1
Kardi Soeparman dan Muhamad Nur, Pengajaran Langsung. (Surabaya : UNESA
Press, 2000),h. 13
2
Metzler W. Michael, Intructional Model for Physical Education, ( Massachusetts: Allyn
and Bacon Co, 2000), h. 162
3
Rahayu, E.T, Strategi Pembelajaran Pendidikan Jasmani. (Bandung: Alfabeta, 2013), h.
212
bahwa model pembelajaran terarah adalah model pembelajaran yang
berpusat kepada guru yang membantu siswa dalam mempelajari
ketrampilan dasar dan memperoleh informasi dengan melaksanakan segala
instruksi yang telah dirancang oleh guru.
Joyce, Weil dan Calhoun menyatakan, tujuan utama model pembelajaran
ini adalah memaksimalkan waktu belajar siswa dan mengembangkan
kemandirian dalam mencapai dan mewujudkan tujuan pendidikan.4
Sehingga dalam model pembelajaran ini guru menyusun seluruh situasi
pembelajaran seperti menyusun tujuan-tujuan dan tugas-tugas,
menguraikan tugas-tugas tersebut ke dalam komponen yang lebih kecil,
mengembangkan aktivitas-aktivitas latihan yang memastikan adanya
penguasaan terhadap masing-masing bagian komponen.
2. Pembelajaran Konstruktivisme
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai
pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun
guru lebih diposisikan sebagai fasiltator yang memfasilitasi siswa untuk
dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.5
Menurut Yamin, Pembelajaran Konstruktivisme adalah suatu model
pembelajaran yang membangun pengetahuan melalui pengalaman,
interaksi sosial, dan dunia nyata. Dimana pembelajarannya berpusat pada
peserta didik. Guru sebagai mediator, fasilitator, dan sumber belajar dalam
pembelajaran.6 Sedangkan menurut Bell dalam Mashudi dkk, berpendapat
bahwa konstruktivisme memandang ketika siswa datang ke kelas
membawa persiapan mental dan metakognitif. Artinya, siswa datang ke
kelas sudah memiliki konsep awal dari bahan yang akan dipelajari.7
4
Joyce, B., Weil, M. dan Calhoun, E., Models of Teaching (Eight Edition), (New Jersey:
Pearson Education Inc, 2009)h. 422
5
H. Hudoyo, Mengajar belajar Matematika, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi,
1998), h. 5-6.
6
Martinis Yamin, Desain Baru pembelajaran Konstruktivistik, ( Jakarta : Referensi,
2012) , h. 10
7
Mashudi dkk., Desain Model Pembelajaran Inovatif Berbasis Konstruktivisme,
(Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2013), h. 13
Berdasarkan uraian tersebut, model pembelajaran konstruktivisme adalah
model pembelajaran di mana guru berfungsi sebagai fasilitator dan siswa
diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan sendiri berdasarkan
pengalaman interaksi sosial, dan dunia nyata sebelumnya yang berguna
untuk membangun dirinya sendiri. Teori konstruktivisme ini lahir dari
Piaget dan Vygotsky. dengan paham bahwa siswa membina sendiri
pengetahuan atau konsep secara aktif berasaskan pengetahuan dan
pengalaman sebelumnya untuk membina pengetahuan baru.
8
Roblyer, M.D., Integrating Educational Technology into Teaching, seventh Edition,
(Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc.H., 2004), h.50
Jadi, menurut Roblyer jika tujuan model pembelajaran terarah dan
konstruktivisme digabungkan dengan integrasi teknologi, maka muncul
tujuan baru yang merupakan gabungan keduanya yaitu generate motivation to
learn (menumbuhkan motivasi belajar), optimize scrace personnel and
material resources (Optimasi SDM dan Sumber belajar), remove logistical
hurdles to learning (menghilangkan hambatan logistik dalam belajar) dan
developed information literacy and visual literacy skills (mengembangkan
kemampuan literasi informasi dan visual)
9
Muhammad Yaumi, Media dan Teknologi Pembelajaran, (Jakarta : Kencana, 2018),
h.85
Terdapat 3 tahap besar yang harus dilakukan dalam menggunakan
model TIP yaitu analisis kebutuhan pembelajaran, desain struktur integrasi
dan analisis akhir pembelajaran dan revisi.10
1. Analisis Kebutuhan Pembelajaran
Tahap analisis kebutuhan pembelajaran ini dibagi menjadi dua tahapan
yaitu menentukan keuntungan relatife dan menentukan pengetahuan dan
ketrampilan.
a. Menentukan keuntungan relatif
Dalam menentukan keuntungan relatif, perlu menjawab pertanyaan
seperti ”mengapa menggunakan metode berdasarkan teknologi?”
Pertanyaan ini harus dijawab dengan menganalisis pertama, tingkat
keberterimaan (compatibility) baik dilihat dari perspektif nilai-nilai
budaya dan keyakinan maupun dari sudut pandang yang
menggambarkan kebaikan bagi guru, murid, dan seluruh komponen
yang terkait. Juga terkait dengan kesesuaian antara teknologi yang
diintegrasikan dengan kondisi real lingkungan di mana diterapkan
teknologi. Kedua, tingkat kesulitan (complexity) yang menggambarkan
kemudahan dalam menggunakannya untuk kebutuhan pembelajaran.
Ketiga, ketercobaan (triability) dalam penerapaannya yang merujuk
pada apakah sudah dapat diterapkan sesuai kondisi lingkungan
sebelum mengambil keputusan final. Keempat, keterhandalan dalam
pengamatan yang merujuk pada tingkat keberterimaan pada pihak lain
yang sudah pernah melaksanakan uji coba.
b. Menentukan pengetahuan dan ketrampilan
Integrasi teknologi juga perlu menentukan pengethauan dan
ketrampilan yang dapat dikembangkan dengan menjabarkan
pertanyaan bagaimana mengetahui bahwa siswa sudah melakukan
aktivitas belajar? Untuk merancang pengethauan dan ketrampilan
dapat menggunakan daftar check list kinerja, check list kriteria, dan
10
Roblyer, M.D., Integrating Educational Technology into Teaching, seventh Edition,
(Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc.H., 2004), h.55
rubrik. Dengan menggunakan instrumen tujuan dan evaluasi tersebut,
maka akan diketahui pengethauan dan ketrampilan yang bagaimana
yang diinginkan siswa untuk dikuasai.
2. Desain Struktur Integrasi
Tahap desain struktur integrasi dibagi menjadi dua tahapan yaitu desain
strategi integrasi dan persiapan lingkungan belajar.
a. Desain Strategi Integrasi
Untuk memudahkan dalam mendesain strategi integrasi teknologi ke
dalam pembelajaran, perlu menjawab pertanyaan strategi dan Kegiatan
belajar yang bagaimana yang mungkin bisa berjalan dengan baik?
Dalam menjawab pertanyaan ini perlu dikaji berbagai pendekatan
dalam pembelajaran, pendekatan yang digunakan dalam implementasi
kurikulum, pengelompokkan, dan sekuensi. Hal ini akan mengarahkan
pada bentuk aktivitas yang digunakan seperti metode langsung,
konstruktivis, atau penggabungan dari kedua metode itu. Mungkin juga
apakah dalam melaksanakan kegiatan tersebut dilakukan secara
individu, berpasangpasangan, kelompok kecil, kelompok besar, atau
seluruh kelas. Lebih lanjut, apakah perlu dipersiapkan strategi dan
model penilaian tersendiri untuk menangani pemelajar minoritas dalam
suku, atau berkebutuhan khusus. Hal-hal seperti ini perlu dipikirkan
ketika mengintegrasikan teknologi ke dalam pembelajaran.
b. Persiapan Lingkungan Belajar
Dalam mempersiapkan lingkungan yang digunakan dalam
mengintegrasi teknologi, perlu mempertimbangkan pertanyaan berikut:
adakah tempat-tempat yang memiliki kondisi tertentu untuk
menerapkan teknologi yang diintegrasikan? Tentu saja, hal ini
berkaitan langsung dengan jumlah komputer, software, hardware,
peralatan dan media atau teknologi lain yang mendukung proses
pembelajaran. Jangka waktu yang harus dipersiapkan dan disusun
dalam bentuk schedule. Di samping itu, aspek privacy dan safety yang
mendukung keamanan dalam belajar. Terkadang, unsur-unsur yang
mengandung kerahasiaan dan keamanan luput dari pengawasan.
Akibatnya, kebebasan anak-anak di bawah umur sering dengan mudah
mengakses berbagai situs yang seharusnya untuk ukuran umur mereka
belum dapat mengaksesnya.
3. Analisis Akhir Pembelajaran dan Revisi
Tahap ini juga dapat disebut evaluasi dan revisi. dalam melakukan
evaluasidan revisi perlu memperhatikan pertanyaan apa yang telah
dilakukan dengan baik? apa yang harus diperbaiki? Pertanyaan ini dapat
dijawab dan dikaji lebih jauh dengan menganalisis problem pembelajaran
yang harus diselesaikan, jenis aktivitas yang menggambarkan berbagai
strategiyang mungkin sangat cocok untuk menyelesaikan persoalan,
perbaikan kegiatan, instrumen untuk mengumpulkan data, hasil yang
diperoleh dalam menggunakan teknologi, cara alternatif yang lebih baik,
sesuatu yang harus diperbaiki untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Semua hal ini harus dikaji lebih mendalam untuk memberikan gambaran
yang jelas tentang hasil yang diperoleh dan digunakan melakukan revisi,
perbaikan, atau menggantinya dengan berbagai alternatif strategi lainnya.
11
R. Heinich, M. Molenda, J. D. Russell, & S. E. Smaldino, Instructional media and
technologies for learning, Seventh edition, (New Jersey: Pearson Education, 2002). h.52
C. Kondisi yang Dibutuhkan dalam Integrasi Teknologi
Dalam pendidikan abad ke-21, integrasi teknologi dalam
pembelajaran memungkinkan siswa dan guru terlibat dalam cara-cara yang
sebelumnya tidak mungkin. Penciptaan kegiatan belajar mengajar yang baru
memungkinkan terjadinya peningkatan prestasi siswa serta memperluas
interaksi dengan masyarakat lokal maupun global. Dalam penggunaan
sumber belajar, guru pun tidak lagi bergantung pada media cetak fisik seperti
buku.
Akan tetapi, integrasi teknologi ke dalam pendidikan harus
disesuaikan dengan kebutuhan. Karena, dalam proses pembelajaran tidak
sedikit para pengajar yang hanya menggunakan media pembelajaran yang
disediakan sekolah sehingga tidak sesuai dengan tujuan, materi dan
karakteristik siswanya.12 Oleh karena itu, ada beberapa kondisi yang
dibutuhkan dalam integrasi teknologi dalam suatu pembelajaran. Roblyer
mengemukakan lima kondisi yang dibutuhkan untuk mengintegrasi teknologi
ke dalam pembelajaran yaitu adanya kesamaan visi, kurikulum, kebijakan,
SDM yang professional dan model pembelajaran yang tepat.13
1. Kesamaan Visi
Dalam mengintegrasikan teknologi pada proses pembelajaran, guru
membutuhkan dukungan. Artinya, guru perlu didukung baik oleh sekolah
maupun masyarakat. Dukungan ini akan terjadi jika semua kalangan
memiliki visi yang sama tentang integrasi teknologi. Dalam mendukung
terjadinya integrasi teknologi, maka sekolah perlu melakukan beberapa hal
seperti pelatihan guru dan memberikan anggaran untuk kebutuhan
integrasi teknologi.
2. Kurikulum
Di abad ke-21 ini, siswa dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir
tingkat tinggi dan juga kemampuan dalam menggunakan media ICT. Akan
12
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta : Gaung
Persada Press, 2008), h. 186
13
Roblyer, M.D., Integrating Educational Technology into Teaching, seventh Edition,
(Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc.H., 2004), h.65-68
tetapi hal tersebut didapatkan siswa secara terpisah. Hal ini bisa diatasi jika
terdapat kurikulum yang mendukung integrasi teknologi sehingga kedua
kemampuan tersebut bias didapatkan siswa dalam pembelajaran di
sekolah.
3. Kebijakan
Pengunaan teknologi juga akan berimbas terhadap kebiasaan dan juga
keamaan penggunanya. Oleh karena itu, perlunya adanya kebijakan dalam
integrasi teknologi agar berjalan sesuai dengan yang diinginkan.
4. SDM yang Profesional
Dalam integrasi teknologi pasti juga akan terdapat kendala secara teknis,
maka dalam hal ini dibutuhkan SDM yang professional atau sekolah
membutuhkan teknisi yang handal agar proses pembelajaran berjalan
lancar.
5. Model Pembelajaran yang Sesuai
Tidak semua model pembelajaran akan sesuai dengan teknologi yang
digunakan, maka dalam hal ini guru harus menganalisis kesesaian
teknologi dan model pembelajaran yang digunakan agar tercapainya tujuan
belajar.
Kesimpulan
Joyce, B., Weil, M. dan Calhoun, E. 2009. Models of Teaching (Eight Edition),
New Jersey: Pearson Education Inc, 2009