Anda di halaman 1dari 13

TUGAS 1 TINDAK PIDANA DALAM KUHP

KELAS B

ANALISIS KASUS KEJAHATAN


TENTANG
PEMBUNUHAN ANAK OLEH KEKASIH SANG IBU

PENYUSUN :

SALSABILA AURIEL ATALLAH


175010100111145

FAKULTAS HUKUM
2019

BERITA 1

M Rizki Bocah 3 Tahun Tewas Dianiaya


Kekasih Ibunya

Jum'at, 22 Februari 2019 - 17:13 WIB

BATAM - Muhamad Rizki seorang bocah


laki-laki berusia tiga tahun di Kecamatan
Lubuk Baja, Batam, Kepulauan Riau,
tewas saat dibawa ke rumah sakit, Kamis
malam 21 Februari 2019. Warga yang
curiga melihat luka memar dan lebam di
tubuh mungil Muhamad Rizki langsung
mendatangi Mapolsek Lubuk Baja guna
membuat laporan pada Kamis malam. Saat itu juga ibu korban Siti dan Andre
kekasihnya diamankan petugas Kepolisian dari Polsek Lubuk Baja.

“Berdasarkan laporan itulah polisi bergerak cepat dan langsung mengamankan Siti
Margareta ibu korban dan Andre Rifa pria muda yang merupakan kekasih Siti,” kata
Kapolsek Lubuk Baja Kompol Yunita Stevani, Jumat (22/2/2019).

Menurut Kapolsek, dari hasil pemeriksaan diketahui jika Rizki tewas setelah sehari
sebelumnya mengalami penganiayaan yang dilakukan Andre kekasih Siti. Tubuh
mungil Rizki diinjak bahkan dipukul dan ditendang Andre.
“Dari hasil visum sementara diketahui terdapat banyak luka lebam di bagian kepala,
dagu, punggung dan dada korban. Ada dugaan tulang bagian belakang Rizki juga
mengalami patah akibat diinjak dan ditendang pelaku,” timpal Kapolsek

Saat ini jenazah Muhamad Rizki sudah dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk
diautopsi. Sementara Andre dan Siti masih diperiksa secara intensif di Unit Reskrim
Polsek Lubuk Baja, Batam.

BERITA 2

Bocah Tewas Dianiaya Kekasih Ibunya,


Pelaku Kesal Korban Kerap Menangis
Sabtu, 23 Februari 2019 - 08:50 WIB

BATAM - Motif kematian Muhamad Rizki, bocah tiga tahun yang tewas di tangan
kekasih ibunya, menemui titik terang. Setelah diperiksa secara intensif oleh polisi,
pelaku Andre Rifa mengakui perbuatannya.

Ironisnya nyawa bocah malang ini melayang hanya karena alasan sepele. Andre
mengaku kesal karena korban kerap menangis saat tinggal berdua di rumah kos
sehingga tega menganiayanya.

Selama satu pekan tinggal di rumah kos di Jalan Flamboyan, Blok 6, Lubuk Baja,
Batam, hampir setiap hari korban mendapat penganiayaan dari pelaku. Tak hanya
dipukul, tubuh mungil Rizki juga diinjak dan di tendang pelaku.

Akibatnya korban mengalami sesak napas. Andre yang ketakutan meminta bantuan
warga membawa Rizki ke rumah sakit. Sayangnya saat di perjalanan nyawa anak
yatim inipun tak tertolong lagi.

Rizki baru satu pekan tinggal bersama ibunya setelah sang ayah meninggal 1 tahun
lalu. Sebelumnya, Rizki tinggal bersama bibinya di kawasan Batam Center. Andre
sudah enam bulan hidup serumah dengan Siti Margareta, ibu kandung Rizki.

Sementara itu rumah kos yang juga menjadi tempat kejadian perkara penganiayaan
korban dalam kondisi terkunci. Siti Margareta, ibu korban saat ini masih diperiksa
polisi terkait kematian anaknya di Mapolsek Lubuk Baja, Batam.
Analisis Kasus: Tindak Pidana Penganiayaan yang
Mengakibatkan Pembunuhan

I. Posisi Kasus

 Pelaku Tindak Pidana


Nama : Andre
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tinggal : Flamboyan Nomor 13 Baloi Blok VI Batam
Kepulauan Riau
Motif : Pelaku kesal karena anak dari kekasihnya
menangis dan rewel terus menerus
Waktu : kamis, 21 Februari 2019
TKP : Rumah kos kekasih tersangka

 Korban
Nama : M. rizky
Umur : 3 tahun 3 bulan
Jenis Kelamin : laki-laki
Tempat Tinggal : Flamboyan Nomor 13 Baloi Blok VI Batam,
Kepulauan Riau

II. Analisis Kasus


A. Unsur Tindak Pidana
 Unsur Objektif :
- Menghilangkan nyawa seseorang (pembunuhan) dengan penganiayaan
- Perbuatan dilakukan oleh satu orang: kekasih sang ibu (Andre)
- Timbul akibat: mati

 Unsur Subjektif
- “dengan sengaja”

 Unsur dalam Rumusan Undang-Undang


Berdasarkan kasus, pelaku dijerat dengan pasal 351 ayat 3 KUHP.
Pasal 351KUHP:

Pasal 351 KUHP:

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam


dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 351 ayat 3 “(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.”

Kwalifikasi: Penganiayaan yang mengakibatkan lukaberat hingga mati


Subjek Hukum: Seorang kekasih sang ibu
Sanksi : Pidana penjara paling lama tujuh tahun

1. Seorang Ibu
Yang dimaksud dengan ”seorang kekasih sang ibu” dalam pasal ini ialah
orang atau subyek hukum yang melakukan tindak pidana, dapat dimintai
pertanggungjawaban, serta tidak ada dasar pemaaf dan pembenar, yakni Andre.
Dengan demikian unsur ini terpenuhi.

2. Kesal karena anak dari kekasihnya kerap menangis


Pada kasus ini, unsur “Kesal karena anak dari kekasihnya kerap menangis ”
menjadi motif atau alasan atas perbuatannya. Dengan demikian unsur ini
terpenuhi.

3. Mengaku kesal karena korban kerap menangis saat tinggal


berdua di rumah kos sehingga tega menganiayanya
Pada kasus ini, jelas terbukti bahwa Andre dengan sengaja menganiaya M. Rizky
dengan cara dipukul, tubuh mungil Rizki juga diinjak dan di tendang pelaku.
Akibatnya korban mengalami sesak napas. Dengan demikian unsur ini terpenuhi.
Karena semua unsur dari pasal 351 ayat 3 KUHP terpenuhi, maka
Andre dapat dipidana berdasarkan pasal 351 ayat 3, delik
penganiayaan yang mengakibatkan mati.

B. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) KUHP


Pasal 1 ayat (1) KUHP:
“ Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana
dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.”

Berdasarkan pasal tersebut, terkandung asas “Nullum delictum, nulla poena


sine praevia lege poenalli” atau asas legalitas, yaitu tidak ada suatu tindak
pidana yang dapat dipidana tanpa ada peraturan tertulis yang mengaturnya
terlebih dahulu. Dalam pasal 1 ayat (1) tersebut mengandung tiga prinsip,
yaitu :

1. Aturan Hukum Pidana Harus Tertulis


Bahwa aturan hukum pidana harus merupakan aturan yang dibuat oleh
badan legislatif atau disebut juga produk legislatif.

2. Larangan Berlaku Surut


Maka seseorang dalam melakukan suatu tindakan tidak perlu merasa
terikat pada undang-undang yang tidak diancam pidana walaupun kelak
ditentukan sebagai tindak pidana sebab tidak ada undang undang yang
berlaku surut atau mundur waktunya.

3. Larangan Penggunaan Analogi


Bahwa dilarang dalam menyelesaikan suatu perkara yang sebenarnya tidak
terdapat perumusannya dalam ketentuan tertulis dengan menggunakan
pasal yang mirip dengan kejahatan itu.

Berdasarkan kasus pembunuhan anak diatas, maka tersangka dapat


dikenakan hukuman sebab telah ada peraturan tertulis yang mengatur
larangan pembunuhan sebelum tindak pidana dilakukan, yaitu pasal 351
ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan pembunuhan
yang terdapat dalam Bab XX Buku Kedua Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.

C. Berdasarkan Tempus Delicti

Tempus Delicti adalah keberlakuan hukum pidana menurut waktu. Tujuan


ditentukannya tempus adalah agar pada saat terjadinya tindak pidana dapat
ditentukan:
 Sudah ada atau belum peraturan yang mengaturnya (Pasal. 1 ayat (1)
KUHP)
 Apabila ada perubahan peraturan, UU mana yang berlaku (Pasal 1
ayat (2) KUHP)
 Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atau tidak (Pasal 44
KUHP)
 Sudah berumur 16 tahun atau belum (Pasal 45 KUHP)
 Batas waktu pengajuan delik aduan (Pasal 74 KUHP)
 Batas waktu menarik kembali aduan (Pasal 75 KUHP)
 Daluarsa (Pasal 79 KUHP)

Terdapat empat teori Tempus Delicti, yaitu:

1. Teori perbuatan fisik


Teori ini menyatakan bahwa delik terjadi pada waktu perbuatan fisik
dilakukan. Maka dalam kasus ini, perbuatan fisik terjadi pada hari
kamis, 21 Februari 2019.

2. Teori bekerjanya alat yang digunakan


Teori ini menyatakan bahwa delik terjadi pada waktu bekerjanya alat
yang digunakan. Dalam kasus ini, pelaku tidak secara langsung
menggunakan suatu alat untuk membunuh anak sang kekasih, sehingga
tidak ditemukan tempus delicti berdasarkan bekerjanya alat.

3. Teori akibat
Teori ini menyatakan bahwa delik terjadi ketika akibat dari perbuatan
yang dilakukan pelaku telah mendapatkan hasil. Dalam kasus ini, bayi
meninggal pada hari yang sama saat perbuatan fisik dilakukan, yaitu
hari kamis, 21 Februari 2019.

4. Teori waktu yang jamak


Teori ini menyatakan bahwa terjadinya delik pada saat gabungan
antara ketiga waktu diatas. Karena perbuatan fisik dan terjadinya
akibat terjadi di hari dan tanggal yang sama, maka berdasarkan teori ini,
tempus delictinya adalah kamis, 21 Februari 2019.

D. Berdasarkan Locus Delicti

Locus Delicti adalah keberlakuan hukum pidana menurut tempat. Locus


adalah lokasi tindak pidana terjadi. Penentuan locus bertujuan untuk
menentukan :
 Apakah hukum pidana Indonesia berlaku dalam tindak pidana
tersebut (Pasal 2-8 KUHP)
 Kompetensi pengadilan yang berhak mengadili perkara tersebut,
kompetensi terbagi menjadi:
o Kompetensi absolut
Untuk menentukan pengadilan apa yang berhak mengadili
perkara tersebut. Dalam kasus adalah pengadilan Umum.
o Kompetensi relatif
Untuk menentukan pengadilan mana yang berhak mengadili
perkara tersebut. Dalam kasus ini, yang berhak mengadili
perkara adalah Pengadilan Negeri Kota Batam, Kepulauan
Riau.
Terdapat empat teori Locus Delicti, yaitu:
1. Teori perbuatan fisik
Teori ini menyatakan bahwa delik terjadi dimana perbuatan fisik
dilakukan. Maka dalam kasus ini, perbuatan fisik terjadi di dalam
rumah kos kekasih pelaku, yang berada di Batam, Kepulauan Riau.

2. Teori bekerjanya alat yang digunakan


Teori ini menyatakan bahwa delik terjadi dimana alat yang digunakan
sudah bekerja. Dalam kasus ini, pelaku tidak secara langsung
menggunakan suatu alat untuk membunuh anaknya, sehingga tidak
ditemukan locus delicti berdasarkan bekerjanya alat.

3. Teori akibat
Teori ini menyatakan bahwa delik terjadi dimana akibat dari
perbuatannya telah mendapatkan hasil. Dalam kasus ini, akibat yang
muncul adalah meninggalnya bayi dari pelaku ketika berada di dalam
rumah kos kekasih pelaku, yang berada di Batam, Kepulauan Riau.

4. Teori tempat yang jamak


Teori ini menyatakan bahwa terjadinya delik dimana gabungan antara
ketiga tempat di atas. Karena perbuatan fisik dan terjadinya akibat
terjadi di tempat yang sama, maka berdasarkan teori ini, locus
delictinya adalah rumah kos kekasih pelaku, yang berada di Batam,
Kepulauan Riau.

E. Asas Berlakunya KUHP

Dalam kasus ini, asas yang digunakan adalah Asas Teritorial.


Berdasarkan Pasal 2 KUHP dan diperluas dengan Pasal 3 KUHP.
Pasal 2 KUHP: “Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam
Indonesia.”
Menentukan wilayah dengan hubungannya dengan berlakunya aturan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia terkait dengan batas-batas
wilayah tindak pidana terjadi.
Yang termasuk didalamnya yaitu:
 Wilayah Indonesia sebagai wilayah berlakunya hukum pidana
Indonesia
 Wilayah Indonesia sebagai pelaku tindak pidana terjadi
 Wilayah Indonesia sebagai tempat tindak pidana terjadi

Berdasarkan Kasus, tindak pidana yang terjadi adalah diFlamboyan


Nomor 13 Baloi Blok VI Batam, Kepulsusn Riau yang merupakan
wilayah daratan Indonesia sehingga memiliki syarat untuk disebut
wilayah Indonesia, sehingga dapat diberlakukan hukum pidana
Indonesia, yakni KUHP.

F. Penggolongan Tindak Pidana


1. Delik materiil
Karena delik ini di dalam perumusannya memuat suatu akibat yang
ditimbulkan oleh tindak pidana yang dilakukan oleh Andre, sedangkan
bagaimana perbuatan tersebut dilakukan tidak begitu dipentingkan, tapi
dalam beberapa hal dapat menjadi pertimbangan hakim dalam
membuat putusan.

2. Delik kejahatan
Karena penganiayaan yang mengakibatkan kematian masuk dalam
kategori kejahatan yang diatur di dalam buku II Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP).

3. Delik komisionis
Karena tindak pidana dalam Pasal 351 Ayat (3) KUHP melanggar
larangan dengan perbuatan aktif, yakni menganiaya sang anak
kekasihnya dengan dipukul dan ditendang hingga mengalami sesak
nafas dan meninggal.

4. Delik dolus
Karena tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian
yang dilakukan Andre dilakukan dengan unsur kesengajaan, yang juga
terpenuhi pada pasal 351 ayat (3) KUHP.

5. Delik biasa (delik laporan)


Karena tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian
dalam hal penuntutannya tidak memerlukan pengaduan dari korbannya
atau orang-orang tertentu yang ditentukan oleh undang-undang.
Namun penuntutannya dapat terjadi cukup dengan adanya laporan dari
setiap orang yang melihat atau mengetahui tindak pidana tersebut.

6. Delik selesai
Karena tindak pidana yang dilakukan Andre hanya terdiri dari satu
perbuatan saja yang selesai dalam suatu waktu yang singkat dan tidak
berlanjut terus.

7. Delik berdiri sendiri


Karena tindak pidana yang dilakukan oleh Andre hanya terdiri dari
satu delik yang berdiri sendiri, yaitu menganiaya anak kekasihnya
dengan dipukul dan ditendang hingga mengalami sesak nafas dan
meninggal.

8. Delik tunggal
Karena pembunuhan yang dilakukan oleh andre terhadap anak
kekasihnya hanya dilakukan sebanyak satu kali dan tidak
berulang-ulang.

9. Delik bukan politik (delik komun)


Karena tindak pidana yang dilakukan oleh Andre tidak memiliki tujuan
politik yang dapat mengancam keamanan dan keselamatan negara.

G. Ajaran Kausalitas

Kausalitas digunakan untuk mencari perbuatan yang menyebabkan


timbulnya suatu akibat. Kausalitas merupakan ajaran sebab akibat yang
diperlukan dalam delik-delik tertentu saja, seperti:
 delik materil,
 delik omisi tak murni/semu,
 delik yang dikualifikasi yang ditimbulkan oleh suatu akibat (delik
kualifisir ).
Kasus pembunuhan ini merupakan delik materil, sehingga dapat
dirumuskan kausanya. Adapun kausa yang menimbulkan akibat dalam
kasus ini adalah:
Perkenalan Andre dengan sang kekasih yang sudah mempunyai anak.
Mengakibatkan andre kesal karena perbuatan sang anak yang kerap
menangis.

H. Melawan Hukum

Bersifat melawan hukum (wederechtelijk) berarti bertentangan dengan


hukum, tidak sesuai dengan hukum, dimana yang dimaksud hukum adalah
hukum positif.
Menurut KUHP, melawan hukum dikenal dengan istilah secara tanpa hak,
secara bertentangan dengan kewajibannya, serta bertentangan dengan
kewajiban orang lain menurut undang-undang, secara bertentangan dengan
kewajiban umum. Jika suatu perbuatan sudah memenuhi unsur-unsur
dalam KUHP, perbuatan tersebut pasti termasuk perbuatan melawan
hukum.
Terdapat dua aliran melawan hukum, yaitu:
1. Aliran Formil
Dalam aliran ini, melawan hukum itu diartikan sebagai konstitutif
elemen tiap peristiwa pidana. Sehingga apabila suatu kelakuan
memenuhi unsur dalam ketentuan pidana yang bersangkutan (secara
formil), baik kata melawan hukum ditulis (harus dibuktikan)
maupun tidak tertulis (tidak perlu dibuktikan) dalam undang-undang,
maka kelakuan tersebut sah dikatakan sebagai tindak pidana.
Berdasarkan pasal 351 ayat (3) KUHP yang digunakan dalam kasus
ini:
“(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun”

Dalam kasus, ternyata memenuhi semua unsur yang terdapat dalam


pasal, maka dinyatakan sah sebagai tindak pidana. Dalam pasal 351
ayat (3) KUHP tidak terdapat unsur melawan hukum sehingga tidak
perlu dibuktikan secara terperinci, namun dengan terpenuhinya
semua unsur dalam pasal, maka dapat perbuatan tersebut dikatakan
“melawan hukum”.
2. Aliran Materil
Melawan hukum sebagai unsur yang tidak hanya melawan hukum
tertulis, tetapi juga sebagai suatu unsur yang melawan hukum yang
tidak tertulis, yaitu yang melawan asas-asas hukum umum.

Dalam kasus, pembunuhan anak yang dilakukan oleh pelaku juga


tidak dapat diterima oleh umum (hukum tidak tertulis), sehingga
memenuhi unsur melawan hukum.

I. Kesalahan dan Pertanggungjawaban Pidana

Kesalahan dalam arti luas adalah dolus (kesengajaan) dan culpa


(kelalaian).
1. Kesengajaan/Dolus
Adalah kehendak untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong
oleh pemenuhan nafsu (motif). Untuk mewujudkan tindakannya, ada
tiga tahapan yaitu adanya motif, adanya kehendak, dan adanya
tindakan. Kesengajaan terbagi atas :

 Kesengajaan dengan dasar mengetahui, termasuk delik formil


 Kesengajaan dengan dasar menghendaki, termasuk delik materil
Kasus pembunuhan ini termasuk kedalam kesengajaan dengan dasar
menghendaki, sebab menghendaki akibat yang terjadi dari
tindakannya yaitu hilangnya nyawa seorang anak tersebut.

Gradasi kesengajaan yaitu :

 Kesengajaan dengan maksud, adalah terjadinya suatu tindakan


atau akibat tertentu adalah perwujudan dari maksud atau tujuan
dan pengetahuan pelaku
 Kesengajaan dengan kesadaran tujuan yang pasti mengenai
tujuan/keharusan/akibat perbuatan
 Kesengajaan dengan menyadari kemungkinan (kesengajaan
bersyarat)
Kasus pembunuhan ini termasuk dalam kesengajaan dengan
maksud. Karena pelaku menghendaki kematian anak tersebut. Hal
ini ditunjukkan dari tindakan pelaku yang sengaja menganiaya
dengan cara memukul dan menendang anak tersebut
hinggameninggal dunia.

J. Poging

Poging atau percobaan adalah perluasan tindak pidana karena


membahayakan suatu kepentingan meskipun tindakan tersebut tidak
memenuhi seluruh unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan atau
dirumuskan.
Pasal 53 Ayat (1) KUHP: Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika
niat untuk itu telah ternyata dari adanya pemulaan pelaksanaan, dan
tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan
karena kehendaknya sendiri.
Berdasarkan pasal tersebut, syarat poging (percobaan) yaitu:
 Niat
 Adanya permulaan pelaksanaan tindakan
 Pelaksanaan tindakan tidak selesai bukan karena kehendaknya
sendiri

Dalam kasus ini sebenarnya tidak ada percobaan (poging) karena


perbuatan tersebut merupakan delik yang telah selesai. Sedangkan
dikatakan percobaan apabila akibatnya tidak selesai atau tidak tercapai.

Anda mungkin juga menyukai