Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS BLOK ELEKTIF

TERAPI UNTUK PENGGUNA NAPZA PADA PASIEN DI RSKO


CIBUBUR

Disusun oleh:
SYALMA KURNIA NUR A.
1102015233

Kelompok 4 Bidang Kepeminatan Drug Abuse

Pembimbing: dr. Dian Mardhiyah, MKK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
NOVEMBER 2018
ABSTRAK
Penyalahgunaan obat (drug abuse) adalah pemakaian obat-obatan atau zat-zat
berbahaya yang legal atau ilegal dengan tujuan bukan untuk pengobatan atau
penelitian serta digunakan tanpa mengikuti aturan atau dosis yang benar sehingga
menimbulkan ketergantungan(adiksi).
Jumlah penyalahguna NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lain) di
Indonesia diperkirakan telah mencapai sekitar 3,5 juta orang pada tahun 2017.
Untuk terlepas dari lingkaran NAPZA, dibutuhkan proses terapi dan rehabilitasi.
Dalam hal ini selain motivasi diri, dibutuhkan dukungan sosial untuk para
pengguna yang ingin mencapai kesembuhan.
Pada laporan kasus ini, seorang laki-laki berusia 24 tahun adalah mantan pecandu
NAPZA yang sudah mengkonsumsi NAPZA selama 6 tahun. Saat ini pasien
sudah 6 bulan menjalani terapi detoksifikasi dan terapi perilaku di RSKO
Cibubur.
Kata kunci: Terapi penyalahguna NAPZA, detoksifikasi, rehabilitasi

ABSTRACT
Drug abuse is the usage of drugs or dangerous substances that are legal or illegal
with the aim not for treatment or research and used without following the
guidelines or the accurate dosage caused an addiction.
The number of drugs users (Narcotics, Psychotropic and other addictive
substances) in Indonesia is estimated to have reached around 3.5 million people
in 2017. To be released from the drug circle, a therapy and rehabilitation process
is needed. In this case besides self motivation, social support is needed for users
who want to achieve healing.
In this case report, a 24-year-old male is a former drug addict who has been
consuming drugs for 6 years. Currently patients have been undergoing
detoxification and behavioral therapy for 6 months at RSKO Cibubur.

Keywords: Therapy for drug users, detoxification, rehabilitation


PENDAHULUAN
Penyalahgunaan obat (drug abuse) adalah pemakaian obat-obatan atau zat-zat
berbahaya yang legal atau ilegal dengan tujuan bukan untuk pengobatan atau
penelitian serta digunakan tanpa mengikuti aturan atau dosis yang benar sehingga
menimbulkan ketergantungan(adiksi).
Jumlah penyalahguna NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lain) di
Indonesia diperkirakan telah mencapai sekitar 3,5 juta orang pada tahun 2017.
Dimana 1,4 juta adalah pengguna biasa dan hampir satu juta telah menjadi
pecandu narkoba(BNN,2017). Berdasaran data Survei Nasional Penyalahgunaan
Narkoba di 34 Provinsi tahun 2017 yang dilakukan oleh Badan Narkotika
Nasional, Tingkat kematian dikalangan penyalahguna narkoba sebesar 11.071
orang per tahun atau setara dengan 30 orang meninggal per harinya akibat
penyalahgunaan narkoba. Ganja menjadi jenis narkoba yang paling banyak
dikonsumsi dalam penyalahgunaan narkoba di Indonesia sepanjang 2017.
Hal ini dapat terjadi karena pergaulan yang salah serta perubahan gaya hidup
masyarakat di Indonesia. Dimana kehidupan masyarakat,terutama di kota besar,
menganggap bahwa NAPZA adalah barang yang dapat dijadikan pelarian ketika
sedang stress karena efek yang ditimbulkan membuat pengguna merasa nyaman
dan lebih bersemangat dalam menjalani hidup.
Untuk terlepas dari lingkaran NAPZA, dibutuhkan waktu yang cukup lama dan
proses yang panjang untuk pengobatan terapi dan rehabilitasi. Setelah
menyelesaikan semua rangkaian terapi dan rehabilitasi ada pengguna yang
sembuh tetapi ada juga kemungkinan untuk relaps(kembali memakai NAPZA).
Dalam hal ini maka, dibutuhkan dukungan sosial untuk para pengguna yang ingin
mencapai kesembuhan. Setiap pengguna NAPZA berhak memperoleh kesehatan
dan kesembuhan atas kecanduannya terhadap barang tersebut agar kembali
menjalankan kehidupan yang normal serta produktif.
DESKRIPSI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Pria
Umur : 24 tahun
Alamat : Jakarta Barat
Status pernikahan : Sudah Menikah
Pendidikan Terakhir : SMA
Agama : Budha

Tn. A, Pria 24 tahun, seorang wiraswasta, bertempat tinggal di Jakarta Barat,


pendidikan terakhir SMA adalah mantan pengguna NAPZA yang sudah 6 bulan
menjalani perawatan di RSKO (Rumah Sakit Ketergantungan Obat) Cibubur.
Pasien berasal dari keluarga yang baik-baik saja, mempunyai ibu tetapi tidak
punya ayah, dan dua saudara kandung serta hidup berkecukupan. Tn. A sudah
menikah 3 tahun lalu dan dikaruniai satu orang anak.
Berawal dari 6 tahun lalu, pasien pertama kali mengenal NAPZA karena diberikan
sebutir pil ekstasi oleh sepupu laki-lakinya(Tn.B). Awalnya pasien mengurungkan
niat untuk mencoba pil ekstasi karena pasien sudah mencari dan membaca
dampak serta kerugian yang dapat ditimbulkan akibat mengkonsumsi NAPZA
tetapi, karena rasa keingin tahuan yang tinggi serta dorongan dari Tn. B ,yang
sudah pasien anggap seperti figur seorang ayah, akhirnya pasien memutuskan
untuk mencoba mengkonsumsi satu butir pil ekstasi. Gejala awal saat
mengkonsumsi pil ekstasi pasien merasakan mual, muntah, pusing, paranoid, dan
keringat berlebihan. Kendatipun merasakan gejala yang tidak enak sesaat setelah
mengkonsumsi pil ekstasi, pasien justru merasa lebih penasaran dengan NAPZA
jenis lainnya. Pasien mencoba mengkonsumsi satu per satu NAPZA jenis lain
dimulai dari alkohol, ketamin, gorilla, sabu, ganja yang dibakar maupun dalam
bentuk cairan tetapi pasien tidak pernah mencoba NAPZA jenis
heroin/putaw/NAPZA yang dikonsumsi dengan cara injeksi. Akhirnya, pasien
kecanduan dengan pil ekstasi dan gorilla. Dalam satu hari pasien bisa
mengkonsumsi satu linting gorilla atau 13 butir pil ekstasi atau keduanya. Gejala
yang dirasakan saat pasien mengkonsumsi pil ekstasi adalah senang berlebihan,
bersemangat, bergairah, omongan terbata-bata, lupa ingatan jangka pendek dan
pada saat mengkonsumsi gorilla merasa nafsu makan bertambah, halusinasi dan
malas melakukan kegiatan apapun. Pasien mengeluarkan biaya ± 500.000 per hari
untuk dapat membeli pil ekstasi atau gorilla. Semakin lama dengan peningkatan
harga serta dosis yang pasien konsumsi, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit, Tn.
A mencari berbagai cara supaya terus mendapatkan uang, tidak peduli dengan
kondisi keuangannya yang sedang turun, ia melegalkan segala cara seperti menipu
orang lain, menjual seluruh barang yang ia punya, serta menggadai mobil
tantenya.
Pada tahun 2018 tepatnya 6 bulan lalu, Tn. B,sepupu laki-laki dari Tn. A,
tertangkap oleh BARESKRIM pada saat sedang pesta NAPZA dirumahnya. Pada
saat itu, Tn. A sedang bersama dengan Tn. B tetapi tidak tertangkap karena ia
sedang tidak mengkonsumsi NAPZA. Tetapi, keesokan harinya Tn. A memilih
untuk menyerahkan diri ke BNN karena khawatir akan dicurigai sebagai bandar
NAPZA akibat menyimpan 13 butir pil ekstasi. Sejak itulah pasien harus
meninggalkan istrinya yang sedang mengandung 4 bulan untuk dirawat di RSKO
Jakarta dan menunggu keputusan pengadilan selanjutnya.
Selama enam bulan di RSKO Jakarta, Pasien tidak diberikan terapi rumatan hanya
diberikan obat tidur yaitu Dumolid untuk memperbaiki siklus tidur pasien,
diajarkan kedisiplinan, bersosialisasi kembali dengan lingkungan, makan-
makanan bergizi dan hanya dapat dikunjungi oleh keluarga setiap dua minggu
sekali. Pasien juga rutin bertemu dengan peer group(peranan kelompok teman
sebaya) selama satu minggu sekali untuk dapat bertukar pikiran dan saling
mendukung agar bisa cepat pulih. Tn. A berterus terang menyesal dengan
peristiwa yang ia alami, tetapi ia tidak merasa kapok untuk mengkonsumsi
NAPZA. Bahkan, bila ia sudah selesai dengan putusan hukumnya nanti ia
memutuskan ingin menetap di negara yang melegalkan ganja dan kembali
mengkonsumsinya.
DISKUSI
Pada umumnya, Ada tiga tahap rehabilitasi medis yaitu :
- Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi)
Proses dimana pecandu menghentikan penyalahgunaan narkoba di bawah
pengawasan dokter untuk mengurangi gejala putus zat (withdrawal). Pada
tahap ini pecandu narkoba perlu mendapat pemantauan di rumah sakit oleh
dokter.
- Tahap rehabilitasi non medis
Dengan berbagai program di tempat rehabilitasi, misalnya
program therapeutic communities (TC), pendekatan keagamaan, atau
dukungan moral dan sosial.
- Tahap bina lanjut
Memberikan kegiatan sesuai minat dan bakat. Pecandu yang sudah
berhasil melewati tahap ini dapat kembali ke masyarakat, baik untuk
bersekolah atau kembali bekerja.

PEMBAHASAN
Pada kasus Tn. A terlihat bahwa ia kecanduan pil ekstasi dan gorila. Kedua
golongan NAPZA tersebut termasuk jenis stimulan dan halusinogen yang dapat
membuat perasaan euforia, berenergi, rasa senang yang berlebih dan distorsi
persepsi sensorik. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan aktifitas kimia yang
berada di otak seperti dopamine, norepinefrin dan serotonin.(Addiction
centre,2018)
Maka dari itu, tidak ada obat yang secara spesifik diperlukan untuk proses
detoksifikasi pada Tn. A Tetapi, para ahli merekomendasikan antidepresan untuk
membantu menurunkan perasaan depresif yang muncul pada pengguna akibat
tidak mengkonsumsi pil ekstasi.
Terapi perilaku dapat dilakukan untuk mengatasi kecanduan pada pengguna pil
ekstasi tapi, perlu diperhatikan bahwa keberhasilan terapi bergantung pada
sejumlah faktor tiap individu seperti usia individu, sifat/tingkat keparahan
penyalahgunaan kecanduan ekstasi dan adanya peran lingkungan sekitar.
Pengobatan optimal dapat dilakukan dengan terapi rawat jalan, partisipasi dalam
12 langkah grup pendukung(12-step support group), rawat inap parsial atau
perawatan rumahan.
Teknik terapi yang dapat dilakukan pada pengguna ekstasi seperti :
- Kelompok terapi
Kelompok terapi dibagi menjadi dua kelompok besar. Satu yaitu, berfokus
terutama pada pemecahan masalah, di mana terapi umumnya singkat, lebih
peduli dengan situasi saat ini, dan lebih pragmatis. Kedua yaitu, kelompok
besar mencakup kelompok yang berorientasi pada isu-isu antargenerasi
dan dinamis; ini adalah jangka panjang, lebih eksploratif, dan peduli
dengan pertumbuhan keluarga seiring berjalannya waktu.
- Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Individu belajar untuk mengeksplorasi konsekuensi positif dan negatif dari
penggunaan narkoba lanjutan, pemantauan diri untuk mengenali keinginan
cepat dan mengidentifikasi situasi yang mungkin membuat orang berisiko
untuk menggunakan NAPZA, dan mengembangkan strategi untuk
mengatasi keinginan serta menghindari situasi berisiko tinggi.
- Dialectical Behavioral Theraphy (DBT)
DBT pada awalnya dikembangkan untuk mengobati pasien dengan
gangguan kepribadian ambang dan pikiran ingin bunuh diri. Salah satu
tujuan inti dari DBT adalah untuk membantu pasien membangun
kepercayaan diri dan kemampuan mengatasi untuk secara efektif
menangani situasi yang penuh tekanan. Terapi perilaku dialektik
umumnya mencakup empat komponen inti, termasuk: Pelatihan
Keterampilan, terapi individu, pelatihan telepon dan konsultasi tim.
- Hypnotherapy
Hasil penggunaan metode hipnosis dalam kecanduan opiat yang parah
secara keseluruhan tidak terlalu efektif. Namun, para ahli melaporkan hasil
akan menjadi efektif dengan ketentuan:
1. Pasien sendiri harus sehat termotivasi agar dia bisa bertahan.
2. Pasien harus tetap konstan dalam pengawasan
3. Obat yang membuat pasien kecnduan harus benar dipastikan sudah
tidak ada di pasien lagi.
4. Hypnoanalysis ekstensif harus dilakukan untuk mengungkap setiap
neurosis dan diberikan saran langsung yang spesifik agar pasien
menggantikan penggunaan opiat.
5. Paling penting, pasien harus dilihat minimal satu atau dua jam
setiap hari sampai penyembuhan selesai dilakukan. Kemudian,
saran hipnosis harus dilanjutkan sampai seseorang yakin secara
positif bahwa kekambuhan tidak akan terjadi.
Pandangan Islam tentang hukum penggunaan NAPZA adalah haram bila
mengkonsumsi NAPZA bukan dalam keadaan darurat. NAPZA dengan berbagai
jenis, bentuk dan nama yang telah diidentifikasi pengaruhnya terhadap akal
pikiran dan fisik, maka sanksi hukumannya dikategorikan ke dalam khamr, yang
secara tegas dan keras dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya (Saipullah, 2013).
Allah Ta’ala berfirman:

ِ ‫َو أ َن ْ فِ ق ُوا ف ِ ي س َ ب ِ ي ِل َّللاه ِ َو ََل ت ُلْ ق ُوا ب ِ أ َيْ ِد ي ك ُ ْم إ ِ ل َ ى ال ت ه ْه ل ُ كَ ةِ ۛ َو أ َ ْح‬


‫س ن ُوا ۛ إ ِ هن‬
ِ ‫ب ال ْ ُم ْح‬
‫س ن ِ ي َن‬ ُّ ‫َّللاه َ ي ُِح‬
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al
Baqarah(2): 195).

َ ‫أ َنْ ف ُ س َ ك ُ ْم ۚ إ ِ هن َّللاه َ كَ ا َن ب ِ ك ُ ْم َر ِح ي ًم‬


‫او ََل ت َق ْ ت ُل ُوا‬
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu” (QS. An Nisa’(4): 29).

Ayat di atas menunjukkan akan haramnya merusak diri sendiri atau


membinasakan diri sendiri. NAPZA sudah pasti merusak badan dan akal
seseorang. Maka dari itu diperlukan pengobatan untuk seorang pecandu NAPZA
agar sembuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan para ahli fikih dari berbagai
mazhab; yaitu ulama mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I dan ulama mazhab hambali
sepakat tentang bolehnya seseorang mengobati penyakit yang dideritanya.
Pendapat para ulama tersebut didasari oleh banyaknya dalil yang menunjukkan
kebolehan mengobati penyakit.

“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya
maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)
Hadits ini mengisyaratkan diizinkannya seseorang Muslim mengobati penyakit
yang dideritanya. Sebab, setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat yang
digunakan tepat mengenai sumber penyakit, maka dengan izin Allah SWT
penyakit tersebut akan hilang dan orang yang sakit akan mendapatkan
kesembuhan. Tidak lupa sebagai Muslim kita juga wajib untuk meminta
pertolongan atas kesembuhan kepada Allah SWT. Berniat dan bersungguh-
sungguh untuk meninggalkan sesuatu yang haram karena sesuai dengan sabda
Rasulullah “Siapa yang meninggalkan sesuatu (yang haram) karena Allah,
Allah akan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik darinya”(HR. Abu
Nu’aim)

KESIMPULAN DAN SARAN

NAPZA merupakan masalah yang dapat mengancam masa depan setiap individu
karena efeknya yang adiktif serta dapat merusak susunan saraf pusat. Pecandu
NAPZA seringkali menyangkal kondisinya dan sulit diminta untuk melakukan
rehabilitasi. Maka dari itu, dibutuhkan intervensi dari keluarga atau teman untuk
memotivasi dan mendorong pengguna NAPZA untuk mau menjalani rehabilitasi.
Teknik terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecanduan NAPZA
tergantung dari keadaan setiap individu dan motivasi yang ada di diri pecandu.
Setiap pengguna dapat menggunakan teknik terapi yang berbeda dan tingkat
efektifitas setiap teknik pun berbeda. Pengguna bisa mendapat pelayanan yang
spesifik di rumah sakit milik pemerintah, seperti RSKO, RSJ Grogol, RSJ Menur
atau dapat langsung menghubungi BNN untuk informasi lebih lanjut mengenai
rehabilitasi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis berterimakasih kepada Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO)
Cibubur, yang telah memberikan kesempatan untuk berkunjung dan
mengumpulkan data informasi dari staf maupun residen untuk kelancaran case
report ini. Penulis berterimakasih kepada DR. drh. Hj. Titiek Djannatun selaku
koordinator penyusun Blok Elektif, dr. Hj. RW. Susilowati, M.kes selaku
koordinator pelaksana Blok Elektif, dr. Nasrudin Noor, SpKJ selaku dosen
pengampu bidang kepeminatan Ketergantungan Obat/Drug Abuse. Serta kepada
dr. Dian Mardhiyah, M.KK, sebagai pembimbing kelompok 4 yang telah
memberikan bimbingannya, serta teman-teman kelompok 4 drug abuse dan rekan-
rekan calon sejawat Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi yang telah membantu
dalam pengerjaan laporan kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ecstasy Addiction Treatment. 2018. Diakses dari www.addictioncenter.com pada
17 November pukul 11.30 WIB
Hartman, B.J. 1972. ‘The use of hypnosis in the treatment of drug addiction’
Journal Of The National Medical Association. hlm. 36.
Jauhari, Iman. 2011. ‘Kesehatan Dalam Pandangan Islam’. vol. 55 hlm. 47-49
MDMA.2018. Diakses dari www.drugabuse.gov pada 17 november 2017 pukul
11.45 WIB
Saifullah, Acep. 2013. Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Positif: Sebuah Studi Perbandingan. Al- ‘Adalah Vol. 11, No.1, hlm. 47-59.
Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba. 2017. Diakses dari
http://www.bnn.go.id pada 17 november 2018 pukul 11.00 WIBSaifullah, Acep.
2013. Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif: Sebuah Studi
Perbandingan. Al- ‘Adalah Vol. 11, No.1, hlm. 47-59.

Anda mungkin juga menyukai