Anda di halaman 1dari 36

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL DAN GANGGUAN MENSTRUASI

Disusun oleh:

Marselno Tatipikalawan
NIM. 2018-84-063

Pembimbing:
dr. Erwin Rahakbauw, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................4

A. Definisi Perdarahan Uterus Abnormal .........................................................4

B. Klasifikasi Perdarahan Uterus Abnormal ....................................................5

C. Diagnosis Perdarahan Uterus Abnormal ......................................................13

a. Anamnesis PUA .....................................................................................13

b. Pemeriksaan Fisik PUA .........................................................................14

c. Pemeriksaan Penunjang PUA ................................................................16

D. Penatalaksanaan Perdarahan Uterus Abnormal ...........................................19

a. Tatalaksana PUA penyebab struktural (PALM) ...................................21

b. Tatalaksana PUA penyebab non-struktural (COEIN) ...........................24

E. Definisi Menstruasi ......................................................................................27

F. Anatomi dan Fisiologi Menstruasi ...............................................................28

G. Siklus Mentruasi ..........................................................................................32

H. Gangguan Mentruasi dan Siklusnya ............................................................41

a. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada


mentruasi……………………………………………………………….41
b. Kelainan Siklus .......................................................................................45

c. Gangguan pada Kompartemen I ..............................................................49

2
d. Gangguan pada Kompartemen II ............................................................49

e. Gangguan pada Kompartemen III ...........................................................50

f. Gangguan pada Kompartemen IV ...........................................................52

g. Perdarahan diluar mentruasi (perdarahan bukan menstruasi) .................54

h. Gangguan lain dalam hubungannya dengan mentruasi ...........................57

I. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Gangguan Haid .....................................59

BAB III KESIMPULAN ..........................................................................................61

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................63

BAB I

PENDAHULUAN

Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik pada uterus yang
dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi disertai dengan deskuamasi (pelepasan) dari
endometrium. Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, 2-8 hari adalah
waktu keluarnya darah mentruasi yang berkisar 20-60 ml per hari. Penelitian
menunjukkan wanita dengan siklus mentruasi normal hanya terdapat pada 2/3 wanita
dewasa, sedangkan pada usia reproduksi yang ekstrim (setelah menarche dan
menopause) lebih banyak mengalami siklus yang tidak teratur atau siklus yang tidak
mengandung sel telur. Siklus mentruasi ini melibatkan kompleks hipotalamus-
hipofisis-ovarium.1,2

Pada siklus menstruasi normal, terdapat produksi hormon-hormon yang paralel


dengan pertumbuhan lapisan rahim untuk mempersiapkan implantasi (perlekatan) dari

3
janin (proses kehamilan). Gangguan dari siklus menstruasi tersebut dapat berakibat
gangguan kesuburan, abortus berulang, atau keganasan.

Hampir semua wanita pernah mengalami gangguan mentruasi selama masa


hidupnya. Gangguan ini dapat berupa kelainan siklus atau perdarahan. Masalah ini
dihadapi oleh wanita usia remaja, reproduksi dan klimakterik.3

Mentruasi yang tidak teratur pada masa 3-5 tahun setelah menars dan
pramenopause (3-5 tahun menjelang menopause) merupakan keadaan yang lazim
dijumpai. Berdasarkan gejala klinis perdarahan uterus dibedakan dalam bentuk akut
dan kronis. Sedangkan secara kausal perdarahan uterus mempunyai dasar ovulatorik
(10%)k dan anovulatorik (70%).1

Cakir, et al (2013) dalam penelitiannya di Turki menemukan bahwa dismenorea


merupakan gangguan menstruasi dengan prevalensi terbesar (89,5%), diikuti
ketidakteraturan menstruasi (31,2%), serta perpanjangan durasi menstruasi (5,3%).
Pada pengkajian terhadap penelitian- penelitian lain didapatkan prevalensi dismenorea
bervariasi antara 15,8-89,5%, dengan prevalensi tertinggi pada remaja.7 Mengenai
gangguan lainnya, Bieniasz, et al (2014) dari Wroclaw Medical University
mendapatkan prevalensi amenorea primer sebanyak 5,3%, amenorea sekunder 18,4%,
oligomenorea 50%, polimenorea 10,5%, dan gangguan campuran sebanyak 15,8%.
Dalam penelitian Yassin (2015) di Alexandria, persentasi remaja putri yang mengalami
polimenorea adalah 6,8%, oligomenorea adalah 8,4%, menoragia adalah 2,5% dan
hipomenorea adalah 12,4% 5.

Dalam RISKESDAS (2016) dinyatakan bahwa persentase perempuan usia 10-


59 tahun di Sulawesi Selatan yang mengalami mentruasi tidak teratur sebesar 14,5%.
Lebih rinci lagi, sebanyak 11,7% remaja berusia 15-19 tahun di Indonesia mengalami
mentruasi tidak teratur dan sebanyak 14,9% perempuan yang tinggal di daerah
perkotaan di Indonesia mengalami mentruasi tidak teratur 5.

4
Dalam kesempatan kali ini akan dijabarkan mengenai fisiologi mentruasi
beserta gangguan-gangguan dari fisiologi mentruasi tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI MENTRUASI
Menstruasi adalah siklus discharge fisiologik darah dan jaringan mukosa melalui
vagina dari uterus yang tidak hamil, dibawah kendali hormonal dan berulang secara
normal, biasanya interval sekitar empat minggu (28 hari) tanpa adanya kehamilan
selama periode reproduktif pada wanita dan beberapa spesies primate 1. Discharge dari
menstruasi terdiri dari cairan jaringan (20-40%,), darah (50 – 80 %), dan fragmen-
fragmen endometrium. Menstruasi dikatakan normal bila terjadi dalam selang waktu
21 – 35 hari, perdarahan kurang dari 80 cc, dan lamanya perdarahan kurang dari 7 hari
2
.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI MENTRUASI

A. Uterus

5
Dinding uterus relatif tebal dan dibentuk oleh 3 lapisan yaitu perimetrium
(lapisan terluar rahim), miometrium (lapisan otot rahim, terletak di bagian tengah), dan
endometrium (lapisan terdalam rahim). Yang berperan dalam menstruasi adalah
lapisan terdalam yaitu endometrium. 4
Endometrium terdiri atas lapisan epitel dan lamina propria yang mengandung
banyak kelenjar-kelenjar tubuler sederhana yang kadang-kadang bercabang-cabang.
Sel-sel epitelnya adalah sel epitel selapis kolumnar, bercampur dengan sel-sel bersilia
dan sel-sel sekretoris. Lamina propria mengandung jaringan ikat longgar. Banyak
arteri-arteri berspiral dalam lamina propria yang berperan untuk mensuplai makanan
bagi sel-sel pada endometrium.

Lapisan endometrium dibagi menjadi 2 zona yaitu


1. Zona fungsionalis, yang merupakan bagian yang dibuang pada saat
menstruasi dan diganti kembali selama siklus menstruasi, dan
2. Zona basalis yang merupakan bagian endometrium yang tersisa setelah
menstruasi dan selanjutnya menyediakan sel-sel epitel dan lamina propria baru
untuk pembaharuan endometrium. Dasar kelenjar uterus yang terletak di zona
basal merupakan sel stem yang membelah dan membentuk sel-sel epitel baru.4

B. Ovarium

Ovarium merupakan badan berbentuk amandel dengan diameter hingga 5 cm,


lebar 1,5-3 cm dan tebal 0,6 – 1,5 cm. Ovarium meliputi bagian korteks dan medulla.
Bagian korteks mengandung jaringan ikat longgar dan folikel-folikel yang
berkembang. Bagian medulla mengandung jaringan ikat padat, pembuluh darah.
Jaringan ikatnya berhubungan dengan jaringan ikat pada mesovarium.4

Pada masa reproduksi dimulai dari masa pubertas pada umur kira kira 12 – 16
tahun dan berlangsung kurang lebih 35 tahun. Pada ovarium terjadi perubahan

6
perubahan, kortek relatif lebih tipis dan mengandung banyak follikel follikel
primordial. Follikel primordial tumbuh menjadi besar serta banyak mengalami atresia,
biasanya hanya sebuah follikel yang tumbuh terus membentuk ovum dan pecah pada
waktu ovulasi. Pada awal pubertas germ cell berkurang dari 300.000 sampai 500.000
unit. Selama usia reproduksi yang berkisar antara 35 – 40 tahun, 400 sampai 500 akan
mengalami ovulasi. Follikel akan berkurang sampai menjelang menopause dan tinggal
beberapa ratus pada saat menopause. Kira kira 10 – 15 tahun sebelum menopause sudah
terjadi peningkatan jumlah follikel yang hilang.1,4

Pemasakan follikel primordial terjadi sebagai berikut :

Mula mula sel sel sekeliling ovum berlipat ganda, kemudian diantara sel sel ini
timbul sebuah rongga yang berisi cairan ialah, liquor folliculi. Ovum sendiri terdesak
ke pinggir dan terdapat di tengah tumpukan sel yang menonjol ke dalam rongga
follikel. Tumpukan sel dengan sel telur didalamnya disebut cumulus oophorus. Antara
sel telur dan sel sekitarnya terdapat zona pelluzida. Sel sel granulosa lainnya yang
membatasi ruang follikel disebut membrane granulosa. Dengan tumbuhnya follikel
jaringan ovarium sekitar follikel tersebut terdesak keluar dan membentuk 2 lapisan
ialah theca interna yang banyak mengandung pembuluh darah dan theca externa yang
terdiri dari jaringan ikat yang padat. Follikel yang masak ini disebut follikel de Graaf .
Follikel de Graaf menghasilkan estrogen dimana tempat pembuatannya terdapat di
theca interna. Sebelum pubertas follikel de Graaf hanya terdapat pada lapisan dalam
dari kortek ovarium dan tetap tinggal dilapisan tersebut. Setelah pubertas juga
terbentuk dilapisan luar dari kortek. Karena liquor follikuli terbentuk terus maka
tekanan didalam follikel makin tinggi, tetapi untuk terjadinya ovulasi bukan hanya

7
tergantung pada tekanan tinggi tersebut melainkan juga harus mengalami perubahan
perubahan nekrobiotik pada permukaan follikel follikel.

Pada permukaan ovarium sel sel menjadi tipis hingga pada suatu waktu follikel
akan pecah dan mengakibatkan keluarnya liquor follikuli bersama dengan ovumnya
yang dikelilingi oleh sel sel cumulus oophorus. Keluarnya sel telur dari folikel de Graaf
disebut ovulasi. Setelah ovulasi maka sel sel granulosa dari dinding folikel mengalami
perubahan dan mengandung zat warna yang kuning disebut corpus luteum. Corpus
luteum mengeluarkan hormon yang disebut progesterone disamping estrogen.
Tergantung apakah terjadi konsepsi (pembuahan) atau tidak, corpus luteum dapat
menjadi corpus luteum graviditatum atau corpus luteum menstruationum. Jika terjadi
konsepsi, corpus luteum dipelihara oleh hormon Chorion Gonadotropin yang
dihasilkan oleh sinsiotrofoblas dari korion.1,2,4

Gambar 1. Ovarium dan perkembanganya5

C. SIKLUS MENTRUASI

8
Siklus menstruasi normal pada manusia dapat dibagi menjadi dua segmen : siklus
ovarium dan siklus uterus. Siklus ovarium lebih lanjut dibagi menjadi phase follikular
dan phase luteal, mengingat siklus uterus juga dibagi sesuai phase proliferasi dan
sekresi.

Siklus ovarium digolongkan seperti :


1. Phase follikuler, umpan balik hormonal menyebabkan matang follikel pada
tengah siklus dan mempersiapkan untuk ovulasi sebagaimana dijelaskan di
atas. Kurang lebih panjang phase folikuller antara 10 sampai 14 hari.
2. Phase luteal, waktu dari ovulasi sampai awal menstruasi, dengan waktu
kurang lebih 14 hari.2

Siklus endometrium dibagi menjadi 4 fase :


a. Fase menstruasi atau deskuamasi
Pada masa ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai dengan
perdarahan. Hanya lapisan tipis yang tinggal yang disebut dengan stratum basale,
stadium ini berlangsung 4 hari. Dengan mentruasi itu keluar darah, potongan potongan
endometrium dan lendir dari cervik. Darah tidak membeku karena adanya fermen yang
mencegah pembekuan darah dan mencairkan potongan potongan mukosa. Hanya kalau
banyak darah keluar maka fermen tersebut tidak mencukupi hingga timbul bekuan
bekuan darah dalam darah mentruasi.1,2

b. Fase post menstruasi atau stadium regenerasi


Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan endometrium secara berangsur
angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel sel
epitel kelenjar endometrium. Pada waktu ini tebal endometrium ± 0,5 mm, stadium
sudah mulai waktu stadium menstruasi dan berlangsung ± 4 hari.1,2

c. Fase intermenstruum atau stadium proliferasi

9
Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm. Fase ini
berlangsung dari hari ke 5 sampai hari ke 14 dari siklus mentruasi. Fase proliferasi
dapat dibagi dalam 2 subfase yaitu :

a. Fase proliferasi dini


Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke 4 sampai hari ke 7. Fase ini
dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel, terutama dari
mulut kelenjar. Kelenjar kebanyakan lurus, pendek dan sempit. Bentuk kelenjar ini
merupakan ciri khas fase proliferasi; sel sel kelenjar mengalami mitosis. Sebagian
sediaan masih menunjukkan suasana fase menstruasi dimana terlihat perubahan
perubahan involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk kuboid. Stroma padat dan
sebagian menunjukkan aktivitas mitosis, sel selnya berbentuk bintang dan lonjong
dengan tonjolan tonjolan anastomosis. Nukleus sel stroma relatif besar karena
sitoplasma relatif sedikit.1,2

b. fase proliferasi madya


Fase ini berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini merupakan
bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel permukaan yang berbentuk torak dan
tinggi. Kelenjar-kelenjar keluk dan bervariasi. Sejumlah stroma mengalami edema.
Tampak banyak mitosis dengan inti berbentuk telanjang (nake nucleus).2
c. Fase proliferasi akhir
Fase ini berlangsung pada hari ke 11 sampai hari 14. Fase ini dapat dikenal dari
permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar
membentuk pseudostratifikasi. Stroma bertumbuh aktif dan padat.
d. Fase pramenstruum atau stadium sekresi
Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke 14 sampai ke 28.
Pada fase ini endometrium kira kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah
menjadi panjang, berkeluk keluk dan mengeluarkan getah yang makin lama makin
nyata. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang kelak diperlukan

10
sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Memang tujuan perubahan ini adalah untuk
mempersiapkan endometrium menerima telur yang dibuahi. Fase ini dibagi atas:

e. Fase sekresi dini


Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada fase sebelumnya karena
kehilangan cairan, tebalnya ± 4 – 5 mm. Pada saat ini dapat dibedakan beberapa
lapisan, yaitu :

a. stratum basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang berbatasan


dengan lapisan miometrium. Lapisan ini tidak aktif, kecuali mitosis pada kelenjar.

b. stratum spongiosum, yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman seperti spons.


Ini disebabkan oleh banyak kelenjar yang melebar dan berkeluk keluk dan hanya
sedikit stroma di antaranya.

c. stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat. Saluran saluran kelenjar
sempit, lumennya berisi sekret dan stromanya edema.

f. Fase sekresi lanjut


Endometrium dalam fase ini tebalnya 5 – 6 mm. Dalam fase ini terdapat
peningkatan dari fase sekresi dini , dengan endometrium sangat banyak mengandung
pembuluh darah yang berkeluk keluk dan kaya dengan glikogen. Fase ini sangat ideal
untuk nutrisi dan perkembangan ovum. Sitoplasma sel sel stroma bertambah. Sel
stroma menjadi sel desidua jika terjadi kehamilan.1,2

11
Gambar 2. siklus ovarium dan endometrium 6

Dalam proses terjadinya ovulasi harus ada kerjasama antara korteks serebri,
hipotalamus, hipofisis, ovarium (hyopothalamic-pituitary-ovarian axis).

Kelenjar hipofisis tidak dapat membentuk dan mengeluarkan hormon


gonadotropin sendiri, tetapi harus dipengaruhi oleh hipotalamus. Hipotalamus sendiri
juga dipengaruhi oleh korteks serebri. Hipotalamus dan bagian posterior hipofisis atau
neurohipofisis dihubungkan secara neural, sedang hipotalamus dan bagian anterior
hipofisis atau adenohipofisis secara neurohumoral dengan sistem vaskuler yang khas
yang disebut sirkulasi portalhipofisis. Hipotalamus mempengaruhi adenohipofisis
dengan mengeluarkan zat yang disebut dengan releasing factor (RF) atau releasing
hormon (RH) yang dalam hal ini adalah LH dan FSH. Disamping itu hipotalamus juga
mengeluarkan zat yang menghambat adenohipofisis yang disebut dengan inhibiting
factor (IF) atau inhibing hormon (IH).

Hipotalamus menghasilkan faktor yang telah dapat diisolasi dan disebut


gonadotropin releasing hormone (Gn RH) yang dapat merangsang pelepasan FSH dan

12
LH. Tidak lama sesudah mentruasi mulai, pada fase follikuler dini, beberapa follikel
berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat. Meningkatnya FSH ini disebabkan
oleh regresi korpus luteum, sehingga hormon steroid berkurang. Dengan
berkembangnya follikel, produksi estrogen meningkat, dan ini menekan produksi FSH.
Pada saat ini LH juga meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya membantu
pembuatan estrogen dalam follikel. Perkembangan follikel berahir setelah kadar
estrogen dalam plasma meninggi. Pada awalnya estrogen meninggi secara berangsur
angsur, kemudian dengan cepat mencapi puncaknya. Ini memberikan umpan balik
positif terhadap pusat siklik dan dengan mendadak terjadi puncak pelepasan LH (LH-
surge) pada pertengahan siklus yang mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH yang
meninggi itu menetap kira kira 24 jam dan menurun pada fase luteal. Dalam beberapa
jam setelah LH meningkat, estrogen menurun dan mungkin inilah yang menyebabkan
LH menurun. Menurunnya estrogen mungkin disebabkan perubahan morfologik pada
follikel atau mungkin juga akibat umpan balik negatif yang pendek dari LH terhadap
hipotalamus. LH-surge yang cukup saja tidak menjamin terjadinya ovulasi; follikel
hendaknya pada tingkat yang matang agar dapat dirangsang untuk brovulasi. Pecahnya
folikel terjadi antara 16 – 24 jam setelah LH-surge.

Pada fase luteal, setelah ovulasi sel sel granulasa membesar membentuk vakuola
dan bertumpuk pigmen kuning (lutein), follikel menjadi korpus luteum. Vaskularisasi
dalam lapisan granulose juga bertambah dan mencapi puncaknya pada hari 8 – 9 setelah
ovulasi . Luteinized granulose cells dalam korpus luteum membuat progesterone
banyak, dan luteinized theca cells membuat pula estrogen yang banyak sehingga kedua
hormon itu meningkat pada fase luteal. Mulai 10 – 12 hari setelah ovulasi korpus
luteum mengalami regresi berangsur angsur disertai dengan berkurangnya kapiler
kapiler dan diikuti oleh menurunnya sekresi progesterone dan estrogen.

Masa hidup korpus luteum pada manusia tidak bergantung pada hormon
gonadotropin. Pada kehamilan hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh adanya
rangsangan dari Human Chorionic Gonadotropin (HCG) yang dibuat oleh

13
sinsiotrofoblast. Rangsangan ini dimulai pada puncak perkembangan korpus luteum (8
hari pasca ovulasi), waktu yang tepat untuk mencegah terjadinya regresi luteal. HCG
memelihara steroidogenesis pada korpus luteum hingga 9 – 10 minggu kehamilan.
Kemudian fungsi ini diambil alih oleh plasenta.1,2,7

Gambar 3. Siklus hormonal dalam menstruasi8

Dimana fungsi estrogen secara garis besar adalah :

1. Mempengaruhi hormone lain.


a. Menekan produksi hormone FSH dan menyebabkan sekresi LH

b. Merangsang pertumbuhan follikel didalam ovarium, sekalipun tidak ada


FSH.

2. Menimbulkan proliferasi dari endometrium baik kelenjarnya maupun


stromanya.

14
3. Mengubah uterus yang yang infantile menjadi matur.
4. Merangsang pertumbuhan dan menambah aktifitas otot otot tuba fallopi.
5. Servik uteri menjadi lembek, ostium uteri terbuka disertai lendir yang
bertambah banyak, encer, alkalis dan aselluler dengan pH yang bertambah
sehingga mudah dilalui spermatozoa.

Dan fungsi progesteron secara garis besar adalah :

1. Menyiapkan endometrium untuk implantasi blastokist.


Endometrium yang sudah dipengaruhi estrogen karena pengaruh progesterone
berubah menjadi desidua dengan timbunan glikogen yang makin bertambah
yang sangat penting sebagai bahan makanan dan menunjang ovum.

2. Mencegah kontraksi otot otot polos terutama uterus dan mencegah


kontraktilitas uterus secara spontan karena pengaruh oksitosin.

15
Gambar 4. Perubahan endometrium dan ovarium selama mestruasi.8

16
D. GANGGUAN MENTRUASI DAN SIKLUSNYA
Gangguan mentruasi dan siklusnya dapat digolongkan menjadi :
a. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada
mentruasi
1) Hipermenorea atau menoragia
Menoragia merupakan perdarahan menstruasi dengan jumlah darah mentruasi >
80 cc atau lamanya > 7 hari pada siklus yang teratur. Bila perdarahannya terjadi > 12
hari harus dipertimbangkan termasuk dalam perdarahan ireguler.9

Penderita menoragia dapat mengalami beberapa gejala seperti:

a. Pasien perlu mengganti pembalut hampir setiap jam selama beberapa hari
berturut-turut
b. Perlunya mengganti pembalut di malam hari atau pembalut ganda di malam
hari
c. Menstruasi berlangsung lebih dari 7 hari
d. Darah menstruasi dapat berupa gumpalan-gumpalan darah
e. Terdapat tanda-tanda anemia, seperti napas lebih pendek, mudah lelah, pucat,
kurang konsentrasi. 9
Etiologi :

Timbulnya perdarahan yang berlebihan saat terjadinya menstruasi (menorragia)


dapat terjadi akibat beberapa hal, diantaranya:

a. Adanya kelainan organik :

a) infeksi saluran reporduksi


b) kelainan koagulasi, misal : akibat von willebrand disease, kekurangan
protrombin, idiopatik trombositopenia purpura (itp), dll

17
c) disfungsi organ yang menyebabkan terjadinya menoragia seperti gagal hepar
atau gagal ginjal. penyakit hati kronik dapat menyebabkan gangguan dalam
menghasilkan faktor pembekuan darah dan menurunkan hormon estrogen.
b. Kelainan hormon endokrin misal akibat kelainan kelenjar tiroid dan kelenjar
adrenal, tumor pituitari, siklus anovulasi, Sindrome Polikistik Ovarium (PCOS),
kegemukan, dll

c. Kelainan anatomi rahim seperti adanya mioma uteri, polip endometrium,


hiperplasia endometrium, kanker dinding rahim dan lain sebagainya.

d. Iatrogenik : misal akibat pemakaian IUD, hormon steroid, obat-obatan


kemoterapi, obat-obatan anti-inflamasidan obat-obatan antikoagulan. 1,9

Gambar 5. Pengobatan menoragia. 10

18
Kontraindikasi PKK
1. Tromboplebitis atau tromboemboli.
2. Sebelumnya dengan tromboplebitis atau tromboemboli
3. Kelainan serebrovaskuler atau penyakit jantung koroner.
4. Diketahui atau diduga karsinoma mammae.
5. Diketahui atau diduga karsinoma endometrium.
6. Diketahui atau diduga neoplasma yang tergantung estrogen.
7. Perdarahan abnormal genitalia yang tidak diketahui penyebabnya.
8. Adenoma hepar, karsinoma atau tumor-tumor jinak hepar.
9. Diketahui atau diduga hamil.
10. Gangguan fungsi hati.
11. Tumor hati yang ada sebelum pemakaian pil kontrasepsi atau produk lain
yang mengandung estrogen.11

2) Hipomenorea

Hipomenore adalah perdarahan mentruasi dalam jumlah sedikit, ganti pembalut


1-2 kali/hari dengan jangka waktu < 3 hari. Etiologi kekurangan estrogen maupun
progesterone, stenosis hymen, stenosis serviks uteri, sinekia uteri (sindrom
asherman).9

b. Kelainan siklus
a. Polimenorea
Adalah siklus mentruasi lebih pendek dari biasanya (kurang dari 21 hari) dengan
perdarahan yang kurang lebih sama atau lebih banyak dari mentruasi biasanya. Siklus
seperti ini akan menyebabkan menstruasi yang lebih sering dan siklus yang lebih
banyak dalam setiap tahunnya. Dengan kata lain waktu antara ovulasi dan siklus
menstruasi berikutnya lebih pendek (pemendekan fase luteal).

19
Polimenorea dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang menyebabkan
gangguan ovulasi atau menyebabkan pemendekan fase luteal (sarwono,1982). Selain
itu dapat disebabkan :
a. Stress
Satu dari penyebab paling sering adalah stress. Dalam hal ini stress baik emosi
maupun lingkungan serta physical dapat menyebabkan imbalance normal hormonal di
tubuh yang menyebabkan iregulernya menstruasi.
b. Menopause
Fase mendekati menopause dapat kita sebut perimenopause yang akan mulai
terjadi adanya ketidakseimbangan hormonal.
c. Endometriosis
d. Sexual transmitted disease
Penatalaksanaan
Tidak ada tatalaksana secara langsung untuk menangani polimenorea. Terapi
ditujukan setelah diketahui penyebab terjadinya polimenorea. Beberapa terapi spesifik
seperti penggunaan PKK, management stress. Dan terapi terbaik bagi orang dengan
polimenorea dengan atau tidak disertai dengan penyakit lainnya adalah relax,
modifikasi gaya hidup dan exercise secara teratur.9

b. Oligomenorea

Mentruasi jarang, siklus panjang.Oligomenorrhoe terjadi kalau siklus lebih dari


35 hari. Sering terdapat pada wanita yang asthenis. Oligomenore yang menetap dapat
terjadi akibat dari perpanjangan stadium follikuler, perpanjangan stadium luteal, kedua
stadium di atas menjadi panjang. Kalau siklus sekonyong-konyong menjadi panjang
maka dapat disebabkan oleh : pengaruh psikis, pengaruh penyakit : tbc. Pada umumnya
oligomenore yang ovulatoar tidak memerlukan terapi. Kalau mendekati amenore maka
dapat diusahakan mengadakan ovulasi.9,12

20
Pada oligomenorea dasar dari terjadinya perdarahan ini adalah fase proliferasi
yang memanjang atau fase sekresi yang memanjang. Pada fase proliferasi yang
memanjang diberikan progesterone selama 10 hari, mulai hari ke 15 hingga hari ke 25
siklus mentruasi. Sedangkan pada fase sekresi yang memanjang progesterone diberikan
mulai hari ke 17 sampai hari ke 25.12,1

c. Amenorea

Amenorea adalah keadaaan tidak terjadinya menstruasi pada seorang wanita. Hal
tersebut normal terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan dan menyusui, dan
setelah menopause.

Amenorea dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu:

1. Amenorea fisiologik

Amenorea yang terdapat pada masa sebelum pubertas, masa kehamilan, masa
laktasi dan sesudah menopause.

2. Amenorea patologik

Lazimnya diadakan pembagian antara amenorea primer dan amenorea sekunder.


Amenorea primer, apabila seorang wanita berumur 16 tahun ke atas belum pernah
dapat mentruasi; sedang pada amenorea sekunder penderita pernah mendapat
mentruasi, tetapi kemudian tidak dapat lagi.

Amenorea primer merupakan suatu keadaan dimana tidak terjadi menstruasi pada
wanita yang berusia 16 tahun ke atas dengan karaktersitik seksual sekunder normal,
atau umur 14 tahun ke atas tanpa adanya perkembangan karakteristik seksual sekunder.
Amenorea primer terjadi pada 0.1 – 2.5% wanita usia reproduksi.

21
Sedangkan Amenorea sekunder adalah tidak terjadinya menstruasi selama 3
siklus padaoligomenorea atau 6 siklus setelah sebelumnya mendapatkan siklus
menstruasi biasa. Angka kejadian berkisar antara 1 – 5%.14

Gambar 6. Pembagian amenorea berdasarkan kompartemen.15

Penyebab amenorea dalam 4 kompartemen, yaitu:

- Kompartemen I : kelainan pada sistem syaraf pusat (hipotalamus).

- Kompartemen II : kelainan pada pituitri anterior

- Kompartemen III : kelainan pada ovarium.

- Kompartemen IV : kelainan terletak pada organ target uterus atau outflow tract.
15

22
c. Gangguan pada kompartemen I
1) Kehilangan berat badan, anoreksia, bulimia
Obesitas dapat diasosiasikan dengan amenorea, tetapi amenorea pada penderita
dengan obesitas biasanya berhubungan dengan anovulasi, dan keadaan
hipogonadotropin tidak dapat diketahui meskipun penderita juga didapatkan gangguan
emosional yang berat. Sebaliknya pengurangan berat badan secara mendadak, dengan
berbagai macam cara, dapat menyebabkan terjadinya keadaan hipogonadotropin.
Diagnosis dari keadaan amenorea hipotalamus ini juga merupakan hasil dari
disingkirkannya adanya tumor hipofisis.

Beberapa kondisi yang bisa menegakkan diagnosis anoreksia nervosa adalah:


umur berkisar antara 10-30 tahun, kehilangan berat badan 25% atau 15% di bawah
berat normal, adanya episode makan berlebihan (bulimia), overaktif, baradikardi,
amenorea, tidak ditemukan kelainan medis, tidak ditemukan gangguan psikiatri. perlu
pemberian program diet tinggi kalori (minimal 2600 kalori) dengan memberikan
kebiasaan makan yang benar. Bila perbaikannya berlangsung sangat lambat, terapi
hormon perlu dipikirkan. 14

d. Gangguan pada kompartemen II


Gangguan hipofisis anterior
1) Amenorea galaktorea
Wanita dengan hiperprolaktinemia secara khas muncul dengan galaktorea dan
berbagai keadaan gangguan menstruasi mulai dari menstruasi yang normal sampai
amenorea yang diikuti dengan infertilitas. Dasar dari sindrom ini adalah gangguan
endokrin berupa gangguan produksi releasing factor yang mengakibatkan terjadinya
penurunan FSHdan LH, dan gangguan produksi Prolaktin Inhibiting Factor dengan
akibat meningkatnya pengeluaran prolaktin. Karena hal tersebut terjadilah amenorea
dan galactorea. Penderita biasanya gemuk dan ditemukan atrofi alat alat genital.

23
Bromokriptin diketahui dapat digunakan untuk mengembalikan siklus ovulasi
dan fertilitas pada beberapa penderita dengan anovulasi hipotalamus, termasuk bila
mereka memiliki prolaktin darah yang normal. Di lain pihak, bromokriptin dan
klomifen sitrat dapat secara sinergi sebagai induksi ovulasi, kemungkinan karena
memiliki tempat kerja yang berlainan.1,14

e. Gangguan pada kompartemen III


1) Sindroma Turner
Pada tahun 1938 Turner mengemukakan 7 kasus yang dijumpai dengan sindroma
yang terdiri atas trias yang klasik, yaitu infantilisme, webbed neck, dan kubitus valgus.
Penderita-penderita ini memiliki genitalia eksterna wanita dengan klitoris agak
membesar pada beberapa kasus, sehingga mereka dibesarkan sebagai wanita.

Fenotipe pada umumnya ialah sebagai wanita, sedang kromatin seks negatif. Pola
kromosom pada kebanyakan mereka adalah 45-XO; pada sebagian dalam bentuk
mosaik 45-XO/46-XX. Angka kejadian adalah satu di antara 10.000 kelahiran bayi
wanita. Kelenjar kelamin tidak ada, atau hanya berupa jaringan parut mesenkhim
(streak gonads), dan saluran Muller berkembang dengan adanya uterus, tuba, dan
vagina, akan tetapi lebih kecil dari biasa, berhubung tidak adanya pengaruh dari
estrogen.

Selain tanda-tanda trias yang tersebut diatas, pada sindroma Turner dapat
dijumpai tubuh yang pendek tidak lebih dari 150 cm, dada berbentuk perisai dengan
puting susu jauh ke lateral, payudara tidak berkembang, rambut ketiak dan pubis sedikit
atau tidak ada, amenorea, koarktasi atau stenosis aortae, batas rambut belakang yang
rendah, ruas tulang tangan dan kaki pendek, osteoporosis, gangguan penglihatan,
gangguan pendengaran, anomali ginjal (hanya satu ginjal), dan sebagainya. Pada
pemeriksaan hormonal ditemukan kadar hormon gonadotropin (FSH) meninggi,

24
estrogen hampir tidak ada, sedang 17-kortikosteroid terdapat dalam batas-batas normal
atau rendah.1,14

Gambar 7. Sindrom turner. 16

f. Gangguan pada kompartemen IV

a. Anomali duktus Mulleri

Pada keadaan amenorea primer, diskontinuitas oleh gangguan/kelainan


segmental dari tubulus Mulleri harus disingkirkan. Observasi langsung dapat
menentukan ada tidaknya himen imperforata, obliterasi orifisium vaginae dan
adanya diskontinuitas kanalis vaginalis.

Merupakan suatu keuntungan bila mengetahui jenis kelainan sebelum koreksi


bedah dilakukan. Magnetic resonance imaging (MRI) dapat dilakukan untuk
mengetahui abnormalitas anatomik yang akurat.

b. Agenesis duktus Mulleri


Terhambatnya perkembangan duktus Mulleri (Mayer-Rokitansky-Kuster-
Hauser syndrome) merupakan diagnosis pada individu dengan keluhan amenorea

25
primer dan tidak terbentuknya vagina. Kelainan ini relatif sering sebagai penyebab
amenorea primer, lebih sering dari pada insensitifitas androgen kongenital dan lebih
jarang dibandingkan disgenesis gonad. Pada penderita sindroma ini tidak ada vagina
atau adanya vagina yang hipoplasi. Uterus dapat saja normal, tetapi tidak mempunyai
saluran penghubung dengan introitus, atau dapat juga uterusnya rudimenter, bikornu.

Speroff dkk lebih memilih alternatif untuk melakukan konstruksi bedah dengan
membuat vagina artifisial. Sebaliknya, Speroff menganjurkan penggunaan dilatasi
Mula-mula ke arah posterior vagina, dan kemudian setelah 2 minggu diubah ke arah
atas dari aksis vagina, tekanan dengan dilator vagina dilakukan selama 20 menit setiap
hari.

c. Insensitifitas androgen (Feminisasi testikuler)


Insensitifitas androgen komplit (sindroma feminisasi testikuler) merupakan
diagnosis yang paling mungkin bilamana terjadi kanalis vaginalis yang buntu dan
uterus tidak ada. Kelainan ini merupakan penyebab amenorea primer yang ketiga
setelah disgenesis gonad dan agenesis mullerian. Penderita dengan feminisasi testikuler
merupakan pseudohermafrodit pria. Kata pria disini, didasarkan pada gonad yang
dimiliki penderita; jadi individu ini memiliki testes dan kariotipe XY.
Pseudohermafrodit artinya bahwa alat genitalnya berlawanan dengan jenis gonad-nya;
jadi, individu tersebut secara fenotif wanita tetapi dengan tidak ada atau sangat
kurangnya rambut kemaluan dan ketiak.

Diagnosis klinik harus dipertimbangkan pada keadaan berikut:

a. Anak perempuan dengan hernia inguinal karena testes seringkali mengalami


parsial descensus
b. Penderita dengan amenorea primer dan tidak ada uterus
c. Penderita tanpa bulu-bulu di tubuh. 1,14

26
g. Perdarahan diluar mentruasi (perdarahan bukan mentruasi)

Adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 mentruasi. Perdarahan ini

tampak terpisah dan dapat dibedakan dari mentruasi (menoragia) atau 2 jenis

perdarahan ini menjadi satu (menometroragia).

Etiologi :

a. Sebab sebab organik

Perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada :

a) Serviks uteribseperti erosi portio, ulkus pada portio, dan karsinoma

servisis uteri.

b) Korpus uteri seperti polip endometrium, ab imminens, ab inkomplit, mola

hidatidosa.

c) Tuba faloopii seperti KET, sarkoma uteri dan mioma uteri

d) Ovarium sperti radang pada ovarium, tumor ovarium.

b. Sebab fungsional

Sebabnya tidak berkaitan dengan hal hal organik.

Patofisiologi

Sebagian besar disebabkan oleh persistensi folikel yang tidak pecah sehingga

tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasia

endometrium karena stmulasi esterogen terus menerus.

Gambaran Klinik

27
a. Perdarahan ovulatoar

Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi

tanpa adanya sebab organik, maka harus diperhatikan sebagai etiologinya :

a) Korpus luteum persisten dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang

kadang bersamaan dengan ovarium membesar.

b) Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,

menoragia atau polimenorea.

c) Apopleksia uteri pada wanita hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh

darah dalam uterus

d) Kelainan darah sperti anemia, gangguan mekanisme pembekuan darah.

b. Perdarahan anovulatoar

Stimulasi dengan esterogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Fluktuasi

kadar esterogen ada sangkut pautnya dengan jumlah folikel yang pada suatu waktu

fungsional aktif. Folikel folikel ini mengeluarkan esterogen sebelum mengalami

atresia. Endometrium dibawah pengaruh esterogen tumbuh terus dan dari endometrium

yang proliferatif kadang bisa tumbuh endometrium yang hiperplasia kistik. Jika

gambaran ini diperoleh dari sediaan kerokan maka dapat disimpulkan adalah perdarahn

anovulatoar.

Penatalaksanaan

28
a. Perdarahan uterus ovulatorik. Bentuk klinis perdarahan uterus

disfungsional ovulatorik adalah oligomenorea dan polimenorea. Pada oligomenorea

dasar dari terjadinya perdarahan ini adalah fase proliferasi yang memanjang atau fase

sekresi yang memanjang. Pada fase proliferasi yang memanjang diberikan

progesterone selama 10 hari, mulai hari ke 15 hingga hari ke 25 siklus mentruasi.

Sedangkan pada fase sekresi yang memanjang progesterone diberikan mulai hari ke 17

sampai hari ke 25.

Kelainan korpus luteum dapat berupa insufisiensi korpus luteum atau korpus

luteum persisten (memanjang).Bentuk klinis pada insufisiensi korpus luteum adalah

bercak pramentruasi dan polimenorea. Kedua kelainan ini diobati dengan progestron

mulai hari ke 17 hingga hari ke 26. Korpus luteum persisten akan menimbulkan bentuk

klinik oligomenorea, seperti juga pada oligomenorea yang lain, disini juga diberikan

progesterone mulai hari ke 15 hingga hari ke 25.

b. Perdarahan uterus anovulatorik. Perdarahan uterus disfungsional

kronik anovulatorik menampilkan gejala oligomenorea dan metroragia. Disini

oligomenorea diatasi dengan pemberian progesterone mulai hari ke 15 sampai hari ke

25. Metroragia diatasi dengan progesterone mulai hari ke 16 sampai hari ke 25.

Semua pengobatan tersebut diatas diberikan dalam 3 siklus. Perdarahan lucut

akan terjadi sekitar 2-3 hari paska penghentian obat.1

29
h. Gangguan lain dalam hubunganya dengan mentruasi

a. Dismenorea

Dismenorea adalah salah satu kreluhan ginekologi yang paling umum yang

biasanya disertai dengan kram pada bawah perut nyeri yang mungkin menyebar ke

paha dan punggung bawah yang merupakan gejala paling umum, juga disertai sakit

kepala, mual, sembelit atau diare, dan frekuensi kencing yang sering hadir, dan muntah.

Ada tiga jenis dismenore yaitu primer, sekunder,dan membranous dismenorea.

Dismenore primer ditandai oleh adanya etiologi organik, sementara dismenore

sekunder adalah terkait dengan penyakit tertentu atau gangguan, seperti

endometriosis,kista ovarium, penyakit radang panggul, adenomiosis, serviks stenosis,

polip fibroid. Dismenore membranous jarang dan menyebabkan nyeri kram hebat.

Prostaglandin sebagai penyebab primer dari dismenorea

Protaglandin (PG) adalah hormone seperti senyawa yang berfungsi sebagai

mediator dari berbagai respon fisiologis seperti peradangan, kontraksi otot, pelebaran

pembuluh darah, dan agregasi trombosit.

Hubungan antara symptom dismenorea dan produksi prostaglandin intrauterine

kembali pada laporan dari Pickles 40 tahun lalu, yang melaporkan bahwa ada

subsatansi pada cairan menstruasi yang mempengaruhi kontraksi dari otot polos uterus,

dimana ditemukan PGF2α dan PGE2 dengan rasio PGF/PGE tinggi pada endometrium

dan cairan menstruasi pada wanita dengan dismenorea primer. PGF2α dan PGE2

memiliki efek berlawanan pada vaskular yang menyebabkan vasokonstriksi dan

30
vasodilatasi. subtansi PGF2α menstimulasi kontraktilitas uterus selama siklus

menstruasi. PGE2 akan menghambat kontraktilitas miometrium selama mesntruasi dan

menstimulasinya pada fase proliferative dan fase luteal. Beberapa penelitian juga

menyebutkan bahwa wanita dengan dismenorea primer memiliki peninggian

konsentrasi PGF2α dan hal ini menyebabkan timbulnya hipotesis bahwa nyeri saat

menstruasi karna hipertonic dari miometrium yang menyertai iskemik uterus

disebabkan oleh pengeluaran sejumlah besar prostaglandin secara lokal.

Treatment convensional untuk dismenorea primer

Inhibitor syntesis PG (NSAID) sperti ibuprofen, asam mefenamat, naproxdn dan

indometachin mash digunakan sebagai tatalaksana dismenorea sejak 1970. Terkadang

penggunaan NSAID tidak mempan untuk mengatasi dismenorea, hal ini kemungkinan

disebabkan adanya dismenorea sekunder.

Management tatalaksana dismenorea dengan Essential Fatty Acid


Esential Fatty Acid (EFAs) seperti Linoleic Acid (LA) dan Gamma Linoleic Acid
( GLA) adalah suatu prekursor vital dari prostaglandin. Antiinfalamtory dari PG
dibentuk dari LA yang dikonversi menjadi GLA oleh enzim delta 6 desaturase (D6D)
dan kemudian menjadi dihomo gamma linoleic acid (DGLA). Nutrients yang dapat
meningkatkan conversi EFAs menjadi anti inflamatory PG termasuk magnesium, B6,
zinc, Niasin dan vitamin C. 16

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN GANGGUAN HAID

Penyebab pendarahan yang tidak normal bisa disebabkan oleh berbagai hal. Yang
paling umum adalah ketidakseimbangan hormon. Menstruasi terjadi karena adanya

31
hormon FSH, LH, estrogen, progesteron, prolaktin dan testosteron. Hormon FSH dan
LH itu keluar atas perintah hipotalamus dan hipotalamus memerintahkan indung telur
untuk mengeluarkan estrogen dan progesteron. Estrogen dan progesteron memiliki
pengaruh terhadap selaput dalam rahim untuk mengeluarkan darah mentruasi.
Seandainya regulasi ini bermasalah, outputnya jadi bermasalah juga.

Perubahan pola haid dipengaruhi usia seseorang, stres, pemakaian kontrasepsi,


penyakit pada ovarium misalnya: tumor, gangguan pada sistem saraf pusat-
Hipotalamus-Hipofisis.

Panjang siklus haid tidak sama untuk setiap wanita. Perubahan pola haid
normalnya terjadi pada kedua ujung siklus haid ,yaitu waktu remaja dan menjelang
menoupase. rata-rata pada gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun
ialah 27,1 hari dan pada wanita usia 55 tahun ialah 51,9 hari.

Kontrasepsi adalah suatu cara untuk mencegah kehamilan. Kontrasepsi biasanya


dipakai oleh wanita usia subur. Kontrasepsi mempengaruhi hormonal dan hipotalamus.
Dimana hipofisis mengeluarkan FSH dan LH. Hormon-hormon ini dapat merangsang
ovarium untuk membuat estrogen dan progesteron.
Dua hormone ini menumbuhkan endometrium pada waktu daur haid, dalam
keseimbangan yang tertentu menyebabkan ovulasi, dan akhirnya penurunan kadarnya
mengakibatkan disintegrasi endometrium dan haid

Gangguan di hipofisis, hal ini dapat membuat nekrosis karena spasme atau
thrombosis arteriola-arteriola pada pars anterior hipofisis. Dengan nekrosis fungsi
hipofisis terganggu dan menyebabkan menurunnya pembuatan hormon-hormon
gonadotropin, tireotropin, kortikotropin, somatotropin, dan prolactin.

Endometriosis atau adanya kelenjar atau stroma pada endometrium, hanya 10-20
% yang menyerang wanita yang aktif menstruasi.

Stres mempengaruhi fungsi normal menstruasi. Pada keadaan stres,

32
mengaktifkan hipotalamus menyekresikan CRH. CRH mempunyai pengaruh negatif
terhadap pengaturan sekresi GnRH. Pelepasan GnRH inilah menyebabkan pengeluaran
LH dan FSH sebagai hormon pengatur menstruasi

Stres diketahui merupakan faktor etiologi dari banyak penyakit salah satunya
menyebabkan stres fisiologis yaitu gangguan pada menstruasi. Kebanyakan wanita
mengalami sejumlah perubahan dalam pola menstruasi, stres melibatkan sistem
endokrinologi sebagai sistem yang besar peranannya dalam reproduksi wanita 5

BAB III

33
KESIMPULAN

a. Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik pada uterus yang
dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi disertai dengan deskuamasi (pelepasan)
dari endometrium
b. Ovarium dan uterus adalah organ organ yang berperan dalam siklus menstruasi
c. Dalam siklus menstruasi ada dua siklus yaitu siklus ovarium (fase folikuler dan
fase luteal) serta siklus ovarium(fase menstruasi, fase post menstruasi, fase
proliferasi dan fase sekresi) yang dipengaruhi oleh hormon hormon dari siklus
hipotalamus-hipofisis- ovarium
d. Gangguan haid dapat dibagi kedalam 4 golongan besar yaitu Kelainan dalam
banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid, gangguan siklus haid,
perdarahan diluar haid serta gangguan lain yang berhubungan dengan haid
e. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid dapat dibagi
menjadi hipermenorea dan hipomenorea
f. Gangguan siklus haid dapat dibagi menjadi oligomenorea, polimenorea dan
amenorea
g. Amenorea dapat dibagi berdasarkan etiologi pada organ yang terlibat yaitu
ovarium,hipotalamus, hipofisis dan uterus
h. Perdarahan diluar haid dikenal juga dengan istilah metroragia dan
menometroragia
i. Gangguan lain yang berhubungan dengan haid dapat termasuk didalamnya
dismenorea yang dapat dibagi menjadi dismenorea primer, sekunder dan
membranous dismenorea.

DAFTAR PUSTAKA

34
1. Berek, J.S. Reproductive Physiologi. In Berek & Novak’s Ginecology. 13 th
California: Lippincot William & Wilkins. 2002
2. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. EGC-Jakarta. 2005
3. Sherwood L. 2008. Human Physiology, From Cells to Systems. 7th ed. Belmont:
Brooks-Cole
4. Guyton, C. A. & Hall, J.E. Female Physiology Before Pregnancy and Female
Hormones. In: Textbook of Medical Physiology. 11 th. 2006
5. Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
UNSRI.2006. Perubahan Endometrium dalam Siklus Menstruasi.
6. Carrol University. 2006. Demos Uteroplacenta. Gambar . http://www.biog1105-
1106.org/demos/105/unit8/ovaryplacenta.
7. Suhargo, Listijani.2007. Histologi Reproduksi Wanita. Handout.
8. California State University. 1998. Mentsrual Cycle. Jurnal.
www.csun.edu/studenthealthcenter www. biologi.fst.unair.ac.id
9. POGI. 2006. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : POGI
Universitas Indonesia. Bentuk Sediaan Obat Hormonal Kontarsepsi. Artikel.
www.repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/3039
10. Wiknjosastro, H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi T. Perdarahan Dalam Kehamilan
Lanjur. Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,
2006
11. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Plasenta Previa, Antepartum
hemorrhage. In : Williams Obstetrics, 22st ed, Prentice Hall International Inc.
Appleton and Lange, Connecticut, 2001;
12. Chardonenns. 2001. Menstrual Cycle Disorders. Artiekl Clinique de la source
www.lasource.ch.
13. Mayo,Josep L. 1998. A Healthy Menstrual Cycle. Artikel CLINICAL
NUTRITION INSIGHTS. http://acudoc.com/Healthy%20Cycle.PDF

35
14. Silberstein, Taaly. Complication of Menstruation; Abnormal Bleeding in Current
Obstetric & Gynecologic Diagnosis Treatment. 9th edition. India. McGraw-Hill
Companies, Inc. 2003 ; 623-630.

36

Anda mungkin juga menyukai