Anda di halaman 1dari 3

AMAL JAMA’I

Posted on May 28, 2008 by yahyaayyash


1.a. Pengertian Amal Jama’i
Amal Jama’i (gerakan bersama) secara bahasa berarti “sekelompok manusia yang berhimpun bekerja
bersama untuk mencapai tujuan yang sama.”
Al-‘amalul al-jamaa’i berarti bekerja sama berdasarkan kecepakatan dan bekerja bersama-sama sesuai
tugas yang diberikan untuk memantapkan amal. Jadi, Al-‘amalul al-jamaa’i mendistribusikan amal (pekerjaan)
kepada setiap anggota berdasarkan potensi yang dimilikinya untuk mencapai tujuan.
1.b. Beberapa ciri Amal Jama’i
1. Aktivitas yang dijalankannya harus berdasarkan keputusan jamaah
Dalam konteks gerakan bersama, tindakan yang diambil oleh setiap anggota sebagai tambahan dari apa
yang telah disebutkan harus berada dalam batas-batas Syar’i.
2. Mempunyai sistem organisasi yang lengkap dan aktivitas dijalankan secara rapi dan tersusun
Tujuan pengangkatan seorang Ketua dalam suatu organisasi atau jama’ah bukan semata-mata sebagai
lambang, tetapi bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi dan memudahkan jama’ah untuk bergerak dan
bertindak melakukan aktivitas Islami.
Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut tidak semua orang harus melaksanakannya, dan tidak semua
orang harus terlibat dengan semua kegiatan tersebut. Bahkan sebaiknya masing-masing mengambil
porsinya sendiri-sendiri.
3. Tindakan dan kegiatannya sesuai dengan strategi pendekatan yang telah digariskan oleh jamaah
4. Seluruh kegiatannya bertujuan untuk mencapai cita-cita yang telah ditetapkan bersama
1.c. Urgensi amal jama’i
1. Dustur Ilahi :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
makruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran 3:104)

Dalam ayat ini Allah telah mengisyaratkan tentang wajibnya melaksanakan dakwah secara amal jama’i.
2. Perjuangan Islam terlalu berat untuk dipikul secara individual karena perjuangan Islam bertujuan mengikis
habis jahiliyah sampai ke akar-akarnya dan menegakkan Islam sebagai penggantinya.
Tanpa adanya struktur (tandzim) haraki yang setarap dengan struktur yang dihadapi (jahiliyah) dalam segi
kesadaran, penataan dan kekuatan, tugas perjuangan Islam tak mungkin dapat dihasung meskipun dengan
berpayah-payah dan pengorbanan seluruh kemampuan.
3. Da’wah secara jama’ah adalah da’wah yang paling efektif dan sangat bermanfaat bagi Gerakan Islam.
Sebaliknya da’wah secara sendirian akan kurang pengaruhnya dalam usaha menanamkan ajaran Islam
pada umat manusia.
4. Beramal jama’i (bergerak secara bersama) akan memperkuat orang-orang yang lemah dan menambah
kekuatan bagi orang-orang yang sudah kuat. Satu batu bata saja akan tetap lemah betapapun matangnya
batu bata tersebut. Ribuan batu bata yang berserakan tidak akan membentuk kekuatan, kecuali jika telah
menjadi dinding, yaitu antara batu bata yang satu dengan yang lain telah direkat dan ditata secara rapi.
“Orang Mu’min yang satu dengan orang Mu’min lainnya seperti bangunan yang saling memperrekat.” (Muttafaq
‘alaih)
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al Maaidah 5:2)
5. Beramal jama’i sebagai sarana mencapai keridhaan Allah
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seolah-
olah mereka adalah bagunan yang tersusun kokoh.” (QS. Ash Shaff 61:4)
6. Dengan amal jama’i balasan yang diberikan berlipat ganda
Allah SWT memberikan ganjaran yang besar kepada ibadah yang dilakukan secara berjamaah seperti
shalat berjamaah dan sebagainya.
7. Iman lebih terpelihara dalam lingkungan amal jama’i
Persatuan dalam amal jama’i merupakan benteng pertahanan dari ancaman kehancuran. Seorang diri bisa
saja lenyap, jatuh atau disergap oleh syethan-syethan manusia dan jin. Tetapi jika ia berada di dalam
Jama’ah maka akan terlindungi.
Seperti seekor kambing yang berada di tengah kawanannya. Tidak ada serigala yang berani memangsanya
karena perlindungan kawanan itu sendiri. Serigala akan berani memangsanya manakala kambing itu keluar
dari kawanannya atau berjalan sendirian.
“Kalian harus berjama’ah karena tangan Allah bersama Jama’ah. Barang siapa melesat sendirian maka ia akan
melesat sendirian di neraka.” (Hadits)
“Sesungguhnya syethan adalah serigala manusia dan serigala itu hanya memakan kambing yang lepas (dari
kawanan).” (Hadits)
“Kalian harus ber-Jama’ah, karena syethan itu bersama orang yang sendirian dan dia akan lebih jauh terhadap
dua orang.” (Hadits)
8. Kebathilan yang terorganisir dapat mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir
1.d. Jamaah Minal Muslimin (Jamaah dari kaum Muslimin)
Jamaah yang ada sekarang adalah jamaah minal muslimin bukan jamaah muslimin. Artinya, ada jamaah lain
yang bergerak dan berdakwah untuk mencapai jamaah muslimin. Jamaah muslimin adalah khilafah Islamiyah
yang tunggal, tidak boleh ada jamaah setelah berdirinya, karena Nabi Saw. bersabda untuk membunuh satu dari
dua pimpinan jamaah muslimin (khalifah Islamiyah)
1.e. Bahaya Perpecahan Umat. Persatuan : Suatu Kewajiban Islam
Tidak menjadi masalah jika di dalam tubuh Kebangkitan Islam itu terdapat berbagai amal jama’i, kelompok
atau Jama’ah, yang masing-masing memiliki manhaj tersendiri dalam berkhidmat dan berjuang menegakkan
Islam di muka bumi, sesuatu dengan penentuan sasaran, skala prioritas, sasaran dan tahapannya.
Tidaklah menjadi masalah, apabila hal itu merupakan ta’addudu tanawwu’ (perbedaan yang bersifat variatif)
bukan ta’addudu ta’arudh (perbedaan yang bersifat kontradiktif). Asalkan semua pihak ada hubungan kerja dan
koordinasi. Sehingga saling menyempurnakan dan menguatkan. Dalam menghadapi masalah-masalah asasi
dan keprihatinan bersama harus mencerminkan satu barisan, laksana bangunan yang kokoh.
Tetapi yang menjadi masalah adalah jika satu gerakan Islam meluncur-kan makar terhadap gerakan Islam
lainnya. Sehingga musuh itu datang dari dalam tubuh Kebangkitan Islam itu sendiri.
Tidaklah berbahaya jika terjadi perbedaan pendapat khususnya dalam soal-soal furu’ (cabang) dan
sebagian ushul (pokok) yang tidak prinsipil. Tetapi yang berbahaya adalah perpecahan dan permusuhan yang
telah diperingatkan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.
Islam membenci perpecahan !
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan
yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat” (QS. Ali Imran: 105)
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa
golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah
(terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan Memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.”
(QS. Al An’aam 6:159)
“Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya”. (QS. Asy-Syura 42:13)
“Barang siapa memisahkan diri dari Jama’ah sejengkal kemudian dia mati maka matinya adalah (mati) jahiliah”.
(Muttafaq ‘alaih)
“Jauhkanlah diri kalian dari tindakan merusak hubungan persaudaraan karena tindakan itu adalah pencukur
(agama)” (HR. Tirmidzi)
Islam sangat membenci perpecahan dan perselisihan, sampai Rasulullah saw. memerintahkan kepada
orang yang sedang membaca al-Qur’an agar menghentikan bacaannya apabila bacaannya itu akan
mengakibatkan perpecahan.
“Bacalah al-Qur’an selama bacaan itu dapat menyatukan hati kalian, tetapi jika kalian berselisih maka
hentikanlah bacaan itu” (Muttafaq ‘alaih)
Artinya bubarlah dan pergilah supaya perselisihan itu tidak berlarut-larut lalu menimbulkan keburukan.
Kendatipun keutamaan membaca al-Qur’an sangat besar, tetapi Nabi saw. tidak mengizinkan membacanya
apabila bacaan itu akan membawa kepada pertentangan dan perselisihan. Baik perselisihan itu
menyangkut qira’at ataupun menyangkut adab-adab lainnya. Para shahabat diperintahkan agar membubarkan
majlis pada saat terjadinya perselisihan. Sementara itu masing-masing mereka tetap diperbolehkan berpegang
teguh dengan qira’atnya.
Bimbingan Islam untuk memelihara persatuan :
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan
bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (Al-Hujurat 49:10)
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi
mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok).” (al-Hujurat 49:11)
“Jauhkanlah diri kalian dari prasangka, karena prasangka itu merupakan omongan yang paling dusta. Janganlah
saling mencurigai, saling menghasut, saling iri hati, saling membenci dan saling membuat makar. Tetapi jadilah
Hamba-hamba Allah yang saling bersaudara”. (hadits)
Ada satu kisah di dalam al-Qur’an yang mengajarkan agar kita senantiasa menjaga kesatuan. Kisah tersebut
ialah kisah Musa as. ketika pergi untuk memenuhi “panggilan” Allah selama tiga puluh malam kemudian
disempurnakan dengan sepuluh sehingga menjadi empat puluh malam. Selama kepergian tersebut tugas Nabi
Musa as. digantikan oleh saudaranya dan partnernya, Harun as. Selama kepergian Nabi Musa as. inilah, kaum
diuji dengan penyembahan anak sapi yang dibuat oleh Samiri. Setelah kembali kepada kaumnya, Nabi Musa as.
dikejutkan oleh penyimpangan besar yang menyentuh esensi aqidah yang dibawanya dan dibawa oleh semua
Rasul sebelum ataupun sesudahnya.
Nabi Musa kemudian marah lalu melemparkan lembaran-lembarannya seraya menjambak rambut
saudaranya dan berkata :
“Hai Harun! Apakah yang menyebabkanmu, waktu engkau melihat mereka sesat, untuk tidak mengikuti (contoh)-
ku? Apakah (dengan sengaja) engkau telah durhaka kepada perintahku?” (QS. Thaha 20:92-93)
Jawaban Nabi Harun seperti disebutkan dalam al-Qur’an ialah :
“Ia (Harun) menjawab: Hai anak ibuku, janganlah engkau jambak jenggotku dan janganlah engkau tarik rambut
kepalaku. Sesungguhnya aku takut engkau akan berkata: “Engkau telah memecah belah Bani Israel dan engkau
tidak pelihara perkataanku”. (QS. Thaha 20:94)
Di dalam jawaban ini kita lihat bahwa Nabi Allah, Harun meminta maaf kepada saudaranya dengan
ungkapan : “Aku takut bahwa engkau akan berkata: engkau telah memecah belah Bani Israel dan engkau tidak
pelihara perkataanku”.
Ini berarti Nabi Harun as. mendiamkan tindakan kemusyrikan besar dan penyembahan anak sapi yang
dibuat oleh Samiri, demi menjaga kesatuan Jama’ah dan khawatir akan perpecahannya. Tentu saja
kekhawatiran tersebut hanya bersifat sementara, selama kepergian Musa. Setelah Nabi Musa kembali, kedua
Rasul bersaudara ini bekerjasama dalam menangani krisis yang timbul.
1.f. Analisa Tugas Amal Jama’i
Tujuan-tujuan khusus :
1. Membina pribadi Muslim dan mengembalikan kepribadian Islam setelah dihancurkan oleh peradaban asing,
Timur dan Barat
2. Membina keluarga Islam dan mengembalikan karakteristiknya yang asli agar dapat melaksanakan tugasnya,
yaitu ikut berpartisipasi dalam menciptakan manusia Muslim yang sejati
3. Membina masyarakat Islam yang akan mencerminkan dakwah dan peri laku Islam, agar manusia dapat
melihat hakikat Islam yang hanif ini dalam suatu bentuk yang kongkret di permukaan bumi
4. Mempersatukan umat Islam di seluruh penjuru dunia menjadi satu front kekuatan dalam menghadapi
kekafiran, kemusyrikan dan kemunafikan, sehingga umat ini didengar perkataannya dan ditakuti
gerakannya.
Sarana terpenting amal jama’i dalam mencapai tujuan-tujuan khusus :
1. Wajib mengembalikan mass-media, pengajaran, ekonomi dan alat-alat negara lainnya kepada Islam, supaya
pengarahannya diatur sesuai dengan batas-batas dan syari’at Islam
2. Menghancurkan semua unsur kemunafikan dan kefasikan di dalam umat dan membersihkan masyarakat
daripadanya
3. Mempersiapkan umat Islam sebaik-baiknya sehingga sesuai dengan berbagai tuntutan di masa datang.

Anda mungkin juga menyukai