Anda di halaman 1dari 14

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Pelatihan

Pelatihan merupakan sarana penting dalam pengembangan sumber daya manusia


yang baik. Pengembangan di bidang pelatihan karyawan menurut Edwin B Flippo dalam
(Suwatno, 2016) dalam buku Manjemen SDM dalam Organisasi Publik dan Bisnis.
Pelatihan merupakan suatu usaha peningkatan Knowledge dan Skilss seseorang karyawan
untuk menerapkan aktivitas kerja tertentu. Dengan pelatihan perusahaan memperoleh
masukan yang baik menghadapi tantangan-tantangan manajemen yang terus berkembang
dengan memiliki karyawan yang dapat memenuhi penyelesaian masalah-masalah yang ada.

Istilah pelatihan berasal dari kata training dalam bahasa inggris yang berarti: A
short-term educational process utilizing a systematic and organized procedure by which
non-manajerial personnel learn technical knowledge and skills for a definite purpose”
Andrew F. Sikula dalam (Suwatno & Donni Juni Priansa 2016). Sementara itu “Pelatihan
merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan,
atau sikap untuk meningkatkan kinerja tenaga kerja” (Simamora, 2006:273). Menurut pasal I
ayat 9 undang-undang No.13 Tahun 2003. Dari pengertian menurut beberpa para ahli diatas
dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah merupakan suatu usaha yang terencana untuk
memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian
dan perilaku oleh para pegawai.

2.1.1 Pentingnya Pelatihan

Seorang karyawan yang baru saja bekerja disebuah perusahaan harus diberikan
pelatihan (training) agar karyawan tersebut mengetahui bagaimana melakukan
pekerjaan sesuai dengan job description yang ia miliki dalam perusahaan tersebut.
Tidak hanya untuk karyawan baru, tetapi pelatihan juga harus diberikan kepada
karyawan yang sudah lama bekerja dalam upaya mengembangkan keterampilan dan
kemampuan yang dimiliki.

Manullang (2012), para pegawai akan berkembang lebih cepat dan lebih baik,
serta dapat bekerja lebih efisien, apabila sebelum mereka bekerja, mereka menerima
latihan terlebih dahulu, di bawah pengawasan seorang pengawas instruktur yang ahli.
Lebih lanjut, Samsudin (2010) juga menjelaskan beberapa faktor penyebab
diperlukannya pelatihan, yaitu sebagai berikut:

1. Kualitas Angkatan Kerja, terdiri dari dan orang-orang yang berharap untuk
memiliki pekerjaan. Kualitas angkatan kerja merupakan hal yang sangat penting.
Kualitas disini berarti kesiapsediaan dan potensi angkatan kerja yang ada.
2. Persaingan Global, perusahaan-perusahaan harus menyadari bahwa mereka
menghadapi persaingan di pasar global. Agar dapat memenangkan persaingan,
perusahaan bisnis harus mampu menghasilkan produk yang lebih baik dan lebih
murah. Untuk itu, diperlukan senjata yang ampuh untuk menghadapi persaingan
agar tetap survive dan memiliki dominasi. Senjata tersebut adalah pendidikan dan
pelatihan.
3. Perubahan yang Cepat dan Terus-menerus, di dunia ini tidak ada satu hal yang
tidak berubah. Perubahan terjadi dengan cepat dan berlangsung terus-menerus.
Pengetahuan dan keterampilan yang dianggap baru hari ini, mungkin besok pagi
sudah usang. Dalam keadaan seperti ini sangat penting memperbaharui
kemampuan karyawan secara konstan. Organisasi atau perusahaan yang tidak
memahami perlunya pelatihan tidak mungkin dapat mengikuti perubahan yang
terjadi.
4. Masalah Alih Teknologi, alih teknologi adalah perpindahan atau transfer dari satu
teknologi ke teknologi lainnya. Ada dua tahap dalam proses alih teknologi. Tahap
pertama adalah komersialisasi teknologi baru yang dikembangkan di laboratorium
riset. Tahap ini merupakan pengembangan bisnis dan tidak melibatkan pelatihan.
Tahap kedua adalah difusi teknologi yang memerlukan pelatihan. Difusi teknologi
adalah proses pemindahan teknologi yang baru ke dunia kerja untuk meningkatkan
produktivitas, kualitas, dan daya saing.
5. Perubahan Demografi, perubahan demografi menyebabkan pelatihan menjadi
semakin penting. Kerja sama tim merupakan unsur pokok dalam pengembangan
sumber daya manusia maka pelatihan dibutuhkan untuk melatih karyawan yang
berbeda latar belakang agar dapat bekerja bersama secara harmonis.

2.1.2 Prinsip Pelatihan

Berdasarkan pengalaman dan penyelidikan yang sudah lama dijalankan mengenai


latihan, Manullang (2012) telah menghasilkan sembilan prinsip latihan yaitu:

1. Individual differences, setiap orang yang mengikuti latihan, memiliki perbedaan


baik dari latar belakang pendidikan, pengalaman, maupun keinginan. Oleh karena
itu, waktu, sifat dan cara latihan harus direncanakan dan dilaksanakan sedemikian
rupa, sehingga nantinya, latihan tersebut dapat memberikan hasil yang
memuaskan bagi orang-orang yang telah mengikuti latihan.
2. Relation to job analysis, untuk semua jabatan tertentu, job specification
menjelaskan pendidikan yang bagaimana, harus dimiliki calon pekerja, agar
tugasnya dapat berhasil dilaksanakan. Oleh karena itu, bahan-bahan yang
diajarkan dalam pendidikan, harus berhubungan erat dengan apa yang dinyatakan
dalam job specification jabatan dari setiap orang yang akan mengikuti latihan.
3. Motivation, orang akan bersungguh-sungguh untuk melaksanakan suatu tugas
tertentu, apabila memiliki daya perangsang. Demikian juga bagi setiap orang yang
akan mengikuti latihan, akan bersungguh-sungguh, jika mereka melihat ada daya
perangsang, seperti dengan menaikkan upah atau menaikkan kedudukan
pegawainya, apabila pegawai tersebut, benar-benar mengikuti latihan dengan baik
4. Active participation, sewaktu mengikuti latihan, orang atau pegawai yang
mengikutinya, harus turut aktif mengambil bagian di dalam pembicaraan, karena
pendidikan bukan hanya dijalankan seperti sistem belajar di perkuliahan, tetapi
pendidikan harus dijalankan dengan memberikan kesempatan untuk bertukar
pikiran antara si pelatih atau pemberi pendidikan dengan orang yang di latih,
sehingga orang yang di latih dapat selalu aktif berpikir selama proses latihan
berlangsung
5. Selection of trainess, di antara pengikut latihan, terdapat perbedaan baik dalam
latar belakang pendidikan, pengalaman maupun keinginan. Maka untuk menjaga
agar perbedaan tidak terlalu besar, maka calon pengikut latihan harus terlebih
dahulu diseleksi, sehingga latihan dapat diberikan kepada mereka yang benar-
benar memiliki minat dan kemauan untuk mengikuti latihan.
6. Selection of trainer, salah satu asas penting dari latihan atau pendidikan, yaitu
tersedianya tenaga pelatih yang terdidik, berminat dan yang mempunyai
kesanggupan untuk mengajar.
7. Trainer training, para pelatih harus juga telah mendapatkan pendidikan khusus
untuk menjadi tenaga pelatih. Dengan demikian, salah satu asas juga penting
dalam pendidikan yaitu para pelatih telah terlebih dahulu mendapat didikan
sebagai pelatih.
8. Training methods, metode latihan harus sesuai dengan jenis latihan yang
diberikan, misalnya metode pemberian kuliah tidak dapat diberikan bagi para
mandor, meskipun cara tersebut dapat digunakan pada jenis pendidikan yang lain.
9. Principles of learning, dalam pemberian program pendidikan juga harus
memperhatikan metode pendidikan yang bagaimana harus digunakan dalam
pemberian pendidikan tersebut.

2.1.3 Indikator Pelatihan

Dalam mengukur variabel pelatihan, penelitian mengadaptasi indikator yang


digunakan dalam penelitian Gary Dessler (2015:284), pelatihan dibagi menjadi 5
indikator yaitu sebagai berikut:

1. Instruktur
Mengingatkan pelatihan umumnya berorientasi pada peningkatan skill,
maka para pelatih yang dipilih untuk memberikan materi pelatihan harus
benar-benar memiliki kaulifikasi yang memadai sesuai dengan bidangnya,
profesional dan berkompeten;
a. Kualifikasi/kompetensi yang memadai
b. Memotivasi peserta
c. Kebutuhan umpan balik
2. Peserta Pelatihan
Peserta pelatihan tentunya harus diseleksi berdasarkan persyaratan tertentu
dan kualifikasi yang sesuai;
a. Semangat mengikuti pelatihan
b. Keinginan untuk memperhatikan
3. Materi
Pelatihan sumber daya manusia merupakan materi atau kurikulum yang
sesuai dengan tujuan pelatihan sumber daya manusia yang hendak dicapai oleh
perusahaan;
a. Menambah kemampuan.
b. Kesesuaian materi dengan tujuan pelatihan.

4. Metode
Metode pelatihan akan menjamin berlangsungnya kegiatan pelatihan sumber
daya manusia yang efektif, apabila sesuai dengan jenis materi dan kemampuan
peserta pelatihan;
a. Kesesuaian metode dengan jenis pelatihan.
b. Kesesuaian metode dengan materi pelatihan.
5. Tujuan
Pelatihan memerlukan tujuan yang telah ditetapkan, khususnya terkait
dengan penyususnan rencana aksi (action plan) dan penetapan sasaran, serta
hasil yang diharapkan dari pelatihan yang diselenggarakan;
a. Keterampilan peserta pelatihan
b. Pemahaman etika kerja peserta pelatihan.
2.1.4 Metode Pelatihan

Berhasil atau tidaknya suatu pelatihan, juga dalam hal ini menentukan apakah
pelatihan yang dilakukan sudah efektif atau tidak, hal tersebut dipengaruhi oleh
metode pelatihan yang digunakan. Samsudin (2010) mengatakan bahwa berdasarkan
sumbernya, metode pelatihan dapat dibagi menjadi dua kategori sebagai berikut:

1. In-house atau on-site training, In-house training (IHT) berupa on the job training,
seminar atau lokakarya, instruksi lewat media (video, tape, dan satelit), dan
instruksi yang berbasis computer.
2. External atau outside training, External training terdiri dari kursus, seminar, dan
lokakarya yang diselenggarakan oleh asosiasi professional dan lembaga
pendidikan.

Sedangkan berdasarkan kategori karyawan, pelatihan dapat berupa program


orientasi karyawan baru, pelatihan umum secara ekstensif, pelatihan jobspesifik,
praktik, pelatihan peralatan, dan prosedur operasi. Sementara Siti dan Heru (2010)
menjelaskan beberapa metode pelatihan yaitu:

1. On-the-job training (OJT), On-the-job training (OJT) umumnya diberikan oleh


karyawan senior atau manajer. Karyawan diberikan petunjuk oleh pelatih
bagaimana melaksanakan pekerjaan dan mereka mengikuti melakukannya di
bawah pengawasan pelatihnya tersebut.
2. Job Rotation, Job rotation merupakan salah satu bentuk dari OJT yang kadang-
kadang disebut sebagai cross training. Di dalam job rotation, seorang karyawan
mempelajari beberapa pekerjaan yang berbeda di dalam unit kerja atau
departemennya dan melakukan pembelajaran untuk setiap pekerjaan yang berbeda
tersebut masingmasing dalam periode waktu tertentu.

2.1.5 Metode Penilaian Pelatihan

Berhasil atau tidaknya pelatihan yang dilakukan oleh suatu perusahaan perlu
diukur, agar perusahaan mengetahui program pelatihan yang dilakukan sudah baik
atau belum. Manullang (2012) menjelaskan ada empat jenis pendekatan untuk
mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap suatu program latihan, yaitu:
1. Reaksi, untuk dapat mengevaluasi suatu latihan dalam suatu session atau topik
pembicaraan yaitu dengan cara mengetahui reaksi dari peserta terhadap latihan
tersebut, secara keseluruhan. Reaksi tersebut dapat ditentukan dengan meminta
peserta mengisi daftar evaluasi dan meminta peserta mengisi lembaran
reaksi/form.
2. Pelajaran, pendekatan untuk mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap suatu
program latihan, dapat juga diketahui dari pengetahuan, sikap dan keahlian apa
yang telah dipelajari, selama program latihan tersebut berlangsung atau dengan
kata lain, hal ini juga dapat diketahui dengan dua cara yaitu:
a. Meminta peserta latihan untuk mendemonstrasikan mengenai pengetahuan
apa yang telah dipelajarinya.
b. Mengadakan pre dan post test dengan cara (a) sudah menunjukkan hasil
yang nyata, sedangkan dengan cara (b) masih belum, sehingga apabila
dilakukan penilaian dengan cara (b), maka harus dibandingkan hasil dari
pre dan post test agar dapat diketahui pengetahuan apa yang telah
dipelajarinya.
3. Tingkah laku peserta, pendekatan untuk mengadakan evaluasi atau penilaian
terhadap suatu program latihan, dapat juga diketahui dari perubahan tingkah laku
peserta, selama program latihan tersebut berlangsung atau dengan kata lain, ada
beberapa pedoman yang dapat digunakan, yaitu:
a. Mengadakan penilaian secara sistematis, dengan membandingkan sebelum
pelaksanaan latihan dan setelah pelaksanaan latihan
b. Penilaian pelaksanaan dilakukan oleh satu atau beberapa pihak, yaitu:
Peserta latihan, Atasan dari peserta latihan, Bawahan peserta lahihan dan
Teman-teman yang paham mengenai cara pelaksanaan pekerjaan tersebut.
4. Hasil tujuan dari program latihan, dapat dinyatakan berhasil, apabila peserta
latihan tersebut, dapat merealisasikan satu atau beberapa hasil antara lain:
Menaikkan jumlah keuntungan, Menurunkan jumlah biaya, Menurunkan turn over,
Menurunkan jumlah absen dan Menaikkan kualitas dan kuantitas dan lain
sebagainya.

2.1.6 Tujuan Pelatihan

Menurut Notoatmodjo (2009:22) dalam bukunya yang berjudul ”Pengembangan


Sumber Daya Manusia” menyatakan bahwa ”Terdapat dua macam tujuan pelatihan,
yakni Tujuan umum merupakan rumusan tentang kemampuan umum yang akan
dicapai oleh pelatihan tersebut dan Tujuan khusus merupakan rincian kemampuan
yang dirumuskan dalam kemampuan khusus.”

Sementara itu, menurut Simamora (2006:276) tujuan pelatihan antara lain:

1. Memperbaiki Kinerja
Karyawan-karyawan yang bekerja secara tidak memuaskan karena
kekurangan keterampilan merupakan calon utama pelatihan. Kendatipun
pelatihan tidak dapat memecahkan semua masalah kinerja yang tidak efektif,
program pelatihan dan pengembangan yang sehat sering berfaedah dalam
meminimalkan masalah ini.
2. Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi
Melalui pelatihan, pelatih (trainer) memastikan bahwa karyawan dapat
mengaplikasikan teknologi baru secara efektif. Para manajer di semua bidang
haruslah secara konstan mengetahui kemajuan teknologi yang membuat
organisasi mereka berfungsi secara lebih efektif. Perubahan teknologi, pada
gilirannya, berarti bahwa pekerjaan senantiasa berubah dan keahlian serta
kemampuan karyawan haruslah dimutakhirkan melalui pelatihan, sehingga
kemajuan teknologi dapat diintegrasikan ke dalam organisasi secara sukses.
3. Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompoten dalam
pekerjaan
Seorang karyawan baru acapkali tidak menguasai keahlian dan
kemampuan yang dibutuhkan untuk menjadi ”job competent” yaitu mampu
mencapai output dan standar mutu yang diharapkan.
4. Membantu memecahkan masalah operasional
Para manajer harus mencapai tujuan mereka dengan kelangkaan dan
kelimpahan sumber daya. Kelengkapan sumber daya finansial dan sumber daya
teknologi (human technological resources), dan kelimpahan masalah keuangan,
manusia, dan teknologi. Barangkali keduanya terikat erat. Para manajer
diharapkan mencapai sering melebihi tujuan-tujuan yang menantang kendatipun
mencuat konflik antar pribadi, standar dan kebijakan kabur, penundaan jadwal,
kekurangan, tindak ketidakhadiran dan putaran karyawan yang tinggi, serta
berbagai kendala lainnya.
5. Mempersiapkan karyawan untuk promosi
adalah satu cara untuk menarik, menahan, dan memotivasi karyawan
adalah melalui program pengembangan karier yang sistematik. Pengembangan
kemampuan promosional karyawan konsisten dengan kebijakan sumber daya
manusia untuk promosi dalam. Pelatihan dalam unsur kunci dalam sistem
pengembangan karier.
6. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi
Selama beberapa hari pertama di pekerjaan, karyawan baru membentuk
kesan pertama mereka terhadap organisasi dan tim manajemen. Kesan ini dapat
meliputi kesan yang menyenangkan sampai yang tidak meng-enakkan, dan dapat
mempengaruhi kepuasan kerja dan keseluruhan produktivitas karyawan. Karena
alasan inilah, beberapa penyelenggaraan orientasi melakukan upaya bersama
dengan tujuan mengorientasikan para karyawan baru terhadap organisasi dan
pekerjaan secara benar.
7. Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi
Sebagian besar manajer adalah berorientasi pencapaian dan membutuhkan
tantangan baru dipekerjaannya. Pelatihan dan pengembangan dapat memainkan
peran ganda dengan menyediakan aktivitas-aktivitas yang menghasilkan
efektivitas organisasi yang lebih besar dan meningkatkan pertumbuhan pribadi
bagi semua karyawan.

2.1.7 Manfaat Pelatihan


Andrew F.Sikula dalam Suwatno dan Donni Juni Priansa (2016) menyatakan
tujuan pelatihan pengembangan adalah:

1. Productivity
Dengan pelatihan akan dapat meningkatkan kemampuan, pengetahuan,
keterampilan dan perubahan tingkah laku. Hal ini dapat diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas perusahaan.
2. Quality
Penyelenggaraan pelatihan tidak hanya dapat memperbaiki kualitas dari tenaga
kerja namun diharapkan akan dapat memperkecil kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam bekerja. Dengan demikian kualitas dari output yang dihasilkan
akan tetap terjaga bahkan menigkat.
3. Human Resource Planning
Dengan adanya pelatihan akan memudahkan seorang pekerja untuk mengisi
kekosongan jabatan dalam suatu perusahaan, sehingga perencanaan tenaga kerja
dapat dilakukan sebaik-baiknya.
4. Morale
Diharapkan dengan adanya pelatihan akan dapat meningkatkan prestasi kerja dari
karyawan sehingga akan dapat menimbulkan peningkatan upah karayawan.
5. Indirect Compensation
Pemberian kesempatan pada karyawan untuk mengikuti pelatihan dapat diartikan
sebagai pemberian balas jasa atas prestasi yang telah dicapai pada waktu yang lalu
6. Health and Safety
Merupakan langah terbaik dalam rangka mencegah atau mengurangi terjadinya
kecelakaan kerja dalam suatu perusahaan sehingga akan menciptakan suasana
kerja yang tenang
7. Obsolence Prevention
Pelatihan akan mendorong inisiatif dan kreativitas tenaga kerja, langkah ini
diharapkan akan dapat mencegah tenaga kerja dari sifat kadaluawarsa.
8. Personal Growth
Memberikan kesempatan bagi seseorang tenaga kerja untuk meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja termasuk
meningkatkan perkembangan pribadinya.

2.2 Definisi Produktivitas

Produktivitas dalam suatu perusahaan menjadi fokus perhatian pada hampir


keseluruhan perusahaan. Untuk itu berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan serta keterampilan yang dimiliki karyawan dalam perusahaan. Menurut
Sinungan (2009), pada dasarnya produktivitas mencakup sikap mental patriotik yang
memandang hari depan secara optimis dengan berakar pada keyakinan diri bahwa kehidupan
hari ini adalah lebih baik dari hari kemarin dan hari esok adalah lebih baik dari hari ini.
Sementara Sinungan (2009) mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan antara
totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut.

Kemudian Nanang Fattah (Yuniarsih dan Suwatno, 2013), mennjelaskan konsep


produktifitas berkembang dari pengertian teknis sampai dengan perilaku. Produktifitas
dalam arti teknis mengacu pada derajat keefektifan dan efesiensi dalam penggunaan
berbagai sumber daya, sedangkan dalam pengertian perilaku, produktifitas merupakan sikap
mental yang senantiasa berusaha untuk terus berkembang.

2.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja karyawan di suatu perusahaan


perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan
tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan baik
yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor yang
berhubungan dengan lingkungan perusahaan dan kebijakan pemerintah secara
keseluruhan. Menurut Kusnanto (2007: 61-63), menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas kerja adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan (knowledge) yang dimiliki oleh karyawan dalam hal pemahaman


akan konsep-konsep dan teori-teori dari bidang keilmuan yang diperlukan dalam
melaksanakan tugas-tugas di perusahaan sesuai dengan bidang tugas dan
operasionalnya.
2. Keterampilan atau keahlian (skill) yang dimiliki oleh seorang karyawan dalam
melaksanakan dan menyelesaikan tugas pekerjaannya. Keterampilan atau keahlian
(skill) tersebut dalam mempergunakan atau mengoperasikan berbagai sarana yang
ada baik hardware maupun yang bersifat aplikatif software.
3. Kemampuan (ability) yang dimiliki oleh seorang karyawan dalam melaksanakan
dan menyelesaikan tugas pekerjaannya. Kemampuan (ability) tersebut dapat
menunjang kelancaran dan efektifitas dalam menyelesaian tugas dan tanggung
jawabnya serta inisiatif untuk melaksanakan pengembangan dan upaya
penyempurna.
4. Sikap mental (attitude) merupakan sikap positif dari karyawan dalam keseharian
dalam memelihara dan menjunjung norma-norma sosial, etika, dan organisasi
dalam menjalankan aktifitas bisnis baik di lingkungan internal maupun eksternal.

2.2.2 Indikator Produktivitas Kerja

Penilaian dan pengukuran kinerja merupakan bagian penting dalam menentukan


tingkat produktifitas seseorang. Yuniarsih dan Suwatno (2013), produktifitas dapat
diukur dengan dua standar utama, yaitu produktifitas fisik dan produktifitas nilai.
Secara fisik produktifitas diukur secara kuantitatif seperti banyaknya keluaran
(panjang, berat, lamanya waktu, jumlah). Sedangkan berdasarkan nilai, produktifitas
diukur atas dasar nilai-nilai kemampuan, sikap, perilaku, disiplin, motivasi dan
komitmen terhadap pekerjaan atau tugas.

Menurut Henry Simamora dalam Tulenan (2015) indikator dalam produktifitas


kerja meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja dan ketepatan waktu:

1. Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam
jumlah tertentu dengan perbandingan standar ada atau ditetapkan oleh perusahan
2. Kualitas kerja adalah merupakan suatu standar hasil yang berkaitan dengan mutu
dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan dalam hal ini merupakan suatu
kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan secara teknis dengan
perbandingan standar yang ditetapkan oleh perusahaan.
3. Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu
yang ditentukan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu diukur
dan persepsi karyawa terhadap suatu aktivitas yang disediakan diawal waktu
sampai menjadi output.

2.2.3 Manfaat dari Penilaian Produktivitas Kerja

Menurut Muchdarsyah Sinungan (2005: 126): Manfaat dari pengukuran


produktivitas kerja adalah sebagai beikut:

1. Umpan balik pelaksanaan kerja untuk memperbaiki produktivitas kerja karyawan.


2. Evaluasi produktivitas kerja digunakan untuk penyelesaian misalnya: pemberian
bonus dan bentuk kompensasi lainnya.
3. Untuk keputusan-keputusan penetapan, misalnya: promosi, transfer dan demosi.
4. Untuk kebutuhan latihan dan pengembangan.
5. Untuk perencanaan dan pengembangan karier.
6. Untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan proses staffing.
7. Untuk mengetahui ketidak akuratan informal. h. Untuk memberikan kesempatan
kerja yang adil.

2.2.4 Hubungan Pelatihan dengan Produktivitas Kerja

Dengan meningkatnya produktivitas kerja karyawan maka perusahaan akan


mendapatkan manfaat yang lebih yaitu meningkatnya profit perusahaan. Setiap
karyawan dalam suatu perusahaan diharapkan dapat bekerja secara efektif dan efisien,
baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Untuk meningkatkan kemampuan
karyawan tersebut, dalam suatu perusahaan maka perlu dilakukan pelatihan. Samsudin
(2010), tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
sikap karyawan, serta meningkatkan kualitas dan produktivitas organisasi secara
keseluruhan sehingga organisasi menjadi lebih kompetitif.
Dengan kata lain, tujuan pelatihan adalah meningkatkan kinerja, yang pada
gilirannya akan meningkatkan daya saing. Pelatihan yang diberikan kepada karyawan
pada dasarnya bertujuan untuk memperbaiki, mempertahankan dan meningkatkan
produktivitas kerja karyawan. Dengan demikian pelatihan dan produktivitas kerja
mempunyai hubungan yang kuat, karena dengan adanya pelatihan karyawan, maka
produktivitas kerja karyawan akan mengalami peningkatan.

Anda mungkin juga menyukai