Anda di halaman 1dari 23

ARSITEKTUR NUSANTARA DAN ACEH

Arsitektur Kolonial Belanda Di Jakarta (Museum Fatahillah)

Disusun Oleh:

Kelompok 5

Desty Vidia Putri (160160007)

M. Aris Munandar (170160028)

Cut Sulma Mushviera (180160059)

Lukmanul Hakim (180160085)

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

LHOKSEUMAWE

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan karunia-Nya telah
memungkinkan kami untuk menyelesaikan Laporan Arsitektur Nusantara Dan Aceh.
Shalawat dan salam juga tak lupa kami hanturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang
telah menjadi motivator dan inspirator bagi kita semua.
Begitu banyak hal yang kami dapatkan dari mata kuliah ini, namun itu semua tidak
terlepas dari berbagai pihak yang telah membantu sehingga kami dapat mempersembahkan
laporan sederhana ini. Adapun laporan ini merupakan salah satu penilaian dari mata kuliah
“Arsitektur Nusantara Dan Aceh”.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang secara
langsung maupun tidak langsung telah membantu kami menyusun laporan ini. Terutama
kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Arsitektur Nusantara Dan Aceh, yang bersedia
memberikan saran dan masukan kepada kami.

Lhokseumawe, 1 oktober 2019

penulis

2
DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................1
KATA PENGANTAR..................………………………………………………………..........2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.............……………………………………………....….……........4

1.1 LATAR BELAKANG.................……………………………………………….4-5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………........................……………...6

2.1 LATAR BELAKANG BERDIRINYA MUSEUM FATAHILLAH...…...........6-12


2.2 SEJARAH MUSEUM FATAHILLAH.............……………………………...12-15
2.3 PERATURAN DAERAH ………….………..……………………...............15-16
2.4 LOKASI DAN DATA FISIKMUSEUM FATAHILLAH………...................17-18
2.5 KARAKTER SPASIAL………………………………………………...........18-20
2.6 KARAKTER VISUAL BANGUNAN MUSEUM FATAHILLAH......................21

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………......22

3.1 KESIMPULAN ………………………………………………………….............22

DAFTAR
PUSTAKA..............................................................................................................23s

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Gambar.1 museum fatahillah

Museum Fatahillah merupakan aset wisata sejarah di Jakarta. Museum Fatahillah atau
orang lebih mengenal dengan sebutan Museum Sejarah Jakarta terletak di Jalan Taman
Fatahillah no 2, Jakarta Utara Telepon : (62 21) 6901483. Nama Museum Fatahillah diambil
dari nama taman dihalaman Museum Fatahillah. Museum ini menyimpan banyak hal untuk
diceritakan dari masa lalu. Mulai dari perjalanan sejarah Jakarta, hasil penggalian arkeologi
di kawasan Jakarta, mebel antik dari abad ke-18, keramik, gerabah, hingga batu prasasti.
Terdapat juga berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak.Bahkan
kini juga diletakkan patung Dewa Hermes (menurut mitologi Yunani, merupakan dewa
keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang) semula terletak di perempatan
Harmoni dan meriam Si Jagur dianggap mempunyai kekuatan magis.Museum Fatahillah juga
sudah dilengkapi beberapa fasilitas sehingga cocok sekali untuk dikunjungi wisatawan
domestik maupun mancanegara (Modul Museum Fatahillah, 2008: 15).
Daya tarik Museum fatahillah yaitu mempunyai keistimewaan koleksi
keanekaragaman benda-benda bersejarah, seperti benda-benda arkeologi masa Hindu,
Buddha, hingga Islam, benda-benda budaya peninggalan masyarakat Betawi, aneka mebel
antik mulai abad ke-18 bergaya Cina, Eropa, dan Indonesia, gerabah, keramik, dan prasasti.
Koleksi benda-benda tersebut dipamerkan diberbagai ruang Museum Fatahillah Jakarta,
seperti Ruang Prasejarah, Ruang Jakarta Masa Kini, Ruang Prasasti, Ruang Joen Pieter Zoon
Coen. Bagi pengunjung untuk menikmati koleksi museum akan dimudahkan oleh tata pamer
Museum Sejarah Jakarta. Tata pamer tersebut dirancang berdasarkan kronologi sejarah, yakni
dengan cara menampilkan sejarah Jakarta dalam bentuk display. Koleksi-koleksi tersebut
ditunjang secara grafis oleh foto-foto, gambar-gambar dan sketsa, peta, dan label penjelasan

4
agar mudah dipahami berdasarkan latar belakang sejarahnya.Selain itu, museum ini juga
memamerkan benda-benda bersejarah lainnya seperti uang logam zaman VOC, aneka
timbangan atau dacinan, meriam Jagur dianggap mempunyai kekuatan magis, serta bendera
dari zaman Fatahillah.Selain itu, pengunjung juga melihat lukisan-lukisan karya Raden Saleh,
peta-peta kuno, dan sebuah foto Gubernur VOC bernama J.P. Coen (Dinas Kebudayaan dan
Permuseuman, 2006: 25).

Gambar.2 koleksi keanekaragaman benda-benda bersejarah

Potensi Museum Fatahillah yaitu sebagai obyek wisata adalah sisi perkembangan
Kota Jakarta kuno hingga modern ini. Di kawasan ini terlihat adanya sungai sebagai poros
kota, benteng, kawasan Pecinan, perdagangan, pusat pemerintahan, dan permukiman.
Membawa wisatawan mengembara mengenang dan melihat bagaimana Jakarta berkembang
tentu amat menarik.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Latar Belakang Berdirinya Museum Fatahillah

Gambar.3 museum fatahillah

Sejarah Kota Tua Jakarta dimulai dari sebuah pelabuhan yang kini dikenal sebagai
Sunda Kalapa.Pelabuhan ini pernah dikenal berbagai bangsa di dunia sebagai pelabuhan
dagang internasional termegah di Asia Tenggara. Fa Hsien pengelana Cina pada abad ke-5 M
menceritakan bahwa di bentangan Teluk Jakarta terdapat sebuah wilayah kekuasaan yang
disebut “To-lo-mo” atau Tarumanegara. Hal ini juga terdapat di dalam kronik Dinasti Tang
yang menyebutkan tentang kedatangan utusan-utusan kerajaan To-lo-mo (penyebutan orang-
orang Cina terhadap Ta-ru-ma) pada tahun 525, 528, 666 dan tahun 669 M ke negeri
Cina.To-lo-mo disamakan dengan ucapan lidah orang-orang Cina untuk negeri Ta-ru-ma atau
Tarumanegara.
Sagimun (1988:34) juga menjelaskan, bahwa kerajaan Taruma-negara atau Taruma
berasal dari kata tarum, yaitu sejenis tumbuh-tumbuhan yang daunnya dibuat nila, yakni
bahan cat biru dari daun tarum (indigofera).Nila sering digunakan untuk mewarnai kain atau
sejenisnya. Kata tarum juga dipergunakan sebagai nama sungai di Jawa Barat, yaitu Citarum.
Jika kita perhatikan secara geografis, maka letak kerajaan Tarumanegara itu memang terletak
di aliran Citarum.
Kerajaan Tarumanegara dengan rajanya yang terkenal, Purnawarman, wilayah
kekuasaannya meliputi kawasan Jakarta, Bekasi, Banten, dan Citarum. Hal ini dapat di
ketahui dari tujuh buah prasasti yang ditemukan di kawasan Bogor, Banten dan Jakarta, yakni
prasasti Ciaruteun, Jambu, Kebon Kopi, Muara Cianteun, Lebak, dan prasastiTugu. Prasasti
yang terakhir inilah yang paling banyak memberikan keterangan dan petunjuk mengenai
kerajaan Hindu tertua di pulau Jawa, yaitu Tarumanegara.
Prasasti Tugu ditemukan pada tahun 1878 di Kampung Batu Tumbuh, Desa Tugu,
Kelurahan Semper, Kecamatan Cilincing, sebelah Tenggara Tanjung Priok, Jakarta Utara.

6
Pada 1910, prasasti ini dipindahkan ke Museum Pusat (Kini Museum Nasional/ Museum
Gajah), dan replica-nya masih dapat kita saksikan di Museum Sejarah Jakarta atau Museum
Fatahillah.
Setelah Raja Purnawarman wafat, tidak diketahui siapa pengganti baginda.Selama
beberapa abad kerajaan Tarumanegara seolah hilang begitu saja dan kerajaan ini mengalami
masa kegelapan di dalam sejarah.Hal ini karena tidak ada satupun sumber sejarah (seperti
prasasti atau batu bertulis) yang menceritakan tentang aktivitas kehidupan manusia di Jawa
Barat setelah Tarumanegara mengirimkan utusannya yang terakhir pada 669 M ke negeri
Cina.
Rupanya kerajaan Tarumanegara telah dikalahkan oleh suatu kekuasaan luar.Namun,
tidak mungkin seluruh rakyatnya musnah dan lenyap begitu saja dari permukaan bumi.Ada
dugaan kuat, bahwa kerajaan Tarumanegara dihancurkan oleh kerajaan Sriwijaya (yang
pusatnya di Palembang).Hal ini dapat diketahui dalam prasasti Keduken Bukit, Kota Kapur
dan Prasasti Palas Pasemah di Lampung.Pada tahun 686 M, Sriwijaya melaksanakan
ekspedisi militernya ke Bhumijawa.Hal ini tercantum di dalam prasasti Kota Kapur yang
berangka tahun saka 608 atau tahun 686 M. Di dalam prasasti ini diceritakan pula bahwa
Bhumijawa tidak mau tunduk kepada kerajaan Sriwijaya.Oleh karena itu, kerajaan Sriwijaya
mengirimkan tentaranya untuk menyerang dan menghukum Bhumijawa.
Dugaan ini semakin kuat bahwa Bhumijawa yang dimaksud di dalam prasasti Kota
Kapur itu jelas adalah Tanah Jawa atau Pulau Jawa. Kerajaan atau negeri yang letaknya di
Bhumijawa dan berdekatan dengan kerajaan Sriwijaya pada waktu itu adalah kerajaan
Tarumanegara. Maka sangat dimungkinkan kerajaan Tarumanegara diserang dan dihancurkan
oleh kerajaan Sriwijaya.
Beberapa abad kemudian, (pelabuhan) Tarumanegara dikenal sebagai
pelabuhan Kalapa.Karena berada di bawah penguasaan Kerajaan Sunda –Pajajaran, maka
kemudian bernama Sunda Kalapayang terletak di muara sungai Ciliwung.Hal ini didasarkan
atas keterangan di dalam prasasti Batu Tulis yang ditemukan pada 15 Juni 1960.

Gambar.4 sunda kelapa sekitar pertengahan abad ke-20

Penjelasan mengenai pelabuhan Sunda Kalapa ini juga diperkuat oleh keterangan
seorang pelaut Belanda Jan Huygen van Linschoten, yang menemukan rahasia-rahasia
perdagangan dan navigasi bangsa Portugis, dalam karyanya Itinerario, Lincshoten
mengungkapkan bahwa “pelabuhan utama di pulau ini (jawa) adalah Sunda Calapa. Di
tempat ini didapati sangat banyak lada yang bermutu lebih tinggi daripada lada India atau

7
Malabar...”Kerajaan Sunda –Pajajaran diperkirakan muncul pada abad ke-14 dan pusat
pemerintahannya terletak di Pakuan, Bogor.Rajanya yang terkenal ketika itu adalah Sri
Baduga Maharaja. Menurut Baros, seorang pengelana Portugis, jumlah penduduk kerajan
Sunda Pajajaran berkisar 100.000 jiwa. Baros, juga menambahkan, bahwa penduduk yang
bermukim di Sunda Kalapa ketika itu kurang lebih 10.000 jiwa.
Pelabuhan Sunda Kalapa merupakan salah satu dari enam pelabuhan penting di bawah
penguasaan kerajaan Sunda Pajajaran yang ramai dikunjungi pedagang-pedagang lokal dan
internasional terutama dari negeri Cina. Pelabuhan-pelabuhan itu antara lain pelabuhan
Banten, Pontang, Cigede, Tanara, Cimanuk dan Kalapa atau Sunda Kalapa.
Pelabuhan Kalapa atau Sunda Kalapa merupakan pelabuhan yang letaknya paling
strategis.Pelabuhan ini mencuat pada abad ke-14 dan semakin terkenal di awal abad ke-16.
Dimana ketika itu orang-orang Portugis di Malaka telah menjalin kerjasama perdagangan dan
pertahanan dengan penguasa Sunda Kalapa pada 21 Agustus 1522 yang diwujudkan ke dalam
prasasti Padrao (baca: Padrong).Sementara itu di tempat lain, di sebelah Barat Kerajaan
Sunda telah muncul Kesultanan Banten serta di sebelah Timur-nya telah muncul pula
Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon yang ternyata juga sangat berminat terhadap
Pelabuhan Sunda Kalapa yang ramai itu.
Akhirnya, pada 22 Juni 1527, Kesultanan Demak, Cirebon dan Banten bersatu di
bawah pimpinan Fatahillah menyerbu Sunda Kalapa yang secara cepat berhasil merebut dan
menguasai Sunda Kalapa. Bangsawan asal Sumatera sekaligus menantu dari Sultan
Trenggono –penguasa Demak ini, kemudian mengganti nama Sunda Kalapa yang baru
direbutnya itu, menjadi pelabuhan “Jayakarta” yang berarti kemenangan sempurna, atau
kemenangan yang gilang gemilang.
Fatahillah, kemudian diangkat menjadi bupati Jayakarta, yang secara hierarkis
bertanggung jawab kepada Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, wali yang
berkedudukan di Cirebon.Setelah Sunan Gunung Jati wafat pada 1568, putranya Maulana
Hasanudin menjadi Sultan berdaulat di Banten dan Jayakarta menjadi wilayah vasal dari
kesultanan Banten.
Penguasaan Jayakarta berlangsung dari 1527 hingga 1619 yang berakhir ketika orang-orang
Belanda di bawah bendera VOCpimpinan Jan Pieterszoon Coenberhasil menaklukan
Jayakarta dan mengusir Pangeran Ahmad Jakarta beserta pasukannya ke hutan Jati hingga
wafat dan dikubur di sana.
JP. Coen dengan bebasnya menghancurkan keraton dengan seluruh isinya dan
mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia. Di bawah penguasaannya, Batavia akan
dijadikan ibukota suatu kerajaan perdagangan raksasa dari Tanjung Harapan sampai Jepang
dengan orang Belanda yang memonopolinya. Ia juga membangun galangan kapal dan rumah
sakit, berbagai rumah penginapan dan toko, dua buah gereja di (dalam dan di luar benteng)
Batavia.
Ternyata, tidak semua mimpi JP.Coen membuahkan hasil.Sang pendiri Batavia ini
terlampau dianggap kontroversial serta bahkan oleh sejarawan kolonial abad ke-20, JA.Van
Den Chijs dikatakan bahwa “namanya selalu berbau darah”. Namun, terlepas dari semua itu,
pada ulang tahun Batavia ke-250 (1869) di Waterlooplein (Lapangan Banteng), dibangun
patung JP.Coen yang berpose gaya Napoleon. Namun, sayang pada masa Jepang patung
tersebut dilebur menjadi logam tua.
Pusat Kota Batavia terletak di bekas Balai Kota yang kini menjadi Museum Sejarah
Jakarta/ Museum Fatahillah. Bangunan bertingkat dua yang menjadi pusat kota dan

8
pemerintahan VOC se-Asia tenggara itu diselesaikan pada tahun 1712. Namun, dua tahun
sebelumnya telah diresmikan oleh Gubernur Jenderal Abraham Van Riebeeck (1653-1713).
Tentang bangunan itu sendiri sebetulnya merupakan Balai Kota kedua dari Balai Kota
pertama yang lebih kecil, sederhana dan didirikan pada tahun 1620, tapi hanya bertahan
selama beberapa tahun saja.
Kegiatan-kegiatan di dalam Balaikota sangat beragam, selain mengurus masalah
pemerintahan juga mengurus masalah perkawinan, catatan sipil, peradilan, tempat hukuman
mati, dan perdagangan sehingga dahulu masyarakat mengenalnya sebagai “Gedung
Bicara”.Kemudian, Balai Kota ini juga menjadi penjara yang sangat menyeramkan, karena
banyak para tahanan yang mati sebelum dijatuhkannya hukuman.Di samping itu juga Balai
Kota digunakan sebagai pusat milisi atau Schutterij dari tahun 1620-1815 yang dikomandani
oleh seorang ketua Dewan Kota Praja.

Gambar.5 Lukisan balai kota kedua Batavia pada tahun 1682

Pada bulan Agustus 1816, Balai Kota menjadi tempat peristiwa bersejarah bahwa Sir
John Fendall mengembalikan Hindia kepada Belanda, sehingga berakhirlah pemerintahan
sementara Inggris (1811-1816). Pada tahun 1925 gedung Balai Kota ini menjadi kantor
pemerintahan Provinsi Jawa Barat sampai Perang Dunia II. Pemerintah Kota Praja Batavia
pindah ke tempatnya di Medan Merdeka selatan di samping gedung bertingkat Pemerintah
DKI Jakarta sekarang.
Seusai Perang dunia II, gedung Balai kota itu dipakai sebagai Markas tentara (Kodim
0503). Sewaktu Ali Sadikin menjadi gubernur, gedung dipugar dengan sangat baik, dan sejak
1974 menjadi Museum Sejarah Jakarta. Sementara itu, bentuk kota Batavia awal
direncanakan sesuai dengan kebiasaan Belanda, dengan jalan-jalan lurus dan parit-parit.
Pengembangan kota ini pun tidak surut walaupun pada tahun 1628 dan 1629 kota Batavia
dikurung tentara Mataram.
Sepeninggal JP. Coen (1629), perkembangan kota makin pesat di bawah Gubernur
Jendral Jacques Specx. Kali besar yang semula berkelok diluruskan menjadi parit terurus dan
lurus menerobos kota. Kastil atau benteng yang adalah tempat kediaman dan kantor pejabat
tinggi pemerintah VOC di keempat kubunya ditempatkan meriam serta tentara untuk menjaga
kediaman pejabat tinggi itu serta barang-barang berharga yang tersimpan dibalik tembok
kuatnya.
Di seberang Kali Besar dan kubangan yang menjorok ke barat laut, didirikan Bastion
Culemborg untuk mengamankan pelabuhan Batavia.Bastion atau kubu ini sekarang masih
ada.Pada tahun 1839 Menara Syahbandar didirikan didalamnya. Di belakang tembok kota,
yang mulai berdiri dari Culemborg lalu mengelilingi seluruh kota sampai tahun 1809,

9
dibangun berbagai gudang di tepi barat (pertengahan abad ke-17). Gudang-gudang ini dipakai
untuk menyimpan barang dagangan seperti pala, lada, kopi dan teh.Sebagian besar gudang
penting ini sekarang digunakan sebagai Museum Bahari.
Lebih tua dari semua gudang tersebut adalah Compagnies Timmer Er
Scheepswerf(Bengkel Kayu dan Galangan Kapal Kumpeni).Tanah tempat Museum Bahari
berdiri pada waktu galangan ini mulai beroperasi masih merupakan rawa-rawa dan
empang.Galangan kapal sudah berfungsi di tempat sekarang ini juga sejak tahun 1632, di atas
tanah timbunan di tepi barat Kali Besar. Sampai penutupan Ciliwung di Glodok (1920), Kali
Besar ini menyalurkan air Ciliwung ke Pasar Ikan. Tetapi, kini air Kali Krukut sajalah yang
mengalir melalui Kali Besar.Tentang Kali Besar ini, hingga awal abad ke-18 merupakan
daerah elit Batavia.Di sekitar kawasan ini juga dibangun rumah koppel yang dikenal kini
sebagai Toko Merah dikarenakan balok, kusen dan papan dinding didalamnya di cat merah.
Rumah ini di bangun sekitar tahun 1730 oleh G. Von Inhoff sebelumia menjabat gubernur
jenderal. Pada abad ke-18 ini pula, Batavia menjadi termasyhur sebagai Koningin Van Het
Oosten(Ratu dari Timur), karena bangunannya dan lingkungan kotanya demikian indah
bergaya Eropa yang muncul di benua tropis.
Namun, pada akhir abad ke-18 citra Ratu dari Timur itu menurun drastis.Willard A.
Hanna dalam bukunya “Hikayat Jakarta” mencatat, bahwa kejadian itu diawali oleh gempa
bumi yang begitu dahsyat.Malam tanggal 4-5 November 1699, yang menyebabkan kerusakan
besar pada gedung-gedung dan mengacaukan persediaan air dan memporak-porandakan
sistem pengaliran air di seluruh daerah. Gempa itu disertai letusan-letusan gunung api dan
hujan abu yang tebal, yang menyebabkan terusan-terusan menjadi penuh lumpur. Aliran
sungai Ciliwung berubah dan membawa sekian banyak endapan ke tempat dimana sungai itu
mengalir ke laut, sehingga kastil yang semula berbatasan dengan laut seakan-akan mundur
sekurang-kurangnya 1 kilometer ke arah pedalaman.
Untuk menanggulangi berbagai masalah penyaluran air dan guna membuka daerah
baru di pinggiran kota, pihak VOC Belanda telah mengubah sistem terusan yang ada secara
besar-besaran. Pembukaan terusan baru yang penting tepat di sebelah Selatan kota pada tahun
1732. Jatuh bersamaan waktunya dengan wabah besar pertama suatu penyakit, yang sekarang
diduga adalah mal-aria (malaria), suatu bencana baru bagi penduduk kota yang berulang kali
menderita disentri dan kolera (pada zaman itu belum diketahui).
Pada tahun 1753 Gubernur Jenderal Mossel atas nasehat seorang dokter
menganjurkan supaya air kali dipindahkan dari tempayan ke tempayan dengan membiarkan
kotorannya mengendap sampai tampak bersih, lalu tidah usah dimasak. Sampai akhir abad
ke-19 banyak orang tak peduli dan minum air Ciliwung begitu saja.Hampir tidak dapat
dibayangkan betapa tidak sehatnya daerah kota dan sekitarnya pada abad ke-18. Orang-orang
kaya memang mampu meninggalkan rumah mereka di Jalan Pangeran Jayakarta dan pindah
ke selatan, ke kawasan Jalan Gajah Mada dan Lapangan Banteng sekarang.Tetapi tidak
demikian halnya dengan orang miskin, sehingga bahkan tidak mampu lagi untuk dikubur di
pekuburan budak-belian, di lokasi yang kini menjadi tempat langsir Stasiun Kota di sebelah
utara Gereja Sion.Karena itu pula, Batavia di akhir abad ke-18 mendapat julukan baru
sebagai Het graf der Hollander (kuburan orang Belanda).

10
Gambar.6 Lukisan balai kota Batavia oleh johannes rach tahun 1770

Akibat berikutnya, sesudah 1798 banyak gedung besar di dalam kota juga kampung
lama para Mardijker yang digunakan sebagai ‘tambang batu’ untuk membangun rumah baru
di daerah yang letaknya lebih selatan. ‘Tambang Batu’ ini terjadi karena begitu banyak orang
susah mendapatkan makanan dan karena wilayah di selatan kota tengah dibangun, maka
orang-orang miskin kala itu banyak yang menggugurkan rumah dan menjual bebatuannya
untuk memperoleh makanan. John Crawfurd dalam bukunya Descriptive Dictionary of The
Indian Islands and Adjacent Countries (London, 1856) menuliskan :
“Orang Belanda tidak memperhatikan perbedaan sekitar 45 derajat garis lintang, waktu
mereka membangun sebuah kota menurut model kota-kota Belanda. Apalagi kota ini
didirikan pada garis lintang enam derajat dari khatulistiwa dan hampir pada permukaan laut.
Sungai Ciliwung yang dialirkan melalui seluruh kota dengan kali-kali yang bagus, tak lagi
mengalir karena penuh endapan. Keadaan ini menimbulkan wabah malaria, yang terbawa
oleh angin darat bahkan ke jalan-jalan di luar kota. Akibatnya, meluaslah penyakit demam
yang mematikan. Keadaan ini makin parah selama 80 tahun -sesudah Batavia didirikan, oleh
serentetan gempa bumi hebat yang berlangsung pada tanggal 4-5 November 1699. Gempa
tersebut menyebabkan terjadinya gunung longsor, tempat pangkal sumber air ini.Aliran
airnya terpaksa mencari jalan baru dan banyak lumpur terbawa arus.Tak pelak lagi, kali-kali
di Batavia bahkan tanggul-tanggulnya penuh dengan lumpur.Penanggulangan keadaan buruk
itu baru dilaksanakan waktu pemerintahan Marsekal Daendels pada zaman Perancis tahun
1809 (zaman Perancis sesungguhnya hanya berlangsung dari bulan Februari sampai Agustus
1811).Penanggulangan tersebut diteruskan sampai pada 1817 di bawah pemerintahan Belanda
yang ditegakkan kembali.Banyak kali di timbun dan kiri-kanan sungai dibentengi tanggul
sampai sejauh satu mil masuk teluk.Operasi yang dilanjutkan oleh para insinyur yang cakap,
berhasil menormalkan arus sungai tersebut. Sesudahnya Batavia tidak sehat daripada kota
pantai tropis manapun. Bagian kota yang baru atau pinggiran kota tidak pernah mempunyai
reputasi jelek”.

Sementara itu, pada 09 Mei 1821 Bataviasche Courant melaporkan, bahwa 158 orang
meninggal akibat kolera di Kota dan tiga hari kemudian 733 korban lagi di seluruh wilayah
Batavia. Rumah sakit masih sangat jelek dan hanya orang-orang yang sangat kuat saja yang
dapat meninggalkan bangsal rumah sakit dalam keadaan hidup.Tragedi ini menjadi akhir
kisah Oud Batavia dan menjadi awal pembentukan Nieuw Batavia(Batavia Baru) di
tanah Weltevreden (kini sekitar Gambir dan Monas). Inilah tragedi mengerikan tentang
sebuah kota akibat kegagalan penduduknya dalam mengelola lingkungan. Akankah tragedi
ini terulang?Semua bergantung pada kearifan kita dalam memahami alam lingkungan yang
serba terbatas di hadapan nafsu manusia yang kerap melampaui batas sewajarnya.

11
VOC hanya bertahan hingga 1799,[20] setelah itu pemerintahan Nederlansche Indie (Hindia
Belanda) di ambil alih langsung oleh Kerajaan Belanda. Di bawah penguasaan langsung dari
Kerajaan Belanda, pada pertengahan abad ke-19, kawasan Nieuw Batavia ini berkembang
pesat.Banyak bangunan-bangunan berarsitektur indah menghiasi kawasan ini.Pada 1942
tentara Jepang berhasil mengambil alih kekuasaan Kerajaan Belanda atas Batavia dan
mengganti namanya menjadi Jakarta begitu pun Pelabuhan Batavia digantinya menjadi
Pelabuhan Jakarta.Pada periode ini banyak bangunan peninggalan Belanda yang diratakan
dengan tanah.Salah satunya Amsterdam Poort yang terletak di jalan Cengkeh sekarang.
Untung saja Jepang berkuasa tidak lebih dari tiga tahun, tepat pada pada 17 Agustus 1945,
Hindia Belanda di Proklamasikan rakyat Indonesia dan Jakarta namanya diabadikan sebagai
ibukota dari Republik Indonesia.

2.2 Sejarah Museum Fatahillah

Gambar.7 Gedung Balaikota Batavia (kiri) yang sekarang menjadi Museum Fatahillah pada
abad 17 Sumber: Sketsa G.M. Probest, Augsburg, Jerman

Staadhuis itulah nama semula gedung Museum Sejarah Jakarta yang berada dijalan
Taman Fatahillah Nomor 1 Jakarta Barat. Luas areal seluruhnya 13.588 m2, dan bangunan
yang berada diatasnya tersebut, dilindungi oleh Pemerintah Pusat maupu Pemerintah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta (Keputusan Mendikbud No.28/M/1988 dan keputusan Gubernur DKI
Jakarta No.475 tahun 1993)

Pada masa pemerintahan VOC di Batavia, Museum Sejarah Jakarta mulanya


digunakan sebagai gedung Balaikota (Stadhuis). Pada tanggal 27 April 1626, Gubernur
Jenderal Pieter de Carpentier (1623-1627) membangun gedung balaikota baru yang kemudian
direnovasi pada tanggal 25 Januari 1707 di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Joan van
Hoorn dan baru selesai pada tanggal 10 Juli 1710 di masa pemerintahan Gubernur Jenderal
Abraham van Riebeeck.

12
Gambar.8 Stadhuis di awal abad ke-20, dihubungkan dengan jalur tren ke pusat pemerintahan
di kawasan Weltevreden

Selain sebagai Balaikota, gedung ini juga berfungsi sebagai Pengadilan, Kantor
Catatan Sipil, tempat warga beribadah di hari Minggu, dan Dewan Kotapraja (College van
Scheppen). Pada tahun 1925-1942 gedung ini juga dimanfaatkan sebagai Kantor Pemerintah
Provinsi Jawa Barat dan pada tahun 1942-1945 dipakai untuk kantor pengumpulan logistik
Dai Nippon. Tahun 1952 digunakan pula sebagai Markas Komando Militer Kota (KMK) I
yang kemudian menjadi Kodim 0503 Jakarta Barat.Setelah itu pada tahun 1968 gedung ini
diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta dan kemudian dijadikan sebagai Museum pada tahun
1974.

Gambar.9 museum fataillah tahun 2010

Pada tahun 1919, dalam rangka 300 tahun berdirinya kota Batavia, warga kota
Batavia khususnya Belanda mulai tertarik dengan sejarah kota Batavia. Pada tahun 1930
didirikanlah sebuah yayasan yang bernama Oud Batavia (Batavia Lama) yang bertujuan
untuk mengumpulkan segala ihwal tentang sejarah kota Batavia. Tahun 1936, Museum
Oud Batavia diresmikan oleh Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer
(1936-1942), dandibuka untuk umum pada tahun 1939.
Museum Oud Batavia ini merupakan lembaga swasta di bawah naungan Koninklijk
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Ikatan Batavia untuk Seni dan
Ilmu Pengetahuan) yang didirikan pada tahun 1778 dan turut berperan dalam mendirikan
Museum Nasional. Koleksi-koleksinya kebanyakan merupakan peninggalan-peninggalan

13
masyarakat Belanda yang bermukim di Batavia sejak awal abad XVI, seperti mebel,
perabot rumah tanngga, senjata, keramik, peta, serta buku-buku.
Pada masa kemerdekaan, Museum Oud Batavia berubah nama menjadi Museum
Djakarta Lama dibawah naungan LKI (Lembaga Kebudayaan Indonesia) dan pada tahun
1968 diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta. Setelah Museum Sejarah Jakarta diresmikan
pada tanggal 30 Maret 1974, maka seluruh koleksi dari Museum Djakarta Lama
dipindahkan ke Museum Sejarah Jakarta dan ditambah dengan koleksi dari Museum
Nasional.
Sedari tahun 1999 Museum Sejarah Jakarta digagas bukan sekedar sebagai tempat
untuk merawat dan memamerkan benda yang berasal dari masa penjajahan, tetapi harus
bisa menjadi tempat bagi seluruh khalayak untuk menambah pengetahuan dan pengalaman
tentang sejarah kota Jakarta, serta dapat dinikmati sebagai tempat rekreasi. Museum ini
berupaya menyediakan berbagai informasi mengenai perjalanan panjang sejarah kota
Jakarta, sejak masa prasejarah hingga masa kini dalam bentuk yang lebih kreatif, serta
menyelenggarakan kegiatan yang rekreatif dan menarik guna meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya warisan budaya.
Pada awalnya sejarah museum fatahillah merupakan bangunan kolonial Belanda yang
dipergunakan sebagai balai kota. Peresmian gedung dilakukan pada tanggal 27 April 1626,
oleh Gubernur Jenderal Pieter de Carpentier (1623-1627) dan membangun gedung balai
kota baru yang kemudian direnovasi pada tanggal 25 Januari 1707, pada masa
pemerintahan Gubernur Jenderal Joan van Hoorn dan baru selesai pada tanggal 10 Juli
1710 di masa pemerintahan lain, yaitu pada Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck.

Gambar.10 Plang peresmian balai kota oleh Gubernur-Jenderal Abraham van Riebeeck.

Gedung yang dipergunakan sebagai Balaikota ini, juga memiliki fungsi sebagai
Pengadilan, Kantor Catatan Sipil, tempat warga beribadah di hari Minggu, dan Dewan
Kotapraja (College van Scheppen). Kemudian sekitar tahun 1925-1942, gedung tersebut
juga digunakan untuk mengatur sistem Pemerintahan pada Provinsi Jawa Barat. Kemudian
tahun 1942-1945, difungsikan sebagai kantor tempat pengumpulan logistik Dai Nippon.
Kemudian sekitar tahun 1919 untuk memperingati berdirinya batavia ke 300 tahun, warga
kota Batavia khususnya para orang Belanda mulai tertarik untuk membuat sejarah tentang
kota Batavia. Lalu pada tahun 1930, didirikanlah yayasan yang bernama Oud Batavia
(Batavia Lama) yang bertujuan untuk mengumpulkan segala hal tentang sejarah kota
Batavia.
Tahun 1936, Museum Oud Batavia diresmikan oleh Gubernur Jenderal Tjarda van
Starkenborgh Stachouwer (1936-1942), dan dibuka untuk umum pada tahun 1939..Setelah
itu pada tahun 1968 gedung ini diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta dan kemudian

14
dijadikan sebagai Museum pada tahun 1974.Pada sejarah museum fatahillah berdasarkan
pembentukannya hingga bisa kita kunjungi sampai sekarang ini, menyimpan sisa
penjajahan di dalamnya.

2.3 Peraturan Daerah


Dengan latar belakang sejarah yang begitu panjang, maka sangat layak jika kemudian
daerah bekas kekuasaan berbagai kerajaan dan negara itu kita sebut sebagai Kota
Tua.Sebagai Kota yang tua (lama), sudah tentu banyak menyimpan bangunan-bangunan (tua)
sisa peninggalan para pendahulu yang bernilai sejarah, arsitektur dan arkelologis dari
beberapa zaman yang berbeda.
Untuk melestarikannya, pemerintah DKI Jakarta melindungi bangunan-bangunan
tersebut berdasarkan Undang-Undang Monumenten Ordonantie No.19 tahun 1931,
(Staatsblad Tahun 1931 No. 238), yang telah diubah dengan Monumenten Ordonantie No. 21
Tahun 1934 (Staatsblad Tahun 1934, No. 515). Upaya ini tak lepas dari peran dan ide sang
Gubernur Jakarta ketika itu, yakni Ali Sadikin (1966-1977) tatkala dirinya banyak
berkunjung ke Eropa saat menjabat sebagai Deputy Menteri Panglima Angkatan Laut
sebelum menjadi gubernur.
Ali Sadikin segera merealisasikan ide dan gagasannya itu dengan berlandaskan pada
Undang-Undang di atas ke dalam SK Gubernur No.Cb.11/1/12/1972 tanggal 10 Januari 1972
yang pada intinya berisi penetapan tentang pemugaran bangunan, penetapan daerah khusus
yang dilindungi karena bernilai sejarah dan arsitektur.
Upaya ini sempat terhenti selama lebih dari 20 tahun, dan dinilai perlu untuk
menetapkan pengaturan benda-benda cagar budaya dengan mengeluarkan Undang-Undang
No.5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (BCB) yang setahun kemudian direalisasikan
oleh Pemda DKI Jakarta dengan mengeluarkan SK Gubernur No.Cb. 475 Tahun 1993 yang
isinya menetapkan Bangunan-Banguan Bersejarah dan Monumen di DKI Jakarta dilindungi
sebagai bangunan cagar budaya (BCB) oleh pemerintah.
Dalam UU no 5 tersebut dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan benda cagar
budaya adalah : (dalam Bab 1 pasal 1) yaitu : (1) Benda buatan manusia, bergerak atau tidak
bergerak, yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa sisanya, yang
berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili
masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; (2) Benda alam yang dianggap mempunyai nilai
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Adapun ” situs” adalah lokasi atau lingkungan yang mengandung atau diduga
mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi
pengamanannya. Dalam bab 1 pasal 2 menyebutkan sebagai berikut bahwa perlindungan
benda cagar budaya dan situs (lingkungannya) untuk bertujuan melestarikan dan
memanfaatkannya untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
Dalam Bab 2 Pasal 2 menyebutkan bahwa : (10 Semua benda cagar budaya dikuasai
oleh Negara, (2) Penguasaan benda cagar budaya meliputi benda cagar budaya yang terdapat
di wilayah hukum RI. Hal ini menjelaskan bahwa benda cagar budaya tidak bisa dikatakan
sebagai barang pribadi.

15
Dalam Bab 8 Pasal 26 menyebutkan bahwa barang siapa dengan sengaja merusak benda
cagar budaya dan situs dan lingkungannya atau membawa, memindahkan, mengambil,
mengubah bentuk dan atau warna, memugar atau memisahkan benda cagar budaya tanpa ijin
dari pemerintah dapat dipidana dengan pidana penjara selama lamanya 10 tahun dan atau
denda setinggi-tingginya 100 juta.
Pasal 27 menyebutkan bahwa barang siapa dengan sengaja melakukan pencarian benda cagar
budaya atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya dengan cara menggali,
penyelaman, pengangkatan, atau dengan cara pencarian lain tanpa ijin pemerintah dapat
dipidana dengan pidana penjara selama 5 tahun dan atau denda setingginya 50 juta.
Dalam Perda DKI Jakarta pasal 1 no 47 “Kawasan cagar budaya adalah kawasan atau
kelompok bangunan yang memiliki nilai sejarah, budaya dan nilai lainnya yang dianggap
penting untuk dilindungi dan dilestarikan untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
dokumentasi dan pariwisata.”Dalam Pasal 71 menyebutkan :
Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65ayat (1) huruf f, sebagai
berikut:
a. kawasan pemugaran bangunan dan objek bersejarah; dan
b. kawasan warisan budaya.
(2) Lokasi kawasan pemugaran bangunan dan objek bersejarah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, ditetapkan sebagai berikut:
a. kawasan Kota Tua;
b. kawasan Menteng;
c. Rumah Si Pitung;
d. kawasan Kebayoran Baru; dan
e. kawasan pemugaran bangunan dan objek bersejarah lainnya.
(3) Kepada pemilik tanah dan bangunan yang ditetapkan sebagai bangunan pemugaran
dan/atau objek bersejarah dapat diberikan kompensasi berupa insentif tanpa mengubah status
kepemilikan.
(4) Lokasi kawasan warisan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu
Kawasan Perkampungan Budaya Betawi di Situ Babakan.
(5) Pemanfaatan dan pengelolaan ruang kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3), dilaksanakan berdasarkan arahan sebagai berikut:
a. melestarikan budaya, hasil budaya atau peninggalan sejarah bernilai tinggi dan
khusus untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan, dan sejarah;
b. memugar hasil budaya atau peninggalan sejarah bernilai tinggi untuk kepentingan
ilmu pengetahuan, pendidikan kebudayaan, dan sejarah;
c. melarang kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak sesuai fungsi kawasan cagar
budaya; dan
d. mengemas bangunan dan objek bersejarah untuk dapat
mendukung kegiatan pariwisata.
(6) Setiap kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),
diwajibkan memiliki Rencana Pelestarian, Pemugaran, dan Pengendalian Ruang Kawasan
Cagar Budaya.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rencana Pelestarian, Pemugaran, dan Pengendalian
Ruang Kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diatur dengan Peraturan
Gubernur.

16
2.4 Lokasi dan Data Fisik Museum Fatahillah

Lokasi penelitian berada di kawasan kota tua Jakarta, tepatnya Jalan Taman Fatahillah
No.1,Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Gambar.11 Peta persil Kawasan Kecamatan Taman Sari.

Peta persil Kawasan Kecamatan Taman Sari. Orientasi utama bangunan menghadap
lapangan yang berada pada arah utara, yang agak condong ke arah barat laut. Pada arah hadap
itu juga terdapat kantor Pos yang berorientasi menghadap museum Fatahillah

Gambar.12 Orientasi bangunan terhadap bangunan sekitar dan jalan utama.

a. Denah Museum Fatahillah

Denah Museum Fatahillah terdiri dari 3 denah, yaitu lantai dasar, lantai mezanin dan lantai 2.

17
Gambar.13 Denah Lantai 2 dan lantai mezanin Gedung Museum Fatahillah

b. Tampak dan Potongan

Tampak bangunan Museum Fatahillah secara visual jelas memperlihatkan bahwa bangunan
tersebut merupakan bangunan peninggalan jaman kolonial Belanda .

Gambar.14 Tampak utara dan potongan a-a’ Gedung Museum Fatahillah

2.5. Karakter Spasial

a. Fungsi Ruang

Fungsi ruang yang terbangun sudah jelas mengikuti fungsi utama bangunan tersebut.
Adanya perubahan fungsi bangunan dari pertama kali bagunan ini dibangun yang merupakan
sebuah balaikota pada tahun 1707 hingga perubahan fungsi bangunan menjadi Museum

18
Fatahillah tahun 1974 membuat adanya perubahan-perubahan fungsi ruang. Perubahan fungsi
bangunan mengakibatkan fungsi ruang berubah juga. Walaupun ada penambahan ruang yang
diharuskan untuk memenuhi fungsi ruang yang baru tidak ditemukannya perubahan pola
ruang karena penambahan ruang mengikuti pola ruang yang sudah ada.

Gambar.15 fungsi ruang lantai mezanin dan lantai 2

b. Hubungan Ruang Bangunan

Pemerintahan kolonial pada umumnya memiliki pola ruang yang tersusun secara
linier dengan keseimbangan simetris yang menonjol. Konsep pola ruang linier tersebut juga
diterapkan pada Gedung Balaikota Batavia dulunya yang sekarang menjadi Museum
Fatahillah. Susunan pola ruang pada lantai 1 merupakan beberapa kelompok ruang yang
saling bersebelahan. Sedangkan sebagian ruang lainnya terhubung oleh ruang bersama.

c. Organisasi Ruang

Ada beberapa jenis organisasi ruang yang ada. Pada Museum Fatahilllah ini
organisasi yang terbentuk secara garis besar ada tiga, yaitu oganisasi ruang grid, organisasi
ruang linier dan organisasi ruang radial.

Keterangan: Area Publik R. Kerja Area Servis Sirkulasi R. Kerja Pelayanan

Gambar.16 organisasi ruang Museum Fatahillah

d. Sirkulasi dan Orientasi Ruang

19
Pada museum Fatahillah terdapat 3 jenis sirkulasi ruang, yaitu melewati ruang,
menembus ruang dan berakhir dalam ruang. Orientasi ruang-ruang pada bangunan ini
memiliki konsep dasar, yaitu dimana ruang pameran tetap mengambil konsep dasar ruang
positf dan negatif. Ruang positif dibentuk untuk penempatan benda koleksi pamer dan panel
informasi dengan maksud menjadi orientasi pandang mata pengunjung

Gambar.17 Orientasi ruang bangunan Museum Fatahillah

e. Kesimpulan Aspek Spasial

 Hubungan ruang yang terbentuk adalah ruang yang berdekatan, ruang yang dihubungkan
oleh ruang bersama, dan ruang dalam ruang.
 Organisasi ruang yangterbentuk adalah linier, radial dan grid.
 Sirkulasi pada bangunan ini ada 3 jenis, yaitu melewati ruang, menembus ruang dan
berakhir dalam ruang masuk dengan konfigurasi sirkulasi yang linier.
 Perulangan pada ruang terjadi pada perulangan modul bangunan yang terdiri dari empat
modul yang disusun berulang.
 Dominasi berada area dengan dimensi ruang yang besar yaitu Entrance Hall pad lantai 1
dan R. Mebel Abad 17-19 pada lantai 2

20
2.6. Karakter Visual Bangunan Museum Fatahillah
a. Massa Bangunan

Bentuk massa persegi panjang mendominasi bentuk massa Museum Fatahillah.


Susunan ruang terbentuk mengikuti bantuk volume bangunan dengan tatanan linier .

Gambar.18 Massa bangunan Museum Fatahillah

memanjang dari arah barat ke timur. Sementara sayap bangunan pada bagian kanan dan kiri
memanjang ke arah utara-selatan.

b. Gaya Bangunan

Langgam arsitektur yang diterapkan pada Museum Fatahillah merupakan langgam


arsitektur Barok klasik. Penggunaan beberapa elemen dengan skala yang monumental masih
menghiasi beberapa sudut bangunan karena pengaruh gaya Neoklasik.

Gambar.19 Gaya Bangunan Museum Fatahilla

21
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Museum Fatahillah yang memiliki nama resmi Museum Sejarah Jakarta adalah
sebuah museum yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 1, jakarta barat dengan luas
lebih dari 1.300 meter persegi.Bangunan ini dahulu merupakan balai kota Batavia (bahasa
belanda: Stadhuis van Batavia) yang dibangun pada tahun 1707-1712 atas perintah Gubernur-
Jendral Joan Van Hoon. Bangunan ini menyerupai Istana Dam diAmsterdam, terdiri atas
bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang
digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai
sebagai penjara.

Pada masa kemerdekaan museum ini berubah menjadi Museum Djakarta Lama di
bawah naungan LKI (Lembaga Kebudayaan Indonesia) dan selanjutnya pada tahun 1968
‘’Museum Djakarta Lama'’ diserahkan kepada PEMDA DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta
pada saat itu, Ali Sadikin, kemudian meresmikan gedung ini menjadi Museum Sejarah
Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974.

Untuk meningkatkan kinerja dan penampilannya, Museum Sejarah Jakarta sejak tahun
1999 bertekad menjadikan museum ini bukan sekadar tempat untuk merawat, memamerkan
benda yang berasal dari periode Batavia, tetapi juga harus bisa menjadi tempat bagi semua
orang baik bangsa Indonesia maupun asing, anak-anak, orang dewasa bahkan bagi
penyandang cacat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman serta dapat dinikmati
sebagai tempat rekreasi. Untuk itu Museum Sejarah Jakarta berusaha menyediakan informasi
mengenai perjalanan panjang sejarah kota Jakarta, sejak masa prasejarah hingga masa kini
dalam bentuk yang lebih rekreatif. Selain itu, melalui tata pamernya Museum Sejarah Jakarta
berusaha menggambarkan “Jakarta Sebagai Pusat Pertemuan Budaya” dari berbagai
kelompok suku baik dari dalam maupun dari luar Indonesia dan sejarah kota Jakarta
seutuhnya. Museum Sejarah Jakarta juga selalu berusaha menyelenggarakan kegiatan yang
rekreatif sehingga dapat merangsang pengunjung untuk tertarik kepada Jakarta dan
meningkatkan kesadaran akan pentingnya warisan budaya.

22
DAFTAR PUSTAKA
Ching, Francis D.K., 2000. Arsitektur: Bentuk-Ruang dan Tatanan. Jakarta: Erlangga

http://www.dpr.go.id/jdih/index/iid/620/uu.no.5.tahun1992-benda-cagar-budaya/

http://fatahillah-museum.angklung.web.id/ind/2444-2327/fatahillah-museum_38333_stiki-
malang_fatahillah-museum-angklung.html

https://id-id.facebook.com/notes/wisata-kota-tua-jakarta/sejarah-perkembangan-kota-tua-
jakarta/162059553809933

http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/museum-fatahillah-belajar-sejarah-jakarta-di-
pusat-batavia-lama

http://idtesis.com/potensi-museum-fatahillah-sebagai-wisata-sejarah-di-jakarta/

23

Anda mungkin juga menyukai