Anda di halaman 1dari 18

Tugas kuliah pilihan semen

“Proses Produksi semen Portland”

Nama : Selvi Amelia Virda


NRP :10411600000111

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI


FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Penggunaan semen sudah dilakukan sejak zaman dahulu. Orang-orang Mesir Kuno
menggunakan gips yang mengandung kalsium sebagai perekat bahan-bahan bangunan, yang
ditambahkan dengan air, pasir, split untuk membuat campuran beton pada piramida. Orang
Yunani dan Romawi juga menggunakan batu kapur tersebut sebagai bahan perekat. Tetapi
karena bahan kapur tersebut tidak akan mengeras jika terendam air, maka untuk mengecor
bangunan-bangunan yang selalu terendam air, mereka pun menggunakan debu vulkanis.
Debu vulkanis tersebut mengandung silika aktif dan alumina, menyatu dengan kapur
membentuk sebuah bahan perekat. Bahan perekat tersebut akhirnya dikenal sebagai semen
atau lebih dikenal sebagai pozzolanic cement.
Kemudian pada tahun 1824 Yoseph Aspidin menemukan bahan perekat untuk
bangunan yaitu semen. Dalam pengertian umum semen diartikan sebagai bahan perekat yang
mempunyai sifat mampu mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kompak
dan kuat. Perekat ini ditemukan pada batu kapur yang serbuknya telah digunakan sebagai
bahan adonan (mortar) dalam pembuatan bangunan lebih dari 2000 tahun lalu di negara
Italia. Salah satu jenis semen adalah semen Portland, yang merupakan suatu bahan
konstruksi yang paling banyak dipakai serta merupakan jenis semen hidrolik yang
terpenting. Penggunaannya antara lain meliputi beton, adukan, plesteran,bahan penambal,
adukan encer (grout) dan sebagainya.Semen portland dipergunakan dalam semua jenis beton
struktural seperti tembok, lantai, jembatan, terowongan dan sebagainya, yang diperkuat
dengan tulangan atau tanpa tulangan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menulis mengenai proses
pembuatan semen Portland dan penggunaan semen Portland dalam dunia industry, selain itu
juga penulis ingin memperdalam ilmu mengenai proses produksi dari semen.

I.1 Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan semen dan semen Portland.
2. Mengetahui proses produksi semen Portland.
3. Mengetahui kegunaan semen Portland dalam dunia industri.

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan semen semen dan semen Portland?
2. Bagaimana proses produksi semen Portland?
3. Apa kegunaan semen Portland dalam dunia industry?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Semen


Semen berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang mampu
mempesatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh atau
suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau lebih bahan
sehingga menjadi suatu bagian yang kompak atau dalam pengertian yang luas adalah
material plastis yang memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi bangunan.
Menurut Walter H. Duda 1985, nama semen berasal dari bahasa latin yaitu
“Caementum” yang berarti pengikat. Secara umum pengertian semen adalah bahan perekat
yang dapat mengikat atau mempersatukan material padatan menjadi satu kesatuan massa
yang kuat. Dalam bidang teknologi, pengertian semen adalah suatu campuran bahan – bahan
kimia yang mempunyai sifat bila dicampur dengan air akan bereaksi dan berubah menjadi
suatu satuan massa yang padat dan mengeras.
Semen merupakan salah satu komponen penting dalam membuat bangunan
permanen. Semen merupakan perekat non-organik dan biasa digunakan bersama-sama
dengan pasir, agregat, atau bahan-bahan berupa fiber untuk membuat beton. Semen juga
digunakan untuk membuat material-material yang akan digunakan sebagai komponen dalam
pekerjaan konstruksi seperti bata berlubang, ornamen cetak dan lain-lain.
Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar batu
kapur dan tanah liat. Joseph Aspadain yang merupakan orang inggris, pada tahun 1824
mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat yang telah
dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian
batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan karbon dioksida(CO2). Batu kapur tohor
(CaO) bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membemtuk klinker kemudian digiling
sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan Portland. Semen portland adalah
semen yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Semen portland yang
digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat SII.0013-81 atau standar Uji Bahan
Bangunan Indonesia 1986, dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standar
tersebut.

II.2 Pengertian Semen Portland


Semen portland adalah suatu bahan konstruksi yang paling banyak dipakai serta
merupakan jenis semen hidrolik yang terpenting. Semen portland merupakan semen yang
dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat kalsium yang bersifat
hidrolis dengan bahan tambahan berupa gypsum. Penggunaannya antara lain meliputi beton,
adukan, plesteran,bahan penambal, adukan encer (grout) dan sebagainya.Semen portland
dipergunakan dalam semua jenis beton struktural seperti tembok, lantai, jembatan,
terowongan dan sebagainya, yang diperkuat dengan tulangan atau tanpa tulangan.
Selanjutnya semen portland itu digunakan dalam segala macam adukan seperti
fundasi,telapak, dam,tembok penahan, perkerasan jalan dan sebagainya.Apa bila semen
portland dicampur dengan pasir atau kapur, dihasilkan adukan yang dipakai untuk pasangan
bata atau batu,atau sebagai bahan plesteran untuk permukaan tembok sebelah luar maupun
sebelah dalam.
Bilamana semen portland dicampurkan dengan agregat kasar (batu pecah atau
kerikil) dan agregat halus (pasir) kemudian dibubuhi air,maka terdapatlah beton. Semen
portland didefinisikan sesuai dengan ASTM C150, sebagai semen hidrolik yang dihasilkan
dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang pada umumnya
mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling
bersama dengan bahan utamanya.
Kualitas semen portland ditentukan oleh sifat kimia senyawa utama dan sifat fisika
suatu massa yang dihasilkaN, yaitu sebagai berikut:
a. Sifat Kimia
1) Loss On Ignition (LOI)
LOI menyatakan bagian dari zat yang akan terbebaskan sebagai gas pada saat
terpanaskan atau dibakar (temperatur tinggi). Pada bahan baku umpan kiln ini berarti
semakin tinggi LOI-nya maka makin sedikit umpan kiln yang menjadi
produk clinker. Karena itu LOI bahan baku maksimal dipersyaratkan untuk
mengurangi inefisiensi proses karena adanya mineral-mineral yang dapat diuraikan
pada saat pembakaran. Komponen utama LOI adalah uap air yang berasal dari
kandungan air (moisture) dalam bahan baku (raw mix) dan gas CO2 yang akan
dihasilkan dari proses kalsinasi CaCO3.
2) Insoluble Residue (IR)
Yaitu impuiritis/zat pengotor yang tetap tinggal setelah semen tersebut direaksikan
dengan asam klorida dan natrium karbonat.Insoluble residue dibatasi untuk
mencegah tercampurnya semen portland dengan bahan-bahan alami lainnya yang
tidak dapat dibatasi dari persyaratan fisika.
3) Modulus-modulus semen
Modulus-modulus semen digunakan sebagai dasar untuk menentukan jenis semen
yang akan diproduksi dan digunakan untuk menghitung perbandingan bahan baku
yang digunakan.
4) Hydraulic Modulus
Umumnya nilai HM antara 1,7-2,3; makin tinggi nilai HM akan menyebabkan
keperluan panas untuk pembakaran makin banyak, kuat awal tinggi dan panas hidrasi
naik. Jika HM < 1,7 maka mutu semen rendah karena kekuatan semen yang dimiliki
kurang baik.
5) Silica Ratio
Merupakan indikator tingkat kesulitan pembakaran raw material yang menunjukkan
perbandingan antara jumlah SiO2terhadap jumlah Fe2O3 dan Al2O3. Silika ratio yang
tinngi akan menurunkan liquid fase serta meningkatkan burnability, sebaliknya SR
kecil akan mengakibatkan pembakaran clinkermudah dan pembentukan coating
dalam kiln. Umumnya SR berkisar 1,9-3,2 tetapi disarankan antara 2,3-3,7.
6) Alumina Ratio
Harga AR biasanya 1,3-1,6; nilai yang tinggi akan mengakibatkan berkurangnya
komposisi fase cair dalamclinker sehingga menyulitkan proses pembakaran. AR =
0,64 maka kedua oksida berada pada perbandingan BM-nya sehingga hanya C4AF
yang dapat terbentuk dalam clinkertanpa C3A. Clinker ini dinamakan Ferrari
Cement yang mempunyai panas hidrasi rendah.
7) Lime Saturation Factor
Merupakan jumlah maksimum CaO yang diperlukan untuk bereaksi dengan oksida-
oksida lain sehingga tidak terjadi freelime di clinker. Untuk mencapai kejenuhan
CaO yang sempurna maka seluruh CaO harus dikombinasikan sebagai C3S, seluruh
oksida besi harus berkombinasi dengan jumlah yang ekivalen dengan alumina dalam
C4AF dan sisa alumina harus berkombinasi dalam C3A. Bila AM < 0.64, Bila AR >
0.64.
8) Liquid Phase
Fase lelehan berkisar 20-30 % dan untuk semenportland 24-26%. Jumlah lelehan
yang terbentuk tergantung dari komposisi dan temperatur pembakaran. Pada AR 1,63
lelehan mulai terbentuk pada suhu 12800C. Pembentukanclinker berlangsung ketika
telah mencapai temperatur sintering dan dalam fasa cair.
b. Sifat Fisika
1) Fineness (Kehalusan)
Kehalusan semen biasanya diukur dengan menggunakan luas permukaan spesifik
yang ditentukan dengan berbagai macam cara. Cara yang umm dilakukan
berdasarkan permeabilitas udara yang dikembangkan oleh blaine. Kehalusan semen
mempengaruhi kecepatan hidrasi, makin halus semen maka kecepatan hidarasi
semakin meningkat dan mempercepat perkembangan kekuatan. Pengaruh kehalusan
semen terutama terhadap kuat tekan 7 hari pertama. Reaksi antara semen dan air
adalah reaksi heterogen. Faktor lain yang berpengaruh terhadap ukuran partikel
semen adalah distribusi ukuran grinding media, penggunaan grinding air,
kadar gypsum, komposisi dan struktur terak. Kehalusan partikel semen yang banyak
berperan terhadap kekuatan semen adalah ukuran sampai 30 micron sebesar 60%.
2) Soundness (Kekekalan Volume/Kekenyalan)
Soundness adalah pengembangan atau pemuaian semen yang disebabkan
oleh freelime atau magnesium. Proses hidrasi terjadi apabila semen bereaksi
terhadap air yang mengakibatkan timbulnya pengerasan pasta semen.
3) Setting Time (Waktu Pengikatan). Setting time ditentukan bila pasta semen telah
mengalami setting (yang telah mengental) dan hardening (yang telah mengeras)
selama beberapa jam. Pada reaksi semen C3A akan bereaksi paling cepat
menghasilkan CAH berbentuk gel dan bersifat kaku. Tetapi CAH akan bereaksi
dengan gypsum membentuk ettringite yang akan membungkus permukaan CAH dan
C3A sehingga reaksi C3A akan dihalangi dan proses setting akan dicegah. Namun
demikian lapisan ettringite tersebut karena adanya fenomena osmosis akan pecah
dan reaksi hidrasi C3A akan terjadi lagi, tetapi segera pula akan terbentuk
ettringite yang baru kembali, Proses ini akan menghasilkan setting time. Semakin
banyak ettringite yang teerbentuk maka setting timeakan makin panjang dan ini
diperoleh dengan adanya gypsum.
II.3 Klasifikasi Semen Portland
Menurut SNI 15-2049-1994 dan ASTM C-150-1998, semen Portland
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu:
1. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan
khusus seperti yang dipersyaratkan pada tipe-tipe lain. Tipe semen ini paling banyak
diproduksi dan banyak dipasaran. Ordinary Portland Cement adalah semen portland
yang dipakai untuk segala macam konstruksi apabila tidak diperlukan sifat–sifat
khusus, misalnya ketahanan terhadap sulfat, panas hiderasi dan sebagainya. Ordinary
Portland Cement mengandung 5 % MgO, dan 2,5–3 % SO3. Sifat–sifat Ordinary
Portland Cement berada diantara sifat–sifat moderate heat semen dan high early
strength portland cement.
2. Tipe II (Moderate sulfat resistance)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap
sulfat atau panas hidrasi sedang. Tipe II ini mempunyai panas hidrasi yang lebih
rendah dibanding semen Portland Tipe I. Pada daerah–daerah tertentu dimana
suhu agak tinggi, maka untuk mengurangi penggunaan air selama pengeringan
agar tidak terjadiSrinkege (penyusutan) yang besar perlu ditambahkan sifat
moderat“Heat of hydration”. Semen Portland tipe II ini disarankan untuk dipakai
pada bangunan seperti bendungan, dermaga dan landasan berat yang ditandai
adanya kolom-kolom dan dimana proses hidrasi rendah juga merupakan
pertimbangan utama. Moderate Heat Portland Cement adalah semen portland
yang dipakai untuk pemakaian konstruksi yang memerlukan ketahanan terhadap
sulfat dan panas hiderasi yang sedang, biasanya digunakan untuk daerah
pelabuhan dan bangunan sekitar pantai. Moderate Heat Portland Cement terdiri
dari 20 % SiO2, 6 % Al2O3, 6 % Fe2O3, 6 % MgO, dan 8 % C3A. Semen tipe ini
lebih banyak mengandung C2S dan mengandung lebih sedikit C3A dibandingkan
dengan semen tipe I.
3. Tipe III (High Early Strength)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang tinggi pada
tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.Semen tipe III ini dibuat dengan
kehalusan yang tinggi blaine biasa mencapai 5000 cm2/gr dengan nilai C3S nya juga
tinggi. Beton yang dibuat dengan menggunakan semen Portland tipe III ini dalam
waktu 24 jam dapat mencapai kekuatan yang sama dengan kekuatan yang dicapai
semen Portland tipe I pada umur 3 hari, dan dalam umur 7 hari semen Portland tipe
III ini kekuatannya menyamai beton dengan menggunakan semen portland tipe I
pada umur 28 hari. High Early Strength Portland Cement adalah semen portland
yang digunakan keadaan–keadaan darurat dan musim dingin. Juga dipakai untuk
produksi beton tekan. High Early Strength Portland Cement ini mempunyai
kandungan C3S lebih tinggi dibandingkan dengan semen tipe lainnya sehingga lebih
cepat mengeras dan cepat mengeluarkan kalor. High Early Strength Portland Cement
tersusun atas 6 % MgO, 3,5–4,5 % Al2O3, 35 % C3S, 40 % C2S, dan 15 % C3A.
Semen tipe ini sangat cocok digunakan untuk pembangunan gedung–gedung besar,
pekerjaan– pekerjaan berbahaya, pondasi, pembetonan pada udara dingin, dan pada
prestressed coccretel, yang memerlukan kekuatan awal yang tinggi.
4. Tipe IV (Low Heat Of Hydration)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi
rendah. Penggunaan semen ini banyak ditujukan untuk struktur Concrette (beton)
yang massive dan dengan volume yang besar, seprti bendungan, dam, lapangan
udara. Dimana kenaikan temperatur dari panas yang dihasilkan selama periode
pengerasan diusahakan seminimal mungkin sehingga tidak terjadi pengembangan.
volume beton yang bisa menimbulkan cracking (retak). Pengembangan kuat tekan
(strength) dari semen jenis ini juga sangat lambat jika dibanding semen portland tipe
I. Low Heat Portland Cement adalah semen portland yang digunakan untuk
bangunan dengan panas hiderasi rendah misalnya pada bangunan beton yang besar
dan tebal, baik sekali untuk mencegah keretakan. Low Heat Portland Cement ini
mempunyai kandungan C3S dan C3A lebih rendah sehingga pengeluaran kalornya
lebih rendah. Low Heat Portland Cement tersusun atas 6,5 % MgO, 2,3 % SO3, dan
7 % C3A. Semen ini biasa digunakan untuk pembuatan atau keperluan hidraulik
engineering yang memerlukan panas hiderasi rendah.
5. Tipe V (Sulfat Resistance Cement)
Shulphato Resistance Portland Cement adalah semen portland yang mempunyai
kekuatan tinggi terhadap sulfur dan memiliki kandungan C3A lebih rendah bila
dibandingkan dengan tipe–tipe lainnya, sering digunakan untuk bangunan di daerah
yang kandungan sulfatnya tinggi, misalnya: pelabuhan, terowongan, pengeboran di
laut, dan bangunan pada musim panas. Shulphato Resistance Portland Cement
tersusun atas 6 % MgO, 2,3 % SO3, 5 % C3A. Semen Portland yang dalam
penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat. Semen jenis ini cocok
digunakan untuk pembuatan beton pada daerah yang tanah dan airnya mempunyai
kandungan garam sulfat tinggi seperti : air laut, daerah tambang, air payau dan
sebagainya.
Tabel II.1 Komposisi Kimia Semen Portland
Komposisi (%) Tipe
I II III IV V
SiO2 minimal - 20,0 - - -
Al2O3 maksimal - 6,0 - - -
Fe2O3 maksimal - 6,0 - 6,5
MgO maksimal 5,0 6,0 6,0 6,0 6,0
SO3 maksimal bila C3A < 8 % 2,5 3,0 3,5 2,3 2,3
SO3 maksimal bila C3A > 8 % 3,0 - 4,5 - -
Hilang penyalaan maksimal 3,0 3,0 3,0 2,5 3,0
Residu tak larut maksimal 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75
C3S maksimal - - - 35 -
C2S minimal - - - 40 -
C3A - 8,0 15,0 7,0 5,0
[ Walter H. Duda, 1976 ]
Tabel II.2 Spesifikasi Fisika Semen Portland
Spesifkasi Tipe
I II III IV V
1. Kehalusan 0 0 0 0 0
a. sisa ayakan 0,09 mm maksimal %
b. Dengan alat blaine, minimal ( cm2 /
gr ) 800 800 800 800 800
2. waktu Pengikatan
a. Dengan alat vlost, awal minimal 5 5 5 5 5
(menit)
b. Dengan alat vlost, akhir minimal 5 5 5 5 5
(menit)
c. Dengan alat gillmore, awal minimal 0 0 0 0 0
(menit)
d. Dengan alat gillmore, akhir minimal 0 0 0 0 0
(menit)
3. Pemuaian dengan autoclave maksimal 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
4. Kuat tekan :
a. Satu hari, minimal (kg/cm2) - - 25 - -
- - 50 - -
b. Tiga hari, minimal (kg/cm2)
c. Tujuh hari, minimal (kg/cm2) 25 0 - 50
d. Dua puluh delapan hari, minimal 0 75 - 10
(kg/cm2)
5. Panas hiderasi :
a. Tujuh hari, maksimal (cal/gr) 0 - 0 - -
b. Dua puluh delapan (cal/gr ) 0 - 0 - 0
6. Pengikatan semu penetrasi akhir. (%) 0 0 0 0 0
7. Pemuaian karena empat belas hari maks. 0 0 0 0 0,5

II.4 Teknologi Pembuatan Semen


1. Proses Basah
Dalam proses basah, raw material dihancurkan kemudian digiling dalam raw
mill sambil diiringi penambahan air sehingga kadar airnya Adapun tahapan
penambangan batu kapur adalah sebagai berikut :
a. Pembersihan (clearing)
b. Pelucutan (stripping)
c. Pengeboran (drilling)
d. Peledakan (blasting)
e. Pemuatan (loading)
f. Penghancuran (crushing)
g. Pengiriman (conveying)
Untuk material clay, laterite dan silica, pekerjaan penambangan dilakukan dengan
cara pengerukan biasa. Penambangan tanah liat dan pasir besi
dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Loosening (pengerukkan)
b. Loading
c. Pengecilan ukuran
d. Pengiriman
Material yang dibawa ke storage dikumpulkan oleh tripper yang berkapasitas 2300
ton/jam (kondisi kering). Tripper mengatur material dengan berjalan bolak-balik
membentuk tumpukan secara longitudinal dimana material ditumpuk menjadi
beberapa tumpukan yang terdiri dari banyak alur paralel. Pada saat dituangkan dari
alat pengangkut ke dalamstorage terjadi penyeragaman awal komposisi kimia dan
ukuran butir. Selama pengambilan, pemotongan dilakukan secara melintang terhadap
alur penyimpanan sehingga terjadi proses homogenisasi. Material ditimbang dengan
menggunakan belt scale. Dari storage, material dikumpulkan dan dibawa ke dozing
house dengan menggunakanreclaimer (tipe bridge yang berkapasitas 700 ton/jam)
dan belt conveyor. Untuk pure limestone dibawa oleh belt conveyor dan selanjutnya
dikumpulkan oleh tripper yang berkapasitas 1800 ton/jam (pada kondisi kering)
pada storage. Dari storage, material dibawa ke bin dengan
menggunakan reclaimer tipe semibridge dengan kapasitas 200 ton/jam. Bahan baku
yang lain adalah laterite dan silica yang dibawa oleh belt
conveyor serta tripper dengan kapasitas 500 ton/jam. Di atas belt
conveyor ditambahkan peralatan magnetic separatordan metal detector yang
berfungsi untuk menarik potongan-potongan logam yang terdapat dalam material
menggunakan magnet agar tidak ikut terbawa dan mempengaruhi proses. Dalam
pembuatan portland cement, supaya semen tidak cepat mengeras perlu
ditambahkan gypsum ke dalam clinker menjadi 25-40% dari total material. Selama
penggilingan berlangsung, bahan baku yang telah berbentuk slurrydicampur hingga
dicapai komposisi yang memenuhi pabrik. Setelah itu, slurry tersebut dimasukkan ke
dalam silo untuk kemudian dibakar. Adapun keuntungan dari proses basah adalah
sebagai berikut :
a. Pencampuran dari komposisi slurry lebih mudah karena berupa luluhan.
b. Kadar alkali tidak menimbulkan gangguan penyempitan dalam saluran
c. Debu yang dihasilkan relatif sedikit.
d. Deposit yang tidak homogen tidak berpengaruh karena mudah mencampur
danmengkoreksinya.
Sedangkan kerugian dari proses basah antara lain :
a. Konsumsi bahan bakar lebih banyak.
b. Kiln yang dipakai lebih panjang.
c. Kapasitas rendah.
d. Memerlukan air proses dalam jumlah besar.
2. Proses Semi Basah
Dalam proses semi basah, umpan dalam bentuk cake. Penyediaan umpan kiln sama
dengan proses basah, hanya umpan kiln disaring terlebih dahulu.
Selanjutnya cake yang digunakan sebagai umpankiln disyaratkan memiliki
kandungan air antara 17-27%.
3. Proses Semi Kering
Dalam proses semi kering, umpan dalam bentuk butiran. Bahan baku yang telah
dihancurkan, digiling dalam raw mill. Selanjutnya dibentuk
butiran-butiran dalam inti granulasi dan dicampur untuk mencapai homogenitas.
Kadar air yang disyaratkan dalam umpan kiln sekitar 10-15%. Setelah homogen baru
diumpankan ke kiln. Di dalam kiln, umpan dibakar hingga membentuk clinker.
Setelah dingin, digiling ke cement mill bersama gypsum hingga terbentuk semen.
4. Proses Kering
Pada proses kering, bahan baku dipecah dan digiling sampai kadar air maksimal 1%.
Bahan baku yang telah digiling, dicampur dalam blending silo untuk mendapatkan
campuran yang homogen dengan menggunakan udara tekan. Tepung baku yang telah
homogen ini diumpankan ke kiln selanjutnya didinginkan dan dicampur
dengangypsum dengan kadar gypsum sebanyak 4% untuk kemudian digiling dalam
finish mill hingga menjadi semen.
Keuntungan dari proses kering :
a. Kiln yang digunakan relatif pendek.
b. Heat comsumption rendah sehingga bahan bakar yang digunakan relatif lebih
sedikit.
c. Kapasitas produksi besar.
d. Biaya operasi rendah.
Sedangkan kerugian dari proses kering adalah :
a. Kadar air sangat mengganggu operasi karena material menjadi lengket.
b. Campuran kurang homogen.
c. Banyak debu yang dihasilkan, maka diperlukan alat penangkap debu.
d. Proses kering merupakan proses yang paling banyak dipilih untuk diaplikasikan
dalam proses produksi. Ini disebabkan karena proses tersebut mampu menghemat
pemakaian bahan bakar dan pemakaian alat-alat produksi.

II.5 Proses Produksi Semen


Adapun jenis bahan baku yang dibutuhkan pada pembuatan semen ini dapat
terlihat pada tabel II.3 berikut ini :
Tabel III.1 Jenis-jenis Bahan Baku Semen

Jenis – Jenis Bahan Baku Perbandingan Berat ( % )


Batu Kapur 80 – 85
Tanah Liat 6 – 10
Pasir Silika 6 – 10
Pasir besi 1
Gypsum 3– 5
Proses pembuatan semen secara garis besar melalui proses – proses sebagai berikut:
1. Penghancuran ( Crushing ) bahan baku.
2. Penyimpanan dan pengumpanan bahan baku.
3. Penggilingan dan pengeringan bahan baku.
4. Pencampuran ( Blending ) dan homogenisasi.
5. Pemanasan awal ( Pre-heating )
6. Pembakaran ( Firring )
7. Pendinginan ( Colling )
8. Penggilingan akhir.
Alat utama untuk menghancurkan bahan mentah adalah crusher, sedangkan alat-alat
pendukung dalam proses ini adalah :
a. Dump Truck
b. Hopper.
c. Feeder.
Bahan baku hasil penambangan dari tempat penambangan, diangkut dengan menggunakan
dump truck dan kemudian dicurahkan kedalam hopper. Fungsi dari hopper ini adalah sebagai
alat penampungan awal untuk masukan kedalam cruher.
Hopper yang digunakan untuk menampung batu kapur tidak menggunakan kisi – kisi
pada bagian atasnya, sedangkan yang digunakan untuk menampung tanah liat, silica dan
pasir besi, dilengkapi dengan kisi – kisi. Kisi – kisi ini berguna untuk menyaring bahan yang
ukuran diameternya lebih besar dan diperkirakan dapat mengganggu system kerja crusher.
Alat penghancur crusher dilengkapi dengan sebuah alat untuk mengumpankan bahan
kedalamnya, yang dinamakan feeder.
Crusher yang digunakan untuk menghancurkan batu kapur terdiri dari dua bagian.
Bagian yang pertama disebut vibrator, yang berfungsi untuk mengayak atau menyaring batu
kapur sehingga batu kapur yang ukurannya lebih kecil akan langsung jatuh menuju belt
conveyor. Batu kapur yang tertinggal akan secara langsung menuju bagian kedua, yaitu
bagian yang memiliki alat penghancur yang dinamakan hammer. Setelah mengalami
penghancuran, batu kapur tersebut akan jatuh menuju belt conveyor yang sama. Crusher
yang digunakan untuk menghancurkan tanah liat, dan silica tidak dilengkapi dengan bagian
hammer, hal ini dilakukan karena bahan – bahan tersebut cukup lunak. Jadi proses
penghancuran bahan – bahan tersebut hanya merupakan proses penggilingan / penghancuran
menjadi bahan – bahan dengan ukuran lebih kecil.
Kapasitas masing – masing hopper adalah :
• Batu Kapur : 300 ton
• Tanah Liat. : 50 ton
• Silika : 50 ton
Setelah mengalami proses penghancuran, bahan – bahan tersebut dikirim menuju
tempat penyimpanan yaitu Stock Pile dengan menggunakan belt conveyor.
1. Peyimpanan Bahan Baku.
Tempat penyimpanan bahan baku terdiri dari bagian utama yaitu :
a. Stock Pile.
b. Bin
Sedangkan alat – alat penunjang yang membantu dalam penyimpanan bahan baku
adalah
a. Tripper.
b. Reclaimer
Kapasitas stock pile masing – masing bahan baku adalah:
• Batu Kapur : 94.000 ton
• Silika : 12.000 ton.
• Pasir besi : 2.000 ton.
• Tanah liat : 45.000 ton.
• Gypsum : 10.000 ton.
Umumnya, stock pile dibagi menjadi dua bagian yaitu sisi kanan dan sisi kiri hal ini
dilakukan untuk menunjang proses, jika stock pile bagian kanan sedang digunakan
sebagai masukan proses, maka sisi bagian kiri akan diisi bahan baku dari crusher.
Begitu juga sebaliknya. Untuk mengatur letak penyimpanan bahan baku, digunakan
tripper selain itu stock pile juga dilengkapi dengan reclaimer. Reclaimer ini
berfungsi untuk memindahkan atau mengambil raw matrial dari stock pile ke belt
conveyor dengan kapasitas tertentu, sesuai dengan kebutuhan proses, alat ini sendiri
berfungsi untuk menghomogenkan bahan baku yang akan dipindahkan ke belt
conveyor. Selanjutnya bahan baku dikirim dengan menggunakan belt conveyor
menuju tempat penyimpanan kedua, yang bias dikatakan merupakan awalan
masukan proses pembuatan semen, yaitu Bin. Kapasitas masing – masing bin adalah
sebagai berikut :
• Batu Kapur : 250 ton
• Silika : 150 ton.
• Pasir besi : 150 ton.
• Tanah liat : 70 ton.
• Gypsum : 175 ton
Semua bin dilengkapi dengan alat penditeksi ketinggian atau level indicator sehingga
apabila bin sudah penuh, maka secara otomatis masukan material kedalam bin akan
terhenti.Khusus dalam penanganan gypsum, stock pile gypsum tidak dilengkapi
dengan reclaimer. Di daerah stock pile, gypsum dimasukan kedalam hopper dengan
menggunakan truck penyodok dan dikirim ke bin dengan menggunakan belt
conveyor. Kapasitas hopper ini adalah 50 ton.
2. Pengumpanan Bahan Baku.
Pengumpanan bahan baku ke dalam system proses selanjutnya diatur oleh weight
feeder, yang diletakkan tepat di bawah bin. Perinsip kerja weight feeder ini adalah
mengatur kecepatan scavenger conveyor, yaitu alat untuk mengangkut material
dengan panjang tertentu dan mengatur jumlah bahan baku sehingga jumlah bahan
baku yang ada pada scavenger conveyor sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.
Selanjutnya bahan baku dijatuhkan ke belt conveyor dan dikirim ke vertical roller
mill untuk mengalami penggilingan dan pengeringan. Pada belt conveyor terjadi
pencampuran batu kapur, silica pasir besi dan tanah liat.
3. Penggilingan Dan Pengeringan Bahan Baku
Alat utama yang digunakan dalam proses penggilingan dan pengeringan bahan baku
adalah vertical roller mill. Media pengeringannya adalah udara panas yang berasal
dari coller dan pre-heater. Udara panas tersebut juga berfungsi sebagai media
pembawa bahan – bahan yang telah halus menuju alat proseS selanjutnya. Alat – alat
yang mendukung proses ini :
1. Cyclon.
2. Electrostatic Precipitator.
3. Stack.
4. Dust Bin
Bahan baku masuk kedalam vertical roller mill (Raw Mill) pada bagian tengah
(Tempat Penggilingan ) sementara itu udara panas masuk kedalam bagian bawahnya.
Material yang sudah tergiling halus akan terbawa udara panas keluar raw mill melalui
bagian atas alat tersebut. Verticall roller mill memiliki bagian yang dinamakan
classifier yang berfungsi untuk mengendalikan ukuran partikel yang boleh keluar
dari raw mill, partikel dengan ukuran besar akan dikembalikan kedalam raw mill
untuk mengalami penghalusan selanjutnya sampai ukurannya mencapai ukuran yang
diharapkan. Semetara itu partikel yang ukurannya telah memenuhi kebutuhan akan
terbawa udara panas menuju cyclon. Cyclon berfungsi untuk memisahkan antara
partikel yang cukup halus dan partikel yang terlalu halus (debu) partikel yang cukup
halus akan turun kebagian bawah cyclon dan dikirim ke blending silo untuk
mengalami pengadukan dan homogenisasi. Partikel yang terlalu halus (Debu) akan
terbawa udara panas menuju electrostatic precipitator. Alat ini berfungsi untuk
menangkap debu-debu tersebut sehingga tidak lepas ke udara. Effisensi alat ini
adalah 95-98 %. Debu-debu yang tertangkap, di kumpulkan di dalam dust
bin,sementara itu udara akan keluar keluar melalui stack.
4. Pencampuran ( blending ) dan Homogenisasi
Alat utama yang digunakan untuk mencampur dan menghomogenkan bahan baku
adalah blending silo, dengan media pengaduk adalah udara. Bahan baku masuk dari
bagian atas blending silo, oleh karena itu alat transportasi yang digunakan untuk
mengirim bahan baku hasil penggilingan blending silo adalah bucket elevator, dan
keluar dari bagian bawah blending silo dilakukan pada beberapa titik dengan jarak
tertentu, dan diatur dengan menggunakan valve yang sudah diatur waktu bukaannya.
Proses pengeluarannya dari beberapa titik dilakukan untuk menambah kehomogenan
bahan baku. Blending silo dilengkapi dengan alat pendeteksi ketinggian
(levelindicator ), sehingga jika blending silo sudah penuh, maka pemasukan bahan
baku terhenti secara otomatis. Blending silo yang digunakan di unit – IV ada dua
buah, yaitu blending silo timur dan blending silo barat, dengan kapasitas masing –
masing silo adalah 20.000 ton. Tinggi effisensi blending silo adalah 55 meter dan
diameter dalamnya adalah 20 meter. Pelaksanaan operasi sumber bahan baku yang
telah homogeny diambil dari kedua silo tersebut.
5. Pemanasan Awal ( Pre-heating )
Alat utama yang digunakan untuk proses pemanasan awal bahan baku adalah
suspension pre-heater, sedangkan alat bantunya adalah kiln feed bin. Setelah
mengalami homegenisasi di blending silo, material terlebih dahulu ditampung di
dalam kiln feed bin, bin ini merupakan tempat umpan yang akan masuk ke dalam
pre-heater. Suspension pre-heater merupakan suatu susunan empat buah cyclon dan
satu buah calsiner yang tersusun menjadi satu string. Suspension pre-heater yang
digunakan terdiri dari dua bagian yaitu: in-line calsiner (ILC) dan separate line
calsiner (SLC). Jadi pre-heater yang digunakan adalah suspension pre-heater
dengan dua string dan masing – masing string terdiri dari empat tahap pemanasan
dan satu calsinasi. Masing – masing string mempunyai inlet sendiri – sendiri, dan
material yang masuk melalui ILC akan mengalami calsinasi, karena setelah sampai
calsiner ILC material tersebut ditransfer ke SLC, sedangkan material yang masuk
melalui SLC hanya akan mengalami satu kali kalsinasi, karena setelah sampai ke
calsiner SLC material akan langsung masuk ke dalam rotary kiln. Proses yang terjadi
dengan menggunakan calsiner dapat mencapai 93 %. Kapasitas desain preheater
adalah 7800 ton / hari pemanasan material dilakukan dengan menggunakan uap
panas yang diperoleh dari rotary kiln.
6. Pembakaran ( Firring )
Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau rotary kiln. Rotary kiln adalah
alat berbentuk silinder memanjang horizontal yang diletakkan dengan kemiringan
tertentu. Kemiringan Rotary kiln yang digunakan di unit NG-IV adalah sekitar 4o
dengan arah menurun (declinasi). Dari ujung tempat material masuk (in-let),
sedangkan di ujung lain adalah tempat terjadinya pembakaran bahan bakar (burning
zone). Jadi material akan mengalami pembakaran dari temperatur yang rendah
menuju temperatur yang lebih tinggi. Diameter tanur putar adalah 5,6 meter dan
panjangnya adalah 84 meter, sedangkan kapasitas desainnya adalah 7800 ton / hari.
Bahan bakar yang digunakan adalah batu bara, sedangkan untuk pemanasan awal
digunakan Industrial Diesel Oil ( IDO ). Untuk mengetahui sistem kerja tanur putar,
proses pembakaran bahan bakarnya, tanur putar dilengkapi dengan gas analyzer. Gas
analyzer ini berfungsi untuk mengendalikan kadar O2 ,CO, dan NOx pada gas buang
jika terjadi kelebihan atau kekurangan, maka jumlah bahan bakar dan udara akan
disesuaikan. Daerah proses yang terjadi didalam tanur putar dapat dibagi menjadi
empat bagian yaitu :
1. Daerah transisi ( Transision zone )
2. Daerah pembakaran ( Burning zone )
3. Daerah pelelehan ( Sintering zone )
4. Daerah pendinginan ( Colling zone )
Didalam tanur putar terjadi proses kalsinasi ( Hingga 100 % ), sintering, dan
clinkering. Temperatur material yang masuk ke dalam tanur putar adalah 800– 900OC
sedangkan temperatur clinker yang keluar dari tanur putar adalah 1300 –1450oC.
Tahapan reaksi yang terjadi pada proses pembentukan clinker dari umpan baku (raw
meal):
1) Proses pengeringan/penguapan air
Proses penguapan ini terjadi pada suhu sampai 1000C, umpan baku (raw meal)
yang masuk ke kiln dari blending silo memiliki suhu > 750C.
2) Tahapan pelepasan air hidrat clay (tanah liat).
Proses ini terjadi pada temperatur sekitar 5000C dan terletak di siklon stage 2.
Al2SiO7H2O Al2O3 + 2SiO2 + xH2O
3) Dekomposisi tanah liat pada suhu 600 - 9000C
Al4(OH)8Si4O10 → 2(Al2O3.2SiO2) + 4H2O
4) Tahap penguapan CO2 dari limestone dan mulai kalsinasi (600 – 800 0C)
CaCO3 → CaO + CO2
MgCO3 → MgO +CO2
5) Dekomposisi limestone dan pembentukan CS dan CA (600 – 1000 0C)
3CaO + 2SiO2 + Al2O3 2CS + CA
6) Tahap pembentukan C2S terjadi pada suhu 800 – 900 0C
CS + C → C2S
CaOSiO2 + CaO → 2CaOSiO2 atau C2S
7) Tahap pembentukan C3A dan C4AF
Proses pembentukan garam kalsium aluminat dan ferrit ini terjadi pada suhu
1095-1205oC
3CaO + Al2O3 → 3CaOAl2O3 atau C3A
4CaO + Al2O3 + Fe2O3 → 4CaO Al2O3 Fe2O3 atau C4AF
8) Tahap pembentukan C3S
Proses pembentukan garam silikat ini terjadi pada temperatur 1260-1455oC. C3S
terbentuk sedangkan C2S mulai turun persentasinya.
2CaOSiO2 + CaO → 3CaOSiO2atau C3S
Bagian dari CaO yang tidak bereaksi dengan oksida-oksida aluminium besi dan
silika biasanya berupa senyawa CaO bebas ataufree lime. Free lime ini dalam
hasil produksi clinker dibatasi antara 0,5 – 1,2 %.
7. Pendinginan ( cooling )
Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan clinker adalah cooler. Cooler
ini dilengkapi dengan alat penggerak material, sekaligus sebagai saluran udara
pendingin yang disebut grate dan alat pemecah clinker ( Clinker Breaker ). Setelah
proses pembentukan clinker selesai dilakukan di dalam tanur putar, clinker tersebut
terlebih dahulu didinginkan di dalam cooler sebelum disimpan di dalam clinker silo.
Cooler yang digunakan terdiri dari Sembilan compartemen yang menggunakan
uadara luar sebagai pendingin. Udara yang keluar dari cooler dimanfaatkan sebagai
media pemanas pada vertical roller mill, sebagai pemasok udara panas pada pre-
heater, dan sebagian lain dibuang ke udara bebas. Kapasitas desain cooler adalah
7800 ton / hari sedangkan luas permukaan efektifnya adalah 160,6 m2 diharapkan
temperatur clinker yang keluar dari cooler adalah sekitar 90oC sehingga tidak
membahayakan lingkungan sekitar. Clinker yang keluar dari tanur putar masuk
kedalam compartemen, dan akan terletak di atas grade. Dasar grade ini mempunyai
lubang – lubang dengan ukuran yang kecil untuk saluran udara pendingin. Clinker
akan terus bergerak menuju compartemen yang kesembilan dengan bantuan grade
yang bergerak secara reciprocating, sambil mengalami pendinginan pada ujung
compartemen kesembilan terdapat clinker breaker yang berguna untuk mengurangi
ukuran clinker yang terlalu besar. Selanjutnya clinker dikirim menuju tempat
penampungan clinker (clinkersilo ) dengan menggunakan alat transportasi yaitu deep
drawn pan conveyor. Sebelum sampai di clinker silo, clinker akan melalui sebuah
alat penditeksi kandungan kapur bebas, jika kandungan kapur bebas clinker melebihi
batas yang diharapkan maka clinker akan dipisahkan dan disimpan dalam bin
tersendiri. Kapasitas desain clinker silo adalah 75000 ton sedangkan bin penampung
reject clinker kapasitasnya adalah 2000 ton
8. Penggilingan Akhir
Alat utama yang digunakan pada penggilingan akhir, dimana terjadinya pula
penggilangan clinker dengan gypsum adalah ball mill. Peralatan yang menunjang
proses penggilingan akhir ini adalah :
1. Vertical Roller Mill
2. Separator ( klasifire )
3. Bag Filter

a. Gypsum
Gypsum adalah bahan tambahan dalam pembuatan semen, adalah merupakan
bahan yang akan dicampur dengan clinker pada penggilingan akhir gypsum yang
dapat digunakan adalah gypsum alami dan gypsum sintetic. Gypsum alami yang
digunakan berasal dari negara Mesir, Australia dan Thailand sedangkan gypsum
sintetic berasal dari Gresik. Gypsum yang di datangkan dari tempat lain disimpan
di stock pile gypsum yang berkapasitas 20.000 ton, kemudian dengan
menggunakan dump truck, gypsum tersebut dikirim ke dalam bin gypsum untuk
siap diumpankan ke dalam penggilingan akhir dan dicampur dengan clinker.
b. Clinker
Clinker yang akan digiling dan dicampur dengan gypsum, terlebih dahulu
ditransfer dari clincer silo menuju clinker bin. Dengan menggunakan bin maka
jumlah clinker yang akan digiling dapat diatur dengan baik. Sebelum masuk ke
dalam alat penggilingan akhir, clinker terlebih dahulu mengalami penggilingan
awal dalam alat vertical roller mill
c. Ball Mill
Alat yang digunakan untuk melakukan penggilingan clinker dan gypsum disebut
ball mill. Alat ini berbentuk silinder horizontal dengan panjang 13 m dan
berdiameter 4,8 m. kapasitas desai ball mill adalah 210 ton / jam dengan tingkat
kehalusan 3200 blaine. Bagian dalam ball mill terbagi menjadi dua bagian untuk
memisahkan bola-bola baja yang berukuran besar dan berukuran kecil. Bagian
utama diisi dengan bola-bola baja yang berdiameter lebih besar dari pada bola –
bola yang ada pada bagian kedua. Prinsip penggunaan bola- bola baja dari ukuran
yang besar ke ukuran yang lebih kecil adalah bahwa ukuran bola-bola baja yang
lebih kecil menyebabkan luas kontak tumbukan antara bola – bola baja dengan
material yang akan digiling akan lebih besar sehingga diharapkan ukuran
partikelnya akan lebih halus. Material yang telah mengalami penggilingan
kemudian diangkut oleh bucket elevator menuju separator. Separator berfungsi
untuk memisahkan semen yang ukurannya telah cukup halus dengan ukuran yang
kurang halus. Semen yang cukup halus dibawa udara melalui cyclon kemudian
disimpan didalam silo cement. Dari silo cement ini semen kemudian dikantongi
dan di masukan kedalam truck semen curah dan siap dipasarkan. Proses tersebut
dilakukan oleh bagian khusus yaitu unit pengantongan semen.
9. Pengepakan
Dari 3 unit cement silo, semen ditransportasikan menggunakan air
slide menuju bucket elevator, kemudian masuk ke dalam vibrating screenuntuk
menyaring material yang terbawa ke dalam produk semen. Padacement silo ini
terjadi fluidisasi antara semen dan udara blower. Dengan adanya gravitasi bumi,
semen jatuh ke bawah dan oleh air slide dibawa ke bucket elevator. Produk yang
berupa material halus dimasukkan ke dalam hopperuntuk dialirkan ke dalam packer.
Aliran massa semen terbagi menjadi dua, yaitu massa semen yang setelah ditimbang
di weigh bridge menujutruck loader untuk pembelian dalam bentuk semen curah
(bulk cement) dan massa semen yang menuju rotary packer untuk pengemasan
semen dalam bentuk kantong (sack). Semen yang terbuang pada saat pengantongan
ditangkap dengan dust collector jenis bag filter untuk mencegah polusi udara.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

III.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Secara umum proses pembuatan semen terdiri dari 4 tahap pembuatan, yaitu :
• Tahap pembuatan bahan baku
• Tahap pengolahan bahan baku
• Tahap pembakaran bahan baku menjadi klinker
• Tahap penggilingan klinker dengan gypsum menjadi semen
2. Pembuatan semen menggunakan proses kering, memiliki beberapa keuntungan
dibanding dengan proses lainnya, yaitu proses produksi lebih besar, hemat energi dan
panjang kiln yang digunakan lebih pendek.
3. Jenis semen Portland adalah adalah semen tipe I, II, III, IV, V yang mempunyai
spesifikasi berdasarkan sifat kimia fisika dan kegunaannya.

III. Saran
1. Perlunya pemasangan alat pengontrol di setiap bagian parameter dan dikontrol secara
rutin agar secara rutin agar bisa menegetahui kondisi operasi . seperti temperatur
pada pre-heater, kiln dipasang alat untuk mengukur temperature pada bagian alat.
Kemudian pengecekan parameter yang digunakan juga perlu sekali untuk dimasukan
sebagai data yang lengkap pada waktu yang pendek, sehingga memudahkan untuk
melihat kondisi yang tidak normal.
2. Untuk mengurangi terjadinya complaint pada saat peledakan bahan baku di tambang
terutama pada saat cuaca mendung maka perlu dicari jalan keluar agar suara ledakan
dapat di antisipasi sehingga tidak menggangu penduduk setempat.
3. Sistem pengamanan lingkungan yang sangat perlu diperhatikan seperti lalu lalang
orang masuk ke areal pabrik karena banyak kasus pencurian yang tidak terditeksi
karena kurangnya pengontrolan pegawai kontrak yang menggunakan kartu identitas
yang sudah tidak berlaku masa kerjanya sehingga dipergunakan untuk mekakukan
pencurian.
SUMBER

Firdaus Apriyadi. (2007). PROSES PEMBUATAN SEMEN PADA PT. HOLCIM


INDONESIA tbk. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa : Cilegon-Banten.
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-7133-2502109024-bab4.pdf

Anda mungkin juga menyukai