Disusun oleh
Kelompok 6 :
Gamariya Assegaf (18142010011)
Meri Intan Sari (18142010017)
Moh. Rachman Maulana (18142010021)
R. Muchlas Ahmad Abraham (18142010027)
Rifka Putri Fahrani (18142010028)
Halimatus Sa’diyah (18142010036)
Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
karunia-Nya kami dapat meyelesaikan makalah ini yang berjudul “STRUKTUR VIRUS
DAN PROSES INFEKSI OLEH VIRUS HIV”, walau masih banyak kekurangan, kritik
dan saran sangat kami harapkan agar dapat lebih baik lagi dikemudian hari.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih, semoga hasil makalah kami ini
bermanfaat, kami mohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui struktur virus HIV (Human Immunodeficiency Virus)
2. Mengetahui patogenesis infeksi oleh virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus)
3. Mengetahui gambaran klinis infeksi virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus)
4. Mengetahui diagnosis infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency
Virus)
5. Mengetahui pengobatan dan pencegahan infeksi virus (Human
Immunodeficiency Virus)
BAB II
PEMBAHASAN
Partikel HIV adalah virus RNA yang ber-envelop, berbentuk bulat sferis dengan
diameter 80-120 nm. Partikel yang infeksius terdiri dari dua untai single
stranded RNA positif yang berada di dalam inti protein virus (ribonukleoprotein)
dan dikelilingi oleh lapisan envelope fosfolipid yang ditancapi oleh 72 buah
tonjolan (spikes) glikoprotein (Gambar 1). Envelope polipeptida terdiri dari dua
subunit yaitu glikoprotein luar (gp120) yang merupakan tempat ikatan reseptor
(receptor binding) CD4+ dan glikoprotein transmembran (gp41) yang akan
bergabung dengan envelope lipid virus. Protein-protein pada membran luar ini
terutama berfungsi untuk mediasi terjadinya ikatan dengan sel CD4+ dan
reseptor kemokin.
Pada permukaan dalam envelope lipid virus dilapisi oleh protein matriks (p17),
yang kemungkinan berperan penting dalam menjaga integritas struktural virion.
Envelope lipid terbungkus dalam protein kapsid yang berbentuk ikosahedral
(p24) dan matriks p17. Protein kapsid mengelilingi inti dalam virion sehingga
membentuk ‘cangkang’ di sekeliling material genetik. Protein nukleokapsid
terdapat dalam ‘cangkang’ tersebut dan berikatan langsung dengan molekul-
molekul RNA.
2.4 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasrkan manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium.diagnosis pasti di tegakkan dengan melakukan pemeriksaan
laboratorium mulai dari uji penapisan dengan penentuan adanya antibody anti-
HIV kemudian dilanjutkan dengan uji pemastian dengan pemeriksaan yg lebih
spesifik yaitu Western blot lebih spesifik karena mampu mendeteksi komponen-
komponen yang terkandung pada HIV. Untuk negara berkembang seperti
indonesia mengingat uji tersebut belum merata dilakukan secara rutin, maka
dapat dilakukan mpemeriksaan laboratorium dengan tiga metode yang berbeda.
Dikatakan terinfeksi HIV apabila ketiga pemeriksaan laboratorium dari metode
yang berbeda-beda tersebut menunjukkan hasil reaktif.
Untuk membantu menetapkan diagnosis terinfeksi HIV pada individu perlu
memahami faktor resiko epidemiologis yang terdapat pada individu tersebut.
Informasi ini sangat memudahkan dokter sebelum melangkah ke arah diagnosis
definitif. Konseling dan pemeriksaan terhadap individu beresiko tinggi
merupakan langkah utama untuk pencegahan dan deteksi dini. Individu yang
terinveksi tetapi tidak mengetahui, tidak menyadari sangat potensial
mentransmisikan ke orang lain.
Berbagai faktor risiko terinveksi HIV
Faktor risiko epidimiologiss infeksi HIV adalah sebagai berikut:
1) Perilaku berisiko tinggi
a. Hubungan seksual dengan pasangan berisiko tinggi tanpa
menggunakan kondom.
b. Pengguna narkotika, intravena, terutama bila pemakaian jarumsecara
bersama tanpa sterilisasi yang memadai
c. Hubungan seksual yang tidak aman multipartner, pasangan seks
individu yang diketahui terinfeksi HIV, Kontak seks per anal
Pencegahan Skunder:
Pada era sebelum pengembangn terapi melalui program HAART, penelitian
kohort data dari individu yang tercatat menunjukkan serokonvenrsi bahwa AIDS
telah berkembang dalam 10 tahun terakhir dan sdkitar 50% individu seropositif
belum mendapatkan terapi anti retro viral. Belakangan terjadi kemajuan dalam
pengobatan HAART sehingga dapat memperbaiki prognosis. Sebagian kecil
pasien yang telah mendaptkan pengobata n ARV berkembang ke AIDS. Data
terakhir menunjukan hasil baik dengan menggunakan rejimen baru sehingga
progresivitas penhyakit ditekan. Penurunan kejadian AIDS mencerminkan
kemajuan dalam bidang terapi, keberhasilan dalam upaya pencegahan seperti
yang dilaporkan di Amerika serikat dan Eropa barat.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah penularan HIV/AIDS:
1. Penyuluhan Kesehatan
Melakukan penyuluhan kesehatan di sekolah dan masyarakat mengenai perilaku
resiko tinggi yang dapat menularkan HIV.
2. Tidak melakukan hubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, atau hanya
berhubungan seks dengan satu orang saja yang diketahui tidak terinfeksi HIV.
3. Menggunakan kondom saat melakukan hubungan sekssual.
Penggunaan kondom yang benar saat melakukan hubungan seks baik secara
vaginal, anal dan oral dapat melindungi terhadap penyebaran infeksi menular
seksual (IMS).
4. Menyediakan fasilitas konseling dan tes HIV sukarela
Konseling dan tes HIV sukarela ini sangat disarankan untuk semua orang yang
terkena salah satu faktor resiko sehingga mereka mengetahui status infeksi serta
dapat melakukan pencegahan dan pengobatan dini.
5. Melakukan sunat bagi laki-laki.
Sunat pada laki-laki yang dilakukan oleh profesional kesehatan terlatih dan sesuai
dengan aturan medis dan mengurangi resiko infeksi HIV melalui hubungan
heteroseksual sekitar 60%.
6. Menggunakan Antriretroviral (ART).
Sebuah pecobaan yang dilakukan di tahun 2011 telah mengkonfirmasi bahwa orang
HIV-positif yang telah mematuhi pengobatan Antriretroviral (ART), dapat
mengurangi resiko penularan HIV kepada pasangan seksual HIV-negatif sebesar
96%.
7. Pengurangan dampak buruk (Harm Reduction) bagi pengguna narkoba suntikan.
Penggunaan narkoba suntikan dapat melakukan pencegahan terhadap infeksi HIV
dengan menggunakan alat suntik steril untuk setiap infeksi atau tidak berbagi jarum
suntikkepada pengguna lain.
8. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak.
Penularan HIV dari ibu ke anak selama kehamilan, persalinan, atau menyusui jika
tidak diberikan intervensi maka tingkat penularan HIV dari ibu ke anak dapat
mencapai 15-45%.
9. Melakukan Tindakan Kewaspadaan Universal Bagi Petugas Kesehatan.
Bagi petugas kesehatan, harus berhati hati dalam menangani pasien,memakai dan
membuang jarum suntik agar tidak tertusuk menggunakan APD untuk menghindari
kontak dengan darah atau cairan yang kemungkinan terinfeksi HIV. Setiap tetes
darah pasien yang mengenai tubuh harus segera dicuci dengan air dan
sabun.tindakan kehati hatian ini harus dilakukan pada semua pasien dan semua
prosedur laboratorium.