Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air dalam Bahan Pangan

Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi

standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperature 273,15 K (0ºC). Air

merupaka pelarut yang kuat, melarutkan banyak zat kimia. Zat-zat yang larut dengan

baik dalam air (misalnya garam-garam) disebut sebagai zat-zat “hidrofilik” (pencinta

air), dan zat-zat yang tidak mudah tecampur dengan air (misalnya lemak dan

minyak), disebut sebagai zat-zat “hidrofobik” (takut air) (Wulanriky, 2011).

Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu unsur penting dalam

makanan. Air sendiri meskipun bukan merupakan sumber nutrien seperti bahan

makanan lain, namun sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimia

organisme hidup. Salah satu pertimbangan penting dalam penentuan lokasi pabrik

pengolahan bahan makanan adalah adanya sumber air yang secara kualitatif

memenuhi syarat. Dalam pabrik pengolahan pangan, air diperlukan untuk berbagai

keperluan misalnya : pencucian, pengupasan umbi atau buah, penentuan kualitas

bahan (tenggelam atau mengambang), bahan baku proses, medium pemanasan atau

pendinginan, pembentukan uap, sterilisasi, melarutkan dan mencuci bahan sisa

(Sudarmadji,2003).

Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen di

samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai

air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi

Universitas Sumatera Utara


penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara

tersebut. Sebenarnya air dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler

dan air terikat secara kimia, antara lain air kristal dan air yang terikat dalam sistem

dispersi (Purnomo,1995).

Air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam berbagai bentuk :

1. Air bebas, air ini terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan pori-

pori yang terdapat pada bahan.

2. Air yang terikat secara lemah, air ini teradsorbsi pada pemukaan kolloid

makromolekuler seperti protein, pektin pati, sellulosa. Selain itu air juga

terdispersi diantara kolloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam

sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan

dapat dikristalkan pada proses pembekuan. Ikatan antara air bebas dengan kolloid

tersebut merupakan ikatan hidrogen.

3. Air dalam keadaan terikat kuat, air ini membentuk hidrat. Ikatannya bersifat ionik

sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku meskipun

pada 0ºF.

Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses

kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobilogis, kimiawi, ensimatik, bahkan

oleh aktivitas serangga perusak (Sudarmadji,2003).

Jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh

mikroorganisme dinyatakan dalam besaran aktivitas air (Aw = water activity).

mikroorganisme memerlukan kecukupan air untuk tumbuh dan berkembang biak.

Universitas Sumatera Utara


Seperti halnya pH, mikroba mempunyai niali Aw minimum, maksimum dan optimum

untuk tumbuh dan berkembang biak ( Ahmadi & Estiasih,2009).

Sampai sekarang belum diperoleh sebuah istilah yang tepat untuk air yang

terdapat dalam bahan makanan. Istialah yang umumnya dipakai hingga sekarang ini

adalah “air terikat” (bound water). Walaupun sebenarnya istilah ini kurang tepat,

karena keterikatan air dalam bahan berbeda-beda, bahkan ada yang tidak terikat.

Karena itu, istilah “air terikat” ini dianggap suatu sistem yang mempunyai derajat

keterikatan berbeda-beda dalam bahan (Winarno,1992).

Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat dibagi atas empat tipe.

• Tipe I adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu

ikatan hidrogen yang berenergi besar. Air tipe ini tidak dapat membeku pada

proses pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat dihilangkan dengan cara

pengeringan biasa. Air tipe ini terikat kuat dan sering kali disebut air terikat dalam

arti sebenarnya.

• Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air

lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dengan air minum.

Air ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan

penurunan Aw (water activity). Jika air tipe II dihilangkan seluruhnya, kadar air

bahan akan berkisar 3-7 % dan kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai,

kecuali pada produk-produk yang dapat mengalami oksidasi akibat adanya

kandungan lemak tidak jenuh.

Universitas Sumatera Utara


• Tipe III adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti

membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah yang sering kali disebut

dengan air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk

pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air tipe ini

diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12-25 % dengan Aw

(water activity) kira-kira 0,8% tergantung dari jenis bahan dan suhu.

• Tipe IV adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni

dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh (Winarno,1992).

Selain tipe-tipe air tersebut di atas, beberapa penulis membedakan pula air

imbibisi dan air Kristal. Air imbibisi merupakan air yang masuk kedalam bahan

pangan dan akan menyebabkan pengembangan volume, tetapi air ini tidak merupakan

komponen penyusun bahan tersebut. Misalnya air dengan beras bila dipanaskan akan

membentuk nasi, atau pembentukan gel dari bahan pati. Air Kristal adalah air terikat

dalam semua bahan, baik pangan maupun non pangan yang berbentuk kristal, seperti

gula, garam, CuSO4, dan lain-ain (Winarno,1992).

2.2. Kadar Air dalam Bahan Makanan

Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan

pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka kadar airnya akan

mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya. Kadar air ini disebut

dengan kadar air seimbang. Setiap kelembaban relatif tertentu dapat menghasilkan

Universitas Sumatera Utara


kadar air seimbang tertentu pula. Dengan demikian dapat dibuat hubungan antara

kadar air seimbang dengan kelembaban relatif.

aktivitas air dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Aw = ERH/100

Aw = aktivitas air

ERH = kelembaban relative seimbang

Bila diketahui kurva hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relatif

pada hakikatnya dapat menggambarkan pula hubungan antara kadar air dan aktivitas

air. Kurva sering disebut kurva Isoterm Sorpsi Lembab (ISL). Setiap bahan

mempunyai ISL yang berbeda dengan bahan lainnya. Pada kurva tersebut dapat

diketahui bahwa kadar air yang sama belum tentu memberikan Aw yang sama

tergantung macam bahannya. Pada kadar air yang tinggi belum tentu memberikan Aw

yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal ini dikarenakan mungkin bahan yang satu

disusun oleh bahan yang dapat mengikat air sehingga air bebas relatif menjadi lebih

kecil dan akibatnya bahan jenis ini mempunyai Aw yang rendah (Wulanriky,2011).

Nilai Aw suatu bahan atau produk pangan dinyatakan dalam skala 0 sampai 1.

Nilai 0 berarti dalam makanan tersebut tidak terdapat air bebas, sedangkan nilai 1

menunjukkan bahwa bahan pangan tersebut hanya terdiri dari air murni. Kapang,

khamir, dan bakteri ternyata memerlukan nilai Aw yang paling tinggi untuk

pertumbuhannya. Niai Aw terendah dimana bakteri dapat hidup adalah 0,86. Bakteri-

bakteri yang bersifat halofilik atau dapat tumbuh pada kadar garam tinggi dapat

hidup pada nilai Aw yang lebih rendah yaitu 0,75. Sebagian besar makanan segar

mempunyai nilai Aw = 0,99. Pada produk pangan tertentu supaya lebih awet biasa

Universitas Sumatera Utara


dilakukan penurunan nilai Aw. Cara menurunkan nilai Aw antara lain dengan

menambahkan suatu senyawa yang dapat mengikat air ( Ahmadi & Estiasih,2009).

Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan

makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan Aw yaitu jumlah air bebas yang

dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai

mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya

bakteri Aw : 0,90 ; khamir Aw : 0,80-0,90 ; kapang Aw : 0,60-0,70. Untuk

memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan

dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya dilakukan pengeringan,

baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering buatan (Winarno,1992).

2.3. Kerusakan Mikrooganisme Karena Pemanasan

Pengaruh panas terhadap mikroorganisme digunakan untuk mengawetkan

makanan lama sebelum pembusukan makanan oleh mikroorganisme ditemukan.

Kebanyakan makanan yang diolah dengan pemanasan dianggap telah steril secara

komersial yaitu makanan telah diproses dengan pemanasan untuk mematikan semua

mikroorganisme yang mengakibatkan kerusakan pada kondisi penyimpanan yang

normal. Banyak makanan yang diolah dengan pemanasan mengandung organisme-

organisme yang masih hidup (seperti spora-spora bakteri thermofilik) .

(Buckle,1987).

2.4. Penentuan Kadar Air dalam Bahan Makanan

Universitas Sumatera Utara


Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini

tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan

dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110ºC selama 3 jam atau

sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan

adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas,

dilakukan pemanasan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Seperti

bahan bekadar gula tinggi, minyak daging, kecap, dan lain-lain. kadang-kadang

pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan

H2SO4 pekat sebagai pengering, sehingga mencapai berat yang konstan. Untuk bahan

dengan kadar gula tinggi, kadar airnya dapat diukur dengan menggunakan

refraktometer disamping menentukan padatan terlarutnya pula. Dalam hal ini, air dan

gula dianggap sebagai komponen-komponen yang mempengaruhi indeks refraksi.

Disamping cara-cara fisik, ada pula cara-cara kimia untuk menentukan kadar air. Mc

Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi

kalsium karbida dengan bahan yang akan diperiksa. cara ini dipergunakan untuk

bahan-bahan seperti sabun, tepung, kulit, bubuk biji panili, mentega, dan sari buah.

Karl Fischer pada tahun 1935 menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi

kimia air dari titrasi langsung dari bahan basah dengan larutan iodine, sulfur,

dioksida, dan piridina dalam methanol. Perubahan warna menunjukkan titik akhir

titrasi (Winarno.1992).

Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan beragai cara antara
lain :
1. Metode pengeringan

Universitas Sumatera Utara


2. Metode destilasi

3. Metode kimiawi

4. Metode fisis

2.4.1. Penentuan Kadar Air Cara Pengeringan

Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan.

Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah

diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah.

Kelemahan cara ini adalah :

• Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap

air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain.

• Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah

menguap. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak

mengalami oksidasi.

• Bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun

sudah dipanaskan.

untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang

menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan. Maka

dapat dilakukan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian akan

diperoleh hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya

(Sudarmadji.2003).

2.4.2. Penentuan Kadar Air Cara Destilasi

Universitas Sumatera Utara


Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan

“pembawa” cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi dari pada air dan

tidak dapat bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah dari pada

air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain : toluen, xylen, benzen,

tetrakhlorethilen dan xylol. Cara penentuannya adalah dengan memberikan zat kimia

sebanyak 75-100 ml pada sampel yang diberikan mengandung air sebanyak 2-5 ml

kemudian dipanaskan sampai mendidih. Uap air dan zat kimia tersebut diembunkan

dan ditampung dalam tabung penampung. Karena berat jenis air lebih besar daripada

zat kimia tersebut maka air akan berada dibagian bawah pada tabung penampung.

Bila pada tabung penampung dilengkapi skala maka banyaknya dapat diketahui. Cara

destilasi ini baik untuk menentukan kadar air dalam zat yang kandungan airnya kecil

yang sulit ditentukan dengan cara gravimetri. Penetuan kadar air ini hanya

memerlukan waktu ± 1 jam (Sudarmadji,2003).

2.4.3. Metode Kimiawi

Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara kimiawi yaitu

antara lain :

2.4.3.1. Cara Titrasi Karl Fischer (1935)

Cara ini adalah dengan menitrasi sampel dengan larutan iodine dalam metanol.

Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan piridin.

Metanol dan piridin digunakan untuk melarutkan yodin dan dan sulfur dioksida agar

reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain itu piridin dan methanol akan mengikat

asam sulfat yang terbentuk sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas dan tepat. Selama

masih ada air dalam bahan, iodin akan bereaksi tetapi begitu air habis, maka iodin

Universitas Sumatera Utara


akan bebas. Titrasi dihentikan pada saat timbul warna iodine bebas. Untuk

memperjelas pewarnaan maka dapat ditambahkan metilen biru dan akhir titrasi akan

memberikan warna hijau. I2 dengan mtilen biru akan berubah warnanya menjadi

hijau. Cara titrasi ini telah berhasil dipakai untuk penentuan kadar air dalam alkohol,

ester-ester, senyawa lipida, lilin, pati, tepung gula, madu, dan bahan makanan yang

dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena memberikan harga yang tepat dan

dikerjakan cepat. Tingkat ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan

lagi dengan sistem elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg (Sudarmadji,2003).

2.4.3.2. Cara Kalsium Karbid

Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas

asetilin. Cara ini sangat cepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Jumlah asetilin

yang terbentuk dapat diukur dengan berbagai cara.

• Menimbang campuran bahan dan karbid sebelum dan sesudah reaksi ini selesai.

Kehilangan bobotnya merupakan berat asetilin.

• Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan tertutup dan mengukur

volumenya.

Dengan volume yang diperoleh tersebut dapat diketahui banyaknya asetilin dan

kemudian dapat diketahui kadar air bahan.

• Dengan mengukur tekanan gas asetilin yang terbentuk jika reaksi dikerjakan dalam

ruang tertutup. Dengan mengetahui tekanan dan volme asetilin dapat diketahui

banyaknya dan kemudian dapat diketahui kadar air bahan.

Universitas Sumatera Utara


• Dengan menangkap gas asetilin dengan larutan tembaga sehingga dihasilkan

tembaga asetilin yang dapat ditentukan secara gravimetri atau volumetri atau

secara kolorimetri. Ketelitiannya tergantung pada pencampuran atau interaksi

karbid dengan bahan. Penentuan kadar air cara ini dapat dikerjakan sangat singkat

yaitu sekitar 10 menit (Sudarmadji,2003).

2.4.3.3. Cara Asetil Khlorida

Penentuan kadar air cara ini berdasarkan reaksi asetil khlorida dan air

menghasilkan asam yang dapat dititrasi menggunakan basa. Asetil khlorida yang

digunakan dilarutkan dalam toluol dan bahan didispersikan dalam piridin.

2.4.4. Metode Fisis

Ada beberapa cara penentuan kadar air cara secara fisis ini antara lain :

• Berdasarkan tetapan dieletrikum

• Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau resistensi

• Berdasarkan resonansi nuklir magnetic (NMR = Nuclear Magneti

resonance). (Sudarmadji,2003).

2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengeringan

Dalam pengeringan pangan umumnya diinginkan kecepatan pengeringan

yang maksimum. Berbagai cara dilakukan untuk mempercepat pindah panas dan

pindah massa selama proses pengeringan. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kecepatan pindah panas dan massa tersebut adalah :

• Luas pengeringan

Universitas Sumatera Utara


Luas permukaan yang tinggi menyebabkan air lebih mudah berdifusi atau

menguap sehingga kecepatan penguapan lebih cepat dan bahan lebih cepat kering.

Ukuran yang kecil menyebabkan penurunan jarak yang harus ditempuh oleh panas.

• Suhu

Semakin tinggi suhu udara, semakin banyak uap air yang dapat ditampung oleh

udara tersebut sebelum terjadi kejenuhan. Dapat disimpulkan bahwa udara bersuhu

tinggi lebih cepat mengambil air dari bahan pangan sehingga proses pengeringan

lebih cepat.

• Kecepatan pergerakan udara

Semakin cepat pergerakan/sirkulasi udara, proses pengeringan akan semakin cepat.

Udara yang beregerak akan lebih cepat mengambil uap air dibandingkan udara

diam. Pada proses pegerakan udara, uap air dari bahan akan diambil dan terjadi

mobilitas yang menyebabkan udara tidak pernah mencapai titik jenuh.

• Kelembaban udara

Apabila udara digunakan sebagai medium pengering atau bahan pangan

dikeringkan di udara, semakin kering udara tersebut (kelembaban semakin rendah)

kecepatan pengeringan semakin tinggi.

• Tekanan atmosfer

Pada tekanan udara 1 atm (760 cmHg) air mendidih pada suhu 100ºC diketinggian

0 m dari permukaan laut. Jika tekanan udara lebih rendah dari 1 atm, air lebih

cepat mendidih dan titik didih lebih rendah dari 100ºC. Jika pengeringan bahan

Universitas Sumatera Utara


pangan dilakukan pada suhu konstan dan tekanan diturunkan, maka kecepatan

penguapan akan lebih tinggi.

• Penguapan air

Penguapan atau evaporasi merupakan proses penghilangan air dari bahan pangan

yang dikeringkan sampai diperoleh produk kering yang stabil. Pada proses

penguapan air dari permukaan bahan, terjadi proses pengambilan energi dari bahan

menjadi dingin. Penguapan yang terjadi selama pengeringan tidak menghilangkan

semua air yang terdapat dalam bahan pangan.

• Lama pengeringan

Pengeringan dengan suhu yang tinggi dan waktu yang pendek dapat lebih menekan

kerusakan bahan pangan dibandingakan dengan pengeringan yang lebih lama dan

suhu rendah (Ahmadi & Estiasih,2009).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai