Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL

TERAPI BERMAIN MEWARNAI GAMBAR UNTUK


MENURUNKAN TINGKATAN KECEMASAN HOSPITALISASI
ANAK USIA PRA SEKOLAH 3-6 TAHUN
DI RUANG DELIMA ANAK RS. ABDOEL MOELOEK

KELOMPOK 9 :
1. Nada Salsabila
2. Syaza
3. Siti Rahma Bakri
4. Senorita Bonita
5. Adelia Putri

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


D IV KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
TAHUN 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kecemasan hospitalisasi pada anak dapat membuat anak menjadi susah makan,
tidak tenang, takut, gelisah, cemas, tidak mau bekerja sama dalam tindakan medikasi
sehingga menggangu proses penyembuhan anak, masa hospitalisasi pada anak
prasekolah juga dapat menyebabkan post traumatic stres disorder (PSTD) yang dapat
menyebabkan trauma hospitalisasi berkepanjangan bahkan setelah anak beranjak
dewasa (Perkin, 2013).
Hospitalisasi adalah bentuk stressor individu yang berlangsung selama individu
dirawat di rumah sakit, penyakit hospitalisasi sering kali menjadi krisis yang harus
dihadapi anak, stresssor utama dari hospitalisasi antara lain perpisahan, kehilangan
kendali, cedera tubuh,dan nyeri. Reaksi anak terhadap krsis-krisis tersebut
dipengaruhi oleh usia pengembangannya. ( Wong,2009). Berdasarkan data
Perhimpunan Nasional Rumah Sakit Anak di Amerika, sebanyak 6,5 juta anak/tahun
yang menjalani perawatandi rumah sakit dengan usia kurang dari 17 tahun
(McAndrews, 2007, dalam Roberts, 2010, dalam Yuni Utami, 2016).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aida Rusmana 2013 anak mengalami
perubahan suasana hati (mood) dari sedih menjadi senang, setelah diberi terapi
bermain termasuk didalamnya terapi bermain dengan menggambar dan mewarnai
gambar (Aida 2013).
Terapi bermain adalah bentuk-bentuk pengalaman bermain yang direncanakan
sebelum anak menghadapi tindakan keperawatan untuk membantu koping mereka
terhadap kecemasan, ketakutan, dan mengajarkan kepada mereka tentang tindakan
keperawatan yang dilakukan selama hospitalisasi (Alfianti, 2007).

Bermain dapat dilakukan oleh anaksehatmaupun sakit. Walaupun anak sedang


dalam keadaan sakit tetapi kebutuhan akan bermainnya tetap ada. Melalui kegiatan
bermain, anak dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya dan relaksasi
melalui kesenangannya melakukan permainan (Evism, 2012,dalam Sarti 2017).
Mewarnai adalah suatu bentuk kegiatan kreativitas, dalamkegiatan ini anak
diajak untuk memberikan satu atau beberapa goresan warna pada suatu bentuk atau
pola gambar, sehingga terciptalah sebuah kreasi seni. Mewarnai juga dapat
menurunkan tingkat kecemasan pada anak dengan warna yang di hasilkan.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Dengan mendapatkan terapi bermain selama 40 menit, kami harap dapat
mengurangi kecemasan pada anak di ruangan Delima RS. Abdoel Moeluk
selama hospitalisasi dan juga dapat mengembangkan aktivitas dan kreatifitas
melaluipengalaman bermain.

2. Tujuan Khusus
a. Anak dapat mengekspresikan perasaannya
b. Meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan anak.
c. Menciptakan atau meningkatkan hubungan yang sehat.
d. Meningkatkan kreatifitas bermain anak.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Bermain


Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan
social dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan
bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri
dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu,
jarak serta suara (Wong, 2000).
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa
mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi
kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak (Anggani Sudono, 2000).
Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek
terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif
untuk menurunkan stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan mental dan
emosional anak (Champbell dan Glaser, 1995).
Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak
seperti halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Dengan bermain anak akan
menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, cara menyelesaikan
tugas-tugas dalam bermain (Soetjiningsih, 1995).
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bermain
merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan kemampuan
fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut. Walaupun tanpa
mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi
kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak, dalam bermain anak akan
menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara
menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain.
B. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas,
perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
1. Perkembangan Sensoris-Motorik
Membantu perkembangan gerak dengan memainkan obyek tertentu,misalnya
meraih pensil.
2. Perkembangan Intelektual
Membantu mengenal benda sekitar(warna,bentuk kegunaan)
3. Perkembangan Sosial
Diperoleh dengan belajar berinteraksi dengan orang lain dan mempelajari
belajar dalam kelompok.
4. Perkembangan Kreativitas
Mengembangkan kreatifitas mencoba ide baru misalnya menyusun balok.
5. Perkembangan Kesadaran Diri
Bermain belajar memahami kemampuan diri kelemahan dan tingkah laku
terhadap orang lain.
6. Perkembangan Moral
Intraksi dengan orang lain bertingkah laku sesuai harapan teman menyesuaikan
dengan aturan kelompok.
Contoh : dapat menerapkan kejujuran.
7. Bermain Sebagai Terapi
Bermain kesempatan pada anak untuk mengekspresikan perasaan yang tidak
enak misalnya : marah,takut,benci.
8. Komunikasi
Bermain sebagai alat komunikasi terutama bagi nak yang belum dapat
mengatakan secara verbal, misalnya : melukis,menggambar,bermain peran.
C. Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
1. Tahap perkembangan,tiap tahap mempunyai potensi/keterbatasan
2. Status kesehatan,anak sakit→ perkembangan psikomotor kognitif terganggu
3. Jenis kelamin
4. Lingkungan → lokasi,negara,kultur.
5. Alat permainan → senang dapat menggunakanIntelegensia dan status social
ekonomi

D. Tahap Perkembangan Bermain


1. Tahap eksplorasi
Merupkan tahapan menggali dengan melihat cara bermain
2. Tahap permainan
Setelah tahu cara bermain,anak mulai masuk dalam tahap perminan.
3. Tahap bermin sungguhan
Anak sudah ikut dalam perminan.
4. Tahap melamun
Merupakan tahapan terakhir anak membayangkan permainan berikutnya.

E. Konsep Terapi Bermain pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit


1. Pengertian
Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu alat
paling efektif untuk mengatasi stres anak. Karena hospitalisasi menimbulkan
krisis dalam kehidupan anak, dan sering disertai stres berlebihan, maka anak-
anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka
alami sebagai alat koping dalam menghadapi stres (Wong, et al, 2008).
2. Fungsi Bermain di Rumah Sakit
Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stres,
baik bagi anak maupun orang tua. Untuk itu anak memerlukan media yang dapat
mengekspresikan perasaan tersebut dan mampu bekerja sama dengan petugas
kesehatan selama dalam perawatan. Media yang paling efektif adalah melalui
kegiatan permainan.
Wong, et al (2008) menyebutkan, bermain sangat penting bagi mental,
emosional, dan kesejahteraan sosial anak. Seperti kebutuhan perkembangan
mereka, kebutuhan bermain tidak berhenti pada saat anak-anak sakit atau di
rumah sakit. Sebaliknya, bermain di rumah sakit memberikan manfaat utama
yaitu meminimalkan munculnya masalah perkembangan anak.

Beberapa manfaat bermain di rumah sakit adalah memberikan pengalihan dan


menyebabkan relaksasi. Hampir semua bentuk bermain dapat digunakan untuk
pengalihan dan relaksasi, tetapi aktivitas tersebut harus dipilih berdasarkan usia,
minat, dan keterbatasan anak. Anak-anak tidak memerlukan petunjuk khusus,
tetapi bahan mentah untuk digunakan, dan persetujuan serta pengawasan. Anak
kecil menyukai berbagai mainan yang kecil dan berwarna-warni yang dapat
mereka mainkan di tempat tidur dan menjadi bagian dari ruang bermain di
rumah sakit (Wong, et al, 2008).

Meskipun semua anak memperoleh manfaat fisik, sosial, emosional dan kognitif
dari aktivitas seni, kebutuhan tersebut akan semakin kuat pada saat mereka di
hospitalisasi (Rollins, 1995 dalam Wong, et al, 2008). Anak akan lebih mudah
mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka melalui seni, karena manusia
pertama kali berpikir memakai imajinasi kemudian diterjemahkan dalam kata-
kata. Misalnya, gambar anak-anak sebelum pembedahan sering bermakna
kekhawatiran yang tidak terungkapkan (Clatworthy, 1999 dalam Wong, et al,
2008).

3. Prinsip Bermain di Rumah Sakit


Menurut Supartini (2004), terapi bermain yang dilaksanakan di rumah sakit tetap
harus memperhatikan kondisi kesehatan anak. Ada beberapa prinsip permainan
pada anak di rumah sakit.
a. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang
dijalankan anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan
yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain
dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang rawat.
b. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana.
Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat
permainan yang ada pada anak atau yang tersedia di ruangan (Supartini,
2004).
c. Permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak kecil
perlu rasa nyaman dan yakin terhadap benda-benda yang dikenalnya, seperti
boneka yang dipeluk anak untuk memberi rasa nyaman dan dibawa ke
tempat tidur di malam hari (Wong, et al, 2008). Melibatkan orang tua. Satu
hal yang harus diingat bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap
melangsungkan upaya stimulasi tumbuhkembang pada anak walaupun
sedang dirawat si rumah sakit termasuk dalam aktivitas bermain anak.
Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga apabila permainan
diiniasi oleh perawat, orang tua harus terlibat secara aktif dan mendampingi
anak mulai dari awal permainan sampai menevaluasi hasil permainan
bersama dengan perawat dan orang tua anak lainnya (Wong, et al, 2008).
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Terapi Bermain di
Rumah Sakit
Menurut Green LW (2010), terdapat tiga kategori faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap pelaksanaan terapi di rumah sakit yaitu :
1) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah hal-hal yang menjadi rasional atau motivasi
berperliaku yang menjadi pengetahuan, kepercayaan, nilai, sikap dan
keyakinan,
a. Pengetahuan (Cognitif)
Terlaksananya aktifitas bermain yang dilakukan oleh perawat di ruangan
dalam meminimalkan dampak hospitalisasi dimulai dari domain kognitif
ini, dalam arti perawat tersebut tahu atau mengetahui tentang arti, fungsi,
klasifikasi, tipe, karakteristik bermain pada anak, faktor-faktor yang
mempengaruhi bermain, prinsip dan fungsi bermain di rumah sakit dan
alat mainan yang diperbolehkan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan
perawat tentang aktifitas bermain pada anak maka akan semakin optimal
pula perawat dalam melaksanakan tindakan yang di berikannya tersebut
(Whaley & Wong, 2004)
b. Sikap (Attitude)
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.sikap
seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan yang mendukung atau
memihak (favorable) maupun perasaan tak mendukung atau memihak
(unfavorable) pada objek tersebut. Sedangkan menurut Secord dan
Backman (dalam Azwar, 2000) mendefenisikan sikap adalah suatu
keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan
predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di
lingkungan sekitarnya.
Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan
timbul apabila individu di hadapkan pada suatu stimulus yang
menghendaki adanya reaksi individual. Dari defenisi yang ada dapat di
simpulkan bahwa manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi
hanya dapat di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup
(Azwar, 2000).
Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
perawat adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang di
anggap penting, media massa, institusi serta faktor emosi dalam diri
individu. Suatu sikap yang positif belum terwujud dalam suatu tindakan
(Whaley & Wong, 2004).

2) Faktor Pendukung
Faktor pendukung adalah sesuatu yang memfasilitasi seseorang atau
kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan seperti kondisi
lingkungan,ada atau tidaknya sarana atau fasilitas kesehatan dan
kemampuan sumber-sumbermasyarakat serta program-program yang
mendukung untuk terbentuknya suatu tindakan (Supartini, 2004).
Untuk terwujudnya sikap perawat agar menjadi tindakan di perlukan
faktor pendukung di rumah sakit, seperti tersedianya sarana atau fasilitas
antara lain, ruangan bermain yang diatur sedemikian rupa, sehingga
memungkinkan untuk dilaksanakan aktifitas bermain pada anak, alat-alat
bermain yang sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Adanya protap yaitu prosedur kegiatan yang telah di tetapkan sebagai acuan
perawat dalam melaksanakan kegiatan bermain.Dan perlunya kebijakan
yaitu ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaan
aktifitas bermain (Wong et al, 2008).

3) Faktor Pendorong
Faktor pendorong adalah akibat dari tindakan yang dilakukan
seseorang atau kelompok untuk memerima umpan balik yang positif atau
negatif yang meliputi support sosial, pengaruh teman, nasehat dan umpan
balik oleh pemberi pelayanan kesehatan atau pembuat keputusan, adanya
keuntungan sosial seperti penghargaan, keuntungan fisik seperti
kenyamanan, hadiah yang nyata, mengagumi seseorang yang
mendemonstrasikan tindakannya. Perubahan tingkah laku bisa didorong
juga oleh pemberian insentif dan hukuman. Sumber pendorong tergantung
pada objek, tipe program dan tempat. Di rumah sakit faktor pendorong bisa
berasal dari perawat, dokter dan keluarga (Green LW, 2010).
Perawat memerlukan faktor pendorong untuk melaksanakan
tindakannya tersebut yang berasal dari sikap atasannya, apakah atasannya
memberikan Universitas Sumatera Utaradorongan terhadap tindakan yang
telah di lakukannya, misalnya memberikan reward, insentif atau nilai angka
kredit; pengaruh teman, adanya dorongan atau ajakan dari perawat lain akan
memberikan dorongan kepada perawat untuk melakukan terapi bermain
secara bersama-sama atau bergantian. Kondisi klien, dengan adanya klian
dengan berbagai kelemahan dan tingkat stressnya karena lingkungan yang
asing akan mendorong perawat untuk memberikan aktifitas yang bisa
menghibur, yaitu dengan memberikan aktifitas bermain pada anak yang
sesuai dengan keadaan atau kondisi anak tersebut (Supartini, 2004).
4) Alat Mainan yang Sesuai dengan Usia dan Kondisi Anak
Alat mainan dapat diberikan pada anak dalam keadaan kondisi sakit ringan,
dimana anak dalam keadaan yang membutuhkan perawatan dan pengobatan
yang minimal. Pengamatan dekat dan tanda vital serta status dalam keadaan
normal dan kondisi sakit sedang, dimana anak dalam keadaan yang
membutuhkan perawatan dan pengobatan yang sedang, pengamatan dekat dan
status psikologis dalam keadaan normal. Sedangkan anak dalam keadaan sakit
berat tidak diberikan aktivitas bermain karena anak berada dalam status
psikologis dan tanda vital yang belum normal, anak gelisah, mengamuk serta
membutuhkan perawatan yang ketat (Whaley & Wong, 2004).

a. Pada usia bayi, saat anak mengalami sakit ringan, alat mainan yang sesuai
seperti balok dengan warna yang bervariasi, buku bergambar, cangkir atau
sendok, kotak musik, giring-giring yang dipegang, boneka yang berbunyi.
Sedangkan saat anak sakit sedang, mainan yang dapat diberikan berupa kotak
musik, giring-giring yang dipegang, boneka yang berbunyi (Wong, et al,
2008). Alat mainan yang dapat didorong dan ditarik, balok-balok, mainan
bermusik, alat rumah tangga, telephone mainan, buku gambar, kertas, crayon,
dan manik-manik besar dapat diberikan pada anak usia toodler saat
mengalami sakit yang ringan. Sedangkan pada saat anak sakit dalam tingkat
yang sedang, mainan yang diberikan dapat berupa mainan bermusik, alat
rumah tangga, telephone mainan, buku bergambar, dan manik-manik besar
(Wong, et al, 2008).

b. Pada usia pra sekolah, saat mereka mengalami sakit ringan, alat mainan yang
dapat diberikan berupa boneka-bonekaan, mobil-mobilan, buku gambar,
Universitas Sumatera Utarateka-teki, menyusun potongan gambar, kertas
untuk melipat-lipat, crayon, alat mainan bermusik dan majalah anak-anak.
Dan saat anak pra sekolah mengalami sakit sedang, mainan yang diberikan
dapat berupa boneka-bonekaan, mobil-mobilan, buku bergambar, dan alat
mainan musik (Wong, et al, 2008).
c. Pada usia sekolah, anak sudah mulai melakukan imaginasi. Maka alat mainan
yang dapat diberikan berupa permainan teka-teki, buku bacaan, alat untuk
menggambar, alat musik seperti harmonika. Sedangkan pada saat remaja,
anak mulai mencurahkan kreativitas yang dimilikinya, maka alat mainan yang
diberikan dapat berupa permainan catur, alat untuk mengggambar seperti cat
air, kanvas, kertas, majalah anak-anak atau remaja, dan buku cerita
(Hardjadinata, 2009).
BAB III
KEGIATAN BERMAIN

A. Rancangan Bermain
Kegiatan terapi bermain yang kelompok buat kali ini bertema “Mengalihkan
kecemasan dengan bermain warna”. Kegiatan ini terdiri dari 1 sesi dengan
menggunakan kertas yang sudah terdapat berbagai macam gambar. Anak diajak
untuk mewarnai gambar-gambar tersebit, kemudian hasil pewarnaan yang telah
selesai diberikan tali untuk digantung ditempat tiap tidur anak.
B. Media dan Alat
1. Kertas yang sudah ada gambar
2. Pewarna
3. Tali
4. Lakban
C. Waktu Pelaksanaan
Hari/ Tanggal : Kamis, 22 Agustus 2019
Waktu : Pukul 09.00 s/d
Lama Kegiatan : 30 menit
Tempat : Ruang Terapi Bermain Anak
D. Sasaran
Kegiatan Bermain ini diikuti peserta dengan kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi:
a. Anak usia 5-8 tahun
b. Anak tidak mengalami peningkatan suhu tubuh
c. Tidak terpasang alat-alat invasif (NGT, Kateter)
d. Tidak Bedrest
e. Tidak Infeksi
2. Kriteria Eksklusi:
a. Suhu tubuh meningkat (> 380C)
b. Terpasang alat-alat invasif
c. Bedrest
d. Infeksi
E. METODE
Metode yang dilakukan adalah demonstrasi secara langsung yang dilakukan
oleh anak sesuai dengan instruksi yang diberikan.

F. PENGORGANISASIAN
1. Leader : Syaza
2. Co Leader : Adelia Putri
3. Fasilitator : a.Senorita Bonita
b.Siti Rahma Bakri
4. Observer : Nada Salsabila

G. PEMBAGIAN TUGAS
1. Leader : Syaza
Peran Leader
a. Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan
menciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi
untuk mengekspresikan perasaannya
b. Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau
mendominasi
c. Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan
dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam
kegiatan

2. Co Leader : Adelia Putri


Peran Co Leader
a. Mengidentifikasi issue penting dalam proses
b. Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader
c. Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok
yang akan datang
d. Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya
3. Fasilitator :a.Senorita Bonita
b.Siti Rahma Bakri
Peran Fasilitator
a. Mempertahankan kehadiran peserta
b. Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
c. Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar
maupun dari dalam kelompok

4. Observer :Nada Salsabila


Peran Fasilitator
a. Mengamati dan mengevaluasi permainan
b. Mengamati tingkah laku anak
c. Memberikan kritik dan saran

H. SETTING TEMPAT

Keterangan:

: Peserta

: Fasilitator

: Observer

: Leader
I. PELAKSANAAN KEGIATAN
No Waktu Terapis Anak Ket
1 5 menit Pembukaan :
a. Co-Leader membuka dan Menjawab salam
mengucapkan salam
b. Memperkenalkan diri terapis Mendengarkan
c. Memperkenalkan pembimbing
d. Memperkenalkan anak satu Mendengarkan
persatu dan anak saling
berkenalan Mendengarkan dan
e. Kontrak waktu dengan anak saling berkenalan
f. Mempersilahkan Leader
Mendengarkan
Mendengarkan
2 25 Kegiatan bermain :
menit a. Leader menjelaskan cara Mendengarkan
permainan
b. Menanyakan pada anak, anak Menjawab pertanyaan
mau bermain atau tidak
c. Membagikan permainan Menerima permainan
d. Leader ,co-leader, dan Bermain
Fasilitator memotivasi anak
e. Fasilitator mengobservasi anak Bermain
f. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan
perasaan

3 10 Penutup :
menit a. Leader Menghentikan Selesai bermain
permainan
b. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan
perasaan
c. Menyampaikan hasil permainan Mendengarkan

d. Memberikan hadiah pada anak Senang


yang cepat menyelesaikan
gambarnya dan bagus

e. Membagikan souvenir/kenang- Senang


kenangan pada semua anak yang
bermain

f. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan


perasaan
g. Co-leader menutup acara Mendengarkan
h. Mengucapkan salam Menjawab salam
J. KRITERIA EVALUASI
a. Evaluasi struktur yang diharapkan :
1. Alat-alat yang digunakan lengkap
2. kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana
b. Evaluasi proses yang diharapkan
1. Terapi dapat berjalan dengan lancar
2. Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
3. Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
4. Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai
tugasnya
c. Evaluasi hasil yang diharapkan
1. Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menghasilkan satu
origami, kemudian digantung
2. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
3. Anak merasa senang
4. Anak tidak takut lagi dengan perawat
5. Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai
6. Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas
bermain
Nama Peserta Terapi Bermain

No Nama Peserta Umur


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan


kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut, tanpa
mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi
kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak, dimana dalam bermain anak akan
menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara menyelesaikan
tugas-tugas dalam bermain. Bermain bagi anak adalah suatu kebutuhan selayaknya
bekerja pada orang dewasa, oleh sebab itu bermain di rumah sangat diperlukan guna
untuk mengatasi adanya dampak hospitalisasi yang diasakan oleh anak. Dengan
bermain, anak tetap dapat melanjutkan tumbuh kembangnya tanpa terhambat oleh
adanya dampak hospitalisasi tersebut.

B. Saran

1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar anak
dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi poin
penting dari stimulus yang akan didapat dari permainan tersebut. Faktor keamanan
dari permainan yang dipilih juga harus tetap diperhatikan.
2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat meminimalkan
trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan menyediakan ruangan
khusus untuk melakukan tindakan.
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak
hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang
anak. Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat terus melanjutkan
tumbuh kembang anak walaupun dirumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Anggani, Sudono, Sumber Belajar Dan Alat Permainan Untuk Pendidikan Usia Dini.
2004. Grafindo: Jakarta

Nelson, Ilmu Kesehatan Anak. 1999. EGC: Jakarta

Donna L. Wong, Pedoman Klinis Keperawatan Anak. 2004. EGC: Jakarta

Widyasari. 2009
Http:// www. Terapibermain.wordpress.com

Suswati, Alifatin. 2003


Http://www. Pengaruh bermain terhadap pemasangan infus pada anak. Wordpress.com

Stuart, Gail and Laraia, Michele. (1998). Principles and practice of psychiatric nursing.
St. Louis: Mosby.

Internet. http://klinis.wordpress.com/2007/08/30/penerapan-terapi-bermain-bagi-
penyandang-autisme-1/. Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at 04.00 p.m.

Internet. http://konsultanmainan.multiply.com/journal/item/5/Terapi_Bermain.
Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at 03.30 p.m.

Internet. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1916947-terapi-
bermain/Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at 03.45 p.m.

Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Wong, Donna L. (2003). Clinical Manual of Pediatric Nursing. USA: Mosby.

Anda mungkin juga menyukai