Anda di halaman 1dari 13

A.

Integrasi Teknologi pada Model Pembelajaran Terarah dan


Konstruktivisme
Model pembelajaran jumlahnya sangat banyak dan beraneka ragam
dan setiap model punya kelebihan dan kekurangannya sendiri. Oleh karena
itu, suatu model pembelajaran tidak dapat diterapkan untuk berbagai situasi
belajar. Setiap pendidik memiliki model tertentu dalam melakukan suatu
pembelajaran sehingga tidak heran seringkali terjadi suatu perdebatan
berdasarkan model pembelajaran yang mereka gunakan.
Seseorang yang menggunakam model pembelajaran terarah akan
memiliki pemikiran yang berbeda dengan yang menggunakan model
konstruktivisme. Hal ini terjadi karena pada masalah yang sama masing-
masing memiliki aspek yang berbeda dalam pemikirannya. Untuk
menyelesaikan masalah tersebut, bisa digunakan integrasi teknologi untuk
memadukan model pembelajaran terarah dengan model pembelajaran
konstruktivisme. Akan tetapi sebelum masuk ke dalam pembahasan tersebut,
perlu diketahui mengenai apa itu pembelajaran terarah dan pembelajaran
konstruktivisme.
1. Pembelajaran Terarah
Menurut Kardi dan Nur, model pembelajaran terarah merupakan suatu
pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari
ketrampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan
selangkah demi selangkah.1 Sedangkan menurut Metzler, model
pembelajaran terarah ditandai dengan jelas oleh keputusan yang berpusat
pada guru dan pola keterlibatan peserta didik yang diarahkan oleh guru.2
Sedangkan Rahayu, menyatakan bahwa model ini menuntut siswa
melaksanakan apa yang direncanakan oleh guru dengan konsekuensi
adanya “reward”.3 dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan

1
Kardi Soeparman dan Muhamad Nur, Pengajaran Langsung. (Surabaya : UNESA
Press, 2000),h. 13
2
Metzler W. Michael, Intructional Model for Physical Education, ( Massachusetts: Allyn
and Bacon Co, 2000), h. 162
3
Rahayu, E.T, Strategi Pembelajaran Pendidikan Jasmani. (Bandung: Alfabeta, 2013), h.
212
bahwa model pembelajaran terarah adalah model pembelajaran yang
berpusat kepada guru yang membantu siswa dalam mempelajari
ketrampilan dasar dan memperoleh informasi dengan melaksanakan segala
instruksi yang telah dirancang oleh guru.
Joyce, Weil dan Calhoun menyatakan, tujuan utama model pembelajaran
ini adalah memaksimalkan waktu belajar siswa dan mengembangkan
kemandirian dalam mencapai dan mewujudkan tujuan pendidikan.4
Sehingga dalam model pembelajaran ini guru menyusun seluruh situasi
pembelajaran seperti menyusun tujuan-tujuan dan tugas-tugas,
menguraikan tugas-tugas tersebut ke dalam komponen yang lebih kecil,
mengembangkan aktivitas-aktivitas latihan yang memastikan adanya
penguasaan terhadap masing-masing bagian komponen.
2. Pembelajaran Konstruktivisme
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai
pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun
guru lebih diposisikan sebagai fasiltator yang memfasilitasi siswa untuk
dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.5
Menurut Yamin, Pembelajaran Konstruktivisme adalah suatu model
pembelajaran yang membangun pengetahuan melalui pengalaman,
interaksi sosial, dan dunia nyata. Dimana pembelajarannya berpusat pada
peserta didik. Guru sebagai mediator, fasilitator, dan sumber belajar dalam
pembelajaran.6 Sedangkan menurut Bell dalam Mashudi dkk, berpendapat
bahwa konstruktivisme memandang ketika siswa datang ke kelas
membawa persiapan mental dan metakognitif. Artinya, siswa datang ke
kelas sudah memiliki konsep awal dari bahan yang akan dipelajari.7

4
Joyce, B., Weil, M. dan Calhoun, E., Models of Teaching (Eight Edition), (New Jersey:
Pearson Education Inc, 2009)h. 422
5
H. Hudoyo, Mengajar belajar Matematika, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi,
1998), h. 5-6.
6
Martinis Yamin, Desain Baru pembelajaran Konstruktivistik, ( Jakarta : Referensi,
2012) , h. 10
7
Mashudi dkk., Desain Model Pembelajaran Inovatif Berbasis Konstruktivisme,
(Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2013), h. 13
Berdasarkan uraian tersebut, model pembelajaran konstruktivisme adalah
model pembelajaran di mana guru berfungsi sebagai fasilitator dan siswa
diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan sendiri berdasarkan
pengalaman interaksi sosial, dan dunia nyata sebelumnya yang berguna
untuk membangun dirinya sendiri. Teori konstruktivisme ini lahir dari
Piaget dan Vygotsky. dengan paham bahwa siswa membina sendiri
pengetahuan atau konsep secara aktif berasaskan pengetahuan dan
pengalaman sebelumnya untuk membina pengetahuan baru.

Seperti yang sudah dipaparkan sebeumnya, baik model pembelajaran


terarah dan pembelajaran konstruktivime memiliki tujuan yang ingin dicapai
tersendiri dalam penggunaanya pada proses belajar yang menimbulkan
perdebatan diatara penganutnya, akan tetapi masing-masing tujuan yang
digunakan menurut Roblyer dapat digabungkan dengan integrasi teknologi
seperti yang dapat terlihat pada gambar berikut8 :

8
Roblyer, M.D., Integrating Educational Technology into Teaching, seventh Edition,
(Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc.H., 2004), h.50
Jadi, menurut Roblyer jika tujuan model pembelajaran terarah dan
konstruktivisme digabungkan dengan integrasi teknologi, maka muncul
tujuan baru yang merupakan gabungan keduanya yaitu generate motivation to
learn (menumbuhkan motivasi belajar), optimize scrace personnel and
material resources (Optimasi SDM dan Sumber belajar), remove logistical
hurdles to learning (menghilangkan hambatan logistik dalam belajar) dan
developed information literacy and visual literacy skills (mengembangkan
kemampuan literasi informasi dan visual)

1. Generate motivation to learn


Menumbuhkan minat dan antusias belajar siswa merupakan salah satu
tantangan guru dalam mengajar. Konstruktivis berpendapat bahwa
pembelajaran harus meenuhi kebutuhan afektif serta kognitif siswa.
Karena mereka akan belajar lebih giat jika yang mereka pelajari menarik
dan relevan dengan kebutuhan mereka. Konstruktivis merekomendasikan
pembelajaran dengan kualitas multimedia yang sangat visual dan interaktif
sebagai dasar dari strategi ini.
Sedangkan pendukung metode terarah membuat klaim serupa tentang
lingkungan pembelajaran mandiri yang sangat terstruktur. Mereka
mengatakan bahwa beberapa siswa merasa sangat termotivasi untuk
belajar jika mereka menerima umpan balik langsung tentang kemajuan
yang mereka dapatkan dari hasil belajar. Tampaknya jelas bahwa strategi
integrasi yang tepat untuk mengatasi masalah motivasi tergantung pada
kebutuhan siswa; baik strategi integrasi konstruktivis atau terarah dapat
digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar.
Integrasi teknologi dapat mewujudkan tujuan tersebut dengan
menggunakan multimedia online atau atau video berbasis scenario yang
menunjukan ketrampilan sains dan matematika dalam kegiatan belajar.
2. Optimize scrace personnel and material resources
Penggunaan SDM dan sumber belajar yang ada di sekolah kurang optimal.
Pembelajaran berbasis komputer dapat membantu menyelesaikan masalah
ini. misalnya dari penggunaan sumber belajar yang dapat habis menjadi
optimasi guru yang berkualifikasi dalam menggunakan pembelajaran
berbasis komputer. Contohnya menggunakan program simulasi yang dapat
membiarkan siswa mengulang eksperimen tanpa menghabiskan persediaan
bahan kimia atau bahan lainnya.
3. Remove logistical hurdles to learning
Beberapa media ICT tidak mengandung urutan atau tugas pembelajaran
tetapi media tersebut dapat membantu siswa menyelesaikan tugas
belajarnya dengan lebih efisien. Alat-alat ini mendukung pembelajaran
terarah dengan menghapus atau mengurangi rintangan logistik untuk
belajar. Sebagai contoh perangkat lunak CAD tidak mengajarkan siswa
cara mendesain rumah, tetapi memungkinkan mereka untuk mencoba
desain dan fitur untuk melihat seperti apa bentuknya sebelum membuat
model atau struktur atau sebuah situs web mungkin hanya berisi satu set
gambar atau video kehidupan laut, tetapi itu memungkinkan seorang guru
mengilustrasikan konsep tentang makhluk laut lebih cepat dan mudah
daripada dengan menggunakan buku.
4. Developed information literacy and visual literacy skills
Dasar pemikiran yang mendasari banyak strategi pembelajaran terarah dan
konstruktivis yang paling populer adalah kebutuhan untuk memberikan
latihan kepada para siswa dalam menggunakan metode modern untuk
mengkomunikasikan informasi. Sebagai contoh, ketika siswa
menggunakan perangkat lunak presentasi untuk memberikan laporan,
mereka mendapatkan pengalaman seperti di tempat kerja, karena
presentasi berbasis komputer di tempat kerja adalah suatu norma. Dan
menggunakan teknologi untuk berkomunikasi secara visual mewakili
keterampilan abad informasi yang dibutuhkan siswa baik untuk pendidikan
tinggi ataupun di tempat kerja mereka nanti.
B. Model Technology Integration Planning (TIP) untuk Guru
Perkembangan TIK mengharuskan guru menentukan cara-cara
pengajaran agar siswa dapat membangun pemahaman atas fenomena yang
terjadi di sekitar mereka. Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru
akan menentukan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, guru harus selektif
dalam menentukan strategi pembelajaran yang akan digunkannya.
Model-model pengembangan pembelajarn telah banyak dirumuskan
oleh banyak ilmuan termasuk ilmuan di bidang Teknologi Pembelajaran.
Namun tidak semuanya dapat diterapkan dalam mengintegrasikan teknologi
dalam suatu pembelajaran. Gustafo dan Branch dalam Yaumi
mengklasifikasikan model pengembangan ke dalam tiga kategori: (1) model
yang berorientasi ruang kelas (2) model yang berorientasi produk dan (3)
model yang berorientasi sistem.9 Untuk mengetahui model yang dapat
digunakan dalam pengembangan media dan teknologi pembelajaran, dapat
dilihat pada gambar beriku:

Setiap model memiliki keunggulan dan kelemahan serta dapat


disesuaikan sesuai kebutuhan. Jika yang dikembangkan berorientasi untuk
mengintegrasikan teknologi pembelajaran maka model yang tepat untuk
digunakan adalah model TIP.

9
Muhammad Yaumi, Media dan Teknologi Pembelajaran, (Jakarta : Kencana, 2018),
h.85
Terdapat 3 tahap besar yang harus dilakukan dalam menggunakan
model TIP yaitu analisis kebutuhan pembelajaran, desain struktur integrasi
dan analisis akhir pembelajaran dan revisi.10
1. Analisis Kebutuhan Pembelajaran
Tahap analisis kebutuhan pembelajaran ini dibagi menjadi dua tahapan
yaitu menentukan keuntungan relatife dan menentukan pengetahuan dan
ketrampilan.
a. Menentukan keuntungan relatif
Dalam menentukan keuntungan relatif, perlu menjawab pertanyaan
seperti ”mengapa menggunakan metode berdasarkan teknologi?”
Pertanyaan ini harus dijawab dengan menganalisis pertama, tingkat
keberterimaan (compatibility) baik dilihat dari perspektif nilai-nilai
budaya dan keyakinan maupun dari sudut pandang yang
menggambarkan kebaikan bagi guru, murid, dan seluruh komponen
yang terkait. Juga terkait dengan kesesuaian antara teknologi yang
diintegrasikan dengan kondisi real lingkungan di mana diterapkan
teknologi. Kedua, tingkat kesulitan (complexity) yang menggambarkan
kemudahan dalam menggunakannya untuk kebutuhan pembelajaran.
Ketiga, ketercobaan (triability) dalam penerapaannya yang merujuk
pada apakah sudah dapat diterapkan sesuai kondisi lingkungan
sebelum mengambil keputusan final. Keempat, keterhandalan dalam
pengamatan yang merujuk pada tingkat keberterimaan pada pihak lain
yang sudah pernah melaksanakan uji coba.
b. Menentukan pengetahuan dan ketrampilan
Integrasi teknologi juga perlu menentukan pengethauan dan
ketrampilan yang dapat dikembangkan dengan menjabarkan
pertanyaan bagaimana mengetahui bahwa siswa sudah melakukan
aktivitas belajar? Untuk merancang pengethauan dan ketrampilan
dapat menggunakan daftar check list kinerja, check list kriteria, dan

10
Roblyer, M.D., Integrating Educational Technology into Teaching, seventh Edition,
(Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc.H., 2004), h.55
rubrik. Dengan menggunakan instrumen tujuan dan evaluasi tersebut,
maka akan diketahui pengethauan dan ketrampilan yang bagaimana
yang diinginkan siswa untuk dikuasai.
2. Desain Struktur Integrasi
Tahap desain struktur integrasi dibagi menjadi dua tahapan yaitu desain
strategi integrasi dan persiapan lingkungan belajar.
a. Desain Strategi Integrasi
Untuk memudahkan dalam mendesain strategi integrasi teknologi ke
dalam pembelajaran, perlu menjawab pertanyaan strategi dan Kegiatan
belajar yang bagaimana yang mungkin bisa berjalan dengan baik?
Dalam menjawab pertanyaan ini perlu dikaji berbagai pendekatan
dalam pembelajaran, pendekatan yang digunakan dalam implementasi
kurikulum, pengelompokkan, dan sekuensi. Hal ini akan mengarahkan
pada bentuk aktivitas yang digunakan seperti metode langsung,
konstruktivis, atau penggabungan dari kedua metode itu. Mungkin juga
apakah dalam melaksanakan kegiatan tersebut dilakukan secara
individu, berpasangpasangan, kelompok kecil, kelompok besar, atau
seluruh kelas. Lebih lanjut, apakah perlu dipersiapkan strategi dan
model penilaian tersendiri untuk menangani pemelajar minoritas dalam
suku, atau berkebutuhan khusus. Hal-hal seperti ini perlu dipikirkan
ketika mengintegrasikan teknologi ke dalam pembelajaran.
b. Persiapan Lingkungan Belajar
Dalam mempersiapkan lingkungan yang digunakan dalam
mengintegrasi teknologi, perlu mempertimbangkan pertanyaan berikut:
adakah tempat-tempat yang memiliki kondisi tertentu untuk
menerapkan teknologi yang diintegrasikan? Tentu saja, hal ini
berkaitan langsung dengan jumlah komputer, software, hardware,
peralatan dan media atau teknologi lain yang mendukung proses
pembelajaran. Jangka waktu yang harus dipersiapkan dan disusun
dalam bentuk schedule. Di samping itu, aspek privacy dan safety yang
mendukung keamanan dalam belajar. Terkadang, unsur-unsur yang
mengandung kerahasiaan dan keamanan luput dari pengawasan.
Akibatnya, kebebasan anak-anak di bawah umur sering dengan mudah
mengakses berbagai situs yang seharusnya untuk ukuran umur mereka
belum dapat mengaksesnya.
3. Analisis Akhir Pembelajaran dan Revisi
Tahap ini juga dapat disebut evaluasi dan revisi. dalam melakukan
evaluasidan revisi perlu memperhatikan pertanyaan apa yang telah
dilakukan dengan baik? apa yang harus diperbaiki? Pertanyaan ini dapat
dijawab dan dikaji lebih jauh dengan menganalisis problem pembelajaran
yang harus diselesaikan, jenis aktivitas yang menggambarkan berbagai
strategiyang mungkin sangat cocok untuk menyelesaikan persoalan,
perbaikan kegiatan, instrumen untuk mengumpulkan data, hasil yang
diperoleh dalam menggunakan teknologi, cara alternatif yang lebih baik,
sesuatu yang harus diperbaiki untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Semua hal ini harus dikaji lebih mendalam untuk memberikan gambaran
yang jelas tentang hasil yang diperoleh dan digunakan melakukan revisi,
perbaikan, atau menggantinya dengan berbagai alternatif strategi lainnya.

Hampir sama dengan Ketiga tahap ini, model integrasi yang


digambarkan melalui akronim ASSURE menawarkan enam langkah yaitu ;
(1) menganalisis pebelajar, (2) menyatakan tujuan (umum dan khusus), (3)
menyeleksi metode, media, dan materi, (4) memanfaatkan media dan materi,
(5) meminta partisipasi pemelajar, dan (6) mengevaluasi dan merevisi.11
Keenam langkah ini pada dasarnya memiliki strategi yang sama dengan lima
fase yang terdapat dalam teori difusi inovasi, namun berbeda dalam objek dan
tujuan digunakannya. Teori difusi inovasi dapat digunakan untuk melalukan
integrasi, adopsi, dan membuat yang baru. Sedangkan teori ASSURE hanya
digunakan dalam mengembangkan dan mengadopsi teknologi yang sudah
tersedia.

11
R. Heinich, M. Molenda, J. D. Russell, & S. E. Smaldino, Instructional media and
technologies for learning, Seventh edition, (New Jersey: Pearson Education, 2002). h.52
C. Kondisi yang Dibutuhkan dalam Integrasi Teknologi
Dalam pendidikan abad ke-21, integrasi teknologi dalam
pembelajaran memungkinkan siswa dan guru terlibat dalam cara-cara yang
sebelumnya tidak mungkin. Penciptaan kegiatan belajar mengajar yang baru
memungkinkan terjadinya peningkatan prestasi siswa serta memperluas
interaksi dengan masyarakat lokal maupun global. Dalam penggunaan
sumber belajar, guru pun tidak lagi bergantung pada media cetak fisik seperti
buku.
Akan tetapi, integrasi teknologi ke dalam pendidikan harus
disesuaikan dengan kebutuhan. Karena, dalam proses pembelajaran tidak
sedikit para pengajar yang hanya menggunakan media pembelajaran yang
disediakan sekolah sehingga tidak sesuai dengan tujuan, materi dan
karakteristik siswanya.12 Oleh karena itu, ada beberapa kondisi yang
dibutuhkan dalam integrasi teknologi dalam suatu pembelajaran. Roblyer
mengemukakan lima kondisi yang dibutuhkan untuk mengintegrasi teknologi
ke dalam pembelajaran yaitu adanya kesamaan visi, kurikulum, kebijakan,
SDM yang professional dan model pembelajaran yang tepat.13
1. Kesamaan Visi
Dalam mengintegrasikan teknologi pada proses pembelajaran, guru
membutuhkan dukungan. Artinya, guru perlu didukung baik oleh sekolah
maupun masyarakat. Dukungan ini akan terjadi jika semua kalangan
memiliki visi yang sama tentang integrasi teknologi. Dalam mendukung
terjadinya integrasi teknologi, maka sekolah perlu melakukan beberapa hal
seperti pelatihan guru dan memberikan anggaran untuk kebutuhan
integrasi teknologi.
2. Kurikulum
Di abad ke-21 ini, siswa dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir
tingkat tinggi dan juga kemampuan dalam menggunakan media ICT. Akan

12
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta : Gaung
Persada Press, 2008), h. 186
13
Roblyer, M.D., Integrating Educational Technology into Teaching, seventh Edition,
(Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc.H., 2004), h.65-68
tetapi hal tersebut didapatkan siswa secara terpisah. Hal ini bisa diatasi jika
terdapat kurikulum yang mendukung integrasi teknologi sehingga kedua
kemampuan tersebut bias didapatkan siswa dalam pembelajaran di
sekolah.
3. Kebijakan
Pengunaan teknologi juga akan berimbas terhadap kebiasaan dan juga
keamaan penggunanya. Oleh karena itu, perlunya adanya kebijakan dalam
integrasi teknologi agar berjalan sesuai dengan yang diinginkan.
4. SDM yang Profesional
Dalam integrasi teknologi pasti juga akan terdapat kendala secara teknis,
maka dalam hal ini dibutuhkan SDM yang professional atau sekolah
membutuhkan teknisi yang handal agar proses pembelajaran berjalan
lancar.
5. Model Pembelajaran yang Sesuai
Tidak semua model pembelajaran akan sesuai dengan teknologi yang
digunakan, maka dalam hal ini guru harus menganalisis kesesaian
teknologi dan model pembelajaran yang digunakan agar tercapainya tujuan
belajar.
Kesimpulan

1. tujuan model pembelajaran terarah dan konstruktivisme digabungkan


dengan integrasi teknologi, maka muncul tujuan baru yang merupakan
gabungan keduanya yaitu generate motivation to learn (menumbuhkan
motivasi belajar), optimize scrace personnel and material resources
(Optimasi SDM dan Sumber belajar), remove logistical hurdles to learning
(menghilangkan hambatan logistik dalam belajar) dan developed
information literacy and visual
2. tiga tahap besar yang harus dilakukan dalam menggunakan model TIP
yaitu analisis kebutuhan pembelajaran, desain struktur integrasi dan
analisis akhir pembelajaran dan revisi
3. kondisi yang dibutuhkan dalam integrasi teknologi dalam suatu
pembelajaran yaitu adanya kesamaan visi, kurikulum, kebijakan, SDM
yang professional dan model pembelajaran yang tepat
Daftar Pustaka

Hudoyo, H. 1998. Mengajar belajar Matematika. Jakarta: Direktorat Pendidikan


Tinggi.

Joyce, B., Weil, M. dan Calhoun, E. 2009. Models of Teaching (Eight Edition),
New Jersey: Pearson Education Inc, 2009

Soeparman, Kardi dan Muhamad Nur. 2000. Pengajaran Langsung. Surabaya:


UNESA Press

Mashudi, dkk. 2013. Desain Model Pembelajaran Inovatif Berbasis


Konstruktivisme. Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2013

Michael, Metzler W. 2000. Intructional Model for Physical Education.


Massachusetts: Allyn and Bacon Co

Munadi,Yudhi. 2008. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta :


Gaung Persada Press.

Rahayu, E.T. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Bandung:


Alfabeta

Roblyer, M.D. 2004. Integrating Educational Technology into Teaching, seventh


Edition. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc.H.

R. Heinich, M. Molenda, J. D. Russell, & S. E. Smaldino. 2002. Instructional


media and technologies for learning, Seventh edition. New Jersey: Pearson
Education.

Yamin, Martinis. 2012. Desain Baru pembelajaran Konstruktivistik. Jakarta :


Referensi.

Yaumi, Muhammad. 2018. Media dan Teknologi Pembelajaran. Jakarta :


Kencana.

Anda mungkin juga menyukai