Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beberapa tulang, misalnya femur mempunyai kekuatan otot yang kuat
sehingga reposisi tidak dapat dilakukan sekaligus. Traksi adalah pemasangan gaya
tarikan ke bagan tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot,
untuk mereduksi, menyejajarkan, mengimobilisasi fraktur, mengurangi
deformitas, dan untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan
tulang. Untuk itu, traksi diperlukan untuk reposis dan imobilisasi pada tulang
panjang.
Traksi digunakan untuk menahan kerangka pada posisi sebenarnya,
penyembuhan, mengurangi nyeri, mengurangi kelainan bentuk atau perubahan
bentuk.Penangan nyeri dan pencegahan komplikasi adalah dua kunci tugas
perawat dalam perawatan traksi. Komplikasi yang terjadi berhubungan dengan
penggunaan traksi dan pembatasan gerak, jika klien obesitas, cachetic, tua, anak
muda, diabetes, dan perokok (Altman , 1999).
Kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk
mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Efek traksi yang dipasang harus
dievaluasi dengan sinar-X, dan mungkin diperlukan penyesuaian. Indikasi traksi
adalah pada pasien fraktur dan atau dislokasi. Bila otot dan jaringan lunak sudah
rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang
diinginkan.

1.2 Perumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Traksi?
2. Apa tujuan dari pemasangan Traksi?
3. Apa saja jenis-jenis traksi berikut beban yang disyaratkan?
4. Bagaimana prinsip-prinsip yang benar pada pemasangan Traksi efektif?
5. Bagaimana upaya pencegahan dan komplikasi pada klien dengan pemasangan
Traksi?
6. Bagaimana merumuskan diagnosis keperawatan dan menyusun rencana
keperawatan dengan baik dan benar pada klien dengan Traksi?

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Traksi.

b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian dari Traksi.
2. Untuk mengetahui tujuan pemasangan Traksi.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis Traksi berikut beban yang disyaratkan.
4. Untuk mengetahui dengan benar prinsip-prinsip pemasangan traksi efektif.
5. Untuk mengetahui upaya pencegahan dan komplikasi pada klien dengan
pemasangan Traksi.
6. Untuk mengetahui diagnosis keperawatan dan menyusun rencana keperawatan
dengan baik dan benar pada klien dengan Traksi.

BAB II
KONSEP MEDIS

2.1 Pengertian
Traksi adalah suatu tindakan untuk memindahkan tulang yang patah /
dislokasi ke tempat yang normal kembali dengan menggunakan daya tarik tertentu
atau dengan kata lain suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh, yang
diindikasikan pada pasien dengan fraktur dan atau dislokasi.
2.2 Tujuan Traksi
Tujuan dari pemasangan traksi pada klien yang mengalami gangguan
muskuloskeletal adalah mobilisasi tulang belakang servikal, reduksi dislokasi /
subluksasi, distraksi interforamina vertebrae, mengurangi deformitas, dan
mengurangi rasa nyeri.
Tujuan lain dari pemasangan traksi adalah untuk dapat mempertahankan
panjang ekstermitas kegarisan (aligment) maupun keseimbangan (stability) pada
patah tulang, memungkinkan pergerakan sendi dan mempertahankan kesegarisan
fragmen- fragmen patah tulang, kejang-kejang otot pada tulang / sendi akibat
patah tulang dapat diatasi, dan mengurangi pembengkakan-pembengkakan pada
tungkai.

2.3 Jenis – Jenis Traksi


1. Traksi Kulit
Traksi kulit adalah daya penariknya bekerja melalui jaringan lunak
disekitar gabungan tulang dengan mempergunakan perban atau sponge (seperti
traktion bang), dinginkan untuk mempertahankan lokasi yang telah dikoreksi.
Jenis traksi kulit menentukan bahan yang dipakai adalah penarikan dengan
perban, penarikan sponge, penarikan glison, dan penarikan pelvis.
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol spasme kulit dan memberikan
imobilisasi. Bila dibutuhkan traksi yang berat dan dalam waktu yang lama,
sebaiknya menggunakan traksi skelet. Traksi kulit terjadi akibat beban menarik
tali, spon karet atau bahan kanfas yang diletakan ke kulit. Traksi pada kulit
meneruskan traksi ke struktur muskuloskeletal. Beratnya beban yang dapat
dipasang sangat terbatas, tidak boleh melebihi toleransi kulit tidak lebih dari 2-3
kg. Traksi pelvis umumnya 4,5 – 9 kg, tergantung berat badan klien (Smeltzer,
2002).
Menurut Sjumsudihajat (1997), beban tarikan pada traksi kulit tidak kulit
tidak boleh melebihi 5 kg, karena bila beban berlebih kulit dapat mengalami
nekrosis akibat tarikan yang terjadi karena iskemia kulit. Pada kulit yang tipis,
beban yang diberikan bahkan lebih kecil lagi dan pada orang tua tidak boleh
dilakukan traksi kulit. Traksi kulit banyak dipasang pada anak-anak karena traksi
skelet pada anak dapat merusak cakram epifisis. Jadi beratnya beban traksi kulit
antara 2 – 5 kg.

Lama traksi, baik traksi kulit maupun traksi skelet bergantung pada tujuan
traksi. Traksi sementara untuk imobilisasi biasanya hanya beberapa hari,
sedangakan traksi untuk reposisi beserta imobilisasi lamanya sesuai dengan nama
terjadinya kalus fibrosa. Setelah terjadi kalus fibrosa ektremitas diimobilisasi
dengan gips. Traksi kulit ependikuler(hanya pada ekstremitas) digunakan pada
orang dewasa termasuk traksi ekstensi Buck, traksi Russel, dan traksi Dunlop.
Traksi Buck, ekstensi Buck (unilateral atau bilateral) adalah bentuk traksi
kulit dimana tarikan pada suatu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau
temporal yang diinginkan. Traksi Buck digunakan untuk memberikan rasa
nyaman setelah cedera pinggul sebelum dilakukan fiksasi bedah. Sebelumnya
inspeksi kulit dari adanya abrasi dan gangguan peredaran darah. Kulit dan
peredaran darah harus dalam keadaan sehat agar dapat menoleransi traksi. Kulit
harus bersih dan kering sebelum boot spon atau pita traksi dipasang.
Traksi Russel, traksi russel dapat digunakan untuk fraktur pada plato tibia,
menyokong yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarikan
horizontal melalui traksi dan balutan elaktis ke tungkai bawah. Bila perlu tungkai
dapat di sanggah dengan bantal agar lutut benar-benar fleksi dan menghindari dari
tekanan pada tumit.
Traksi Dunlop, adalah traksi yang digunakan pada ekstremitas atas. Traksi
horizontal digunakan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertikal
diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi. Untuk menjamin traksi kulit
tetap efektif, harus dihindari adanya lipatan dan lepasnya balutan traksi dan
kontraksi harus tetap terjaga. Posisi yang benar harus tetap dipertahankan agar
tungkai atau lengan tetap dalam posisi netral. Untuk mencegah pergerakan
fragmen tulang satu sama lain, klien dilarang memirigkan badan namun hanya
boleh sedikit bergeser. Traksi kulit dapat menimbulkan masalah resiko, seperti
kerusakan kulit, tekanan saraf, dan kerusakan sirkulasi.
Traksi kulit dapat mengakibatkan iritasi kulit. Kulit yang sensitive dan
rapuh pada lansia harus diidentifikasi pada pengkajian awal. Reaksi kulit yang
berhubungan langsung dengan plester dan spon harus dipantau ketat. Traksi kulit
harus dipasang dengan kuat agar kontak dengan plester dan spon tetap erat. Gaya
geseran pada kulit harus dicegah. Plester traksi harus dipalpasi setiap hari untuk
mengetahui adanya nyeri tekan. Pada ekstremitas bawah, tumit, dan tendo
Achilles harus diinspeksi beberapa kali sehari.
Boot spon harus diangkat untuk melakukan inspeksi tiga kali sehari. Perlu
bantuan perawat lain untuk menyangga ekstermitas selama inspeksi. Lakukan
perawatan punggung minimal tiap dua jam untuk mencegah ulkus dekubitus.
Gunakan kasur udara, busa densitas padat untuk meminimalkan terjadinya ulkus
kulit.
Lakukan perawatan ekstremitas bawah untuk mencegah penekanan saraf
proneus pada titik ketika melintasi sekitar leher fibula tepat dibawah lutut.
Tekanan itu dapat menyebabkan footdrop. Klien ditanya tentang sensasi
perabaannya, minta klien untuk menggerakkan jari dan kakinya. Kelemahan
dorsofleksi menunjukkan fungsi saraf proneus communis. Plantar
fleksi menunjukkan fungsi saraf tibialis.
Bila traksi kulit dipasang dilengan, daerah sekitar siku dimana saraf ulnaris
berada tidak boleh dibalut terlalu kuat. Fungsi saraf ulnaris dapat dikaji dengan
abduksi aktif jari kelingking dan sensasi rabaan pada sisi ulnar jari kelingking.
Selain resiko komplikasi kerusakan kulit dan tekanan saraf diatas,
kerusakan sirkulasi juga harus mendapat perhatian. Setelah traksi kulit terpasang,
kaki atau tangan diinspeksi dari adanya gangguan peredaran darah dalam
beberapa menit hingga 1 – 2 jam. Denyut perifer dan warna, mengisian kapiler,
serta suhu jari tangan atau jari kaki harus dikaji. Kaji adanya seri tekan pada betis
dan adanya tanda human positif yang merupakan tanda adanya trombosis vena
dalam. Anjurkan klien untuk melakukan latihan tangan dan kaki setiap jam.

2. Traksi Skeletal
Metode ini sering digunakan untuk menangani fraktur femur, tibia,
humerus dan tulang leher. Fraksi dipasang langsung ke tulang dengan
menggunakan pin metal atau kawat (misal Steinman’s pin, Kirchner wire) yang
dimasukkan ke dalam tulang disebelah distal garis fraktur, menghindari saraf,
pembuluh darah otot, tendon, dan sendi. Tong yang dipasang di kepala (misal
Gardner Wells Tong) difraksi di kepala untuk diberikan traksi yang
mengimobilisasi.
Traksi skelet biasanya menggunakan beban 7 – 12 kg untuk mencapai efek
terapi. Beban yang di pasang biasanya harus dapat melawan daya pemendekan
akibat spasme otot yang cedera. Ketika otot rileks, deleks, beban traksi dapat
dikurangi untuk mencegah terjadinya dislokasi garis fraktur dan untuk mencapai
pnyembuhan fraktur. Mengutip pendapat Sjamsuhidajat (1997) bahwa beban
traksi untuk reposisi tulang femur dewasa biasanya 5 – 7 kg, pada dislokasi lama
panggul bias sampai 15 – 20 kg.
Kadang-kadang fraksi skelet bersifat seimbang, yang menyokong
ekstremitas terkena, memungkinkan klien dapat bergerak sampai batas-batas
tertentu, dan memungkinkan kemandirian klien maupun asupan keperawatan,
sementara traksi yang efektif tetap di pertahankan. Beban Thomas dengan mengait
pearsn sering di gunakan bersama traksi skelet pada fraktur femur. Dapat pula
digunakan dengan traksi kulit dan apparatus suspense seimbang lainnya.
Untuk mempertahankan traksi teap efektif, pastikan tali tetap terletak
dalam alur roda pada katrol, tali tidak rusak, pemberat tetap bergantung dengan
bebas, dan simpul pada tali terikat erat. Evaluasi posisi klien, karena klien yang
merosot ke bawah dapat menyebabkan traksi tidak efektif. Beban tidak boleh
diambil dari traksi skelet kecuali jika terjadi keadaan yang membahayakan jiwa.
Bila beban di ambil, tujuan menggunakannya akan hilang dan dapat terjadi cedera.
Kesejajaran tubuh ke klien harus di jaga agar garis tarikannya efektif. Kaki
di posisikan sedemikian rupa sehingga dapat dicegah tejadinya footdrop (platar
fleksi), rotasi ke dalam (inversi). Kaki klien harus disanggah dalam posisi netral
dengan alat ortopedi.
Perlu di pasang pegangan di atas tempat tidur, agar klien mudah untuk
berpegangan. Alat itu sangat berguna untuk membantu klien bergarak dan
defekasi di tempat tidur, serta menaikkan pinggul dari tempat tidur untuk
memudahkan perawatan punggung. Lindungi tumit dan lakukan inspeksi, karena
klien sering menggunakannya sebagai penyangga, sehingga dapat menyebabkan
cedera pada jaringan tersebut. Tempat penusukan pin (luka) perlu dikaji. Lakukan
inspeksi paling sedikit tiap 8 jam dari adanya tanda inflamasi dan bukti adanya
inspeksi.
Pada klien terpasang traksi perlu malakukan latihan, berguna untuk
menjaga kekuatan dan tonus otot, serta memperbaiki peredaran darah. Latihan
dilakukan sesuai kemampuan. Latihan aktif meliputi menarik pegangan di atas
tempat tidur, fleksi dan ekstensi kaki, latihan rentang gerak, dan menahan beban
bagi sendi yang sehat.Pada ekstremitas yang diimobilisasi, lakukan latihan
isometrik. Untuk mempertahankan kekuatan otot besar, lakukan latihan kuadrisep
dan pengesetan gluteal.
Dorong klien untuk latihan fleksi dan ekstensi prgelangan kaki dan
kontraksi isometric otot-otot betis, sebanyak 10 kali setiap jam. Saat klien terjaga,
dapat mengurangi resiko thrombosis vena dalam.Dapat juga di berikan stoking
elastis, alat kompresi dan terapi anti koagulan untuk mencegah terbentuknya
trombus.
Pengangkatan pin dapat dilakukan setelah sinar-X menunjukkan
terbentuknya kalus. Pin di potong sedekat mungkin dengan kulit dan di angkat
oleh dokter kemudian di pasang gibs atau bidai untuk melindungi tulang yang
sedang proses penyembuhan.
Traksi skeletal :
- Traksi dengan tarikan langsung pada tulang
- DP dilakukan pembedahan digunakan :
· Reposisi : tanpa dislokasi
· Mobilisasi yang lama
· Alat : kawat (k-ivire) diam 0,036 – 0,0625 inci
- Keuntungan :
· Pemasangan mudah
· Kerusakan jaringan sekeliling ringan
- Kerugian :
· Mudah berputar kalau busur kurang baik
· Dapat memotong tulang Osteoporotik

3. Traksi Lurus / Langsung


Traksi lurus atau langsung, memberikan gaya tarikan dalam satu garis
lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Traksi ekstensi Buck dan
traksi pelvis merupakan contoh traksi lurus.

4. Traksi Suspensi Seimbang


Traksi suspense seimbang memberi dukungan pada ekstremitas yang sakit
di atas tempat tidur sehingga memungkinkan mobilisasi klien sampai batas
tertentu tanpa terputusnya garis tarikan.

5. Traksi Manual
Traksi manual adalah traksi dapat dipasang dengan tangan , dan
merupakan traksi sementara yang bias digunakan pada saat pemasangan gips.

2.4 PRINSIP-PRINSIP TRAKSI EFEKTIF


Pemasangan traksi menimbulkan adanya kontratraksi. Kontratraksi adalah
gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan. Umumnya berat badan klien dan
pengaturan posisi tempat tidur mempu memberikan kontratraksi. Kontratraksi
harus dipertahnakan agar traksi tetap efektif. Traksi harus berkesinambungan agar
reduksi dan imobilisasi fraktur efektif. Traksi kulit pelvis dan serviks sering
digunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi
intermiten.
Prinsip traksi efektif adalah sebagai berikut.
1. Traksi skelet tidak boleh putus.
2. Beban tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten.
3. Tubuh klien harus dalam keadaan sejajarr dengan pusat tempat tidur ketika traksi
dipasang.
4. Tali tidak boleh putus.
5. Beban harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau
lantai.
6. Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat
tidur.

2.5 KOMPLIKASI dan PENCEGAHAN


Pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi yang timbul pada klien
terpasang traksi adalah sebagai berikut.
1. Dekubitus
· Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet, kemudian berikan intervensi
awal untuk mengurangii tekanan.
· Perubahan posisi dengan seing dan memakai alat pelindung kulit (missal
pelindung siku) sangat membantu perubahan posisi.
· Konsultasikan penggunaan tempat tidur khusus untuk mencegah kerusakan kulit.
· Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi dengan dokter
atau ahli terapi enterostomal, mengenai penanganannya.

2. Kongesti Paru dan Pneumonia


· Auskultasi paru untuk mengetahui status pernapasan klien.
· Ajarkan klien untuk napas dalam dan batuk efektif.
· Konsultasikan dengan dokter mengenai penggunaan terapi khusus, misalnya
spirometri insentif, bila riwayat klien dan datadasar menunjukkan klien beresiko
tinggi mengalami komplikasi pernapasan.
· Bila telah terjadi masalah pernapasan, perlu diberikan sesuai order.
3. Konstipasi dan Anoreksia
· Diet tinggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsang motilitas gaster.
· Bila telah terjadi konstipasi, konsultasikan dengan dokter mengenai penggunaan
pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan enema.
· Kaji dan catat makanan yang disukai klien dan masukkan dalam program diet
sesuai kebutuhan.

4. Stasis dan Infeksi Saluran Kemih


· Pantau masukan dan keluaran berkemih.
· Anjurkan dan ajarkan klien untuk minum dalam jumlah yang cukup, dan
berkemih tiap dua sampai tiga jam sekali.
· Bila tampak tanda dan gejala terjadi infeksi saluran kemih, konsultasikan dengan
dokter untuk menanganinya.

5. Trombosis Vena Profunda


· Ajarkan klien untuk latihan tumit dan kaki dalam batas traksi.
· Dorong untuk minum yang banyak untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi yang menyertainya, yang akan menyebabkan stasis.
· Pantau klien dari adanya tanda-tanda trombosis vena dalam dan melaporkannya
kedokter untuk menentukan evaluasi dan terapi.

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Traksi menbatasi mobilitas dan kemandirian klien. Dampak psikologik dan
fisiologik masalah muskuloskeletal dengan terpasangnya alat traksi harus di
pertimbangkan. Peralatan sering terluhat mengerikan dan pemasangannya tampak
menakutkan bagi klien.Kebingungan, disorientasi, dan masalah perilaku dapat
terjadi pada klien yang terkungkung pada tempat terbatas dalam waktu yang
cukup lama. Tingkat ansietas klien dan respons psikologis terhadap traksi harus
dikaji dan dipantau.
Bagian tubuh yang ditraksi harus dikaji. Status neurovaskular (misal
warna, suhu, dan pengisian kapiler) dievaluasi dan dibandingkan dengan
ekstremitas yang sehat. Integritas kulit harus diperhatikan. Pengkajian fungsi
sistem tubuh harus dilengkapi dengan data dasar, dan dilakukan pengkajiaan
terus-menerus.Imobilisasi dapat menyebabkan terjadinya masalah pada sistem
kulit, respirasi, gastrointestinal, perkemihan, dan kardiovaskular. Masalah tersebut
dapatberupa ulkus akibat tekanan, kongesti paru. Stasis pneumonia, konstipasi,
kehilangan nafsu makan, stasis kemih, dan infeksi saluran kemih.
Adanya nyeri tekan betis, hangat, kemerahan, bengkak, atau tanda Homan
positif (tidak nyaman ketika kaki didorsofleksi dengaan kuat) mengarahkan
adanya thrombosis vena dalam.Identifikasi awal masalah yang telah timbul dan
telah berkembang memungkinkan dilakukan intervensi segera untuk masalah
tersebut.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan pada klien menggunakan traksi menurut Atlman
(1999), adalah kerusakan mobilitas fisik, nyeri, dan resiko kerusakan integritas
kulit. Sedangkan menurut Smeltzer (2002), diagnosis keperawatan utama yang
dapat ditemukan pada klien yang dipasang traksi adalah kurang pengetahuan
mengenai program terapi, ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat
traksi, nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan traksi dan imobilisasi,
kurang perawatan diri: makan, higiene, atau toiletingberhubungan dengan traksi,
dan gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi.
Berdasarkan dua pendapat diatas dapat disimpulkan diagnosis keperawatan
yang dapat ditemukan pada klien dengan traksi adalah sebagai berikut.
1. Kurang pengetahuan mengenai program terapi.
2. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi.
3. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
4. Kurang perawatan diri: makan, higiene, atau toiletingberhubungan dengan traksi.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi.

3.3 Intervensi
Berikut ini diuraikan rencana asuhan keperawatan pada klien dengan
trraksi, meliputi diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan, dan kriteria
keberhasilan tindakan (kriteria evaluasi).
1. Diagnosis Keperawatan : Kurang Pengetahuan Mengenai Program Terapi.
Tindakan :
1. Diskusikan masalah patologik.
2. Jelaskan alasan pemberian terapi traksi.
3. Ulangi dan berikan informasi sesering mungkin.
4. Dorong partisipasi aktif klien dalam rencana perawatan.
Kriteria Evaluasi :
Klien menunjukkan pemahaman terhadap program terapi :
· Menjelaskan tujuan traksi.
· Berpartisipasi dalam rencana perawatan.

2. Diagnosis Keperawatan : Ansietas berhubungan dengan Status Kesehatan


dan Alat Traksi.
Tindakan :
1. Jelaskan prosedur, tujuan dan implikasi pemasangan traksi.
2. Diskusikan bersama klien tentang apa yang dikerjakan dan mengapa perlu
dilakukan.
3. Lakukan kunjungan yang sering setelah pemasangan traksi.
4. Dorong klien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan aktif.
5. Anjurkan keluarga dan kerabat untuk sering berkunjung.
6. Berikan aktivitas pengalih.
Kriteria Evaluasi :
Klien menunjukkan penurunan ansietas :
· Berpartisipasi aktif dalam perawatan.
· Mengekspresikan perasaan dengan aktif.

3. Diagnosis Keperawatan : Nyeri dan Ketidaknyamanan berhubungan


dengan Traksi dan Imobilisasi.
Tindakan :
1. Berikan penyangga berupa papan pada tempat tidur dari kasur yang padat.
2. Gunakan bantalan kasur untuk meminimalkan terjadi ulkus.
3. Miringkan dan ubah posisi klien dalam batas-batas traksi.
4. Bebaskan linen tempat tidur dari lipatan dan kelembaban.
5. Observasi setiap keluhan klien.
Kriteria Evaluasi :
Klien menyebutkan peningkatan kenyamanan :
· Mengubah posisi sendiri sesering mungkin.
· Kadang-kadang meminta analgesik oral.

4. Diagnosis Keperawatan : Kurang Perawatan Diri (Makan, Higiene,


Atau Toileting) berhubungan dengan Traksi.
Tindakan :
1. Bantu klien memenuhi kebutuhannya sehari-harinya seperti makan, mandi, dan
berpakaian.
2. Dekatkan alat bantu disamping klien.
3. Tingkatkan runinitas untuk memaksimalkan kemandirian klien.
Kriteria Evaluasi :
Klien mampu melakukan perawatan diri :
· Memerlukan sedikit bantuan pada saat makan, mandi, berpakaian dan toileting.

5. Diagnosis Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan


Proses Penyakit dan Traksi.
Tindakan :
1. Dorong untuk melakukan latihan otot dan sendi yang tidak diimobilisasi.
2. Anjurkan klien untuk menggerakkan secara aktif semua sendi.
3. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi.
4. Pertahankan gaya tarikan dan posisi yang benar untuk menghindari komplikasi
akibat ketidaksejajaran.
Kriteria Evaluasi :
Klien menunjukkan mobilitas yang meningkat :
· Melakukan latihan yang dianjurkan.
· Menggunakan alat bantu yang aman.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
I. Konsep Medis dari Traksi :
Traksi adalah suatu tindakan untuk memindahkan tulang yang patah /
dislokasi ke tempat yang normal kembali dengan menggunakan daya tarik tertentu
atau dengan kata lain suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh, yang
diindikasikan pada pasien dengan fraktur dan atau dislokasi.
Tujuan dari pemasangan traksi pada klien yang mengalami gangguan
muskuloskeletal adalah mobilisasi tulang belakang servikal, reduksi dislokasi /
subluksasi, distraksi interforamina vertebrae, mengurangi deformitas, dan
mengurangi rasa nyeri.\
Jenis – Jenis Traksi adalah sebagai berikut : Traksi Kulit, Traksi
Skeletal, Traksi Lurus / Langsung, Traksi Suspensi Seimbang, dan Traksi
Manual.
Prinsip traksi efektif adalah sebagai berikut : Traksi skelet tidak boleh
putus, Beban tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten,
Tubuh klien harus dalam keadaan sejajarr dengan pusat tempat tidur ketika traksi
dipasang, Tali tidak boleh putus, Beban harus tergantung bebas dan tidak boleh
terletak pada tempat tidur atau lantai, dan Simpul pada tali atau telapak kaki tidak
boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
Pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi yang timbul pada klien
terpasang traksi adalah sebagai berikut : Dekubitus, Kongesti Paru dan
Pneumonia, Konstipasi dan Anoreksia, Stasis dan Infeksi Saluran Kemih, dan
Trombosis Vena Profunda.

II. Konsep Keperawatan :


Adapun diagnosa keperawatan pada klien dengan Traksi, yaitu :
1. Kurang pengetahuan mengenai program terapi.
2. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi.
3. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
4. Kurang perawatan diri: makan, higiene, atau toiletingberhubungan dengan traksi.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi.

4.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang Traksi, hal
ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus Traksi di lingkungannya,
agar mahasiswa dapat melakukan penanganan pada klien dengan Traksi. Selain
itu, rencana asuhan keperawatan pada klien dengan Traksi sangat penting
dipelajari mahasiswa agar mahasiswa dapat membuat rencana asuhan
keperawatan tentang Traksi dan merawat klien jika berhadapan langsung pada
klien dengan Traksi.
DAFTAR PUSTAKA

Lukman dan Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.
http://askepthedi.blogspot.com/2009/11/askep-dengan-pemasangan-traksi.html
http://edisupriadi5.blogspot.com/2011/10/askep-traksi.html
http://endrix89.blogspot.com/2009/04/asuhan-keperawatan-klien-dengan-traksi.html
http://jovandc.multiply.com/journal/item/5?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fite
m
http://semianispyware.blogspot.com/2012/01/askep-traksi.html
http://www.scribd.com/doc/62490643/Asuhan-Keperawatan-Klien-Dengan-Traksi

Anda mungkin juga menyukai