Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Penyakit Campak dikenal juga dengan istilah morbili dalam bahasa
latin dan measles Dalam bahasa Inggris. Campak, pada masa lalu dianggap
sebagai suatu hal yang harus dialami oleh setiap anak, mereka
beranggapan, bahwa penyakit Campak dapat sembuh sendiri bila ruam
sudah keluar, sehingga anak yang sakit Campak tidak perlu diobati.
Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam keluar semakin baik.
Bahkan ada upaya dari masyarakat untuk mempercepat keluarnya ruam,
dan ada pula kepercayaan bahwa penyakit Campak akan berbahaya bila
ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam akan muncul dirongga tubuh lain
seperti dalam tenggorokan, paru-paru, perut atau usus. Hal ini diyakini
akan menyebabkan sesak napas atau diare yang dapat menyebabkan
kematian.
Penyakit Campak adalah yang sangat potensial untuk
menimbulkan wabah, penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi Campak. Tanpa imunisasi, 90% dari mereka yang mencapai
usia 20 tahun pernah menderita Campak. Dengan cakupan Campak yang
mencapai lebih dari 90% dan merata sampai ke tingkat desa diharapkan
jumlah kasus Campak akan menurun oleh karena terbentuknya kekebalan
kelompok (herd immunity)
Morbili adalah penyakit virus akut dengan demam, radang selaput
lendir dan timbulnya erupsi kulit berupa bercak dan bintik merah, disusul
pengelupasan (Ramali Ahmad, 2002). Morbili adalah suatu penyakit yang
sangat menular karena paramyxovirus yang ditandai oleh prodromal
infeksi saluran pernafasan atas dan bercak koplik yang diikuti dengan rash
makula popular kehitaman (Catzel dan Robert, 1995).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa morbili
adalah penyakit infeksi virus akut yang sangat menular yang ditandai
dengan 3 stadium yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium
konvalensi yang pada umumnya menyerang pada anak.

B. Etiologi
Menurut Suriadi (2001), penyebab morbili adalah virus morbili
yang berasal dari sekret saluran pernafasan, darah dan urine dari yang
terinfeksi. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan droplet dari
orang yang terinfeksi. Masa inkubasi selama 10 – 20 hari, dimana periode
yang sangat menular adalah dari hari pertama hingga hari keempat setelah
timbulnya rash (pada umumnya pada stadium kataral).

C. Pathofisiologi
Penularan virus yang infeksius sangat efektif, dengan sedikit virus
yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang.
Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara, terjadi antara 1 – 2
hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam.
Lesi utama tampak ditemukan pada kulit penderita, mukosa
nasofarink, bronkus, saluran cerna dan konjungtiva serta masuk ke dalam
limfatik lokal. Virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan di
situ mulai penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limfa. Sel
mono nuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa
berinti banyak.
Virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke
permukaan epitil orofarink, konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung
kemih, dan usus. Pada hari ke 9 – 10 fokus infeksi yang berada di epitel
saluran nafas dan konjungtiva, satu sampai dua lapisan mengalami
nekrosis. Virus yang masuk ke pembuluh darah menimbulkan manifestasi
klinis dari sistem saluran nafas adalah batuk, pilek, disertai konjungtivitis,
demam tinggi, ruam menyebar ke seluruh tubuh, timbul bercak koplik.
Pada hari ke-14 sesudah awal infeksi akan muncul ruam makulopopular
dan saat itu antibodi humoral dapat dideteksi.
Daya tahan tubuh akan menurun sebagai akibat respon terhadap
antigen virus terjadilah ruam pada kulit. Daerah epitel yang nekrotik di
nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan serangan
infeksi bakteri sekunder berupa bronkopnemoni, otitis dan lain-lain.

Virus morbili

Droplet udara

Menyebar ke sel jaringan limforetukuler (limfe)

Profilasi sel monomuklear

Peningkatan polimorfoneukleus di kapiler

Menyebar

Epitel Orofarink Konjungtiva Sal. Nafas kulit kandung kemih usus

Hari 9-10 me- limfatik lokal batuk, pilek ruam pada


Ngalami nekrosis kulit , bercak merah

Terjadi bronkopneumoni,
otitis, dan komplikasi lain
D. Manifestasi / Tanda Gejala
1. Stadium Prodromal (kataral)
Demam, malaise, batuk, konjungtivitis, coryza terdapat bercak koplik
berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dikelilingi oleh eritema
terletak di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah, timbul
dua hari sebelum munculnya rash. Stadium ini berlangsung selama 4 –
5 hari.
2. Stadium Erupsi
Coryza dan batuk bertambah, terjadi eritema yang berbentuk makula
popula disertai meningkatnya suhu tubuh. Mula-mula eritema terletak
di belakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut,
dan bagian belakang bawah. Kadang terdapat pendarahan ringan di
bawah kulit. Pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan
di daerah belakang leher.
3. Stadium Konvalensi
Erupsi berkurang dan meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang akan menghilang dengan sendirinya.
Selanjutnya diikuti gejala anorexia, malaise, limfedenopati (Suriadi,
2001).

E. Komplikasi
Pada penyakit morbili/campak terdapat resistensi umum yang
menurun sehingga dapat terjadi anergi (uji tuberkulin yang semula positif
berubah menjadi negatif). Keadaan ini memudahkan terjadinya komplikasi
sekunder seperti otitis media akut, ensefalitis, bronkopneumonia.
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus morbili atau oleh
pneumococcus, streptococcus, staphylococcus yang menyebabkan
kematian bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein
(KKP), paisen yang berpenyakit menahun (misalnya tuberkulosis),
leukimia dan lainnya.
Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegia,
paraplegia, afasia, gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis.
Ensefalitis morbili dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang
menderita morbili atau dalam 1 bulan setelah mendapat imunisasi dengan
vaksin virus morbili hidup (ensefalitis morbili akut), pada pasien yang
sadang mendapat pengobatan imunopresif (immunosupresive meales
encephalophaty dan sebagai subacute sclerosing panencephalitis).

F. Pemeriksaan Penunjang
Virus campak dapat ditelusuri melalui isolasi terhadap virus
diswab/usap tenggorok pada lapisan mukosa hidung. Konfirmasi diagnosa
dengan peningkatan antibodi netralisasi terhadap virus dilakukan
pemeriksaan senologi didapatkan IgM spesifik. Sediaan apus darah dapat
menunjukkan adanya limfosit abnormal serta pemeriksaan imunologis
lainnya yang juga dapat membantu (Bagian Ilmu Kesehatan Anak, 2002).
Pemeriksaan antibodi IgM merupakan cara tercepat untuk
memastikan adanya infeksi campak akut. Karena IgM mungkin belum
dapat dideteksi pada 2 hari pertama munculnya rash, maka untuk
mengambil darah pemeriksaan IgM dilakukan pada hari ke 3 untuk
menghindari adanya false negative. Titer IgM mulai sulit diukur pada 4
minggu setelah muncul rash.
Sedangkan IgG antibodi dapat dideteksi 4 hari setelah rash muncul,
terbanyak IgG dapat dideteksi 1 minggu setelah beberapa tahun kemudian.
Virus measles dapat diisolasi dari urine, nasofaringeal aspirat, darah yang
diberi heparin, dan swab tenggorokan selama masa prodromal sampai 24
jam setelah timbul bercak-bercak. Virus dapat tetap aktif selama sekurang-
kurangnya 34 jam dalam suhu kamar.

G. Konsep Tumbuh Kembang


Berdasarkan Markum (1991) konsep tumbuh kembang anak sebagai
berikut:
1. Menurut Erickson
Pada usia 6 – 12 tahun merupakan masa sekolah yang bercirikan anak
berusaha merebut perhatian dan penghargaan atas karyanya, belajar
menyelesaikan tugas yang diberikannya, rasa tanggung jawab mulai
timbul, mulai senang untuk belajar bersama-sama, rasa rendah diri
akan timbul bila anak merasa kurang mampu dibanding dengan teman-
temannya.
2. Menurut Sigmund Freud
Pada usia 6 - 12 tahun merupakan fase laten yaitu merupakan periode
integrasi yang bercirikan anak harus berhadapan dengan berbagai
tuntunan sosial. Misalnya hubungan kelompok, pelajaran sekolah,
konsep, moral, dan etika serta hubungan dengan dunia dewasa.
3. Menurut Oean Peaget
Usia 2 – 7 tahun merupakan fase pra operasional yang terbagi menjadi
2 fase: Fase pra konseptual (2-4 tahun) yang bercirikan kemampuan
berbahasa dan belajar komunikasi sosial. Fase intuitif (4-7 tahun)
bercirikan anak memperhatikan dan meniru perilaku orang dewasa,
mengambil alih norma moral dan perilaku orang tua).

H. Konsep Askep
a. Pengkajian
1. Identitas penderita
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan dahulu : mendapatkan vaksin campak atau
tidak saat masih bayi
4. Riwayat kesehatan sekarang : kapan timbulnya panas, batuk,
bercak merah, serta upaya apa yang dilakukan.
5. Riwayat kesehatan keluarga : data hubungan kekeluargaan dan
hubungan darah, apakah pasien beresiko terhapat penyakit yang
bersifat genetik atau familial
6. Riwayat imunisasi : mendapatkan imunisasi BCG, POLIO I,II,III,
DPT I,II,III dan campak atau tidak.
7. Riwayat nitrisi
8. Pengkajian Gordon
9. Pemerisaan Fisik
a) Status kesehatan umum : kesadaran, TB, BB, TTV
b) Kepala dan leher : bagaimana keadaan rambut, kulit kepala,
telinga, konjungtiva, pembesaran kelenjar atau tidak.
c) Mulut : bercak koplik, perdarahan pada mulut, dan traktus
digestivus
d) Torak : bnetuk dada, batuk/ssecret, nasofaring, perdarahan
hidung, influenza, bunyi tambahan atau tidak
e) Abdomen : bentuk perut, ruam kulit, bising usus, adanya massa
atau pembengkakan atau tidak
f) Kulit : eritema pada kulit, kulit bersisik, turgor kulit menurun.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan sekret
2. Gangguan rasa nyaman : Gatal berhubungan dengan rash
3. Cemas berhubungan dengan dampak hospitalisasi, prosedur yang
tidak dikenal dan lingkungan yang tidak nyaman
4. Gangguan pengaturan suhu tubuh : hipertermi berhubungan dengan
efek endotoxim dan hipotalamus
5. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat
6. Gangguan personal hygiene (oral) berhubungan dengan kurang
perawatan keluarga terhadap perawatan anak
7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
c. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan sekret (Wong, 1996)
a. Tujuan :
- Memelihara jalan nafas yang baik
- Mengeluarkan sekret secara adekuat
b. Intervensi:
1) Berikan posisi yang sesuai untuk memperlancar
pengeluaran sekret
2) Posisikan badan terlentang dengan kepala agak terangkat
300
3) Bantu anak mengeluarkan sputum
4) Melakukan fisioterapi dada
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti biotik.

2. Gangguan rasa nyaman : Gatal berhubungan dengan rash


(Carpenito, 2000)
a. Tujuan : rasa nyaman terpenuhi.
b. Intervensi :
1) Kaji faktor penyebab rash
2) Tingkatkan kenyamanan dan cegah cidera lebih lanjut
3) Jelaskan pada pasien mengapa dilarang menggaruk
4) Pertahankan hygiene kulit tanpa menjadikan kulit kering
5) Cegah baju berlapis, yang akan menjadikan panas.

3. Cemas berhubungan dengan dampak hospitalisasi, prosedur


yang tidak dikenal dan lingkungan yang tidak nyaman (Wong,
1996).
a. Tujuan : Bisa beradaptasi dengan kecemasan.
b. Intervensi :
1) Berikan suasana dan lingkungan yang nyaman/tenang
2) Berikan aktivitas sesuai kemampuan dan kondisi
anak/pasien
3) Hindarkan tindakan yang membuat anak bertambah cemas
4) Beri penjelasan setiap tindakan yang akan dilakukan pada
anak dan orang tua
5) Beri terapi bermain sesuai umur.

4. Gangguan pengaturan suhu tubuh : hipertermi berhubungan


dengan efek endotoxim dan hipotalamus (Carpenito, 2000).
a. Tujuan : Suhu tubuh dalam batas normal (360C – 370C).
b. Intervensi :
1) Kaji faktor-faktor yang memperberat resiko
2) Pantau suhu tubuh, masukan dan keluaran
3) Lakukan pengompresan sesuai indikasi
4) Kurangi kegiatan fisik
5) Pantau adanya takikardi, takipnue
6) Kolaborasi dalam pemberian obat anti piretik.

5. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan intake yang tidak adekuat (Wong, 1996).
a. Tujuan : Nutrisi terpenuhi.
b. Intervensi :
1) Observasi dan catat respon pemberian makanan
2) Instruksikan keluarga menyediakan diet dengan tepat
3) Hindari pemberian diet makanan yang merangsang
4) Kaji pengetahuan keluarga tentang pentingnya nutrisi
5) Lakukan penyuluhan kesehatan tentang nutrisi
6) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet.
6. Gangguan personal hygiene (oral) berhubungan dengan
kurang perawatan keluarga terhadap perawatan anak (Wong,
1996).
a. Tujuan : Gangguan personal hygiene tidak terjadi.
b. Intervensi :
1) Kaji kebersihan pasien
2) Beri penjelasan tentang kebersihan diri
3) Lakukan oral hygiene yang benar
4) Beri motivasi keluarga untuk selalu menjaga kebersihan
5) Jaga kebersihan anak

7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif


(Carpenito, 2000).
a. Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
b. Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda infeksi
2) Cuci tangan setiap melakukan tindakan
3) Pertahankan teknik septik anti septik
4) Monitor tanda-tanda vital
5) Jaga kebersihan sekitar infus
6) Lakukan perawatan infus.
DAFTAR PUSTAKA

Wong, D.L. 1996. Pedoman Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Carpenito. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan ed.8. Jakarta: ECG

Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam ed.1. Jakarta: Agung Setia

Ramalia, Ahamad. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta: PT.Djambata

Catzel, dkk. 1995. Kesehatan Anak dan Pediatri Komunitas dalam Kapita Selekta
Pediatri ed.2. Jakarta: ECG

http://eprints.ums.ac.id/16760/2/BAB_I.pdf (diakses tanggal 21 april 2019 pukul


17.54 WIB).

https://www.scribd.com/doc/313959519/Laporan-Pendahuluan-Campak (diakses
tanggal 21 april 2019 pukul 18.15 WIB).

https://www.scribd.com/doc/318158253/laporan-Pendahuluan-Campak (diakses
tanggal 22 april 2019 pukul 19.51 WIB)
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN SARAF (CAMPAK) PADA ANAK

Disusun Oleh :
1. Dita Ismaya
2. Nanda Muhammad C.P
3. Nurul Marifah

AKADEMI KEPERAWATAN SERULINGMAS


CILACAP
2019

Anda mungkin juga menyukai