Anda di halaman 1dari 38

Bagian Ilmu Obstetri dan Gynecologi

RSUD Undata Palu


Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

GIIIPIIA0+Molahidatidosa

Disusun Oleh :

Diah Irfaini Zulhij

N 111 17 112

Pembimbing Klinik :

dr. Heryani H.S Parewasi, Sp.OG.,M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Istilah penyakit trofoblastik gestasional merujuk pada suatu spectrum


tumor plasenta terkait kehamilan. Penyakit trofoblastik gestasional dibagi menjadi
tumor mola dan non mola. Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang
berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili
korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik.1,2
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di
Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan
insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko
banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital based
(data-data berasal dari studi rumah sakit). Secara spesifik, remaja dan wanita
berusia 36 hingga 40 tahun memiliki risiko dua kali lipat dan mereka yang berusia
lebih dari 40 tahun hamper 10 kali lipat. Terdapat peningkatan risiko substansial
untuk penyakit trofoblastik rekuren. Dalam suatu penelitian dilaporkan bahwa 23
persen wanita yang pernah mengalami 2 kali kehamilan mola memiliki mola
ketiga. 1,3
Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada,
mortalitas akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang
lebih dini dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat
mola masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola
hidatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah
jantung dan tirotoksikosis. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Trofoblas
Peristiwa fertilisasi terjadi di saat spermatozoa membuahi ovum di
tuba fallopi. Hasil fertilisasi disebut zigot. Zigot membelah secara mitosis
menjadi dua, empat, delapan, enam belas dan seterusnya. Pada saat 32 sel
disebut morula. Kemudian morula berubah bentuk menjadi blastosit yaitu
bola padat yang membentuk suatu rongga yang diisi oleh cairan yang
dikelurkan oleh tuba fallopi. Rongga ini disebut blastosoel. Lapisan terluar
blastosit disebut trofoblas merupakan dinding blastosit yang berfungsi untuk
menyerap makanan dan merupakan calon tembuni atau ari-ari (plasenta),
sedangkan masa di dalamnya disebut simpul embrio (embrionik knot)
merupakan calon janin. Blastosit ini bergerak menuju uterus untuk
mengadakan implantasi (perlekatan dengan dinding uterus).

Gambar 2.1 Morula dan Blastosit

Pada hari ke-4 atau ke-5 sesudah ovulasi, blastosit sampai di rongga
uterus, hormon progesteron merangsang pertumbuhan uterus, dindingnya
tebal, lunak, banyak mengandung pembuluh darah, serta mengeluarkan sekret
seperti air susu (uterin milk) sebagai makanan embrio. Enam hari setelah
fertilisasi, trofoblas menempel pada dinding uterus (melakukan implantasi)
dan melepaskan hormon korionik gonadotropin. Hormon ini melindungi
kehamilan dengan cara menstrimulasi produksi hormon estrogen dan
progesteron sehingga mencegah terjadinya menstruasi. Trofoblas kemudian
menebal beberapa lapis, permukaannya berjonjot dengan tujuan memperluas
daerah penyerapan makanan. Embrio telah kuat menempel setelah hari ke-12
dari fertilisasi.

Gambar 2.2 Tahap Perkembangan Zigot

Setelah nidasi, trofoblas terdiri atas 2 lapis, yaitu bagian dalam disebut
sitotrofoblas dan bagian luar disebut sinsitiotrofoblas. Endometrium atau sel
desidua di mana terjadi nidasi menjadi pucat dan besar disebut sebagai reaksi
desidua. Sebagian lapisan desidua mengalami fagositosis oleh sel trofoblas.
Gambar 2.3 Sel Trofoblas

Sebagian sel trofoblas terus menembus bagian dalam lapisan


endometrium mendekati lapisan basal endometrium di mana terdapat
pembuluh spiralis, kemudian terbentuk lakuna yang berisi plasma ibu. Proses
pelebaran darah arteri spiralis sangat penting sebagai bentuk fisologik yaitu
model mangkuk. Hal ini dimung\kinkan karena penipisan lapisan endotel
arteri akibat invasi trofoblas yang menumpuk lapisan fibrin di sana.
Proses invasi trofoblas tahap kedua mencapai bagian miometrium
arteri spiralis terjadi pada kehamilan 14 – 15 minggu dan saat ini
perkembangan plasenta telah lengkap.
Sel trofoblas awal kehamilan disebut sebagai villi primer, kemudian
akan berkembang menjadi sekunder dan tersier pada trimester akhir. Bagian
dasar sel trofoblas akan menebal yang disebut korion frondosum dan
berkembang menjadi plasenta. Sementara itu, bagian luar yang menghadap ke
kavum uteri disebut korion laeve yang diliputi oleh desidua kapsularis.
Desidua menjadi tempat implantasi plasenta disebut desidua basalis. Pada
kehamilan 8 minggu (6 minggu dari nidasi) zigot telah melakukan invasi
terhadap 40 – 60 arteri spiralis di daerah desidua basalis. Vili sekunder akan
mengapung di dalam kolam darah ibu, di tempat sebagian vili melekatkan diri
melalui integrin kepada desidua.

Gambar 2.4 Perkembangan Sel Trofoblas pada Kehamilan

Vili akan berkembang seperti akar pohon di mana di bagian tengah


akan mengandung pembuluh darah janin. Pokok vili (stem villi) akan
berjumlah lebih kurang 200, tetapi sebagian besar yang di perifer akan
menjadi atrofik, sehingga tinggal 40 – 50 kelompok sebagai kotiledon.
Luas kotiledon pada plasenta aterm diperkirakan 11 m2. Bagian tengah
vili adalah stroma yang terdiri atas fibroblas, beberapa sel besar (sel
Hoffbauer) dan cabang kapilar janin, bagian luar vili ada 2 lapis, yaitu
sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas, yang pada kehamilan akhir lapisan
sitotrofoblas akan menipis. Ada beberapa bagian sinsitiotrofoblas yang
menebal dan melipat yang disebut sebagai simpul (syncitial knots). Bila
sitotrofoblas mengalami hipertrofi, maka itu petanda hipoksia.
Plasenta adalah organ sementara dan merupakan tempat
berlangsungnya pertukaran fisiologis antara ibu dan fetus. Organ ini terdiri
atas bagian fetus (korion) dan bagian maternal (desidua basalis). Desidua
basalis menyuplai darah arteri maternal ke, dan menerima darah vena dari
celah-celah yang berada di dalam plasenta.

Gambar 2.5 Hubungan Janin dan Ibu melalui Plasenta

Plasenta merupakan organ endokrin, yang menghasilkan hormon


seperti hCG, tirotropin korionik, kortikotropin korionik, estrogen dan
progesteron. Organ tersebut juga menyekresi suatu hormon protein yang
disebut somatomamotropin korionik manusia, yang mempunyai aktivitas
laktogenik dan merangsang pertumbuhan.

II. Mola Hidatidosa


2. 1. Definisi
Sarwono : suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana
tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis
mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik.
Sinopsis : jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh
berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang
mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah
anggur atau mata ikan. Merupakan neoplasma trofoblas
yang jinak (benigna).

Obgynacea: kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon


plasenta dan bersifat neoplastik.

Gambar 2.6 UterusNormal vs Uterus dengan Mola Hidatidosa

2. 2. Epidemiologi
Prevalensi mola hidatidosa tinggi di Asia, Afrika dan Amerika
Latin, dibandingkan dengan negara-negara Barat. Di negara-negara
Barat dilaporkan 1 : 200 atau 2000 kehamilan. Di negara-negara
berkembang 1 : 100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk. (1967)
melaporkan 1 : 85 kehamilan; RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
1 : 31 persalinan dan 1 : 49 kehamilan; Luat A. Siregar (Medan)
tahun 1982 menyatakan 11 – 16 per 1000 kehamilan. Soetomo
(Surabaya) melaporkan 1 : 80 persalinan; Djamhoer Martaadi
soebrata (Bandung) melaporkan 9 – 21 per 1000 kehamilan.
Biasanya dijumpai lebih sering pada umur reproduktif (15 – 45
tahun) dan pada multipara, sehingga dengan meningkatnya paritas
kemungkinan menderita mola akan lebih besar.
2. 3. Faktor Risiko dan Etiologi
Sampai saat ini penyebab mola hidatidosa tidak diketahui
secara pasti, namun faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya keadaan ini antara lain :
 Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati,
tetapi terlambat dikeluarkan.
 Imunoselektif dari trofoblas
 Kehamilan usia lanjut (> 35 tahun) atau terlalu muda (< 20
tahun)
 Paritas tinggi (paritas > 3)
 Genetik : mola parsialis (kromosom triploid atau tetraploid);
mola totalis (kromatin seks positif dengan kromosom 46 XX)
 Jarak kehamilan : semakin dekat jarak kehamilan  reaksi
imunologik trofoblastus dengan ibu semakin sering
 Faktor infeksi :
o Endometriosis (degenerasi vaskular khorionik  mola
hidatidosa);
o Infeksi viral (meningkatkan mitosis  diferensiasi
sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas meningkat  mola
hidatidosa)
 Sosial ekonomi rendah mempengaruhi hygiene, nutrisi dan
pendidikan
 Malnutrisi  terutama apabila kekurangan protein
 Golongan darah : mola hidatidosa (golongan darah A),
khoriokarsinoma (golongan darah A)

2. 4. Klasifikasi
Mola biasanya terletak di rongga uterus, namun kadang-kadang
mola terletak di tuba falopi dan bahkan ovarium.Ada tidaknya janin
atau unsur embrionik pernah digunakan untuk mengklasifikasikan
mola menjadi mola sempurna (komplit) dan parsial.Mola parsialis
yakni bila dijumpai janin dan gelembung-gelembung mola. Namun
seperti ditekankan oleh Benirschke dan Kaufmann hal ini sulit
dilakukan pada banyak kasus (Cunningham F. G, 2005).
Secara sitogenetik mola hidatidosa dapat dibedakan menjadi
dua macam yakni mola hidatidosa parsial dan sempurna atau
komplit. Untuk memudahkan klasifikasi dapat dilihat pada tabel
dibawah ini (Cunningham F. G, 2005; Schorge et al, 2008;
Bratakoesoema, 2006) :

Tabel 2.1Perbandingan Gambaran Mola Hidatidosa Parsial dan Komplit


Gambaran Mola parsial Mola Komplit
Kariotipe Umumnya 69 XXX 46 XX atau 46 XY
atau 69 XXY
Patologi
 Janin Sering dijumpai Tidak ada
 Amnion,sel darah Sering dijumpai Tidak ada
merah janin
 Edema vilus Bervariasi, fokal Difus

 Proliferasi trofoblas Bervariasi,fokal, ringan Bervariasi, ringan sampai


sampai sedang berat

 P57Kip2 Negatif Positif

immunostaining
Gambaran klinis
 Diagnosis Missed abortion Gestasi mola
 Ukuran uterus Kecil untuk masa 50 % besar untuk masa
kehamilan kehamilan
 Kista teka lutein Jarang 25-30 %

 Penyulit medis Jarang Sering

 Penyakit pascamola Kurang dari 5-10 % 20 %


a. Mola Hidatidosa Komplit
Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel
jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari sulit dilihat sampai yang
berdiameter beberapa sentimeter dan sering berkelompok-
kelompok menggantung pada tangkai kecil.Temuan histologik
yang diperlihatkan yaitu :
1. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus,
2. Tidak ada pembuluh darah di vilus yang membengkak,
3. Proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi,
4. Tidak adanya janin dan amnion.
b. Mola Hidatidosa Parsial
Apabila perubahan mola hidatidosa bersifat fokal dan kurang
berkembang dan mungkin tampak sebagian jaringan janin,
biasanya paling tidak kantung amnion, hal ini diklasifikasikan
sebagai mola hidatidosa parsial.Terjadi pembengkakan hidatidosa
yang berlangsung lambat pada sebagian vili yang biasanya
avaskular, sementara vili-vili berpembuluh lainnya dengan
sirkulasi janin–plasenta yang masih berfungsi tidak
terkena.Hiperplasia trofoblastik lebih bersifat fokal daripada
generalisata(Cunningham F. G, 2005; Hanretty K. P., 2004).
Berikut merupakan gambaran pola fertilisasi mola parsial dan
mola komplit :

Gambar 2.7 Pola Fertilisasi Mola Komplit (A) dan Mola Parsial (B)
2. 5. Patofisiologi
Gangguan vaskularisasi fetus pada ovum patologik  embrio
mati/tidak ada pada usia kehamilan 3-5 minggu  sel-sel trofoblas
masih mendapat nutrisi dari ibu melalui ruang intervillosus 
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dan villi (terbentuk
kista-kista kecil), berlangsung terus-menerus  terbentuk mola
hidatidosa yang khas (tidak ada peredaran darah khorion, villi yang
kistik, sel-sel trofoblast yang berproliferasi, embrio mati/tidak ada,
peredaran darah ibu masih ada).
Mola hidatidosa diduga muncul dari trofoblas ekstraembrionik,
yang terbentuk pada peristiwa fertilisasi abnormal, mola muncul dari
jaringan fetal pada maternal host.Jaringan ini terbentuk dari sel
sinsisiotrofoblas dan sitotrofoblas.Persamaan histologis antara
vesikel mola dan vili korionik mendukung pernyataan bahwa vesikel
mola terbentuk dari vili korionik (Cherney D, Alan H., 2007).
Penelitian morofologi lebih mendalam tentang ini dari
spesimen histerektomi yang mengandung mola hidatidosa in toto
menghasilkan konsep terbaru mengenai mola, yaitu berasal dari
transformasi embryonic inner cell mass pada stadium sebelum
melekat pada endoderm.Pada stadium embriogenesis ini, inner cell
mass memiliki kemampuan untuk membentuk trofoblas, ektoderm
atau endoderm. Kemampuan diferensiasi inner cell mass untuk
menjadi ektoderm embrionik dan endoderm terganggu sehingga
terbentuk jalur lain yang abnormal, jalur ini mengakibatkan
perubahan trofoblas (dari inner cell mass) untuk menjadi
sitotrofoblas dan sinsisiotrofoblas. Diferensiasi yang adekuat akan
mengakibatkan perubahan ekstraembrionik mesoderm dan vesikel
mola dengan loose primitive mesoderm yang berada dalam inti villus
(Schorge et all, 2008).
Janin biasanya meninggal akan tetapi villus yang membesar
dan edematous tetap hidup dan terus tumbuh, gambaran yang
ditunjukkan ialah seperti buah anggur. Jaringan trofoblas pada villus
kadang berproliferasi ringan, namun kadang berproliferasi berat dan
mengeluarkan hormon human chorionic gonadotropin (HCG) dalam
jumlah yang lebih besar daripada kehamilan normal (Winknojosastro
et all, 2007).
Terdapat 2 teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis
dari penyakit trofoblas, yaitu (Prawirohardjo S. et all, 2007) :
1. Teori missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion).
Hal ini mengakibatkan gangguan peredaran darah sehingga
terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi
dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut
Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan kekurangan gizi
berupa asam folat dan histidin. Hal ini kemudian menyebabkan
gangguan angiogenesis.
2. Teori Neoplasma
Teori yang disampaikan oleh Park ini mengatakan bahwa sel
trofoblas yang abnormal memiliki fungsi yang abnormal pula,
dimana terjadi resopsi cairan yang berlebihan ke dalam villi
sehingga timbul gelembung.Hal ini menyebabkan gangguan
peredaran darah dan kematian mudigah.

2. 6. Patologi
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan
merupakan kista-kista kecil seperti anggur, biasanya didalamnya
tidak berisi embrio, secara histopatologik kadang-kadang ditemukan
jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi
kehamilan ganda mola, yakni suatu janin tumbuh dan yang satu lagi
menjadi mola hidatidosa. Gambaran makroskopik menunjukkan :
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih
dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2
cm, sedangkan secara mikroskopis terlihat trias :
1) Proliferasi dari trofoblas
2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban
3) Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma
Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang
dan adanya sel sinsisial giantik (syncytial giant cells). Pada kasus
mola banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda
berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan berangsur-
angsur mengecil dan kemudian hialng setelah mola hidatidosa
sembuh (Mochtar R., 1998).
Gambaran histopatologik : edema stroma vili, tidak ada
pembuluh darah vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel
trofoblas (Hadijanto B., 2008).

Gambar 2.8 Gambaran Histopatologik Jaringan Mola Hidatidosa

2. 7. Gejala Klinik dan Tanda


a) Gejala (Hanretty K. P., 2004)
 Terdapat gejala-gejala hamil muda yang terkadang lebih
nyata dari kehamilan biasa, seperti mual, muntah, pusing
 Perdarahan yang tidak teratur, dalam jumlah sedikit sampai
dengan banyak pada trimester I atau awal trimester II 
tanda khas, berwarna tengguli tua atau kecoklatan
 Tidak ada keluhan nyeri
 Terkadang keluarnya darah disertai dengan gelembung villus
b) Tanda (Hanretty K. P., 2004)
 Takikardia, takipneu, hipertensi
 Uterus membesar lebih cepat, tidak sesuai usia gestasi, teraba
lembek
 Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, gerakan
janin (-), DJJ (-)
 Emboli trofoblast sampai paru  ronkhi atau mengi
 Pemeriksaan dalam : vesikel mola (mirip buah anggur) dari
dalam vagina

2. 8. Diagnosis
Diagnosis mola hidatidosa dapat ditegakkan berdasarkan hasil
(Hanretty K. P., 2004) :
a. Anamnesa/keluhan
 Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih
nyata dari kehamilan biasa
 Kadang terdapat tanda toksemia gravidarum
 Terdapat perdarahan dalam jumlah sedikit sampai dengan
banyak, tidak teratur, warna tengguli tua atau kecoklatan
 Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan
(tidak selalu ada) yang merupakan diagnosa pasti
b. Inspeksi
 Terkadang, muka dan badan kelihatan pucat kekuning-
kuningan yang disebut muka mola (mola face)
 Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas
c. Palpasi
 Uterus teraba lebih besar dibandingkan dengan usia
kehamilan, selain itu teraba lembek
 Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement, maupun
gerakan janin
 Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung mola
keluar dan fundus uteri turun; lalu naik lagi karena
terkumpulnya darah baru
d. Auskultasi
 Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
 Terdengar bising dan bunyi khas
e. Reaksi Kehamilan
Karena kadar hCG yang tinggi maka uji biologik dan uji
imunologik (Galli Mainini dan planotest) akan positif setelah
pengenceran (titrasi) :
 Galli Mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa
 Galli Mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa
atau hamil kembar. Bahkan pada mola atau koriokarsinoma,
uji biologik atau imunologik cairan serebro-spinal dapat
menjadi positif.
f. Pemeriksaan Dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-
bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis
servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan serviks
g. Uji Sonde
Sonde dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis
servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar
setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan
mola (cara Acosta-Sison).
h. Foto Rontgen Abdomen
Tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4 bulan)
i. USG
Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak
spesifik, sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan
anembrionik, missed abortion, abortus inkomplit atau mioma
uteri. Untuk membedakan dengan missed abortion dapat
digunakan tes sonde dari Acosta Sison (Bratakoesoema, 2006).
Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa
umumnya lebih spesifik. Kavum uteri berisi massa ekogenik
bercampur bagian-bagian anekoik vesikuler berdiameter antara 5-
10 mm, gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran
sarang lebah (honey comb) atau badai salju (snow flake pattern).
Pada 20-50 % kasus dijumpai adanya massa kistik multilokuler
di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka-lutein
(Saifuddin et all, 2008).

3. Histologis Gambar 2.10 Gambaran Snow Flake Pattern pada USG

Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa


tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu
berproliferasi, sedangkan di tempat lain masih tampak villi yang
normal. Umumnya mola parsialis mempunyai kariotipe triploid.
Pada perkembangan selanjutnya jenis mola ini jarang menjadi
ganas (Saifuddin et all, 2008).
Upaya untuk mengaitkan gambaran histologis mola
hidatidosa komplit dengan kecenderungan keganasan di
kemudian hari umumnya mengecewakan. Hal ini seperti yang
dilaporkan oleh Novak dan Seah yang tidak mampu menemukan
keterkaitan secara tepat pada 120 kasus mola hidatidosa atau
pada jaringan mola dari 26 kasus koriokarsinoma yang timbul
setelah mola hidatidosa (Cunningham F. G., 2005).

2. 9. Diagnosis Banding
1) Abortus inkompletus
2) Kehamilan Ektopik
3) Kehamilan ganda
4) Hidramnion
5) Kehamilan anembrionik
6) Mioma uteri

2. 10. Terapi
Pengelolaan mola hidatidosa terdiri atas 4 tahapan, yaitu
perbaikan keadaan umum pasien, selanjutnya lakukan pengeluaran
jaringan mola, terapi profilaksis dengan sitostatika dan yang terakhir
adalah melakukan pemeriksaan tindak lanjut (follow up):
1) Perbaikan keadaan umum
Perbaikan keadaan umum pasien dilakukan dengan pemberian
cairan dan transfusi darah untuk mengatasi syok atau anemia,
selain itu menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti
preeklampsia atau tirotoksikosis.
 Pelebaran kanalis servikalis
Bila pembukaan kanalis servikalis masih kecil, maka dapat
dilakukan beberapa cara untuk melebarkan pembukaan
tersebut, diantaranya pasang beberapa gagang laminaria
untuk memperlebar pembukaan selama 12 jam, pemberian
cytotex (misoprostol) pervaginam atau secara oral.
2) Pengeluaran jaringan mola
Terdapat 2 cara untuk pengeluaran jaringan mola, yaitu :
 Vakum kuretase
Dilakukan setelah keadaan umum diperbaiki, tanpa
melakukan pembiusan terlebih dahulu. Untuk memperbaiki
kontraksi diberikan pula uterotonika. Vakum kuretase
dilanjutkan dengan kuretase, menggunakan sendok kuret
biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan 1 kali
saja, tetapi harus sampai bersih. Kuret kedua hanya dilakukan
bila ada indikasi. Bila terjadi perdarahan dalam jumlah
banyak, berikan transfusi darah dan lakukan tampon utero-
vaginal selama 24 jam.
 Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup
umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan
histerektomi adalah karena umur tua dan paritas tinggi, kedua
hal tersebut merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun
dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan
histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologik sudah
tampak adanya tanda-tanda keganasan berupa mola
invasif/koriokarsinoma.
3) Follow-up
Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai
kontrasepsi pil. Kehamilan, dimana reaksi kehamilan menjadi
positif akan menyulitkan obseravasi. Pada kasus mola, pasien
dinasihatkan untuk mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3
tahun, dengan gambaran penjadwalan kontrol sebagai berikut :
 Setiap minggu pada triwulan pertama
 Setiap 2 minggu pada triwulan kedua
 Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
 Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap
3 bulan
Setiap periksa ulang penting diperhatikan :
 Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dan lain-lain
 Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan in spekulo :
lakukan inspeksi keadaan serviks, uterus cepat bertambah
kecil atau tidak, kista lutein bertambah kecil atau tidak dan
lain-lain
 Reaksi biologis atau imunologis air seni :
o 1 x seminggu sampai hasil negatif
o 1 x 2 minggu selama triwulan selanjutnya
o 1 x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
o 1 x 3 bulan selama tahun berikutnya
Jika reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya
keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca
terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap (1970), tumor
timbul 34,5% dalam 6 minggu; 1% dalam 12 minggu; dan 79,4%
dalam 24 minggu; serta 97,2% dalam 1 tahun post evakuasi
jaringan mola.
Apabila terdapat pertumbuhan jaringan trofoblas baru yang
diketahui dengan tanda klinis dan terdapat peningkatan β hCG
yang ditetapkan dengan kriteria Mozisuki dkk yakni :
 Kadar β hCG ≥ 1000 mIu/ml pada minggu ke-4
 Kadar β hCG ≥ 100 mIu/ml pada minggu ke-6
 Kadar β hCG ≥ 30 mIu/ml pada minggu ke-8
Maka penderita dikelola sebagai tumor trofoblas gestasional.
Pemeriksaan CT scanjuga dianjurkan bila dicurigai terdapat
tanda metastasis ke otak.Setelah periode pemantauan selesai,
kehamilan diperbolehkan. Setelah mencapai kadar hCG yang tak
terdeteksi, risiko relaps mola hidatidosa sangat rendah dan
mencapai nol.
Indikasi memulai terapi selama periode pemantau adalah :
a. Peningkatan titer hCG selama 2 minggu berturut-turut atau
kadar yang konstan selama 3 minggu berturut-turut
b. Peningkatan titer hCG pada minggu 15 setelah evakuasi
c. Penigkatan titer hCG setelah mencapai level normal
d. Perdarahan pasca evakuasi
Adanya peningkatan titer hCG menandakan adanya proliferasi
trofoblast yang kemungkinan besar maligna terkecuali wanita
tersebut mengalami kehamilan. Penderita dianggap sembuh
bila sampai dengan follow up 12 bulan tidak ada tanda
pertumbuhan baru jaringan trofoblas atau bila penderita ternyata
sudah hamil normal lagi kurang dari 12 bulan setelah evakuasi
mola. Adanya kehamilan normal dibuktikan dengan pemeriksaan
termasuk di dalamnya adalah pemeriksaan USG.
4) Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa
Beberapa institut telah memberikan methotrexate (MTX) pada
penderita mola dengan tujuan sebagai profilaksis terhadap
keganasan. Tetapi terapi profilaksis ini masih kontroversial,
kelompok yang setuju menyatakan perlunya pemberian terapi
profilaksis pada kasus mola dengan risiko tinggi. Kriteria mola
hidatidosa dengan risiko tinggi diantaranya : (a) ukuran uterus >
20 minggu; (b) usia penderita > 35 tahun; (c) hasil PA yakni
jaringan yang dikuretase menunjukkan gambaran proliferasi
trofoblas berlebihan; (d) HCG preevakuasi ≥ 100.000 mIU/ml
(RIA/IRMA). Goldstein berpendapat bahwa pemberian
sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan dan
metastasis serta mengurangi koriokarsinoma di uterus.
Pemberian kemoterapi profilaksis pada mola risiko tinggi dapat
disertai dengan pemberian kemoterapi tunggal berupa:
 Methotrexate (MTX) 20 mg/hari IM dan asam folat 5mg/hari
IM yang diberikan 12 jam setelah pemberian MTX, keduanya
diberikan 5 hari berturut-turut
 Actinomycin D 0,5 mg/hari IV diberikan selama 5 hari
berturut-turut.
Kelompok yang tidak setuju terhadap terapi profilaksis sitostatika
ini menyatakan bahwa pemberian sitostatika profilaksis dianggap
memiliki efek samping obat dan dapat terjadi resistensi bila kelak
diperlukan pemberian sitostatika untuk terapi TTG, serta adanya
penyulit yang berat.
2. 11. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien mola
hidatidosa diantaranya adalah :
 Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong
dapat berakibat fatal
 Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
 Infeksi sekunder
 Perforasi karena keganasan dan karena tindakan
 Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus, akan menjadi
mola destruens atau koriokarsinoma
 Tirotoksikosis
 Emboli sel trofoblas ke paru-paru
Hipertiroidisme pada mola hidatidosa terjadi akibat tingginya
kadar hCG pada mola hidatidosa. Prevalensi hipertriodisme pada
mola hidatidosa dilaporkan Berkowitz sebesar 7 % di New England
Trophoblastic Center (Bratakoesoema, 2006).
Pemicu tirotoksikosis atau hipertiroidisme pada mola adalah
tingginya kadar hCG. Pada kadar hCG < 100.000 mIU/ml stimulasi
tiroid hCG tidak tampak tetapi pada kadar yang sangat tinggi hal ini
sangat nyata.

2. 12. Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan,
infeksi, payah jantung atau tirotoksikosis. Di negara maju, kematian
akibat mola hampir tidak ada lagi, akan tetapi di negara berkembang
masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian
dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringannya
dikeluarkan tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian
menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Persentase
keganasan yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda,
berkisar antara 5,56%. Bila terjadi keganasan, maka pengelolaan
harus dilakukan secara khusus (Hadijanto B., 2008).
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. F.U
Usia : 21 tahun
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : I.R.T
Agama : Islam
Alamat :Ds. Kotarindau,Dolo
Tanggal pemeriksaan : 25 Juni 2019
Rumah sakit : RSUD UNDATA

B. ANAMNESIS PASIEN
Keluhan Utama :
Perdarahan pervaginam
Riwayat Sekarang :
Pasien perempua MRS dengan keluhan adanya darah yang keluar dari
jalan lahir,keluhan ini dialami oleh pasien kurang lebih sejak 1 minggu yang
lalu. Keluarnya darah kadang bercampur dengan lendir dan tidak terdapat
gumpalan darah. Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bagian bawah sejak
kemarin sore SMRS, tidak ada pengeluaran darah dan nanah pada benjolan
tersebut.Pasien mengeluh mual (+), muntah (+), demam (-), batuk (-), sesak
nafas (-), BAB lancar dan BAK biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada riwayat Hipertensi, DM , asma, penyakit jantung , dan alergi pada
pasien.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada riwayat Hipertensi , DM ,dan Penyakit Jantung pada keluarga
pasien.
Riwayat Kehamilan Sekarang
 GIIIPIIA0
 HPHT : 21-05-2019
 Usia Kehamilan : 4-5 minggu
Riwayat haid:
 Haid pertama kali :13 tahun
 Lama menstruasi 7 hari, siklus teratur
 Darah haid banyak, ganti pembalut 3-4 kali sehari
 Warna merah, tak berbau
Riwayat Kontrasepsi:
Menggunakan kontrasepsi suntik yang 3 bulan sudah digunakan selama 1
tahun
Riwayat Obstetri :
i. Anak pertama lahir di RSUD Undata tahun 2015, jenis kelamin
perempuan, aterm lahir normal dengan vacum, persalinan ditolong
Dokter, BBL : 2800 gram, keadaan anak sekarang hidup.
ii. Anak kedua lahir di RS Nasanapura tahun 2016, jenis kelamin
perempuan, aterm lahir dengan SC, BBL :2900 gram, keadaan anak
sekarang hidup.

C. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : Sakit sedang, tampak lemah
 Kesadaran/GCS : Compos Mentis / 15
 TB/BB : 155 cm/47 kg
 Tanda Vital :
o Tekanan Darah : 100/60 mmHg
o Nadi : 88 x/menit
o Suhu : 36,5°C
o Respirasi : 22 x/menit
 Pemeriksaan Wajah
1. Mata
 Konjungtiva anemis +/+
 Sklera ikterik -/-
 Refleks cahaya pupil +/+
 Pemeriksaan Thoraks
1. Jantung : dbn
2. Paru : dbn
 Pemeriksaan Abdomen  sesuai status obstetri
Status Obstetri
1. Inspeksi
Perut tampak cembung, tampak bekas operasi, striae (+)
2. Palpasi
a. Tinggi Fundus Uteri : teraba 2 jari dibawah pusat
b. Pada perabaan abdomen, dirasakan nyeri tekan terutama pada
perut bagian kanan
3. Auskultasi
Peristaltic (+) kesan normal

Status Ginekologi
Pemeriksaan Dalam :
 Perdarahan (+), jumlah sedikit-sedang
 Portio lunak (+), tebal(+)
 Pembukaan (-)
 Pemeriksaan Ekstremitas :
1) Akral hangat
 Ekstremitas Atas : +/+
 Ekstremitas Bawah : -/-
2) Edema
 Ekstremitas Atas : -/-
 Ekstremitas Bawah : -/-
3) Pucat
 Ekstremitas Atas : +/+
 Ekstremitas Bawah : +/+
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi
WBC 10,7 103/mm3 3,5 – 10
RBC 4,01 106/mm3 3,8 – 5,8
HB 11,4 g/dl 11,0 – 16,5
HCT 35,9 % 35 – 50
PLT 366 103/mm3 150 – 390
HCG +
HbsAg Non-reaktif

Ultrasonografi (USG) :

Gambaran snow storm atau badai salju


Kesan :Molahidatidosa

E. RESUME
Berdasarkan anamnesis pasien perempuan usia 28 tahun MRS
dengan keluhan adanya darah yang keluar dari jalan lahir, keluhan ini
dialamioleh pasien kurang lebih sejak 1 minggu yang lalu. Keluarnya darah
kadang bercampur dengan lendir dan tidak terdapat gumpalan darah.Pasien
mengeluhkan nyeri perut kanan bagian bawah sejak kemarin sore SMRS,
tidak ada pengeluaran darah dan nanah pada benjolan tersebut.Pasien
mengeluh mual (+), muntah (+), demam (-), batuk (-), sesak nafas (-), BAB
lancardan BAK biasa.
Pemeriksaan fisik :
TD : 100/60 N: 88 x/m, R: 22 x/m, S:36,5ºC.
Status Obstetri
Inspeksi :Perut tampak cembung, tampak bekas operasi, striae (+)
Palpasi: Tinggi Fundus Uteri teraba 2 jari dibawah pusat, pada perabaan
abdomen, dirasakan nyeri tekan terutama pada perut bagian kanan
Auskultasi: Peristaltic (+) kesan normal
Status Ginekologi
Pemeriksaan Dalam: Perdarahan (+), jumlah sedikit-sedang, Portio lunak
(+), tebal(+)
Pemeriksaan laboratorium :
RBC 4,01 x 106
WBC 10,7 x 103/L
HGB 11,4 gr/dl,
PLT 257 x 103/L,
HbsAg : non-reaktif,
HCG : (+)
Hasil USG : kesan molahidatidosa

G. DIAGNOSIS
GIIIPIIA0+Molahidatidosa

H. PLANNING
 Planning Therapy
o Observasi KU + TTV
o IUFD RL 20 tpm
o Inj. Asam Tranexamat 250 mg/8jam/iv

PROGNOSIS
 Quo ad vitam : dubia et bonam
 Quo ad sanam : dubia et bonam
 Quo ad functionam : dubia et bonam
FOLLOW UP

26/06/2019
S : Nyeri perut (+), mual (-) muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-) perdarahan
pervaginam (+) sedikit, BAK biasa, dan BAB lancar
O : Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 84 x/m
Suhu : 36,5oC
Pernapasan : 20 x/menit
Konjungtiva anemis -/-
A : Mola Hidatidosa
P : IUFD RL 20 tpm
Inj. Asam Tranexamat 250 mg/8jam/iv

27/06/2019
S : Nyeri perut (+), mual (-) muntah (-), nafsu makan baik, susah tidur (-)
pusing (-), sakit kepala (-) perdarahan pervaginam (+) , BAK biasa, dan BAB
lancar
O : Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/m
Suhu : 36,5oC
Pernapasan : 22 x/menit
Konjungtiva anemis -/-
A : Mola Hidatidosa
P : IUFD RL 20 tpm
Inj. Asam Tranexamat 250 mg/8jam/iv
Persiapan kuret besok :
- Infus Ringer Laktat
- Inj. Dexamethasone
- Inj. Keterolac 1 amp/8 jam
- Inj. Ranitidin
- Drips oxytocin 1 ampul dalam RL 500 cc
- Methergin
- Pethidine
Siapkan darah wb 2 kantong
Kuretase (besok)
Dilakukan kuretase dan dikeluarkan jaringan seperti anggur dengan
jumlah yang banyak, berat mola ±1000 gram, perdarahan bergumpal ±
500 cc
Dokumentasi mola :
Gambar 1. Molahidatidosa. Terdapat jaringan bulat yang menyerupai
gelembung-gelembung putih, berisi cairan jernih dengan ukuran bervariasi

Laporan Operasi :
1. Pasien diposisikan secara litotomi dibawah pengaruh anestesi
2. Desinfeksi daerah kerja menggunakan kasa steril dan betadine
3. Memasang duk steril untuk batasi area kerja
4. Memasang speculum anterior dan posterior pada mulut Rahim
5. Menjepit serviks dengan tenaculum pada arah jam 11
6. Melepaskan speculum anterior
7. Mengukur panjang uterus dengan sonde
8. Melakukan kuretase mola hingga dipastikan tidak ada mola yang tersisa,
dikeluarkan sisa mola sedikit
9. Melepas tenaculum dan speculum posterior
10. Membersihkan area kerja dengan kasa steril dan betadine
11. Memasang tampon vagina 1 buah
12. Membersihkan area luar vagina
13. Operasi selesai
28/06/2019
S : Nyeri perut post kuretase (+),perdarahan pervaginam (+) sedikit-sedikit, mual
(-) muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-), BAK biasa, dan BAB lancar
O: Ku : sedang
Kesadaran : komposmentis
TD : 130/70 mmHg
N : 84 x/m
P : 20 x/m
S : 36,5 °C
Konjungtiva anemis -/-
TFU : 4 jari dibawah umbilikus
 Nyeri tekan suprapubik (+)
A : Post Kuret hari I atas indikasi molahidatidosa
P : IVFD RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 1 ampul/8 jam
Inj. Ketorolac 1 amp/8jam
Inj.Ondansentron 1 ampul/8 jam
Cefadroxil 500 mg 2x1
Metronidazole 500 mg 3x1
Metilergotamin 3x1

29/06/2019
S : Nyeri perut (-),perdarahan pervaginam (-) , mual (-) muntah (-), pusing (-),
sakit kepala (-), BAK biasa, dan BAB lancar
O : Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/m
Suhu : 36,8oC
Pernapasan : 20 x/menit
 Konjungtiva anemis -/-
 TFU : 4 jari dibawah umbilikus
 Nyeri tekan suprapubik (-)
A : Post kuretase hari ke II a/i molahidatidosa
P : Cefadroxil 500mg 2x1
Metronidazole 500mg 3x1
Vit C 3x1
Metilergotamin 3x1 tab
Pasien boleh pulang, Kontrol poli
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien perempuan usia 28 tahun MRS dengan keluhan adanya darah yang
keluar dari jalan lahir, keluhan ini dialamioleh pasien kurang lebih sejak 1
mingguyang lalu. Keluarnya darah kadang bercampur dengan lendir dan tidak
terdapat gumpalan darah.Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bagian bawah
sejak kemarin sore SMRS, tidak ada pengeluaran darah dan nanah pada benjolan
tersebut.Pasienmengeluhmual (+), muntah (+), demam (-), batuk (-), sesaknafas (-
), BAB lancardan BAK biasa.
Pemeriksaan fisik :
TD : 100/60 N: 88 x/m, R: 22 x/m, S:36,5ºC.
Status Obstetri
Inspeksi :Perut tampak cembung, tampak bekas operasi, striae (+)
Palpasi: Tinggi Fundus Uteriteraba 2jari dibawah pusat, Pada perabaan abdomen,
dirasakan nyeri tekan terutama pada perut bagian kanan
Auskultasi: Peristaltic (+) kesan normal
Status Ginekologi
Pemeriksaan Dalam: Perdarahan (+), jumlah sedikit-sedang, Portio lunak (+),
tebal(+)
Pemeriksaan laboratorium :
RBC 4,01 x 106
WBC 10,7 x 103/L
HGB 11,4 gr/dl,
PLT 257 x 103/L,
HbsAg : non-reaktif,
HCG : (+)
Hasil USG : kesan mola hidatidosa
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus
korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi
villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran
yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk,
2002 : 339).Mola dapat mengandung janin (mola parsial) atau tidak terdapat janin
di dalamnya (mola komplit). Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor –
faktor yang dapat menyebabkan antara lain, faktor ovum, imunoselektif dari
tropoblast, keadaan sosioekonomi yang rendah, paritas tinggi, kekurangan protein,
infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
Pada kasus ini, faktor resiko terjadinya kehamilan mola kemungkinan
dikarenakan keadaan sosioekonomi yang rendah, sehingga kekurangan asupan
protein dan asam folat.
Pada pasien ini, ciri-ciri mola yang dapat dilihat antara lain perdarahan
uterus yang merupakan gejala utama pada kasus, gejala ini bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak.Pasien juga mengeluh merasa mual dan
muntah, hal ini merupakan salah satu manifestasi klinis yang ditimbulkan mola
akibat peningkatan kadar beta HCG. Gerakan janin juga tidak pernah dirasakan
pasien selama hamil, dimana pada kehamilan normal gerakan janin sudah mulai
bisa dirasakan pada minggu ke 18-20.
Hasil pemeriksaan didapatkan pemeriksaan abdomen didapatkan TFU
teraba 2 jari dibawah pusat, djj tidak dinilai, balotement (-), dan tidak ada gerakan
janin. Pada kasus mola hidatidosa temuan klinis yang dapat ditemukan untuk
menentukan diagnosis pasti antara lain adalah uterus yang membesar tidak sesuai
dengan usia kehamilan serta tidak teraba bagian janin dan ballotemen juga
gerakan janin.
Pada pemeriksaan USG ditemukan adanya gambaran snow storm atau
badai salju, menurut teori diagnosis pasti dari mola hidatidosa biasanya dapat
dibuat dengan ultrasonografi dengan menunjukkan gambaran yang khas berupa
“vesikel-vesikel” (gelembung mola) dalam kavum uteri atau “badai salju” (snow
flake pattern/snow storm).
Pada pasien ini dilakukan kuretase dan didapatkan darah keluar bersama
cairan putih dan coklat dan banyak jaringan mola. Ada tidaknya janin tidak dapat
diketahui dari temuan intra kuretase karena sebagian besar jaringan mola sudah
sudah dikeluarkan melalui tindakan kuretase. Tindakan curetase pada pasien ini
sudah tepat dilakukan dan perlu tindakan kuret ke-2 (7-10 hari berikutnya) untuk
memastikan tidak ada jaringan mola yang tersisa. Pasien dianjurkan untuk
melakukan kontrol kembali pada hari ke 10 untuk menilai titer β-hCG, jika titer
β-hCG masih terlampau tinggi maka dapat direncanakan untuk melakukan
tindakan kuretase kembali. Sebagai penatalaksanaan lanjutan pasien sebaiknya
menunda kehamilan selama 12 bulan dengan menggunakan kontrasepsi.
BAB V
KESIMPULAN

 Mola hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas pada kehamilan


yang paling banyak terjadi, keluhan utama biasanya yaitu adanya
perdarahan pervaginam.
 Pada pasien dalam kasus ini, diagnosis mola hidatidosa dapat ditegakkan
berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang yang menunjukkan gambaran khas mola hidatidosa.
 Evaluasi keadaan umum pasien, selanjutnya untuk penaganan pada kasus
maka dilakukan evakuasi jaringan mola hidatidosa dengan melakukan
kuretase.
 Sebelum diperbolehkan pulang, beri edukasi pasien untuk melakukan
follow up sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh dokter, selain
itu pasien disarankan untuk memberi rentang waktu selama kurang lebih 6
bulan sebelum pasien merencanakan untuk hamil kembali, dalam rentang
waktu tersebut disarankan untuk menggunakan KB (kondom maupun pil).
DAFTAR PUSTAKA

Bratakoesoema, Dinan S., 2010,Penyakit Trofoblas Gestasional. [book auth.]


M.Farid Aziz, Andrijono and Abdul Bari Saifuddin. Onkologi Ginekolgi,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

Cunningham, F. Gary, et al., 2011,Obstetri Williams, Volume 2, Edisi


21,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

De Cherney, Alan H., 2012,Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &


Gynecology, Tenth Edition,Mc Graw Hill Companies, Inc, United States.

Hadijanto, B., 2008,Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat,PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo, Jakarta.

Hanretty K. P., 2004, Obstetrics Illustrated, Sixth Edition, Churchill Livingstone,


New York.

Mochtar R., 2008, Sinopsis Obstetri Ed. 2, Penerbit EGC, Jakarta.

Norman F. Gant MD, Kenneth J., Md Leveno et al. Williams Obstetrics 21st
Ed: McGraw-Hill Professional

Prawirohardjo, S.,2008, Ilmu Kebidanan, PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo, Jakarta

Saifuddin, Abdul Bari, Rachimhadhi, Trijatmo and Wiknjosastro, Gulardi


H., 2008,Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat,PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta.

Schorge, Schaffer,Halvorson,Hoffman,Bradshaw,Cunningham, 2008,


Williams Gynecology,Mc-Graw Hill's.

Winknojosastro, Hanifa, Saifuddin, Abdul Bari and Rachimhadhi, Trijatmo,


2008, Ilmu Kandungan, Edisi Kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai