Anda di halaman 1dari 10

TUGAS BIMBINGAN KONSELLING

PROBLEMATIKA REMAJA MASA KINI (MILLENNIAL)

Disusun oleh:

Ahmad Afif Arhami (31.18.186)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM JAKARTA

2018 /2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Topik tentang generasi millennial selalu menarik untuk dibahas. Pasalnya, mereka yang lahir
di antara tahun 1980-2000 inilah yang sekarang menjadi generasi berusia produktif. Mereka
adalah para profesional muda yang, dengan karakteristik uniknya, menimbulkan gelombang
perubahan di seluruh dunia.

Sayangnya, perubahan itu tidak selalu baik. Sudah banyak cerita tentang kaum millennial yang
membuat para senior dan bos mereka frustrasi, sehingga tak ada pilihan selain melepaskan
mereka.

Millennial, atau biasa juga disebut sebagai Generation Y, adalah generasi yang lahir pada
sekitar tahun 1980an hingga awal tahun 2000an. Terlepas dari kondisi berbeda-beda
berdasarkan tempat tinggalnya, generasi ini identik dengan kedekatan yang tinggi dengan
teknologi. Terutama teknologi digital, komunikasi, serta media massa.

Setiap generasi pasti memiliki kelebihan atau kekurangan masing-masing, dan kita perlu
mengetahui karakteristik tersebut untuk memaksimalkan potensi mereka. CEO
Dicoding Narenda Wicaksono , menjelaskan beberapa sifat generasi millennial dan kiat-kiat
bekerja dengan generasi ini.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa problem remaja masa kini?


2. Apa pengertian remaja masa kini?
3. Apa dampak dari problematika masa kini?
4. Bagaimana solusi mengatasi problematika remaja masa kini?
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sulit berkomunikasi

Komunikasi adalah masalah lama yang menghantui semua profesional. Tapi masalah ini
semakin meruncing pada sebagian generasi millennial. Mungkin karena generasi ini tumbuh di
tengah doktrin-doktrin semacam, “Tentukan sendiri masa depanmu!” dan “Jadilah dirimu
sendiri!” sehingga mereka merasa lebih enggan membaur dengan sekitar.

Millennial adalah generasi yang cerdas dan kreatif. Mereka tak suka menjadi pengikut, lebih
suka menjadi individu yang bebas. Memang ada baiknya mereka diberikan kebebasan,
hanya saja kebebasan itu harus tetap disertai dengan kemampuan bekerja sama. Baik
dalam konteks pekerjaan ataupun di luar pekerjaan.

Sisi baiknya, millennial tidak takut menerima tugas yang menantang. Bila kita bisa menemukan
keseimbangan yang tepat antara kebebasan dan tanggung jawab tersebut, potensi generasi ini
bisa didorong secara maksimal.

2. Masalah kepercayaan diri

Kepercayaan diri yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah, dua-duanya bisa jadi masalah. Dan
dua-duanya merajalela di antara generasi millennial.

Millennial adalah generasi hebat. Ditempa kualitas pendidikan yang terus meningkat, kelas-
kelas akselerasi dengan program canggih, serta iklim kompetitif yang kuat. Generasi ini
memunculkan para overachiever—superstar di bidangnya masing-masing, dan mereka sadar
akan kemampuannya.

Merasa paling hebat dan tahu segalanya, mereka menuntut untuk diperlakukan spesial.
Bila tidak diredam, kepercayaan diri ini bisa memunculkan sifat-sifat negatif. Mereka jadi tidak
hormat pada orang yang lebih tua, bahkan tidak hormat pada atasan. Merasa paling hebat dan
tahu segalanya, mereka menuntut untuk diperlakukan spesial.

Di sisi lain, yang tidak termasuk overachiever menjadi minder, padahal bisa jadi sebenarnya
pencapaian mereka tidak buruk. Mereka terlalu silau dengan pencapaian orang lain sehingga
menganggap diri sendiri sebagai orang gagal. Akibatnya bisa ditebak: stres, tidak bersemangat,
dan takut untuk berkarya.

Kedua masalah kepercayaan diri bisa kita kurangi dengan cara belajar hidup
sederhana. Daripada memusingkan apa yang tidak kita miliki, lebih baik kita fokus pada
memberi dan mengubah diri jadi lebih baik dari hari ke hari. Selain itu bila sudah jadi orang
hebat, jangan lupa pada ilmu padi: semakin merunduk artinya semakin berisi.

3. Merusak tradisi

Generasi millennial benci status quo. Mereka selalu ingin berinovasi, menciptakan sesuatu
yang baru, dan membuat kehidupan lebih baik. Apalagi mengingat teknologi dan informasi kini
begitu mudah diakses, mereka suka menantang apa yang ada di hadapan mereka dan bertanya,
“Apakah tidak ada cara yang lebih baik?”

Mengapa harus datang ke kantor bila pekerjaan bisa dikirim dari via internet? Mengapa harus
kuliah bila kemampuan saya lebih baik dibanding mereka yang punya ijazah? Mengapa tidak
semua perusahaan memberikan asuransi kesehatan bagi karyawan? Ini contoh kecil tradisi yang
“dirusak” oleh mereka.

Keinginan untuk membuat perubahan dapat menciptakan hubungan yang kurang


harmonis, baik antara si millennial dengan karyawan lain atau dengan perusahaan. Tapi
perubahan itu sendiri tidak selalu buruk.

Kuncinya ada pada pikiran yang terbuka. Kaum millennial harus legawa bila ide mereka tidak
diterima. Sebaliknya, generasi yang lebih tua tidak boleh takut pada perubahan, bila memang
itu bisa mendatangkan dampak positif yang jelas.
4. Tidak takut kehilangan pekerjaan

Kepercayaan diri millennial terhadap kemampuan teknis membuat sebagian dari mereka tidak
takut mencari pekerjaan baru. Ketika ada sesuatu yang tidak sesuai keinginan, mereka mudah
saja berkata, “Pekerjaan ini tidak cocok dengan saya,” dan mulai melirik perusahaan lain.

Masalah “kutu loncat” marak terjadi pada millennial yang masih berusia muda, terutama
alumni almamater ternama. Lebih parah lagi di dunia startup, sudah jadi hal lumrah bila
seseorang berganti pekerjaan setiap tahun. Ini sangat berbeda dengan generasi sebelumnya yang
sering bertahan di satu pekerjaan saja sampai pensiun.

Berganti pekerjaan itu tidak ada salahnya. Tapi kita juga harus mengerti pentingnya
menyesuaikan diri. Bila kita menuntut kebijakan fleksibel dari perusahaan, kita juga harus siap
bersikap fleksibel terhadap tuntutan pekerjaan. Adaptasi adalah bagian penting dari
profesionalisme.

5. Kelakuan buruk

Ini bukan masalah yang hanya terjadi pada generasi millennial. Tapi di khusus untuk generasi
ini, kelakuan buruk bisa terjadi di mana saja dan terekspos begitu luas.

Sebagian orang mungkin mengira bahwa kelakuan di internet atau media sosial tidak punya
konsekuensi. Padahal itu dapat menjadi harimau yang mendatangkan mimpi buruk.

Satu saja kelakuan buruk karyawan tersebar ke publik, sudah cukup menjadi bencana bagi
perusahaan. Dan bila itu terjadi, tidak ada jalan lain kecuali memutuskan ikatan kerja.

Lebih parah lagi, kelakuan buruk kini tidak hanya bisa terjadi di dunia nyata. Sebagian orang
mungkin mengira bahwa kelakuan di internet atau media sosial tidak punya konsekuensi.
Padahal itu dapat menjadi harimau yang mendatangkan mimpi buruk.

Tidak hanya reputasi perusahaan, reputasi pribadi pun dapat tercoreng. Karier seseorang bisa
hancur hanya karena satu post Twitter, dan sudah banyak contoh kasusnya.

Attitude before aptitude. Keahlian bisa dilatih, tapi kepribadian sangat sulit diubah. Bila harus
memilih antara superstar yang bermasalah dan orang biasa yang taat perintah, kemungkinan
seorang pemimpin akan memilih yang kedua. Lagipula superstar bermasalah belum tentu
mengeluarkan keahliannya seratus persen.

Bukan berarti keahlian sama sekali tidak ada harganya. Idealnya, seorang profesional
harus memiliki keahlian dan kepribadian yang sama-sama berkualitas. Maka dari
itu millennial, yang—umumnya—unggul di keahlian, harus mau berpikiran terbuka dan terus
belajar menjadi pribadi yang lebih baik.

B. SOLUSI PROBLEMATIKA REMAJA MASA KINI

1. Suka tantangan

Suka tantangan sebetulnya adalah istilah lain untuk “mudah bosan”. Generasi millennial tidak
suka melakukan pekerjaan yang hanya berupa rutinitas terus-menerus. Untuk
mengatasinya, Narenda memastikan para karyawan untuk mendapat rotasi tugas tiap tiga bulan
sekali. Ada baiknya juga memasangkan karyawan dengan karyawan lain yang memiliki tugas
beririsan.

2. Butuh arahan yang jelas

Dalam dunia startup, perubahan adalah hal yang selalu terjadi secara cepat. Tapi kita harus
senantiasa berjalan ke arah yang sama sebagai sebuah tim. Tanpa arahan yang
jelas, millennial bisa terjebak pada perasaan seolah-olah apa yang mereka lakukan tidak
bermakna. Millennial tidak ingin sekadar bekerja. Mereka ingin membuat perubahan.

Narenda menyarankan adanya sesi diskusi empat mata setiap bulannya untuk mengingatkan
karyawan akan visi yang ingin dicapai oleh perusahaan. Kesempatan ini juga menjadi sarana
untuk menunjukkan pentingnya peran mereka untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Tidak suka didikte

Orang dari generasi millennial umumnya tidak terlalu suka didikte. Ini mungkin menimbulkan
kesan bahwa mereka adalah generasi yang egois atau manja, tapi sisi positifnya, mereka punya
kreativitas tinggi. Kita cukup memberi mereka arah, kemudian biarkan mereka sendiri yang
menentukan cara mencapai tujuan tersebut. Narenda bahkan mempercayakan para karyawan
untuk membuat jadwal atau timeline sendiri.

Kreativitas bukan berarti mereka bebas tanpa batasan. Pengingat melalui sistem serta indikator
keberhasilan bersama tetap dibutuhkan. Biarkan mereka melakukan kesalahan, tapi adakan
evaluasi setelah kesalahan itu terjadi. Cara ini cukup efektif untuk memberi mereka ruang
berkreasi secara bertanggung jawab.

4. Butuh teladan

Bekerja bersama millennial mirip seperti mendidik anak. Bila kita ingin anak rajin beribadah,
maka kita sebagai orang tua harus memberi contoh terlebih dahulu. Millennial adalah generasi
yang sangat menghargai pencapaian, dan mereka segan pada orang-orang yang lebih hebat dari
mereka. Jadilah teladan yang baik bagi mereka, dan lihatlah mereka tumbuh menjadi pejuang
yang tangguh, namun pada saat bersamaan juga rendah hati.

5. Mudah terpengaruh mood

Sifat terakhir generasi millennial menurut Narenda adalah mereka cukupbaper (terbawa
perasaan) dan cenderung mudah terpengaruh oleh mood. Hal kecil saja bisa mempengaruhi
kinerja mereka secara signifikan, contohnya internet yang lambat. Oleh karena itu Narenda
selalu mendukung karyawan dengan fasilitas terbaik, mulai dari laptop dengan kapasitas
memori 16-32 GB, smartphone seri tercanggih, hingga internet 100 Mbps.

Makan siang gratis juga menjadi salah satu fasilitas yang bisa membuat karyawan bahagia.
Ingat, jangan pernah mengajak millennial rapat ketika mereka sedang lapar!

Satu hal yang menarik, kiat-kiat di atas ternyata bukan hal baru, tapi sudah ada dalam teori
kepemimpinan yang diutarakan oleh Jim Kouzes dan Barry Posner. Dalam buku The
Leadership Challenge yang mereka terbitkan di tahun 1987, Kouzes dan Posner mencetuskan
lima praktik kepemimpinan terbaik, yaitu:

 Model the Way (memberi teladan)


 Inspire a Shared Vision (menginspirasikan visi bersama)
 Challenge the Process (menantang proses)
 Enable Others to Act (mendorong orang untuk bergerak)
 Encourage the Heart (menyemangati jiwa)

Millennial perlu mendapat berbagai perlakuan khusus agar mereka tetap senang, tapi sebagai
imbalannya, mereka akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Sebuah studi menyatakan
bahwa generasi ini adalah generasi yang sangat suka bekerja, bahkan merupakan yang paling
produktif di antara generasi lainnya. Semoga saja kiat-kiat dari Narenda di atas dapat kita
terapkan untuk hasil kerja yang lebih baik.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Topik tentang generasi millennial selalu menarik untuk dibahas. Pasalnya, mereka yang lahir
di antara tahun 1980-2000 inilah yang sekarang menjadi generasi berusia produktif. Mereka
adalah para profesional muda yang, dengan karakteristik uniknya, menimbulkan gelombang
perubahan di seluruh dunia.

Sayangnya, perubahan itu tidak selalu baik. Sudah banyak cerita tentang kaum millennial yang
membuat para senior dan bos mereka frustrasi, sehingga tak ada pilihan selain melepaskan
mereka.

Millennial, atau biasa juga disebut sebagai Generation Y, adalah generasi yang lahir pada
sekitar tahun 1980an hingga awal tahun 2000an. Terlepas dari kondisi berbeda-beda
berdasarkan tempat tinggalnya, generasi ini identik dengan kedekatan yang tinggi dengan
teknologi. Terutama teknologi digital, komunikasi, serta media massa.

Setiap generasi pasti memiliki kelebihan atau kekurangan masing-masing, dan kita perlu
mengetahui karakteristik tersebut untuk memaksimalkan potensi mereka. Dengan solusi-solusi
yang sudah dipaparkan semoga dapat menjadi jalan keluar dari problematika remaja masa kini.

B. SARAN

Selaku penyusun makalah ini menyadari masih banyak kekurangan dalam pengerjaan makalah
ini. Semoga bermanfaat. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang membangun.

Demikian sebagian masalah yang dapat kami sampaikan melalui tulisan sederhana ini. Semoga
menjadi ilmu yang bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.techinasia.com/alasan-millennial-rawan-dipecat

https://id.techinasia.com/tip-bekerja-dengan-millennial

https://sahabatnesia.com/contoh-rumusan-masalah-
makalah/#Rumusan_Masalah_Pergaulan_Bebas_di_Kalangan_Remaja

https://www.idntimes.com/opinion/social/eka-bagus-panuntun/problem-millennial-yang-
harus-kita-renungkan-demi-masa-depan-lebih-baik-c1c2/full

Anda mungkin juga menyukai