Anda di halaman 1dari 5

Klarifikasi Penjelasan BPOM

tentang Isu Keamanan Pangan


Produk Rekayasa Genetik

1. Prinsip bioteknologi sendiri telah digunakan sejak lama oleh manusia untuk
kelangsungan hidupnya.Contoh pemanfaatan bioteknologi tradisional adalah
persilangan tanaman secara konvensional, pembuatan tempe, cuka, kecap dan
roti.
2. Pangan Produk Rekayasa Genetik mencakup pangan olahan yang diproduksi,
bahan baku pangan, bahantambahan pangan, dan/atau bahan lain yang
dihasilkan dari proses rekayasa genetik. Namun pemanfaatan pangan PRG
mengundang kekhawatiran bahwa pangan tersebut mungkin dapat menimbulkan
risikoterhadap kesehatan manusia antara lain alergi, adanya transfer gen, dan
menimbulkan penyakit (kanker,AIDS dan flu). Oleh karenanya, kemungkinan
timbulnya risiko perlu diminimalkan melalui pengkajian yang dilakukan dengan
pendekatan kehati – hatian ( precautionary approach).

3. Sejak tahun 1996, pangan PRG telah tersedia di pasaran internasional antara
lain : jagung, kedelai, canola dan kentang. Pangan PRG tersebut telah melalui
kajian keamanan pangan sebelum diedarkan, dan hinggasaat ini, belum
ditemukan adanya pengaruh merugikan terhadap kesehatan manusia ( WHO ).
(http://www.who.int/foodsafety/areas_work/food-technology/faq-genetically-
modified-food/en/)

4. Beberapa negara yang sudah mengatur peredaran pangan PRG antar lain
Amerika Serikat, Uni Eropa,Cina, Afrika, Australia, Filipina. Berdasarkan
database Biosafety Clearing House (https://bch.cbd.int/) terdapat 117 jagung
PRG, 33 kedelai PRG, dan 99 kentang PRG yang sudah dinyatakan aman
pangan. Sedangkan berdasarkan database Center for Evironmental Risk
Assesment ( http://cera-gmo.com), saat ini telah ada sektar 184 jenis PRG yang
sudah dinyatakan aman pangan.

5. Indonesia sudah mengatur peredaran pangan PRG. Sebelum diedarkan untuk


dikonsumsi oleh masyarakat,pangan PRG harus dikaji terlebih dahulu. Kebijakan
ini telah dimulai sejak tahun 1996 pada saat disahkannya UU No. 7 Tahun 1996
tentang Pangan saat ini telah direvisi menjadi UU No. 18 Tahun 2012tentang
Pangan. Selain itu, Indonesia telah meratifikasi Cartagena Protocol on Bio-safety
to theConvention on Biological Diversity menjadi Undang – Undang No. 21
Tahun 2004 tentang PengesahanCartagena Protocol on Bio-Safety to The
Convention on Biological Diversity yang menerapkan prinsip pendekatan kehati –
hatian ( precautionary approach) dalam penanganan PRG.

6. Untuk menjalankan kebijakan tersebut, Pemerintah telah menyusun peraturan


perundang-undangan terkait pengkajian keamanan pangan PRG, yaitu :
7.

o Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang


Label dan IklanPangan;

o Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan


Gizi Pangan;

8. Pengkajian keamanan pangan PRG dilakukan oleh lembaga non struktural yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yaitu Komisi
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik ( KKH PRG) yang terdiri atas unsur
pemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat. Hasil pengkajian berupa
rekomendasi keamanan pangan PRG yang disampaikan kepada Kepala Badan
POM sebagai acuan untuk menerbitkan Surat Keputusan Izin Peredaran Pangan
PRG yang sekaligus merupakan sertifikat keamanan pangan PRG.

9. Berdasarkan pengkajian keamanan pangan PRG, sampai tahun 2016 telah


diterbitkan sertifikat keamanan pangan PRG untuk 21 pangan produk rekayasa
genetik (tebu, jagung, kentang, kedelai) yang dapat diakses melalui website
http://indonesiabch.or.id.

10. Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa terkait pangan PRG melalui
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 35 tahun 2013 Tentang Rekayasa genetik
dan Produknya. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa :

- Melakukan rekayasa genetik terhadap hewan, tumbuhan, dan mikroba adalah


mubah (boleh) dengan syarat :

a. Dilakukan untuk kemaslahatan (bermanfaat);

b. Tidak membahayakan ( tidak menimbulkan mudharat), baik pada


manusia maupun lingkungan; dan

c. Tidak menggunakan gen atau bagian lain yang berasal dari tubuh
manusia.
- Produk hasil rekayasa genetika pada produk pangan, obat – obatan, dan
kosmetika adalah halal dengan syarat :

a. Bermanfaat

b. Tidak membahayakan;dan

c. Sumber asal gen pada produk rekayasa genetika buka berasal dari
yang haram.

Apa yang dimaksud dengan GMO?

Genetically modified organism (GMO) diartikan sebagai organisme hasil modifikasi atau
rekayasa genetika. Dalam istilah bahasa Indonesia, GMO sering disebut sebagai
produk rekayasa genetika (PRG). Rekayasa genetika sendiri diartikan sebagai teknik
bioteknologi yang dilakukan dengan memindahkan gen dari satu makhluk hidup ke
makhluk hidup lainnya. Perpindahan gen tersebut disebut sebagai transgenik.
Perpindahan gen bisa terjadi pada spesies yang sama maupun berbeda, misalnya dari
gen mikroorganisme (misal bakteri) ke tanaman atau hewan. Tujuan rekayasa genetika
adalah menghasilkan makhluk hidup berupa tanaman, hewan, atau
mikroorganisme/jasad renik yang memiliki sifat tertentu, sehingga menguntungkan bagi
manusia. Gen yang terlibat dalam rekayasa genetika merupakan suatu unit biologis
yang menentukan sifat-sifat makhluk hidup yang dapat diwariskan pada keturunannya.

Bilamana pangan bisa dimasukkan ke dalam kategori GMO?


Produk GMO sebenarnya sudah sejak lama diproduksi oleh manusia. Dari dulu
manusia telah menyeleksi tanaman dengan cara menyilangkan antara satu tanaman
dengan tanaman lain untuk memperoleh varietas dengan sifat yang unggul. Selain itu,
manusia juga telah membuat produk pangan seperti tempe, cuka, kecap, dan bir
melalui proses fermentasi. Tanpa disadari, sebenarnya kedua cara tersebut telah
menerapkan prinsip-prinsip bioteknologi. Cara-cara pembuatan produk GMO tersebut
masih dianggap sebagai teknik yang konvensional. Cara konvensional di atas
melibatkan ribuan gen dari persilangan 2 jenis tanaman yang diharapkan menghasilkan
sifat yang diinginkan. Berbeda dengan cara konvensional tersebut, dengan bioteknologi
modern kita dapat memilih sifat yang diinginkan, seperti ketahanan terhadap hama,
penyakit, atau herbisida, peningkatan produktivitas, nilai gizi, atau daya simpan dengan
rekayasa genetika. Hasil dari teknik modern inilah yang saat ini lebih sering disebut
sebagai pangan
GMO atau pangan hasil rekayasa genetika. Produk GMO banyak dimanfaatkan sebagai
bahan pangan yang disebut sebagai pangan produk rekayasa genetika. Pangan hasil
rekayasa genetika merupakan pangan yang diturunkan dari makhluk hidup hasil
rekayasa genetika. Pangan produk rekayasa genetika dapat berupa pangan segar,
pangan olahan, bahan tambahan, maupun bahan penolong yang digunakan pada
proses pengolahan.
Apa contoh pangan GMO yang saat ini beredar?
Beberapa jenis tanaman pangan GMO telah dihasilkan melalui rekayasa genetika.
Tomat yang dirancang untuk menghambat proses pematangan agar lebih lama dalam
penyimpanannya merupakan salah satu jenis pangan GMO. Selain itu, produk pangan
GMO lain adalah jagung yang dirancang tahan insektisida, kedelai yang tahan
herbisida, dan beras yang mengandung vitamin A. Hasil tanaman tersebut jika diolah
akan menghasilkan produk turunan yang berubah bentuk seperti menjadi saos tomat,
kentang goreng, tempe, dan tepung maizena. Rekayasa genetika terhadap
mikroorganisme atau jasad renik telah menghasilkan berbagai macam produk pangan
khususnya mikroorganisme yang terlibat dalam proses produksi ingridien pangan/bahan
tambahan pangan.

Adakah ciri fisik pangan GMO?


Pada dasarnya pangan GMO sulit dideteksi secara kasat mata. Kecuali dengan tujuan
mengubah sifat tertentu, pangan hasil rekayasa genetika pada umumnya mirip dengan
pangan asli yang tidak mengalami rekayasa genetika. Secara sepintas dan kasat mata,
kedelai GMO dan kedelai non-GMO akan sulit dicari perbedaannya. Begitu pula dengan
jagung GMO dan jagung nonGMO sepintas tidak akan terlihat perbedaannya. Hal ini
berbeda dengan beras GMO yang dirancang mengandung beta karoten (pro vitamin A)
misalnya, akan mengubah warnanya menjadi agak kekuningan. Sehingga terlihat beda
dengan beras non-GMO. Setelah menjadi produk, identifikasi pangan GMO cukup sulit
dilakukan. Identifikasi ini membutuhkan biaya yang relatif tinggi dan waktu yang relatif
lama. Identifikasi ini dilakukan dengan menggunakan alat khusus, seperti sentrifuse,
spektrofotometer, gel elektroforesis, dan PCR (Polymerase Chain Reaction). Secara
mudah, saat ini kita sebagai konsumen dapat melihat pangan GMO atau bukan dari
label pada kemasan pangan. Berdasarkan peraturan yang berlaku, pangan yang
mengandung minimal 5 persen bahan GMO wajib mencantumkan bahwa pangan
tersebut adalah produk rekayasa genetika. Sehingga, kita dapat melihat pangan
tersebut mengandung atau berasal dari produk rekayasa genetika atau tidak dari
labelnya.

Apakah pangan GMO dapat membahayakan kesehatan?


Pengaruh baham baku pangan GMO pada produk tradisional seperti tempe, cuka, dan
kecap terhadap kesehatan sudah tidak dipermasalahkan lagi. Pemanfaatan pangan
GMO mengundang kekhawatiran bahwa pangan tersebut mungkin dapat menimbulkan
risiko terhadap kesehatan manusia. Kekhawatiran terhadap pangan produk rekayasa
genetika mencakup berbagai aspek, isu yang sering dipermasalahkan adalah
kecenderungan untuk menyebabkan reaksi alergi (alergenisitas), transfer gen dan
outcrossing. Pangan GMO harus melalui pengujian terkait alergenisitas yang mungkin
timbul akibat transfer gen pada saat proses budidaya melalui bioteknologi modern.
Prosedur dan teknik untuk pengujian tersebut telah disiapkan dan dievaluasi oleh badan
pangan dan pertanian dunia (Food and Agriculture Organization, FAO) dan Badan
Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO). Faktanya selama ini tidak
ditemukan adanya efek alergi dalam produk rekayasa genetika yang beredar di pasar
internasional. Selain itu, transfer gen dari pangan GMO ke dalam sel tubuh atau ke
bakteri di dalam sistem pencernaan menimbulkan kekhawatiran jika material genetik
yang ditransfer dapat merugikan kesehatan manusia. Hal ini bisa terjadi jika ada
transfer gen yang resisten terhadap antibiotik digunakan dalam pembuatan produk
GMO. Walaupun sangat kecil kemungkinan terjadinya transfer tersebut, para ahli dari
FAO dan WHO telah menyarankan penggunaan teknologi tanpa gen resisten antibiotik.
Sementara itu hal lain yang menjadi perhatian adalah peluang terjadinya perpindahan
atau pergerakan gen dari tanaman rekayasa genetik ke tanaman konvensional atau
spesies yang terdapat di alam sekitarnya (outcrossing). Misalnya percampuran produk
pasca panen dari bibit konvensional dengan produk tanaman rekayasa genetik,
mungkin mempunyai efek tidak langsung terhadap keamanan pangan dan ketahanan
pangan. Untuk mengatasi migrasi gen kini beberapa negara telah menggunakan
strategi pemisahan lahan pertanian tanaman rekayasa genetik dengan lahan tanaman
konvensional. Kemungkinan timbulnya risiko perlu diminimalkan melalui pendekatan
kehati-hatian (precautionary approach). Untuk itu, pangan GMO sebelum diedarkan
wajib dilakukan pemeriksaan keamanan pangan (premarket food safety assessment).
Di Indonesia, pengkajian keamanan dilakukan oleh Komisi Keamanan Hayati Produk
Rekayasa Genetik (KKH PRG). Pengkajian tersebut dilakukan dengan melihat informasi
keamanan pangan yang meliputi kesepadanan dengan pangan aslinya (non-GMO),
perubahan nilai gizi, uji alergenitas, uji toksisitas, dan beberapa uji yang diperlukan. Jika
pangan GMO tersebut sudah dinyatakan aman berdasarkan serangkaian pengkajian
tersebut, selanjutnya pangan wajib diberi label sebagai pangan GMO. Artinya, jika
pangan tersebut sudah diberi label GMO dan mendapatkan izin dari badan berwenang
(dalam hal ini oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan), maka pangan tersebut aman
dikonsumsi.

Bagaimana dengan kehalalan pangan GMO?


Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 35 tahun 2013 menyatakan bahwa
produk rekayasa genetika pada dasarnya bersifat boleh (mubah). Sifat mubah tersebut
memiliki syarat diantaranya bermanfaat, tidak membahayakan, tidak menggunakan gen
atau bagian
lain yang berasal dari tubuh manusia dan bukan berasal dari yang haram. Berdasarkan
fatwa di atas, dapat dikatakan bahwa titik kritis keharaman suatu pangan GMO dapat
dilihat dari bahan baku atau asal gen yang digunakan. Jika sumber gen atau adanya
penggunaan bahan yang haram saat pembuatan produk GMO, maka produk GMO
yang dihasilkan menjadi haram. Hal ini menjadi dasar pengambilan fatwa MUI untuk
memberikan sertifikasi produk pangan yang berbahan baku dari produk GMO. Secara
mudahnya, konsumen dapat melihat kehalalan produk GMO yang beredar dari sertifikat
atau label yang telah disahkan oleh Lembaga Pengkajian Obat, Kosmetika, dan
Makanan – Majelis Ulama Indonesia (LPPOM - MUI) dan Badan Pengawas Obat dan
Makanan – Republik Indonesia (BPOM - RI). Jika pangan GMO telah mendapatkan
sertifikat dan label halal dari lembaga resmi tersebut artinya telah dilakukan
serangkaian pengkajian dan penilaian sehingga produk GMO tersebut dinyatakan halal.

Penulis: Sumarto, SP., MP. Ahli Teknologi Pangan dan Gizi, Polteknik Kesehatan
Kemenkes Tasikmalaya

Anda mungkin juga menyukai