Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan yaitu Samudera
Indonesia dan Samudera Pasifik serta posisinya yang berada di garis katulistiwa sehingga
kondisi pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup besar. Hasil pengukuran tinggi
pasang surut di wilayah laut Indonesia menunjukkan beberapa wilayah lepas laut pesisir
daerah Indonesia memiliki pasang surut cukup tinggi. Sumotarto, (2003).

Pasang laut adalah naik atau turunnya posisi permukaan perairan atau samudera yang
disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi bulan dan matahari. Ada tiga sumber gaya yang
saling berinteraksi: laut, Matahari, dan bulan. Pasang laut menyebabkan perubahan kedalaman
perairan dan mengakibatkan arus pusaran yang dikenal sebagai arus pasang, sehingga
perkiraan kejadian pasang sangat diperlukan dalam navigasi pantai. Wilayah pantai yang
terbenam sewaktu pasang naik dan terpapar sewaktu pasang surut, disebut mintakat pasangs.
Periode pasang laut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau
lembah gelombang berikutnya. Panjang periode pasang surut bervariasi antara 12 jam 25 menit
hingga 24 jam 50 menit, (Reddy, M.P.M. & Affholder, M. (2002).

Pasang surut juga merupakan suatu faktor untuk proses pembangunan suatu pelabuhan
dan untuk mendapatkan data yang nantinya menjadi landasan atau dasar dalam suatu
penelitian. Pengetahuan mengenai kondisi pasang surut di Indonesia sangat penting artinya
bagi Indonesia yang memiliki garis pantai sepanjang 80 ribu km, untuk berbagai kegiatan yang
berhubungan dengan laut atau pantai seperti pelayaran antar pulau, pencemaran laut,
pengolahan sumber daya hayati perairan atau pertahanan nasional (Ongkososno dan
Suyarso,1989). Selain itu pengetahuan pasut juga akan mempengaruhi cara hidup, cara kerja
dan bahkan budaya masyarakat yang hidup di wilayah tersebut (Yuwono,1994). Laut (ocean
tide) dan pasut bumi padat (bodily tide). (Mihardja, dkk, 1989).Secara umum terdapat empat
tipe dasar pasang surut yang didasarkan pada periode dan keteraturannya, pasang-surut di
Indonesia dapat dibagi menjadi empat jenis yakni pasang-surut harian tunggal (diurnal tide),
harian ganda (semidiurnal tide) dan dua jenis campuran.

Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :

1.Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide) Merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali
pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini terdapat di Selat Karimata

2.Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide) Merupakan pasut yang terjadi dua kali
pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, ini terdapat di Selat
Malaka hingga Laut Andaman.

3.Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal)
Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang
dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini
terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4.Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang
terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda,
ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur

1.2 Tujuan

1) Mengetahui dinamika pasang surut perairan Pantai Kampus Serangdalam kurun waktu tertentu.

2) Memahami Fenomena Lautan dan factor-faktor yang mempengaruhinya

3) Mendokumentasi naik turunya pasang surut


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Pasang surut yang terjadi di bumi ada tiga jenis yaitu: pasang surut atmosfer
(atmospheric tide), pasang surut laut (oceanic tide) dan pasang surut bumi padat (tide of the
solid earth).
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek
sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung
dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil
dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari
dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak
matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan
menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan
pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital
bulan dan matahari (Wibowo, 2007).
a Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory)
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-
1727). Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi
ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia)
diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan
gaya pembangkit pasang surut (King, 1966). Untuk memahami gaya pembangkit passng
surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2
yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi matahari (Pond dan Pickard, 1978).
Pada teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan
densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang
surut atau GPP (Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya
sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan,
dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan
air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).
b Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)
Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang homogen
masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya
tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan konstitue-
konstituennya. Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan
luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama kali
dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini melengkapi teori kesetimbangan
sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif. Menurut teori dinamis, gaya
pembangkit pasut menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya sebanding
dengan gaya pembangkit pasut. Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain
yang perlu diperhitungkan selain GPP.
Menurut Defant (1958), faktor-faktor tersebut adalah :
1. Kedalaman perairan dan luas perairan.
2. Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis).
3. Gesekan dasar.
Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan bumi akan
berubah arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi utara benda membelok ke kanan,
sedangkan di belahan bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi di
equator, tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum
pada kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan pergerakan benda
tersebut. (Yogi,2010).
Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasut, gaya
Coriolis mempengaruhi arus pasut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut
dan menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta mengakibatkan persamaan
gelombang pasut menjadi non linier semakin dangkal perairan maka semaikin besar
pengaruh gesekannya (Pond dan Pickard, 1978).
2.2 Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan
adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi
terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas
perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga terdapat
beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti, topogafi
dasar laut, lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri
pasang surut yang berlainan (Khayana, 2012).
2.3 Tipe Pasang Surut
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang
surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dronkers
(1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1. Pasang surut diurnal Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan satu kali
surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2. Pasang surut semi diurnal Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali
surut yang hampir sama tingginya.
3. Pasang surut campuran Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi
khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan
mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide) Merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali
pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini terdapat di Selat Karimata.
2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide) Merupakan pasut yang terjadi dua kali
pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, ini terdapat di
Selat Malaka hingga Laut Andaman.
3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal)
Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi
terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi
dan waktu, ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi
terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu
yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur.

(AO1+AK1)
F= (AM2+AS2)

Tipe pasang surut dapat ditentukan menggunakan rumus Formzahl dimana:


AO1 = unsur pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan.
AK1 = unsur pasut tunggal yang disebabkan oleh gaya tarik matahari.
AM2 = unsur pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan.
AS2 = unsur pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari.
Dimana :
F ≤ 0.25 : Pasut ganda
0.25 < F ≤ 1.5 : Pasut tunggal
1.5 < F ≤ 3.0 : Pasut campuran dominan ganda
F > 3.0 : Pasut campuran dominan tunggal

2. 4 Pasang Surut di Perairan Indonesia


Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan yaitu
Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik serta posisinya yang berada di garis katulistiwa
sehingga kondisi pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup besar. Hasil
pengukuran tinggi pasang surut di wilayah laut Indonesia menunjukkan beberapa wilayah
lepas laut pesisir daerah Indonesia memiliki pasang surut cukup tinggi. Gambar 15
memperlihatkan peta pasang surut wilayah lautan Indonesia. Dari gambar tersebut tampak
beberapa wilayah lepas laut pesisir Indonesia yang memiliki pasang surut cukup tinggi
antara lain wilayah laut di timur Riau, laut dan muara sungai antara Sumatera Selatan dan
Bangka, laut dan selat di sekitar pulau Madura, pesisir Kalimantan Timur, dan muara
sungai di selatan pulau Papua (muara sungai Digul) (Sumotarto, 2003)
BAB III
METODELOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Waktu dan Tempat Praktik lapangan pengambilan data dilaksanakan selama
2 hari 2 malam, yaitu pada hari jumat, 12 april 2019 – minggu, 14 april 2019. Praktik
dilaksanakan di wilayah desa Pantoloan kota Palu, Provinsi Sulawis Tengah.

3.2. Alat dan Bahan


1.Palmeter
2. Alat tulis menulis.
3. Senter

3.3. Procedur Kerja Prosedur kerja dari praktikum ini sebagai berikut :
1.Palmeter ditancapkan (kuat) di pinggir pantai di bagian tepi
2.Pencatatan dilakukan selama 24 jam (interval 1 jam) selama 2 hari 2 malam
3.Catat data di table pengukuran pasang surut.
4. Senter di gunakan pada saat mengukur malam.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Syekh.dkk. 1997. Ensiklopedia Nasional Indonesia.Jakarta: PT Delta Pamungkas
Anonim .2013. Alat-alat Pengukuran Pasang Surut . from http://gdl.geoph.itb.ac.id. Diakses pada
tanggal 4 Desember 2013 pukul 20.00WIB
Dronkers, J. J. 1964.Tidal Computations in rivers and coastal waters. North Holland Publishing
Company. Amsterdam
Heron Surbakti, M.Si. 2007. Oseanografi: Pasang Surut.from
http://surbakti77.wordpress.com/2007/09/03/pasang-surut/ Akses pada tanggal 6 Desember
2013 pukul 19.25 WIB.

Anda mungkin juga menyukai