Pendahuluan
2. Epidemiologi
Prevalensi penderita DM di seluruh dunia sangat tinggi dan cenderung meningkat
setiap tahun. Jumlah penderita DM di seluruh dunia mencapai 422 juta penderita pada
tahun 2014. Jumlah penderita tersebut jauh meningkat dari tahun 1980 yang hanya 180 juta
penderita. Jumlah penderita DM yang tinggi terdapat di wilayah South-East Asia dan
Western Pacific yang jumlahnya mencapai setengah dari jumlah seluruh penderita DM di
seluruh dunia. Satu dari sebelas penduduk adalah penderita DM dan 3,7 juta kematian
disebabkan oleh DM maupun komplikasi dari DM (WHO, 2016).
Penderita DM di Indonesia berdasarkan data dari IDF pada tahun 2014 berjumlah
9,1 juta atau 5,7 % dari total penduduk. Jumlah tersebut hanya untuk penderita DM yang
telah terdiagnosis dan masih banyak penderita DM yang belum terdiagnosis. Indonesia
merupakan negara peringkat ke-5 dengan jumlah penderita DM terbanyak pada tahun
2014. Indonesia pada tahun 2013 berada diperingkat ke-7 penderita DM terbanyak di dunia
dengan jumlah penderita 7,6 juta (Perkeni, 2015).
3. Diagnosis
Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standard NGSP,
sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi terhadap hasil pemeriksaan HbA1c.
Pada kondisi tertentu seperti: anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2-3 bulan
terakhir, kondisikondisi yang mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal
maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan ke
dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT) dan
glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa
antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl;
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam setelah
TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl
Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c
yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.
Pemeriksaan Penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus
Tipe-2 (DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan
gejala klasik DM yaitu:
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23 kg/m2) yang
disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik yang kurang.
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg atau mempunyai
riwayat diabetes mellitus gestasional (DMG).
e. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi).
f. HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j. Riwayat penyakit kardiovaskular.
Prognosis dari DM bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh pasien dalam
mengontrol kadar gula nya. Pasien dengan kontrol glikemik ketat (HbA1c < 7%), tanpa
disertai riwayat gangguan kardiovaskuler, dan juga tidak ada gangguan mikrovaskuler
serta makrovaskuler akan mempunyai harapan hidup lebih lama. Namun jika pasien
memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler dan telah menderita diabetes lama (≥ 15 tahun)
akan mempunyai harapan hidup lebih singkat, walaupun telah melakukan kontrol glikemik
ketak sekalipun (Khardori, 2017). DM dapat menyebabkan mortalitas dan morbiditas
karena dapat berkomplikasi pada penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal, gangguan
pembuluh darah perifer, gangguan saraf (neuropati), dan retinopati. Pengontrolan kadar
glikemik merupakan cara efektif untuk pencegahan DM (Khardori, 2017).
Khardori, R., 2017, Type 2 Diabetes Mellitus,
http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview, diakses pada 25 Agustus
2019.
6. Komplikasi
Komplikasi DM dibedakan menjadi 2 yaitu, komplikasi akut dan komplikasi kronik:
1. Komplikasi akut
Komplikasi metabolik DM disebabkan oleh perubahan yang relative akut dari
konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe-1
adalah ketosidosis diabetik (DKA). Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien
mengalami hipergilkemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan
lipolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda
keton yang merupakan awal dari DKA (Price, 2006).
2. Komplikasi kronis
Komplikasi vaskular jangka panjang ini meliputi mikroangiopati (pembuluh darah
kecil), dan makroangiopati (pembuluh darah sedang dan besar). Mikroangiopati
merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang glomerulus ginjal (nefropati
diabetik), kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), dan saraf-saraf perifer
(neuropati diabetik), kulit serta otot-otot.
Dalam keadaan hiperglikemia, yang terjadi adalah penebalan dari lapisan membran
dasar pembuluh darah. Hal ini dapat terjadi karena glukosa sebagai salah satu
komponennya dapat masuk pada sel-sel membran dasar tanpa insulin. Keadaan ini
dapat mengakibatkan timbulnya mikroaneurisma pada arteriola retina yang bisa
berakhir dengsn neovaskularisasi, perdarahan, bahkan jaringan parut. Selain itu,
hiperglikemia juga dapat meningkatkan sorbitol melalui jalur poliol. Sehingga dapat
menimbulkan katarak pada lensa mata. Jika terjadi penimbunan sorbitol dalam jaringan
saraf, maka kegiatan metabolik selsel schwan akan terganggu dan menyebabkan
neuropati.
Makroangiopati diabetikum yang umum terjadi adalah aterosklerosis.
Gangguannya berupa (1) penimbunan sorbitol dalam intima vaskular, (2)
hiperlipoproteinemia, dan (3) kelainan pembekuan darah. Akhirnya yang terjadi adalah
penyumbatan aliran darah (Price, 2005). Jika mengenai arteri-arteri perifer maka dapat
menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang ditandai dengan klaudikasio intermiten
dan gangren pada ekstremitas. Jika mengenai otak, maka dapat terjadi insufisiensi
serebral dan stroke. Jika mengenai arteri koronaria, maka dapat terjadi angina dan
infark miokardium
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC, Jakarta.