antara ibu dan bayi, anggota keluarga (ayah
nenek, dll), dapat juga menolong melakukan kontak kulit
langsung ibu dengan bayi dalam posisi kanguru.

Gambar 2.3 mengeluarkan bayi dari baju kanguru

Gambar 2.4 menyusui dalam PMK

38
Gambar 2.5 ayah dapat bergantian dengan ibu dalam PMK

PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya dilakukan jika ibu
mengunjungi bayinya yang masih berada dalam perawatan di inkubator
dengan durasi minimal satu jam secara terus-menerus dalam satu hari atau
disebut PMK intermiten. Sedangkan PMK yang diberikan sepanjang waktu
yang dapat dilakukan di unit rawat gabung atau ruangan yang dipergunakan
untuk perawatan metode kanguru disebut PMK kontinu.

d. Perawatan pada inkubator


Inkubator adalah suatu alat untuk membantu terciptanya suatu
lingkungan yang optimal, sehingga dapat memberikan suhu yang normal
dan dapat mempertahankan suhu tubuh. Pada umumnya terdapat dua
macam inkubator yaitu inkubator tertutup dan inkubator terbuka.23
1) Perawatan bayi dalam inkubator tertutup
a) Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam
keadaan tertentu seperti apnea, dan apabila membuka inkubator
usahakan suhu bayi tetap hangat dan oksigen harus selalu
disediakan.
b) Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan
melalui hidung.
c) Bayi harus dalam keadaan telanjang (tidak memakai pakaian)
untuk memudahkan observasi.
d) Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi
tubuh.
e) Pengaturan oksigen selalu diobservasi.
f) Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-
kira dengan suhu 27 derajat celcius.
2) Perawatan bayi dalam inkubator terbuka
a) Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan terbuka saat
pemberian perawatan pada bayi.

39
b) Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan
keseimbangan suhu normal dan kehangatan.
c) Membungkus dengan selimut hangat.
d) Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk
mencegah aliran udara.
e) Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang
melalui kepala.
f) Pengaturuan suhu inkubator disesuaikan dengan berat badan
sesuai dengan ketentuan.
3.11 Pencegahan

1. Pencegahan primer
Menurut University of Rochester Medical Center dan Shore pencegahan ini
merupakan upaya untuk mencegah ibu hamil melahirkan bayi dengan BBLR, antara
lain sebagai berikut: 24
a. Perawatan prenatal merupakan faktor kunci dalam mencegah kelahiran prematur
dan bayi berat lahir rendah. Pada kunjungan prenatal, kesehatan ibu dan janin
dapat diperiksa.
b. Gizi dan berat badan ibu berhubungan dengan pertambahan berat janin dan berat
bayi saat lahir, maka makan makanan yang sehat dan mendapatkan berat badan
yang tepat saat kehamilan sangat penting.
c. Ibu harus menghindari alkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang, yang dapat
berkontribusi untuk pertumbuhan janin yang buruk, diluar dari komplikasi
lainnya.
d. Anjurkan lebih banyak istirahat bila kehamilan mendekati aterm atau istirahat
baring bila terjadi keadaan yang menyimpang dari normal.
e. Tingkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana.
2.Pencegahan sekunder
Upaya yang dilakukan untuk mencegah komplikasi yang dapat terjadi akibat
BBLR, yaitu: 20,25
a. Pengaturan suhu badan /thermoregulasi
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) terutama yang kurang bulan
membutuhkan suatu thermoregulasi yaitu suatu pengontrolan suhu badan secara
fisiologis dengan mengatur pembentukan atau pendistribusian panas, dan pengaturan
terhadap suhu keliling dengan mengontrol kehilangan dan pertambahan panas.
Berikut ini adalah beberapa cara pencegahan panas pada bayi berat lahir rendah yang
sehat antara lain:
1. Segera setelah lahir, bayi dikeringkan dan dibedong dengan popok hangat
2. Pemeriksaan di kamar bersalin dilakukan di bawah radiant warmer (box bayi
hangat)
3. Topi dipakaikan untuk mecegah kehilangan panas melalui kulit kepala
4. Bila suhu bayi stabil, bayi dapat dirawat di boks terbuka dan diselimuti.
Sementara itu, pada bayi berat lahir rendah yang sakit, cara untuk mencegah
kehilangan panas, antara lain:
1. Bayi harus segera dikeringkan
2. Untuk mentransportasi bayi, digunakan transport inkubator yang sudah hangat
3. Tindakan terhadap bayi dilakukan di bawah radiant warmer
4. Suhu lingkungan netral dipertahankan
b. Metode kanguru

40
Metode kanguru merupakan salah satu metode perawatan bayi berat
lahir rendah untuk mencegah hipotermi pada bayi baru lahir, yang
diperkenalkan pertama kali oleh Rey dan Martinez dari Columbia pada tahun
1979. Rey dan Martinez melaporkan skin to skin contact dapat meningkatkan
kelangsungan hidup bayi terutama yang mengalami BBLR atau prematur.
Prinsip dasar dari metode kanguru ini adalah mengganti perawatan bayi BBLR
dalam inkubator dengan metode kanguru. Hal ini disebabkan karena
kurangnya fasilitas terutama inkubator dan tenaga kesehatan dalam perawatan
bayi BBLR, penggunaan inkubator memiliki beberapa keterbatasan antara
lain, memerlukan tenaga listrik dan memudahkan infeksi nosokomial, rujukan
ke rumah sakit untuk bayi BBLR sangat tinggi sebelum dilakukan metode
kanguru.
Berikut ini beberapa kriteria bayi yang dapat dilakukan metode kanguru, antara lain
bayi dengan berat badan lahir kurang lebih 1.800 g atau antara 1.500-2.500 g bayi
prematur, bayi yang tidak terdapat kegawatan pernafasan dan sirkulasi, bayi mampu
bernafas sendiri, bayi yang tidak terdapat kelainan bawaan berat, dan suhu tubuh bayi
stabil (36,5-37,5ᴼC).

Pencegahan tersier
a.Pemberian ASI
Mengutamakan pemberian ASI adalah hal yang paling penting karena:
1. ASI mempunyai keuntungan yaitu kadar protein tinggi, laktalalbumin, zat
kekebalan tubuh, lipase dan asam lemak esensial, laktosa dan oligosakarida.
2. ASI mempunyai faktor pertumbuhan usus, oligosakarida untuk memacu motilitas
usu dan perlindungan terhadap penyakit.
3. Dari segi psikologis, pemberian ASI dapat meningkatkan ikatan antara ibu dan
bayi.
4. Bayi kecil/ berat rendah rendah rentan terhadap kekurangan nutrisi, fungsi
organnya belum matang, kebutuhan nutrisinya besar dan mudah sakit sehingga
pemberian ASI atau nutrisi yang tepat penting untuk tumbuh kembang yang
optimal bagi bayi.
b.Pemijatan bayi
Ternyata dari kebanyakan penelitian melaporkan bayi prematur yang biasanya
lahir dengan berat badan lahir rendah mengalami kenaikan berat badan yang lebih
besar dan berkembang lebih baik setelah dilakukan pemijatan secara teratur.
Margaret Ribbie, seorang psikiater pada tahun 1940 mengamati bahwa bayi yang
lebih banyak dipegang akan terangsang pernafasannya dan peredaran darah
menjadi lebih baik.
Pemijatan pada bayi berat badan lahir rendah bertujuan untuk, antara lain:
1. Memacu pertumbuhan berat badan bayi
2. Membantu bayi melepaskan rasa tegang dan gelisah
3. Menguatkan dan meningkatkan sistem imunologi
4. Merangsang pencernaan makanan dan pengeluaran kotoran
5. Membuat bayi tidur lebih tenang
6. Menjalin komunikasi dan ikatan antara bayi atau orangtuanya.

3.12 Prognosis
Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah
perinatal, misalnya masa gestasi makin (makin muda masa gestasi bayi tinggi angka

41
kematian), afiksia/iskemia otok, sindroma gangguan pernapasan, perdarahan
interaventrikuler, displasia bronkopulmonia, retrolental fibroplasias, infeksi,
gangguan metabolik (asidosis hipoglikemia, hiperbilubinemia) kadaan sosial
ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan
postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, mencegah infeksi,
mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dll).17

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI, 2014), BBLR yaitu bayi berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa maemandang masa gestasi dengan catatan berat lahir
adalah berat bayi yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir.
Klasifikasi bayi berat lahir menurut Saifuddin dkk (2009):
4. bayi berat lahir rendah (BBLR), dengan berat badan 1500 – 2500 gram.
5. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), dengan berat badan bayi kurang dari
1500 gram.
6. Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER) dengan berat bayi kurang dari 1000
gram.
Penggolongan bayi berat lahir rendah terdiri dari :
4. Prematuritas Murni
Bayi lahir dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu serta berat badan bayi
sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa
kehamilan ( NKB - SMK ).
5. Bayi Small for Gestational Age ( SGA )

42
Berat bayi lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA terbagi menjadi 3 jenis
yaitu :
a. Simetris ( intrauterus for gestational age )
b. Asimetris ( intrauterus growth retardation ) .
c. Dismaturitas
Kondisi dimana bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk
masa gestasi dan bayi tersebut akan mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri
serta merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan (Mitayani, 2009).

Etiologi dan Penyebab BBLR


1. Faktor Ibu (maternal)
Usia Ibu, Tingkat Pendidikan, Stres Psikologis, Status Sosial Ekonomi, Status
Gizi, Paritas, Jarak Kehamilan, Asupan Gizi, Konsumsi Alkohol, Penyakit
Kehamilan (Anemia pada Kehamilan, Pre Eklampsia/Eklampsia , Hipertensi),
Pemeriksaan Antenatal Care (ANC)
2. Faktor Janin
Factor Plasenta disebabkan oleh: hidramnion, plasenta previa, solution plasenta,
sindrom transfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
2. Faktor Lingkungan
Tempat Tinggal di Dataran Tinggi, Paparan Zat Beracun/Radiasi, Anggota
Keluarga Merokok dalam Rumah, Budaya Pantangan Makanan.

Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir rendah: berat
badan lahir kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar dada
kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, usia gestasi kurang dari 37
minggu, kepala relatif lebih besar dari badannya, kulit tipis, lanugonya banyak, lemak
subkutan kurang, Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia miyora, Pergerakan kurang
dan lemah, sering tampak peristaltik usus, tangisnya lemah, pernapasan tidak teratur
dan sering timbul apnea, Lebih banayk tidur ari pada bangun, refleks tonik-leher
lemah dan refleks moro positif, refleks hisap dan menelan lemah, kulit mengkilatdan
licin
Masalah yang dapat terjadi pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
terutama pada prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi
tersebut. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem
pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskular, hematologi, gastrointerstinal, ginjal,
termoregulasi
Komplikasi dari BBLR: Sindrom aspirasi meconium , Hiploglikemi
simptomatik, Penyakit membran hialin, Asfiksia neonatorum,Hiperbilirubinemia
(Gangguan pertumbuhan hati).
Dampak jangka pendek BBLR: Hipotermia, hipoglikemia, dan hiperglikemia,
Hiperbiliruinemia (IKTERUS), Gangguan cairan dan elektrol, Masalah pemberian
ASI, Gangguan imunologik, Sindroma gangguan pernafasan, meliputi penyakit
membran hialin, dan aspirasi meconium, Asfiksia dan apnea periodic,
Retrolental fibroplasia disebabkan oleh gangguan oksigen yang berlebihan,
Dampak jangka panjang BBLR: gangguan pertumbuhan dan perkembangan,
Gangguan penglihatan (retinopati), Gangguan pendengaran, Kemampuan berbicara
dan berkomunikasi menjadi terganggu, Penyakit paru kronis, Gangguan neurologis
dan kognisi,Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit,

43
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu dengan
menerapkan beberapa metode Developemntal care yaitu : Pemberian posisi, Minimal
handling(Dukungan Respirasi, Termoregulasi, Perlindungan terhadap infeksi,
Hidrasi,Nutrisi), Perawatan Metode Kanguru (Kangaroo Mother Care), Perawatan
pada inkubator.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Maternal Mortality: World Health Organization: 1-1: 2014.


2. WHO. Guidelines on Optimal Feedinf of Low Birth Weight Infants in Low-and-
Middle-incomecountries: WHO Library Cataloguing in Publication Data: 1-2: 2011.
3. Balitbang Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar: RISKESDAS: Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI: 31-35: 2013
4. RISKESDAS. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan Pengembangan
Kesehatan RI: Jakarta: 147-132: 2013.
5. Rotua H Samuel. Hubungan antara frekuensi antenatal care dengan kejadian bayi
berat lahir rendah berdasarkan masa kehamilan di RSUD Dr.Moewardi Surakarta.
Surakarta: 2-5: 2010.
6. Depkes RI. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: 137-140: 2009.

44
7. Atikah Proverawati dan Cahyo Ismawati. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR):
Yogyakarta: Nuh Medika: 17-23: 2010.
8. Handayani Sri, Umi Rozigoh. Paritas dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro: Klaten: 1-6: 2008.
9. Marcdante, dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi keenam: Elsevier-Local:
Jakarta: 237-270: 2013.
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)., Bayi berat lahir rendah, in standard pelayanan
medis kesehatan anak: Edisi 1: Jakarta: 3-7: 2014.
11. Hasan, R., dan Alatas, H. Buku Kuliah Kesehatan Anak. FK UI. Jakarta: 235-270:
2005.
12. Saifuddin, Abdul Bari. Panduan Praktis Pelayanan Maternal dan Neonatal: Jakarta: PT
Bina Pustaka: 35-43: 2009.
13. Mitayani. Asuhan Keperawatan Maternitas: Salemba Medika Jakarta: 175-178: 2009.
14. Maulida, L.F. Ikterus Neonatorum: Media Publikasi Penelitian: 10 (1), 39-43: 2013
15. Hafizah, dan Imelda. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Hiperbilirubinemia di Ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) Rumah Sakit
Umum Daerah Dr.Zainoel Abidin Banda Aceh: 2-5: 2013
16. Shinta, T. Pengaruh Perubahan Posisi Tidur pada Bayi Baru Lahir Hiperbilirubinemia
dengan Fisioterapi Terhadap Kadar Bilirubin Total: Jurnal Kesehatan “Caring and
Enthusiasm”: 1 (2), 1-10: 2014.
17. Winkjosastro. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC: Yayasan Pusataka Sarwono
Prawihardjo: 23-75: 2006.
18. Marcdante, dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial: Elsevier-Local: Jakarta; 237-
270: 2010.
19. Wong D.L., Huckbenberry M.J. Wong’s Nursing care of infants and children: Mosby
Company: St Louis Missouri; 123-135: 2008.
20. Maryunani A, et al. Asuhan kegawatan dan penyulitpada neonates. Jakarta: Trans Info
Medika: 23-45: 2009.
21. Saifuddin, Abdul Bari. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal: Jakarta : Yayasan Bina Sarwono Prawihardjo: 18-74: 2006.
22. Perinasia. 2006. Melindungi, meningkatkan, dan mendukung menyusui: peran khusus
pada pelayanan kesehatan ibu hamil dan menyusui, pernyataan bersama
WHO/UNICEF: Perkumpulan Perinatologi Indonesia: Jakarta : 1-7: 2006.
23. Hidayat, A.A. Pengantar Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salema Medika: 23-57 2005.

45

Anda mungkin juga menyukai