Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada abad 21 seperti
sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk
mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber
daya manusia melalui kegiatan pengajaran. Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 tahun 2003, menyatakan bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya
yaitu manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan (UU Sisdiknas: 2003).
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta
didik untuk dapat bekerja dalam bidangnya masing-masing. Pendidikan kejuruan
dibangun dengan tujuan untuk membentuk tenaga kerja yang terampil, kompetitif dan
berkompetensi sejak dini. Sehingga peserta didik lulusan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) sudah siap bekerja sesuai bidangnya.
Adapun tujuan dari dibentuknya pendidikan kejuruan ini adalah untuk
menyiapkan peserta didik untuk bekerja dan mampu bersaing dalam proses
pekerjaannya kedepan. Tujuan umum dari pendidikan kejuruan ini adalah:
1. Menyiapkan peserta didik agar dapat menjalani kehidupan secara layak
2. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik
3. Menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang mandiri dan bertanggung
jawab
4. Menyiapkan peserta didik agar memahami dan menghargai keanekaragaman budaya
bangsa Indonesia
5. Menyiapkan peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup sehat, memiliki

1
wawasan lingkungan, pengetahuan dan seni
Selain itu pendidikan kejuruan memiliki tujuan khusus dibandingkan dengan
pendidikan menengah lainnya yaitu:
1. Menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan dunia
usaha maupun dunia industri baik nasional maupun global.
2. Menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan vokasi pada program keahlian
teknik yang memenuhi kompetensi dan sertifikasi yang dipersyaratkan oleh dunia
kerja serta asosiasi-asosiasi profesi bidang teknik yang relevan dan mampu bersaing
di pasar global.
3. Menghasilkan berbagai produk penelitian dan program inovatif dalam disiplin ilmu
PTK (pendidikan teknlogi kejuruan) dan disiplin ilmu teknik yang berguna bagi
peningkatan mutu sumber daya manusia dalam pembangunan nasional.
4. Menjadi pusat informasi dan diseminasi bidang pendidikan teknologi dan kejuruan
serta bidang teknik.
5. Menghasilkan pendidik/pelatih di bidang teknologi kejuruan yang memiliki jiwa
kewirausahaan.
Smk negeri 1 Pariaman adalah salah satu smk kejuruan bidang teknologi dan
rekayasa dengan kompetensi keahlian antara lain, teknik dan bisnis sepeda motor,
teknik kendaraan ringan otomotif, teknik permesinan, teknik instalasi tenaga listrik,
teknik otomasi indrustri, bisnis konstruksi dan properti serta desain pemodelan dan
informasi bangunan. Khusus untuk jurusan desain pemodelan dan informasi bangunan
di Smk 1 Pariaman mempunyai tujuan setelah lulus peserta didik jurusan DPIB dapat
menjadi drafter, quantity Surveyor, quantity control, konsultan perencana dan desainer
bangunan yang handal. Dengan muatan peminatan kejuruan yang dipelajari antara lain
Gambar Teknik, Mekanika Teknik, Dasar-dasar konstruksi dan pengukuran tanah,
Aplikasi Perangkat Lunak dan Perancangan Interior Gedung, Estimasi Biaya
Konstruksi, Konstruksi dan Utilitas Gedung, Produk Kreatif dan Kewirausahaan serta
Konstruksi Jalan dan Jembatan.
Guru merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses pembelajaran,
guru adalah orang yang mengemban tugas dan amanah sebagai pelaksana pembelajaran
dan pendidik. Oleh karena itu guru harus melakukan banyak hal, agar pembelajaran
berhasil antara lain mempelajari karakteristik peserta didik, merencanakan pengajaran,
membantu memecahkan masalah peserta didik, mengatur, menilai kemajuan peserta
didik dan juga menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan tujuan yang akan

2
dicapai. Agar materi dapat diterima dengan baik maka guru harus memperhatikan
penggunaan metode dan media yang tepat.

Penggunaan metode yang tepat akan membantu guru dalam penyajian materi dan
membantu peserta didik untuk memahami materi. Dalam pemilihan metode haruslah
tepat dengan mata pelajaran yang akan di ajarkan, agar materi yang diberikan langsung
mudah dipahami. Umumnya guru dalam memilih metode cenderung pada metode yang
biasa seperti metode ceramah, karena mudah dan tidak memerlukan persiapan yang
rumit.

Hasil belajar yang ingin dicapai harus tercermin dalam tujuan pengajaran, sebab
tujuan itulah yang akan dicapai dalam proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan
hasil kegiatan dari belajar dalam bentuk pengetahuan sebagai akibat dari perlakuan atau
pembelajaran yang dilakukan peserta didik atau dengan kata lain hasil belajar
merupakan apa yang diperoleh peserta didik dari proses belajar.

Secara global, menurut Muhibbin Syah (2001: 132-139) faktor-faktor yang


mempengaruhi hasil belajar dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Faktor internal (faktor dari dalam diri peserta didik), yakni keadaan jasmani dan
rohani peserta didik. Yaitu: aspek fisiologis (jasmani, mata dan telinga) dan aspek
psikologis (intelegensi peserta didik, sikap peserta didik, bakat peserta didik, minat
peserta didik dan aktivitas belajar peserta didik).
2. Faktor eksternal (faktor dari luar peserta didik), yakni kondisi lingkungan di sekitar
peserta didik. Yaitu: lingkungan sosial (keluarga, guru, masyarakat, teman) dan
lingkungan non-sosial (rumah, sekolah, peralatan, alam).
3. Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya peserta didik yang meliputi strategi
dan metode yang digunakan peserta didik untuk melakukan kegiatan pembelajaran
materi-materi pelajaran, yang terdiri dari pendekatan tinggi, pendekatan sedang dan
pendekatan rendah.
Berdasarkan hasil pengamatan pada program keahlian mekanika teknik mengenai
topik Keseimbangan gaya pada konstruksi balok sederhana semester Juli- Desember
2017 di SMK N 1 Pariaman, khususnya di kelas X DPIB 1 terlihat nilai beberapa peserta
didik yang masih belum mencapai standar ketuntasan minimal yaitu 75, hal ini dapat
dilihat dari tabel dibawah ini.

3
Tabel 1. Rata-Rata nilai ulangan Mekanika Teknik topik Keseimbangan gaya pada
konstruksi balok sederhana Kelas X DPIB 1 Tahun Ajaran 2017/208
%Ketidak
Nilai Rata-Rata Semester I %Ketuntasan
Tuntasan
< 75 76-80 81-85 86-90
Jumlah
peserta 12 8 6 4 40 % 60 %
didik
Sumber: SMK Negeri 1 Pariaman
Pada proses pembelajaran rendahnya hasil belajar peserta didik diduga karena
rendahnya aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Rendahnya aktivitas
peserta didik dalam pembelajaran ini terlihat dari proses yang terjadi dalam
pembelajaran. Ketika guru menyampaikan materi dengan metode ceramah, peserta
didik terlihat kurang aktif, sebagian besar peserta didik kurang memperhatikan
penyampaian materi oleh guru selama pembelajaran berlangsung. Interaksi yang terjadi
dalam pembelajaran pada umumnya satu arah yaitu dari guru ke peserta didik sehingga
pembelajaran terpusat pada guru. Sebagian besar peserta didik tidak mau bertanya baik
kepada guru maupun kepada teman jika mengalami kesulitan dalam belajar. Banyak
peserta didik yang tidak serius dan tidak mau berfikir sendiri dalam mengerjakan
latihan yang diberikan oleh guru, mereka hanya menunggu jawaban latihan dari
beberapa peserta didik yang mengerjakan latihan tersebut. Hanya sebagian kecil peserta
didik yang aktif, jika disuruh ke depan membuat penyelesaian latihan hanya 3 atau 4
orang saja yang mau mengerjakan dan peserta didiknya itu-itu saja. Jika diberi PR,
peserta didik sering menyalin PR temannya bahkan ada yang tidak membuat sama
sekali.

Model pembelajaran yang digunakan guru secara konvensional belum dapat


mengaktifkan peserta didik secara optimal. Keinginan dan usaha peserta didik masih
kurang untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik dari sebelumnya, mereka hanya
pasrah dan mengandalkan remedial. Tidak ada usaha yang mereka lakukan agar mereka
tidak mengikuti remedial/perbaikan.
Selain itu terlihat ada beberapa peserta didik cenderung membentuk kelompok
sendiri dalam menjawab soal latihan. Secara umum peserta didik yang bekerja dengan
kelompok ini terlihat lebih aktif hasil belajarnya lebih baik. Berdasarkan hal ini

4
dianggap bahwa pembentukan kelompok adalah pembelajaran yang dapat
mengaktifkan dan meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Oleh karena model pembelajaran yang telah dilakukan belum dapat berhasil
dengan baik, maka guru perlu mengubah model pembelajaran dengan yang lebih cocok
dan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik. Banyak model
pembelajaran berkelompok yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta
didik diantaranya Jigsaw, Make-A Macth, Numbered Heads Together (NHT), Student
Teams-Achievement Division (STAD), Think Pair Share (TPS) dan lain sebagainya.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah terdahulu dilakukan oleh peneliti lain,
model pembelajaran Jigsaw adalah pembelajaran berkelompok yang biasanya terdiri
dari 4-5 orang dalam satu kelompok. Tiap anggota kelompok harus menguasai satu
materi pelajaran yang berbeda-beda. Tiap anggota tersebut secara bergantian mengajar
teman satu timnya, sehingga pembelajaran ini cocok untuk pelajaran yang bersifat teori
dan luas cakupan materinya.
Model pembelajaran Make-A Macth (mencari pasangan) adalah pembelajaran
dengan menggunakan kartu. Masing-masing peserta didik mencari pasangan soal
dengan jawaban yang cocok. Karena pembelajaran ini menggunakan kartu, tentu soal
dan jawaban yang ada pada kartu tersebut berupa pertanyaan dan jawaban singkat maka
cocok untuk pelajaran teori. Model pembelajaran NHT juga merupakan pembelajaran
berkelompok. Masing-masing anggota kelompok mendapat nomor. Masing-masing
kelompok diberi tugas atau pertanyaan yang sama. Kelompok mendiskusikan jawaban
yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakan/mengetahui
jawabannya. Kemudian guru memanggil salah satu nomor untuk melaporkan hasil kerja
sama mereka.
Model pembelajaran STAD adalah pembelajaran berkelompok yang terdiri dari 4
orang. Guru memberikan tugas kepada kelompok. Anggota kelompok yang sudah
mengerti dapat menjelaskan kepada anggota yang lain. Namun pembelajaran NHT dan
STAD ini kecenderungan peserta didik pintar yang lebih aktif, karena tidak ada waktu
dikhususkan untuk berpikir masing-masing peserta didik. Pembelajaran TPS yang
berarti berpikir berpasangan berbagi. Dengan thinking peserta didik terbiasa berfikir
sendiri terlebih dahulu dalam menjawab pertanyaan atau mengerjakan soal latihan
karena disediakan waktu khusus untuk mengerjakan latihan tersebut. Di saat pairing
peserta didik baru dapat berbagi kemampuan atau berdiskusi dengan temannya, dan
dengan sharing peserta didik dapat berbagi kemampuan secara bersama. Oleh karena

5
pelajaran Mekanika Teknik merupakan pelajaran hitungan dengan sedikit teori, namun
perlu banyak latihan, maka diduga cocok diterapkan model pembelajaran TPS ini.
Dengan cara ini diharapkan seluruh peserta didik secara aktif terlibat dalam proses
pembelajaran seperti mau mengerjakan latihan yang diberikan, mau bertanya, bisa
bekerja sama dalam memecahkan soal yang diberikan.
Bertolak dari permasalahan dalam proses pembelajaran yang peneliti alami
seperti yang telah diuraikan di atas, peneliti menduga bahwa dengan model
pembelajaran TPS ini dalam pembelajaran Mekanika Teknik dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar peserta didik, karena itu peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Think Pair
Share (TPS) dalam Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mekanika Teknik
Peserta didik Kelas X DPIB 1 SMK Negeri 1 Pariaman Tahun Ajaran 2018/2019”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi masalah-masalah
sebagai berikut:
1. Masih rendahnya hasil belajar peserta didik.
2. Masih rendahnya aktivitas belajar peserta didik dalam proses pembelajaran.
3. Metode yang digunakan guru masih berupa ceramah
4. Sebagian besar peserta didik tidak mau bertanya baik kepada guru maupun kepada
teman jika mengalami kesulitan dalam belajar.
5. Beberapa peserta didik cenderung membentuk kelompok sendiri dalam menjawab
soal latihan
6. Banyak peserta didik yang tidak serius dan tidak mau berfikir sendiri dalam
mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru, mereka hanya menunggu jawaban
latihan dari beberapa peserta didik yang mengerjakan latihan tersebut

C. Batasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan penelitian bagi peneliti maka masalah pada
penelitian ini dibatasi pada penerapan model pembelajaran Think Pair Share (TPS)
dalam upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Mekanika Teknik peserta didik
kelas X DPIB 1 SMK Negeri 1 Pariaman Tahun Ajaran 2018/2019.

6
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan masalah yang dikemukakan
dalam penelitian ini adalah: Apakah penerapan model pembelajaran Think Pair Share
(TPS) dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Mekanika Teknik peserta didik
Kelas X DPIB 1 SMK Negeri 1 Pariaman Tahun Ajaran 2018/2019 ?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan
hasil belajar peserta didik Kelas X DPIB 1 SMK Negeri 1 Pariaman Tahun Ajaran
2018/2019 dengan penerapan model pembelajaran Think Pair Share (TPS).
F. Manfaat Penelitian
Dengan selesainya penelitian tindakan kelas ini diharapkan hasilnya dapat
digunakan:
1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi guru Mekanika Teknik dalam
memilih model pembelajaran.
2. Sebagai pengetahuan bagi penulis sendiri sebagai guru dalam meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar peserta didik.
3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya.
4. Memperbaiki belajar siswa sehingga hasil belajar siswa diharapkan meningkat.
5. Menjadi model bagi siswa bahwa guru memberikan perhatian khusus terhadap
hasil belajar siswa.

7
BAB II
KAJIAN TEORITIS

A. Landasan Teori
1. Belajar
Belajar adalah kegiatan yang paling pokok dari proses pembelajaran di sekolah.
Artinya berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada
bagaimana proses belajar yang dialami peserta didik. Belajar merupakan suatu proses
perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut nyata dalam
seluruh aspek tingkah laku.
Menurut Slameto (1995: 2) ”belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”. Hal senada diungkapkan oleh Sardiman (2007: 20) ”belajar itu
senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian
kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain
sebagainya”. Oleh karena itu seseorang yang mengalami belajar akan menunjukkan
suatu perubahan. Perubahan yang terjadi akibat belajar dapat berupa pengetahuan, sikap
maupun keterampilan atau kemampuan yang lebih dikenal dengan ranah kognitif,
afektif dan spikomotor.
Menurut Herman Hudojo (2005: 83) belajar merupakan proses dalam
memperoleh pengetahuan baru sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah
laku. Perubahan tingkah laku dalam proses belajar terjadi karena interaksi dengan
lingkungan (Oemar Hamalik, 2008: 28). Nana Sudjana (1987: 28) juga menyatakan
bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang yang ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan,
pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kemampuan dan aspek
lain yang ada pada diri individu.

Menurut Sardiman (2006: 21) belajar adalah berubah. Dalam hal ini yang
dimaksudkan belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa

8
suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan
dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan,
sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Menurut Winkel
(2004:59) mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas mental/psikis yang
berlangsung dalam interaksi individu dengan sumber belajarnya, yang menghasilkan
sejumlah perubahan. Perubahan-perubahan itu bersifat tetap yang meliputi perubahan
pengetahuan atau pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.

Dari berbagai pendapat tentang pengertian belajar, dapat disimpulkan bahwa


belajar merupakan usaha perubahan tingkah laku seseorang atau individu yang terjadi
secara sadar, intensional, positif, aktif, efektif dan fungsional karena interaksi dengan
lingkungan sekitarnya, yang mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik yang tidak
ditentukan oleh unsur-unsur turunan genetik, tetapi lebih banyak ditentukan oleh faktor-
faktor eksternal baik melalui latihan atau pengalaman yang berlaku dalam waktu yang
cukup lama.

2. Aktivitas Belajar
Aktivitas merupakan prinsip penting dalam interaksi belajar mengajar. Sebab
dalam belajar sangat memerlukan kegiatan berpikir dan berbuat. Seperti pendapat
Sardiman (2007: 95) ”tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas”. Di dalam aktivitas
belajar ada pandangan ilmu jiwa lama dan pandangan ilmu jiwa modern. Menurut
pandangan ilmu jiwa lama aktivitas didominasi oleh guru sedang menurut pandangan
ilmu jiwa modern, aktivitas didominasi oleh peserta didik.
Dalam belajar yang dituntut lebih aktif adalah peserta didik sementara guru hanya
memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh
peserta didik. Peserta didik harus aktif sendiri, tanpa ada aktivitas, maka proses belajar
tidak mungkin terjadi.
Paul B. Diendrich dalam Sardiman (2007) membuat suatu daftar kegiatan peserta
didik yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Visual activities (aktifitas melihat), seperti membaca, memperhatikan gambar
demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b. Oral activities (aktifitas lisan), seperti menyatakan, merumuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi,
interupsi.

9
c. Listening activities (aktifitas mendengar), sebagai contoh, mendengarkan uraian,
percakapan, diskusi, musik, pidato.
d. Writing activities (aktifitas menulis), seperti misalnya menulis cerita, karangan,
laporan, angket, menyalin.
e. Drawing activities (aktifitas menggambar), misalnya: menggambar, membuat
grafik, peta, diagram.
f. Motor activities (aktifitas yang melibatkan mental), yang termasuk di dalamnya
antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi.
g. Mental activities (aktifitas mental), sebagai contoh misalnya: menanggap,
mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan.
h. Emotional activities (aktifitas emosi), seperti misalnya: menaruh minat, merasa
bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Pada penelitian ini, aktivitas peserta didik yang akan diamati oleh observer
berpedoman pada pendapat Paul B. Diendrich yang di kutip oleh Sardiman (2007: 101).
Adapun aktivitas peserta didik yang diamati selama proses pembelajaran dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Aktivitas peserta didik yang akan diamati dalam proses pembelajaran
Aktivitas menurut
No Aplikasi dalam kelas
Paul B. Diendrich
 Memperhatikan penjelasan materi yang
1. Visual activities
disampaikan guru
 Mengajukan pertanyaan kepada guru atau
2. Oral activities teman pada saat sharing
 Berdiskusi dalam kelompok saat pairing
 Menjawab soal latihan saat thinking
3. Menthal activities
 Mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR)

B. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan standar yang dapat digunakan untuk menentukan
keberhasilan peserta didik dalam menguasai suatu materi pelajaran. Setelah melalui
proses pembelajaran peserta didik dapat memperoleh informasi dan pengetahuan yang
menyebabkan terajadinya perubahan-perubahan tingkah laku pada diri peserta didik.

10
Hasil belajar dapat berupa keterampilan, nilai dan sikap setelah peserta didik
tersebut mengalami proses belajar mempunyai efek yang bagus terhadap peningkatan
hasil belajar. Hasil belajar itu dapat diperoleh dengan mengadakan evaluasi atau
penilaian hasil belajar yang merupakan bagian dari proses belajar. Suharsimi (2005: 7)
menyatakan ”tujuan hasil belajar adalah untuk mengetahui apakah meteri yang
diajarkan sudah dipahami oleh peserta didik dan penggunaan metodanya sudah tepat
atau belum”. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan
peserta didik dalam menjawab tes penguasaan materi yang dipelajari.
C. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) termasuk pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan satu bentuk pembelajaran kelompok. Roger dan
Davit Jonhson dalam Anita (2002:30) menyatakan lima unsur model pembelajaran
kooperatif yang harus diterapkan untuk mencapai hasil yang maksimal:
a. Saling ketergantungan positif
b. Tanggungjawab perseorangan
c. Tatap muka
d. Komunikasi antar anggota
e. Evaluasi proses kelompok
Berdasarkan unsur-unsur tersebut dapat dipahami bahwa pembelajaran kooperatif
adalah pembelajaran yang peserta didiknya dibagi dalam kelompok-kelompok kecil
untuk menyelesaikan suatu permasalahan dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran
kooperatif semua anggota dituntut memberikan pendapat, saling membantu,
bekerjasama dan bertanggung jawab dalam memahami suatu tugas atau menyelesaikan
permasalahan.
Pada penerapan model pembelajaran TPS ini guru menyampaikan materi
pelajaran dengan metoda ceramah dan tanya jawab, kemudian peserta didik diberikan
soal latihan. Dalam penyelesaian latihan ini digunakan strategi TPS. Peserta didik
terlebih dahulu menyelesaikan latihan secara mandiri, setelah itu peserta didik yang
dapat menyelesaikan latihan dengan benar mengemukakan hasil pemikirannya terhadap
peserta didik yang belum menemukan jawaban yang benar.
Ada tiga tahap dalam strategi TPS menurut Muslimin (2002) yakni:
a. Thinking (berpikir)

11
Guru memberikan latihan yang berhubungan dengan pelajaran kemudian peserta
didik diminta untuk memikirkan dan menyelelesaikan latihan tersebut secara
mandiri.
b. Pairing (berpasangan)
Guru meminta peserta didik duduk berpasangan dengan peserta didik yang lain
untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi
pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban dengan pasangan.
c. Sharing (berbagi)
Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas. Peserta didik
yang telah dapat menemukan jawaban yang benar ditunjuk untuk mengerjakan
latihan tersebut di depan kelas secara bergantian. Peserta didik lain diberi
kesempatan untuk bertanya baik kepada peserta didik yang tampil ke depan
maupun kepada guru. Peserta didik yang tampil atau guru memberikan dan
menjelaskan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
D. Pembentukan Kelompok
Model pembelajaran TPS ini merupakan pembelajaran kooperatif. Pembentukan
kelompok dalam pembelajaran kooperatif menggunakan pengelompokan heterogenitas.
Menurut Anita (2002: 40) ”kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan
memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang sosio-ekonomi dan etnik, serta
kemampuan akademis”. Dalam pembelajaran kooperatif biasanya memperhatikan
kemampuan akademis dengan harapan peserta didik dapat saling membantu temannya
yang sulit dalam memahami pelajaran. Hal ini akan sangat membantu guru dalam
pengelolaan kelas. Jumlah anggota dalam satu kelompok bervariasi mulai dari 2 sampai
dengan 5 orang, menurut kepentingan tugas dan kesukaan guru.
Pembelajaran dengan model TPS ini, peserta didik dibagi atas kelompok-
kelompok kecil yang terdiri dari 2 orang (berpasangan). Kelompok berpasangan
memiliki kelebihan meningkatkan partisipasi, cocok untuk tugas sederhana, lebih
banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok, interaksi lebih
mudah, dan lebih cepat membentuknya. Sementara kekurangannya: banyak kelompok
yang melapor dan dimonitor, lebih sedikit ide yang muncul, dan jika ada perselisihan
tidak ada penengah.
Dalam penelitian ini peneliti memilih mengelompokkan peserta didik berdasarkan
kemampuan akademik yang diambil dari nilai ulangan pada pembelajaran sebelumnya.

12
Langkah1: Mengurutkan peserta didik berdasarkan nilai akademik. Kemudian peserta
didik dibagi menjadi kelompok atas (kemampuan tinggi) dan bawah
(kemampuan rendah).
Langkah 2: Membentuk kelompok pertama.
Untuk membentuk kelompok pertama, peneliti mengambil satu orang dari
kelompok atas dengan kemampuan tinggi (tertinggi), dan dipasangkan
dengan satu orang dari kelompok bawah dengan kemampuan rendah
(terendah).
Langkah 3: Membentuk kelompok kedua.
Untuk membentuk kelompok kedua, peneliti mengambil satu orang pada
urutan kedua dari kelompok atas dengan kemampuan tinggi dipasangkan
dengan satu orang pada urutan kedua pada kelompok bawah dengan
kemampuan rendah.
Langkah 4: Membentuk kelompok selanjutnya.
Untuk membentuk kelompok selanjutnya diambil satu orang pada urutan
ketiga dari atas dipasangkan dengan satu orang pada urutan ketiga dari
bawah. Demikian seterusnya sampai semua peserta didik dipasangkan.
E. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan yang peneliti lakukan adalah penelitian yang
dilakukan oleh Anita Fatma (2006) dengan judul: “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif
Tipe Think Pair Share Terhadap Hasil Belajar Kimia Peserta didik Kelas X SMA N 1
Padang Gantiang”. Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa hasil belajar
kimia peserta didik yang menggunakan pembelajaran kooperatif TPS lebih baik dari
pada hasil belajar peserta didik yang tidak menggunakan pembelajaran kooperatif TPS.
Selain itu juga dari penelitian Emilia Hanum (2008) dengan judul “Upaya
Meningkatkan Aktivitas Peserta didik dalam Pembelajaran Matematika dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) di Kelas
XI IPA 2 SMAN 1 Pariaman Tahun Pelajaran 2006/2007”. Hasil dari penelitian ini
adalah aktivitas dan hasil belajar peserta didik meningkat dengan menggunakan
pembelajaran tipe Think Pair Share (TPS) ini.
Penelitian yang peneliti lakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
bertujuan untuk dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Mekanika Teknik
peserta didik kelas X DPIB 1 Tahun pelajaran 2018/2019 dengan penerapan model
pembelajaran TPS.

13
F. Kerangka Konseptual
Aktivitas belajar peserta didik sangat erat hubungannya dengan hasil belajar
peserta didik. Hasil belajar peserta didik akan meningkat jika aktivitas belajar peserta
didik tersebut meningkat. Dalam pembelajaran TPS peserta didik mempunyai waktu
untuk lebih banyak berfikir, berdiskusi, dan saling berbagi satu sama lain. Peserta didik
yang berkemampuan tinggi membantu peserta didik yang berkemampuan rendah dalam
pemahaman pelajaran. Model pembelajaran TPS juga dapat mengembangkan potensi
peserta didik secara aktif, menciptakan pola interaksi yang optimal, mengembangkan
semangat kebersamaan, menimbulkan aktivitas belajar dan menumbuhkan komunikasi
yang efektif, sehingga aktivitas belajar peserta didik dapat meningkat.
Oleh karena itu penerapan model pembelajaran TPS dalam proses pembelajaran
Mekanika Teknik diduga kuat dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Mekanika
Teknik peserta didik.

Aktivitas

Model (variabel y1)

Pembelajaran TPS

(Variabel x)

‘ Hasil Belajar Peserta didik

(variabel y2)

Gambar 1. Kerangka Konseptual

G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan kajian teori dan kerangka konseptual di atas, hipotesis
penelitian yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah: Apakah penerapan model
pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
Mekanika Teknik peserta didik kelas X DPIB 1 peserta didik SMK Negeri 1 Pariaman
Tahun pelajaran 2018/2019

14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau
Classroom Action Research (CAR) yang dilakukan secara kolaboratif, artinya peneliti
berkolaborasi atau bekerjasama dengan rekan sejawat sebagai observer. Peneliti
mendiskusikan permasalahan penelitian dan menentukan rencana tindakan.

B. Setting Penelitian dan Sumber Data


Setting penelitian adalah setting kelas dan kelompok, pelaksanaan penelitian dan
pengambilan data diperoleh pada saat proses kegiatan pembelajaran yang berlangsung
di dalam kelas X DPIB 1 Peserta didik SMK negeri 1 Pariaman. Sumber data utama
dalam penelitian ini adalah peserta didik, peneliti, hasil observasi selama pelaksanaan
tindakan di kelas, hasil angket aktivitas belajar peserta didik, hasil tes, hasil pekerjaan
peserta didik dan data tambahan berupa dokumentasi foto.

C. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMK N 1 Pariaman pada peserta didik kelas X
DPIB 1 semester genap Tahun Pelajaran 2018/2019, Waktu pelaksanaan penelitian
pada bulan Januari sampai Maret 2020.

D. Subyek dan Obyek Penelitian


Subyek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X DPIB 1 SMK N 1
Pariaman berjumlah 30 peserta didik. Sedangkan obyek penelitiannya adalah
keseluruhan proses pembelajaran pada penerapan metode TPS dalam pembelajaran
Mekanika Teknik Materi Keseimbangan Gaya di SMK N 1 Pariaman.

E. Instrumen Penelitian
Berikut uraian mengenai instrumen pembelajaran:
1. Lembar observasi kegiatan pembelajaran
Lembar observasi berupa catatan penting yang digunakan untuk mengobservasi hal-hal

15
yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran, seperti keterlaksanaan RPP dan
keterlaksanaan rencana tindakan. Lembar observasi ini juga digunakan untuk
mengobservasi aktivitas peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, aktivitas
peneliti dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, kemampuan peserta didik dalam
merangkum materi pelajaran Mekanika Teknik Materi Keseimbangan Gaya yang
diberikan oleh peneliti, kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran, dan kejadian-kejadian spesifik lainnya dalam kegiatan pembelajaran.
Hasil observasi ini juga difungsikan sebagai sarana untuk melakukan refleksi terhadap
kegiatan pembelajaran.
2. Lembar angket aktivitas belajar Mekanika Teknik Materi Keseimbangan Gaya
Lembar angket digunakan untuk memperoleh data mengenai aktivitas belajar Mekanika
Teknik Materi Keseimbangan Gaya peserta didik. Angket berisi kumpulan pernyataan
yang diberikan kepada peserta didik untuk mengetahui aktivitas belajar peserta didik
dalam pembelajaran dengan metode TPS.
3. Tes Tertulis
Tes tertulis yang dimaksud adalah tes evaluasi yang diberikan apabila sub bab telah
selesai. Tes ini diberikan setiap akhir siklus. Tes evaluasi digunakan untuk mengukur
penguasaan dan kemampuan para peserta didik setelah menerima proses pembelajaran
dengan metode TPS. Instrumen ini juga digunakan sebagai sumber tambahan dalam
melihat perkembangan aktivitas belajar peserta didik yang dilihat dari peningkatan nilai
dan hasil belajar peserta didik setelah diberikan tindakan. Tes evaluasi digunakan untuk
mengetahui ketercapaian prestasi belajar peserta didik.
4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu media untuk memperoleh gambaran visualisasi
mengenai aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.
Dokumentasi berupa hasil kerja peserta didik selama kegiatan berlangsung serta foto-
foto kegiatan yang dilakukan selama pembelajaran dengan menggunakan media
kamera. Dokumentasi dilakukan untuk melihat catatan-catatan yang dilakukan dalam
penelitian.

16
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Observasi Aktivitas Siswa
Observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas belajar siswa
dalam proses belajar mengajar dan penerapan media pembelajaran powerpoint. adapun
format lembar observasi aktivitas belajar siswa yang dirancang tim PLPG (dalam rizki,
2012: 34) Unimed dalam peneitian Tindakan Kelas ini adalah pada Tabel berikut.

Tabel Format Observasi aktivitas siswa


Mengajukan Memberikan Memberikan Membuat
Nilai Nilai
Pertanyaan Jawaban Pendapat Kesimpulan Penilai Katego
No Nama Siswa Perole Maksi-
-an -ri
-han mum
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Siswa No. 1

2 Siswa No. 2

3 Siswa No. 3

5 Siswa No. 5

7 Siswa No. 7

9 Siswa No. 9

10 Siswa No. 10

dst

Rata-rata

(Sumber: PLPG Unimed)

1) Prosedur pelaksanaan observasi:


a. Peneliti mengambil posisi duduk dibelakang siswa
b. Observasi aktivitas ditujukan kepada setiap siswa
c. Peneliti membuat tanda contreng (√) pada kolom yang menandai aspek
yang akan diobservasi.
Kriteria nilai:

a. Mengajukan pertanyaan:
1 = Sedikit dan tidak sesuai dengan materi
2 = Sedikit dan sesuai materi
3 = Banyak dan sesuai dengan materi

17
4 = Sangat beragam dan sesuai dengan materi
b. Memberikan jawaban:
1 = Tidak sesuai dengan pertanyaan
2 = Kurang sesuai dengan pertanyaan
3 = Sesuai dengan pertanyaan
4 = Sangat sesuai dan berkembang
c. Memberikan pendapat:
1 = Kurang baik
2 = Cukup baik
3 = Baik
4 = Sangat baik
d. Membuat Kesimpulan:
1 = Tidak tepat
2 = Kurang tepat
3 = Tepat
4 = Sangat tepat

2. Tes hasil belajar


Pada paradigma kuantitatif digunakan untuk data hasil belajar siswa sesuai
dengan kompetensi yang telah ditetapkan dalam bentuk tes kognitif. Tes kognitif hasil
belajar siswa adalah seperangkat tes dalam bentuk objektif tes dengan pilihan berganda
sebanyak 40 soal dengan empat option pilihan, dimana 10 soal untuk siklus pertama
dan 20 soal untuk siklus kedua, yang digunakan untuk memperoleh data hasil belajar
pada kompetensi yang ditentukan dalam kisi-kisi instrumen seperti yang terdapat
dalam Tabel berikut :
Tabel kisi-kisi Tes Materi Pokok pengertian umum Mekanika Teknik,
(Siklus I)
No Sub Materi Pokok Klasifikasi / Kategori Jumlah
C1 C2 C3 soal
1 Keseimbangan Gaya 1,2 3, 4, 5,6, 7 8,9,10. 10
Jumlah Soal 2 5 3 10

Keterangan
C1 : Pengetahuan
C2 : Pemahaman
C3 : Penerapan

18
H. Uji Coba Instrumen

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan


metodologi penelitian yang telah diuraikan pada Bab III, adalah masing-masing 10 soal
pilihan berganda setiap siklus, dengan option pilihan 4 buah untuk setiap soal. Sebelum
instrumen penelitian ini digunakan terlebih dahulu dilakukan analisis uji instrumen soal
tes, yang dilaksanakan di SMK Negeri 1 Pariaman pada siswa kelas X DPIB. Uji coba
penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan alat ukur yang benar-benar dapat menjaring
data yang akurat agar kesimpulan yang diambil sesuai dengan kenyataan.Instrumen
yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel. Untuk
mengetahui apakah butir-butir soal yang disusun sudah mempunyai indeks kesukaran,
daya beda yang baik, maka diadakan uji coba instrumen.
1. Validitas Tes
Validitas berhubungan dengan sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa yang
dianggap orang seharusnya diukur oleh alat tersebut. Untuk menguji validitas tes,
peneliti menggunakan rumus Koefisien Korelasi Biserial (Arikunto,
2006:79).Kriteria mengujian adalah butir tes dinyatakan valid apabila rpbis>rt pada
taraf signifikan 5%.

N  XY   X  Y 
N  X  
rXY =
  X  N  Y 2   Y 
2 2 2

Keterangan :
rXY = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

∑X = Jumlah skor X (skor tiap butir)

∑Y = Jumlah skor Y (skor total soal)

N = Jumlah siswa

2. Uji Tingkat Kesukaran

Butir tes yang baik adalah butir tes yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu susah. Jika
terlalu mudah maka siswa tidak termotivasi untuk mempertinggi usaha untuk
memecahkan masalahnya.Sebaliknya, jika terlalu sukar menyebabkan siswa menjadi
putus asa dan tidak bersemangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauan. Angka

19
yang menunjukkan tingkat kesukaran suatu butir tes disebut Indeks Kesukaran Item
(Arikunto, 2006:207) dapat dihitung dengan rumus :

𝐵
P = 𝐽𝑆

Keterangan :

P : Indeks Kesukaran
B : Jumlah peserta tes yang menjawab benar
JS : Jumlah seluruh peserta tes
Semakin besar harga P maka item tersebut semakin mudah, sebaliknya semakin kecil P
maka item tersebut semakin sulit. Untuk menentukan tingkat kesukaran tes, sebagai
berikut:
Soal dengan P : 0,00 – 0,29 = Sukar

Soal dengan P : 0,30 – 0,69 = Sedang

Soal dengan P : 0,70 – 1,00 = mudah

(Arikunto, 2003:207)

3. Uji Daya Pembeda

Perhitungan uji daya pembeda setiap butir tes dilakukan dengan Rumus Dieddrich yang
ditemukan Arikunto (2003:211) sebagai berikut :

𝐵𝐴 𝐵𝐵
D= −
𝐽𝐴 𝐽𝐵

Keterangan :
D = Daya pembeda butir tes
BA = Banyaknya kelompok atas yeng menjawab benar
JA = Banyaknya subjek kelompok atas
BB = Banyaknya kelompok bawah yang menjawab salah
JB = Banyaknya subjek kelompok bawah

Hasil perhitungan indeks daya pembeda dikonsultasikan dengan ketentuan yang


dikemukakan oleh Arikunto (2003:207), yaitu :

D : 0,00 – 0,20 butir soal jelek

D : 0,21 – 0, 40 butir soal cukup

20
D : 0,41 – 0,70 butir soal baik

D : 0,71 – 1,00 butir soal baik sekali

(Arikunto, 2003:207)

4. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas yang akan dipergunakan dalam pengujian ini adalah dengan
menggunakan rumus Kruder-Reicardon (KR-20) yang ditemukan oleh Arikunto
(2003:101), yaitu :
𝐾 𝑣𝑡 −Σ𝑝𝑞
r11 =[ ][ ]
𝐾−1 𝑣𝑡

Keterangan :

r11 : Reliabilitas instrument


p : Proporsi subjek yang menjawab benar
q : Proporsi subjek yang menjawab salah
K : Banyaknya butir pertanyaan
vt : Varians total
∑pq : Jumlah hasil perkalian p dan q

G. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas. Dalam penelitian ini menggunakan model Kemmis yang dikembangkan oleh
Stephen Kemmis dan Robin Mc Taggart yang dikutip oleh Pardjono dalam Panduan
Penelitian Tindakan Kelas (2007: 22), penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam
beberapa siklus. Setiap siklusnya meliputi beberapa tahapan yang meliputi perencanaan
(planning), tindakan (action), pengamatan (observation) dan refleksi (reflection) dalam
suatu spiral yang saling terkait.
Adapun model penelitian tindakan kelas menurut Kemmis dan Taggart dapat
terlihat pada gambar berikut ini

Model Penelitian Tindakan Kelas (PTK ) oleh Kemmis dan Taggart :

21
Keterangan:
1. Planning (Perencanaan)
2. Action (Pelaksanaan Tindakan)
3. Observation (Pengamatan)
4. Reflection (Refleksi)
(sumber : Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi (2007: 22))
Secara rinci langkah-langkah dalam setiap siklus dijabarkan sebagai berikut :
1. Rancangan Penelitian Siklus I
a. Perencanaan (planning).
Adapun kegiatan perencanaan meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan
metode TPS. RPP ini digunakan sebagai pedoman bagi peneliti dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas.
2) Menyusun dan menyiapkan pedoman observasi pelaksanaan pembelajaran
dan lembar observasi perilaku peserta didik. Pedoman observasi digunakan
untuk mencatat hasil pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran serta
digunakan untuk mencatat segala perilaku dan aktivitas peserta didik
selama proses pembelajaran berlangsung.
3) Menyusun lembar angket aktivitas belajar belajar peserta didik. Lembar
angket aktivitas belajar belajar ini untuk mengetahui bagaimana respon
peserta didik terhadap pembelajaran yang sedang dilaksanakan.
4) Menyusun dan mempersiapkan Soal Tes dan LKPD untuk peserta didik.
b. Tindakan (action)
Setelah dilakukan perencanaan secara memadai, selanjutnya dilaksanakan
tindakan dengan penerapan metode TPS pada Mekanika Teknik Materi
Keseimbangan Gaya. Pada tahap tindakan ini peneliti melaksanakan rencana
pembelajaran yang telah disusun dan direncanakan oleh sebelumnya, yaitu
pembelajaran Mekanika Teknik Materi Keseimbangan Gaya dengan

22
menggunakan metode TPS. Tindakan yang dilakukan sifatnya fleksibel dan
terbuka terhadap perubahan perubahan sesuai dengan apa yang terjadi di
lapangan.
c. Observasi (observation) atau pengamatan
Observasi atau pengamatan dalam penelitian ini dilakukan selama proses
pembelajaran di kelas berlangsung. Observasi dilaksanakan untuk mengamati
setiap proses dan perkembangan yang terjadi pada peserta didik. Observasi
dilakukan oleh peneliti sesuai dengan pedoman observasi yang telah dibuat
d. Refleksi (reflection)
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan dan menganalisis data yang diperoleh
selama observasi, yaitu data yang diperoleh dari lembar observasi. Kemudian
peneliti mendiskusikan dengan peneliti dari hasil pengamatan yang dilakukan,
baik kekurangan maupun ketercapaian pembelajaran dari siklus pertama
sebagai pertimbangan perencanaan pembelajaran pada siklus selanjutnya.

2. Rancangan Penelitian Siklus II


Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus kedua dimaksudkan sebagai perbaikan dari
siklus pertama. Tahapan pada siklus kedua identik dengan siklus pertama yaitu
diawali dengan perencanaan (planning), dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan
(action), observation (observasi), dan refleksi (reflection). Jika dievaluasi pada akhir
siklus kedua tidak terjadi peningkatan dilaksanakan siklus ke ketiga yang tahap-
tahapnya seperti pada tahap siklus pertama dan kedua. Siklus ketiga, keempat dan
seterusnya tidak diperlukan jika sudah ada peningkatan aktivitas belajar belajar
Mekanika Teknik Materi Keseimbangan Gaya peserta didik sebagai tolak ukur
keberhasilan penelitian. Siklus ketiga, keempat, dan seterusnya dimungkinkan untuk
dilaksanakan jika hasil siklus I dan siklus II belum menunjukkan peningkatan
aktivitas belajar belajar peserta didik dalam pembelajaran Mekanika Teknik Materi
Keseimbangan Gaya.

H. Teknik Analisa Data


1. Untuk aktivitas peserta didik
Kategori penilaian observasi dilakukan berdasarkan kriteria penilaian skor aktivitas
yang dirancang peneliti hasil belajar sebagai berikut (Arikunto, 1999):

23
Pehitungan Skor (Penilaian):
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
NA = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚
100

NA = Nilai Akhir Siswa


Kategori untuk tingkat pencapaian keaktifan siswa (Arikunto, 2009).
0–69 = Tidak Aktif
70–79 = Cukup Aktif
80–89 = Aktif
90-100 = Sangat Aktif
2. Katagori penilaian hasil belajar dilakukan dengan menganalisis nilai rata-rata tes.
Kategori penilaian tes dilakukan berdasarkan kriteria penilaian skor hasil belajar
sebagai berikut (Arikunto, 1999):
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
NAH= 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚
x 100

Kriteria Penilaian (Arikunto, 2009). :


0–69 = Tidak Kompeten
70-79 = Cukup Kompeten
80-89 = Berkompeten Baik
90-100 = Sangat Kompeten

Dalam penelitian tindakan kelas ini, keputusan untuk melanjutkan atau


menghentikan penelitian bergantung pada setiap akhir siklus penelitian, baik pada siklus I
maupun siklus II.Hasil belajar siswa dianalisis dengan melihat ketuntasan belajar siswa.
Berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan dalam kompetensi dasar
pada penelitian tindakan kelas ini, maka siswa dikatakan mencapai kompetensi jika siswa
memperoleh skor ≥ 75 % dan tuntas secara klasikal jika seluruh kelas ≥ 75 % diantara
siswanya sudah kompeten.

24
DAFTAR PUSTAKA

Anita Fatma. 2006. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share terhadap
Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Padang Gantiang. Skripsi. UNP.

Anita Lie. 2002. Cooperatif Learning. Jakarta: PT. Gramedia.

Bahdin Nur Tanjung, Ardial. 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal, Skripsi, dan
Tesis) dan Mempersiapkan Diri menjadi Penulis Artikel Ilmiah. Jakarta: Kencana.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Rineka Cipta.

Emilia Hanum. 2008. Upaya Meningkatkan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika
dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share (TPS) di
Kelas XI IPA 2 SMA N 1 Pariaman tahun Pelajaran 2006/2007. Skripsi. UNP.

Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi
Guru. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Muslimin Ibrahim, dkk. 2002. Pembelajaran Kooperatif. SuMekanika Teknikaya: UNESIA.

Sardiman A.M. 2007. Interaksi dan Aktivitas belajar Belajar Mengajar. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.

Slameto. 1995. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta PT. Tiga
Serangkai Pusataka Mandiri.

Suharsimi Arikunto. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Suharsimi Arikunto dan Suhardjono, Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
Bumi Aksara.

25

Anda mungkin juga menyukai