Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

EKONOMI KESEHATAN

A. Pengertian dan Ruang Lingkup

Ilmu Ekonomi menurut Samuelson (1995) adalah ilmu mengenai


pilihan yang mempelajari bagaimana orang memilih sumber daya produksi
yang langka/terbatas, untuk memproduksi berbagai komoditi dan
mendistribusikannya keanggota masyarakat untuk dikonsumsi saat ini
atau dimasa mendatang. Ilmu ini mengakaji semua biaya dan manfaat dari
perbaikan pola alokasi sumber daya yang ada. Kegiatan yang
dilaksanakan juga harus memenuhi kriteria efisiensi (Cost Effective).
Tjiptoherijanto (1994), menjelaskan ekonomi kesehatan merupakan
ilmu ekonomi yang diterapkan dalam topik – topik kesehatan. Mills dan
Gillson (1999) mendefenisikan ekonomi kesehatan sebagai penerapan
teori, konsep dan teknik ilmu ekonomi dalam sektor kesehatan. Ekonomi
kesehatan berhubungan dengan:
(1) alokasi sumber daya diantara berbagai upaya kesehatan; (2) jumlah
sumber daya yang dipergunakan dalam pelayanan kesehatan; (3)
pengorganisasian dan pembiayaan dari berbagai pelayanan kesehatan;
(4) efisiensi pengalokasian dan penggunaan berbagai sumber daya serta
(5) dampak upaya pencegahan, pengobatan dan pemulihan kesehatan
pada individu dan masyarakat.
Klarman (1968) menjelaskan bahwa ekonomi kesehatan itu
merupakan aplikasi ekonomi dalam bidang kesehatan. Secara umum
ekonomi kesehatan akan berkonsentrasi pada industri kesehatan. Ada
empat bidang yang tercakup dalam ekonomi kesehatan, yaitu : (1)
peraturan (regulation;, (2) perencanaan (planning);
(3) pemeliharaan kesehatan (the health maintenance) dan (4) analisis
biaya (cost) dan manfaat (benefit).
Mengutip tulisan Lubis (2009) tentang Ekonomi Kesehatan, PPEKI
(1989) menyatakan bahwa ilmu ekonomi kesehatan adalah penerapan
ilmu ekonomi dalam upaya kesehatan dan faktor – faktor yang
mempengaruhi kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal. Menyikapi keterbatasan sumber daya yang ada, mendorong
masuknya disiplin ilmu ekonomi dalam perencanaan, manajemen dan
evaluasi sektor kesehatan. Ekonomi kesehatan akan menjawab
petanyaan – pertanyaan berikut : (1) pelayanan kesehatan apa yang perlu
diproduksi; (2) berapa besar biaya produksinya; (3) bagaimana mobilisasi
dana kesehatan (siapa yang mendanai); (4) bagaimana utillisasi dana
kesehatan (siapa penggunanya dan berapa banyak) serta (5) berapa
besar manfaat (benefit) investasi pelayanan kesehatan tersebut.
B. Karakteristik Komoditi Kesehatan

Menurut Tjiptoherijanto (1994), Gani (1994) dan Lubis (2009),


aplikasi ilmu ekonomi pada sektor kesehatan perlu mendapat perhatian
terhadap karakteristiknya. Karakteristik tersebut menyebabkan asumsi –
asumsi tertentu
dalam ilmu ekonomi tidak berlaku atau tidak seluruhnya berlaku apabila
diaplikasikan untuk sektor kesehatan, yaitu :
a. Kejadian penyakit tidak terduga, tidak ada orang yang dapat
memprediksi penyakit apa yang akan menimpanya dimasa yang akan
datang, oleh karena itu tidak mungkin dapat dipastikan pelayanan
kesehatan apa yang dibutuhkan. Ketidakpastian (uncertainty) ini berarti
seseorang menghadapai suatu resiko akan sakit dan oleh karena itu
ada juga resiko untuk mengeluarkan biaya untuk mengobati penyakit
tersebut.
b. Consumer ignorance, artinya konsumer sangat tergantung pada
penyedia (provider) pelayanan kesehatan. Ini disebabkan karena
umumnya konsumen tersebut tidak tahu banyak tentang jenis penyakit,
jenis pemeriksaan dan jenis pengobatan yang dibutuhkannya. Dalam
hal ini penyedialah yang menentukan jenis dan volume pelayanan
kesehatan yang perlu dikonsumsi oleh konsumen.
c. Sehat dan pelayanan kesehatan sebagai hak. Makan, pakaian, tempat
tinggal dan hidup sehat adalah elemen kebutuhan dasar manusia yang
harus senantiasa diusahakan untuk dipenuhi, terlepas dari
kemampuan seseorang untuk membayarnya. Hal ini menyebabkan
distribusi pelayanan kesehatan sering kali dilakukan atas dasar
kebutuhan (need) dan bukan atas dasar kemampuan membayar
(demand).
d. Eksternalitas, efek eksternal dalam penggunaan pelayanan kesehatan
adalah dampak positif atau negatif yang dialami orang lain sebagai
akibat perbuatan seseorang. Misalnya imunisasi dari penyaki menular
akan memberikan
manfaat kepada masyarakat banyak atau social marginal benefit yang diperoleh
lebih besar dari private margial benefit. Pelayanan kesehatan yang tergolong
pencegahan akan mempunyai eksternalitas yang besar, sehingga dapat
digolongkan sebagai “komoditi masyarakat” atau public goods. Oleh karena itu
program ini sebaiknya mendapat subsidi atau bahkan disediakan oleh
pemerintah secara gratis. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan yang bersifat
kuratif akan mempunyai ekternalitas yang rendah atau “private good”hendaknya
dibayar atau dibiayai sendiri oleh penggunanya atau pihak swasta.
e. Motif non-profit, umumnya pelayanan kesehatan diselenggarakan
dengan motif sosial, namun sekarang terjadi perubahan orientasi,
terutama setelah pemilik modal dan dunia bisnis melihat sektor
kesehatan sebagai peluang investasi yang menguntungkan. Pendapat
yang dianut adalah “Orang tidak layak memperoleh keuntungan dari
penyakit orang lain”.
f. Padat karya, terdapat kecenderungan spesialis dan superspesialis
menyebabkan komponen tenaga dalam pelayanan kesehatan semakin
besar. Komponen tersebut bisa mencapai 40 – 60% dari keseluruhan
biaya.
g. Mixed output, paket pelayanan merupakan konsumsi pasien, yaitu
sejumlah pemeriksaan diagnosis, perawatan, terapi dan nasehat
kesehatan. Paket tersebut bervariasi antar individu dan sangat
tergantung kepada jenis penyakit.
h. Upaya kesehatan sebagai konsumsi dan investasi. Pembangunan
sektor kesehatan sesungguhnya adalah investasi jangka pendek
maupun panjang karena orientasi pembangunan pada akhirnya adalah
pembangunan manusia.
i. Restriksi berkompetisi, artinya terdapat pembatasan praktek
berkompetisi. Hal ini menyebabkan mekanisme pasar dalam
pelayanan kesehatan tidak bisa sempurna seperti mekanisme pasar
untuk komoditi lain. Pada sektor kesehatan tidak pernah terdengar
adanya promosi discount atau bonus dalam pelayanan kesehatan.
C. Teori Demand For Health Capital (Grossman, 1972)

Tjiptoherijanto, dkk.(1994), menyebutkan bahwa teori ini mengacu


pada pendekatan investment models dan mengasumsikan bahwa masing
– masing individu melakukan penilaian manfaat atas pengeluaran untuk
kesehatan yang diperbandingkan dengan pengeluaran untuk komoditi –
komoditi lainnya dalam rangka memutuskan status kesehatannya yang
optimal. Dalam hal ini, konsumen diasumsikan mempunyai pengetahuan
tentang status kesehatannya sendiri, tingkat depresiasi status
kesehatannya dan fungsi produksi yang mengaitkan antara perbaikan
kesehatan dengan pengeluaran untuk pelayanan kesehatan.
Sejalan dengan kerangka fikir teori keputusan investasi yang
umum, diasumsikan bahwa setiap individu akan memaksimumkan fungsi
utilitinya yang dibentuk dari flow jasa pelayanan kesehatan dan dari
konsumsi barang lainnya untuk setiap tahun kehidupannya. Maksimasi ini
akan menyebabkan individu tadi menyamakan the marginal return on the
asset dengan marginal
costnya. Return kepada individu dari terdiri atas marginal physical return
dan marginal monetary return. Monetary return ditentukan oleh tiga
komponen, yaitu : upah harian, produk marginal kesehatan yang dihitung
dalam jumlah hari sehat yang dihasilkan oleh satu unit stok kesehatan dan
biaya marginal dari „gross investment‟ dibidang kesehatan yang dibeli
pada periode sebelumnya, termasuk biaya waktu dan uang.
Prinsipnya, Grossman mendukung asumsi ekonomi makro, dimana
produk marginal kesehatan menurun secara asimtomatis menuju nol
sejalan dengan peningkatan kesehatan. Hal ini ditunjukkan oleh
Grossman pada return kesehatan yang diukur dengan hari sehat (healthy
days) dan mempunyai batas 365 hari pertahunnya. Return tersebut akan
bisa menjawab persoalan debility (Cullis JG and West PA, 1979, hal.29-
32) yang akan mempengaruhi tingkat upah.
Dengan stok kapital kesehatan yang optimal dapat dilakukan uji
pengaruh usia dan income terhadap stok kesehatan. Pertama dengan
memperhatikan aspek usia dan mengasumsikan bahwa tingkat upah,
marginal product dari stok kesehatan dan biaya marginal dari gross
investmen adalah independen terhadap usia. Pengaruh yang diasumsikan
dari kenaikan usia adalah meningkatnya tingkat depresiasi kesehatan. Ini
tidak berarti bahwa orang yang lebih tua akan kurang sehat dibandingkan
yang muda usia, tetapi untuk orang tertentu tingkat depresiasi
kesehatannya pertahun akan menjadi lebih besar ketika usianya lebih tua.
Implikasi asumsi Grossman adalah peningkatan depresiasi menyebabkan
konsumen memilih stok kesehatan yang lebih rendah dalam rangka
meningkatkan
produk marginal kesehatan, juga menyamakan hasil marginal dengan biaya
yang lebih tinggi (telah diasumsikan bahwa besarnya produk marginal
kesehatan akan lebih kecil pada tingkat stok kesehatan yang lebih tinggi).
Dengan demikian ketika dihadapkan kepada depresiasi kesehatan yang
diketahui sudah cenderung naik, model Grossman mengatakan bahwa
seseorang akan memilih suatu status kesehatan yang lebih rendah pada setiap
tahun berurutan (successive year). Hal ini akan mendorong orang tersebut
terpaksa harus memilih usia hidupnya sendiri, mengingat stok kesehatannya
yang optimal pada akhirnya akan turun hingga dibawah life-supporting minimal
yang dia perlukan, dan kalau hal itu sudah tercapai berarti dia akan mati.
Pengaruh tingkat upah kepada stok kesehatan dan demand
pelayanan kesehatan akan terdiri dari dua unsur. Produk marginal
kesehatan, dihitung dari healthy days, jelas akan lebih berharga pada
tingkat upah yang lebih tinggi. Tetapi waktu yang dimiliki konsumen juga
merupakan input bagi pelayanan kesehatan, jika tingkat upah naik maka
biaya pelayanan akan naik.
Penekanan public policy yang dapat ditunjukkan oleh model
pendekatan Grossman ini adalah perlunya penyediaan informasi
kesehatan yang memadai bagi konsumen dan sekaligus para penyedia
pelayanan kesehatan tentang pengaruh masing-masing input pelayanan
kesehatan dan juga tentang efisiensi dari mengkombinasikan input
kesehatan yang diinginkan dari pada jika hanya informasi tentang
pelayanan kesehatan saja.
D. Evaluasi Ekonomi dalam Pelayanan Kesehatan

Lubis (2009) menyebutkan bahwa teknik evaluasi ekonomi mampu


menyediakan berbagai cara untuk menanggulangi masalah dengan
menggunakan berbagai pertimbangan pilihan masyarakat. Evaluasi
ekonomi mempunyai peranan penting dalam menanggulangi berbagai
masalah manajemen, penekanannya terletak pada penentuan bagaimana
penyediaan pelayanan kesehatan yang terbaik, bukan penentuan prioritas
dalam investasi.
Masalah teknis yang selalu terjadi dalam evaluasi ekonomi adalah
kurangnya informasi dan satuan dari dampak pelayanan kesehatan.
Masalah lain yang timbul adalah adanya perbedaan pendapat mengenai
teknik yang digunakan dan perbedaan tentang strategi Primary Health
Care (PHC). Secara selektif, PHC dianggap pelayanan yang paling efektif
dari segi biaya dengan menggunakan teknik CBA.
Langkah – langkah yang harus dilalui dalam evaluasi ekonomi
dalam pelayanan kesehatan adalah : (1) identifikasi berbagai biaya dan
berbagai konsekuensinya sehingga tidak menimbulkan kesalahan dalam
memperhitungkan kebutuhan kesehatan masyarakat dan konsekuensinya;
(2) perhitungan biaya dan konsekuensi tersebut. Hal ini berkaitan dengan
dampak terhadap status kesehatan dan faktor – faktor yang
mempengaruhinya. Pendekatan yang biasa dipakai adalah penggunaan
indikator kesehatan secara umum, yaitu tahun penyesuaian hidup
berkualitas (quality adjusted life years) dan hari kehilangan hidup dalam
keadaan sehat ( healthy days of life lost) dan pemilihan unit of effect yang
sesuai dengan
luaran antara; (3) penilaian dan pengukuran biaya tersebut serta
konsekuensinya dengan konsep opportunity cost dan teknik shadow
pricing dan (4) penyesuaian biaya dan konsekuensi untuk waktu yang
berbeda, misalnya program pencegahan yang memiliki dampak yang
lama, hasilnya tidak dapat dilihat langsung seperti program pengobatan
penyakit. Untuk itu dilakukan metode discounting dengan asumsi bahwa
orang lebih menyukai manfaat yang cepat diperoleh dari pada yang lama.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengambil
keputusan berdasarkan langkah tersebut adalah: (1) jumlah sumber daya
yang tersedia untuk diteliti; (2) adanya suatu pilihan yang jelas dalam
penggunaan sumber daya yang akan dievaluasi; (3) penggunaan
teknologi yang cukup dikenal sebagai dasar dalam menentukan pilihan;
(4) tersedianya waktu yang cukup untuk penelitian dan (5) pengambil
keputusan diharapkan dapat menerima hasil penelitian dan tidak berubah
– ubah fikiran.

1. Analisis Biaya Manfaat (Cost Benefit Analisis)

a. Sejarah dan Pemanfaatannya

Analisis biaya manfaat merupakan bagian dari analisis ekonomi


kesejahteraan modern, dibangun oleh Hicks (1943) dan Kaldor (1939).
Sebelumnya Pareto menyatakan kelayakan proyek dierima jika
kesejahteraan sosial masyarakat meningkat (social improvement) dengan
beberapa orang merasa baik (better off) dan tidak ada yang merasa
dirugikan (worse off). Kondisi tersebut
dikenal sebagai Pareto Improvement. Prinsip kompensasi Hicks-Kaldor
mengemukakan gainer dapat mengkompensasi loser untuk mencapai
pareto improvement potensial, karena tidak mungkin seseorang atau
masyarakat akan kembali pada keadan semula setelah ada proyek
(Hafidh, 2010).
Kebanyakan ekonom menyatakan bahwa suatu penilaian kurang
lengkap bila usaha untuk melihat penggunaan sumber daya dan hasil
yang didapatnya tidak dinyatakan dalam nilai uang. Analisis biaya manfaat
(CBA) merupakan suatu alat yang paling penting untuk membantu
pengambilan keputusan dalam menentukan pilihannya, atau lazimnya
metode ini akan menjamin pengambilan keputusan untuk dapat
melakukan allocative efficiency (Mooney, 1986). Sugiyono (2001)
menyebutkan bahwa pemerintah mempunyai banyak program yang harus
dilaksanakan, sedangkan biaya yang tersedia sangat terbatas. Analisis ini
dapat membantu pemerintah dalam memilih program – program yang
memenuhi kriteria efisiensi dengan pertimbangan kesejahteraan
masyarakat. Ada dua pihak yang menaruh perhatian pada analisis ini.
Pertama praktisi teknis dan ekonom yang berperan dalam
mengembangkan metode analisis, pengumpulan data dan membuat
analisis serta rekomendasi. Kedua, pemegang kekuasaan eksekutif yang
berwenang untuk membuat peraturan dan prosedur untuk melaksanakan
keputusan publik.
Pada dasarnya CBA menawarkan perbandingan antara seluruh
biaya dan manfaat dari suatu program yang dibiayai dari dana
masyarakat. Biaya yang dikeluarkan termasuk juga rencana pengeluaran
yang terlihat dalam anggaran.
Sedangkan manfaat diperoleh jika kerugian dimasa datang dapat dicegah
karena keberhasilan program tersebut. Manfaat dari program-program
kesehatan tidak lain dari biaya yang bisa dicegah bila program tersebut
berhasil, beberapa penulis menyarankan bahwa nilai manfaat mungkin
saja diperoleh dengan menghitung biaya ekonomi dari suatu penyakit.
Oleh karena efek atau dampak dari suatu program itu baru dapat terlihat
setelah beberapa lama, maka nilai-nilai biaya dan manfaat program
tersebut harus disesuaikan mengingat nilainya berubah menurut
perjalanan waktu. Dalam hal ini digunakan cara discounting.
Discounting adalah cara penyesuaian nilai atau uang dengan menghitung
berapa nilai uang saat ini dikemudian hari dengan memperhitungkan
bunga pada akhir setiap tahun. Untuk ini dipergunakan discount rate.
Biaya discount rate disesuaikan dengan interest rate atau suku bunga
yang berlaku dalam peminjaman uang. (Tjiptoherijanto,dkk.1994).
b. Langkah – Langkah Analisis Biaya Manfaat

Lubis (2009) menjelaskan secara ringkas, langkah-langkah yang


dilakukan dalam CBA adalah sebagai berikut :
 Identifikasi para pengambil keputusan

Langkah ini bertujuan untuk menetapkan siapa yang akan


dilibatkan dalam proses CBA, terutama untuk memberikan penilaian
terhadap dampak suatu program atau alternativ kebijaksanaan secara
menyeluruh.
 Identifikasi alternatif

Langkah ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas alternative-


alternatif apa yang tersedia dihadapan pengambilan keputusan, sehingga
dapat dibandingkan baik biaya maupun manfat dari masing-masing
alternatif tersebut.
 Identifikasi biaya

Biaya (cost) adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur


dalam satuan uang, yang telah terjadi atau mungkin akan terjadi. Biaya
suatu program mencakup biaya itu sendiri dan dampak yang tidak
diharapkan (dis-benefit, maupun “benefit yang hilang” oleh karena sumber
daya tidak dialokasikan kepada alternative lain (opportunity cost). Terdiri
atas biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah
biaya yang melekat pada kegiatan dan operasional desa siaga aktif dan
poskesdes, seperti pembentukan, pendirian Poskesdes dan penyediaan
alat kesehatan dan pelatihan bidan desa. Sedangkan biaya tidak langsung
meliputi biaya rapat berkala yang diselenggarakan oleh pengurus desa
siaga. Jadi biaya total kegiatan tersebut bertindak sebagai pengukur untuk
manfaat yang didapatkan. Dalam suatu perhitungan manfaat-biaya,
perbandingannya adalah antara pengeluaran tambahan yang ditujukan
untuk pelayanan kesehatan dan antisipasi penurunan dari biaya – biaya
yang ada.
 Identifikasi manfaat

Manfaat juga terdiri atas manfaat langsung dan tidak langsung.


Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan masyarakat
secara langsung setelah program desa siaga aktif berjalan, misalnya
menurunnya angka kesakitan dan
pengurangan biaya operasional. Sedangkan manfaat tidak langsung
adalah manfaat yang dirasakan masyarakat dalam jangka panjang (5-10
tahun) setelah program ini dijalankan, misalnya peningkatan pendapatan
dan produktifitas, karena hari sehatnya lebih banyak. Untuk menghitung
biaya langsung atau manfaat langsung suatu program, biasanya tidak
begitu sulit.
 Transformasi dampak kedalam nilai moneter

Semua biaya dan manfaat selanjutnya ditransformasi kedalam


bentuk uang. Dalam hal ini diperlukan data – data pendukung, seperti
harga satuan perobatan dan UMR, sehingga nilai moneternya dapat
diestimasi.
 Discounting

Oleh karena efek (dampak) suatu program biasanya berlangsung


lama, maka nilai-nilai biaya dan manfaat tadi harus disesuaikan. Oleh
karena nilainya memang berubah menurut perjalanan waktu. Hal ini
dilakukan dengan tindakan discounting, yakni dengan menggunakan
discount rate yang sesuai. Dalam hal ini mengacu pada tingkat inflasi Mei
2012, berkisar 12 % - 15 % (Waspada, 2012).
 Penafsiran hasil cost benefit analysis

Hasil perhitungan biaya dan manfaat selanjutnya ditafsirkan dengan


melakukan perhitungan lebih lanjut. Ada dua cara yang lazim dipakai,
yakni menghitung rasio manfaat biaya (benefit cost ratio) dan menghitung
manfaat bersih (net benefit) program bersangkutan dengan menghitung
Net Persent Value ( NPV ) atau menghitung Internal Rate of Return (IRR
).
c. Metode Analisis Biaya Manfaat

Pelaksanaan analisis pada proyek yang mempunyai umur


ekonomis yang relatif panjang dan memberikan manfaat serta
menimbulkan biaya pada saat yang berbeda-beda harus memperhatikan
konsep uang. Analisis harus dilakukan dengan menghitung seluruh
manfaat dan biaya dari suatu proyek selama umur proyek yang
bersangkutan dan dihitung dalam nilai sekarang.
Adanya faktor ketidak pastian tentang hal yang terjadi dimasa
datang dan diskonto, maka perlu ditentukan konsep uang yang akan
datang ( future value) dan nilai uang sekarang (present value) karena
hampir semua proyek mempunyai umur yang lebih panjang dari satu
tahun dan manfaat proyek tersebut tidak diterima seluruhnya pada suatu
saat. Biaya proyek juga dikeluarkan dalam waktu yang berbeda-beda
selama umur proyek yang bersangkutan. Diskonto biasanya disamakan
dengan tingkat bunga, meskipun dalam analisis manfaat dan biaya faktor
diskonto tidak selalu sama dengan suku bunga.
Konsep nilai uang yang akan datang dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut :
Pt =Po ( 1+ i
t
) Dimana ;
Pt : nilai uang dimasa
datang Po : nilai uang
sekarang
i : tingkat diskonto

t : tahun
Sedangkan konsep nilai uang sekarang, dapat dihitung dengan rumus :

Po = Pt / (1+ i )

Pada dasarnya untuk menganalisis efisiensi suatu proyek langkah-


langkah yang harus diambil adalah : (1) Menentukan semua manfaat dan
biaya dari proyek yang akan dilaksanakan; (2) Menghitung manfaat dan
biaya dalam nilai uang dan
(3) Menghitung masing-masing manfaat dan biaya dalam nilai uang
sekarang.

Ada tiga metode untuk menganialisis manfaat dan biaya suatu


proyek yaitu nilai bersih sekarang (NPV =Net Present Value), Internal
Rate of Return (IRR) dan perbandingan manfaat biaya (BCR = Benefit
Cost Ratio)
Proyek yang efisien adalah proyek yang manfaatnya lebih besar
dari pada biaya yang diperlukan. Nilai bersih suatu proyek (NPV)
merupakan seluruh nilai dari manfaat proyek dikurangkan dengan biaya
proyek pada tahun yang bersangkutan dan didiskontokan dengan tingkat
diskonto yang berlaku. Berdasarkan metode ini, proyek yang mempunyai
NPV tertinggi adalah proyek yang mendapat prioritas untuk dilaksanakan.
Pemilihan proyek tergantung dari tingkat diskonto yang dipilih. Pemilihan
tingkat diskonto haruslah mencerminkan biaya oportunitas penggunaan
dana.
Metode IRR dapat mencari tingkat diskonto, sehingga
menghasilkan nilai sekarang suatu proyek sama dengan nol. Sedangkan
metode BCR memilih proyek dengan kriteria perbandingan lebih besar
dari satu. Metode BCR akan memberikan hasil yang konsisten dengan
metode NPV, apabila BCR >1 berarti pula NPV>0. Perbandingan ketiga
metode ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Perbandingan Metode Analisis Biaya
Manfaat

Metode Analisis Biaya Manfaat


NPV IRR BCR
Karakteristik Cerminan Tidak Tidak Ya
Skala Proyek
Mudah Tidak Ya Ya
Mengurutka
n
Proyek
Mudah Mudah Agak Sukar Mudah
Digunakan
Kelebihan Berfokus Mencerminkan Mudah
pada nilai tingkat mengurutka
uang pengembalian n
proyek
Kekurangan Sukar Hasil Bias
mengurutka dapa dala
n proyek t m
membingungk operasional
an
Sumber : de Neufville (1990)

Dapatkah Analisis Ekonomi diaplikasikan terhadap Kesehatan serta


Perawatan Kesehatan (Health Care)
• Kelangkaan jasa kesehatan

• Pendekatan–pendekatan ekonomi untuk meneliti sektor kesehatan • Jasa


kesehatan merupakan pilihan pasien
• Rational decision

• Pengaruh harga

Apakah Sektor Kesehatan Berbeda?


• Seberapa jauh konsep ekonomi dapat diaplikasikan?

• Apakah konsep ekonomi dapat diterapkan dengan mudah sehingga tidak


diperlukan bidang ekonomika kesehatan?

• Apakah sektor kesehatan sangat spesial sehingga dibutuhkan bidang ilmu yang
benar–benar unik?
• Meski jasa kesehatan mempunyai banyak fitur yang beraneka ragam, namun
fitur–fitur tersebut tidaklah unik.

Adanya Ketidakpastian. Kenneth Arrow (1963) menggarisbawahi bahwa terjadi


ketidakpastian dalam sektor kesehatan, baik di sisi permintaan maupun
penawaran. Konsumen tidak yakin akan tingkat kesehatan mereka serta
permintaan akan jasa kesehatan di masa yang akan datang. Di sisi penawaran,
dokter sering tidak dapat memastikan hasil perawatan yang diberikan.
Pentingnya Asuransi.
Konsumen membeli asuransi untuk melindungi dirinya dari ketidakpastian dan
risiko. Oleh karena itu, sistem pembayaran perusahaan asuransi terhadap
penyedia jasa kesehatan memiliki peran penting dalam analisis ekonomi.
Masalah Asymmetric Information. Ketidakpastian terkadang bersumber dari
sedikitnya informasi yang tersedia. Seringkali, informasi tidak menyebar secara
merata antara pasien, dokter, serta perusahaan penyedia asuransi. Dalam
analisis ekonomi standar, diasumsikan bahwa konsumen mempunyai informasi
yang cukup mengenai kualitas barang dan jasa yang mereka beli. Namun, dalam
bidang kesehatan, konsumen terkadang tidak mengetahui seberapa kompeten
dokter atau rumah sakit penyedia jasa. Pasien juga acapkali tidak tahu bahwa
mereka sakit, dan apa yang harus dilakukan jika sakit. Dalam hal ini, keberadaan
asymmetric information dapat menimbukan conflict of interest antara principal
(konsumen) dan agen (penyedia jasa).
Besarnya Peran Perusahaan Non-Profit.
Ekonom sering berasumsi bahwa perusahaan memiliki tujuan untuk
memaksimalkan pendapatan. Namun, banyak perusahaan di sektor kesehatan
yang bersifat non–profit.
Lalu, apa yang memotivasi perusahan–perusahaan ini untuk berproduksi jika
mereka tidak dapat menikmati keuntungan? Ekonom harus mengerti awal mula
dari perusahaan non–profit tersebut serta perbedaan perilaku antara perusahaan
for profit dan perusahaan non–profit.

Restriksi Terhadap Kompetisi. Secara umum, ekonom dan pengambil kebijakan


mendorong terjadinya kompetisi. Jika ada perusahaan yang mengambil untung
terlalu besar di suatu sektor, perusahaan lain akan tertarik untuk masuk ke sektor
tersebut. Meningkatnya jumlah perusahaan yang melakukan penawaran akan
mengurangi harga, dan meningkatkan utility konsumen. Namun, sektor kesehatan
cenderung membatasi kompetisi antar penyedia jasanya dengan berbagai macam
peraturan. Ekonom harus mengerti mengapa kebijakan–kebijakan tersebut dibuat
dan apa manfaatnya. Namun, perlu juga menghitung dampak dari biaya lebih
tinggi yang ditanggung masyarakat.
Subsidi Pemerintah dan Penyediaan Publik. Di berbagai negara, pemerintah
memainkan peran yang penting dalam menyediakan atau mendanai jasa
kesehatan. Peran pemerintah yang vital harus diperhatikan oleh ekonom sektor
kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai