PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat menjelaskan :
a. Definisi penyakit DHF.
b. Etiologi penyakit DHF.
c. Patofisiologi penyakit DHF.
d. Pathway penyakit DHF.
1
e. Manifestasi klinik penyakit DHF.
f. Pemeriksaan Penunjang DHF.
g. Penatalaksanaan penyakit DHF.
1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada penulis
khususnya, maupun para pembaca. Manfaat tersebut baik dari segi
pengetahuan dan pemahaman mendalam mengenai penyakit Dengue
Hemoragic Fever (DHF).
8
BAB II
PEMBAHASAN
9
12. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit
terhadap dirinya;
13. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan
agama dan kepercayaan yang dianut;
14. Mendapatkan perlindungan atas rahasia kedokteran termasuk
kerahasiaan rekam medik;
15. Mendapatkan akses terhadap isi rekam medis;
16. Memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi bagian dalam
suatu penelitian kesehatan;
17. Menyampaikan keluhan atau pengaduan atas pelayanan yang
diterima;
18. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
19. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik
secara perdata ataupun pidana.
B. Kewajiban Pasien:
10
7. Menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk
menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga
Kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan oleh
Tenaga Kesehatan dalam rangka penyembuhan penyakit atau
masalah kesehatannya; dan
8. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
11
dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya
dapat ditularkan melalui nyamuk (Prasetyono 2012).
B. Etiologi
Pada umumnya masyarakat kita mengetahui penyebab dari Dengue
Haemoragic Fever adalah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus
Dengue mempunyai 4 tipe, yaitu : DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4,
yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini biasanya
hidup dikawasan tropis dan berkembang biak pada sumber air yang
tergenang. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe
terbanyak. Infeksi salah satu serotip akan menimbulkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe yang lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang lain
tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus
dengue dapat ditemukan diberbagai daerah di Indonesia (Sudoyo dkk.
2010)
Virus Dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif
terhadap inaktivitas oleh distiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu
700C. Keempat tipe tersebut telah ditemukan pula di Indonesia dengan tipe
DEN 3 yang paling banyak ditemukan (Hendarwanto 2010).
C. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh akan menimbulkan demam
karena proses infeksi. Hal tersebut akan merangsang hipotalamus sehingga
terjadi termoregulasi yang akan meningkatkan reabsorsi Na dan air
sehingga terjadi hipovolemi, selain itu juga terjadi kebocoran plasma
karena terjadi peningkatan permeabilitas membran yang juga
mengakibatkan hipovolemi, syok dan jika tak teratasi akan terjadi hipoksia
jaringan yang dapat mengakibatkan kematian.
Selain itu kerusakan endotel juga dapat mengakibatkan
trombositopenia yang akan mengakibatkan perdarahan, dan jika virus
masuk ke usus akan mengakibatkan gastroenteritis sehingga terjadi mual
dan muntah.
12
D. Pathway
13
4. Derajat 4 : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur.
E. Manifestasi Klinis
1. Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
a. Nyeri kepala
b. Nyeri retro-orbital
c. Mialgia / artralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan(petekie atau uji bending positif)
f. Leucopenia
g. Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
2. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila
semua haldibawah ini dipenuhi
a. Demam atau riwayat demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat
bifasik.
b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
1) Uji tourniquet positif
2) Petekie, ekimosis, atau purpura
3) Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi), saluran
cerna,tempat bekas suntik.
4) Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia <100.00/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan:
1) Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari nilai baku sesuai umur
dan jenis kelamin.
2) Penurunan nilai hematokrit ≥20% setelah pemberian cairan
yang adekuat
e. Tanda kebocoran plasma seperti :
14
1) Hipoproteinemia
2) Asites
3) Efusi pleura
3. Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DBD diatas ditandai dengan tanda kegagalan sirkulasi
yaitu:
a. Penurunan kesadaran, gelisah
b. Nadi cepat, lemah
c. Hipotensi
d. Tekanan darah turun <20mmHg
e. Perfusi perifer menurun
f. Kulit dingin, lembab.
(Wiwik dan Hariwibowo, 2008)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
a. Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang yaitu
menggunakan darah atau disebut lab serial yang terdiri dari
hemoglobin, PCV, dan trombosit. Pemeriksaan menunjukkan
adanya tropositopenia (100.000 / ml atau kurang) dan hemotoksit
sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematoksit
pada masa konvaselen.
b. Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan
timbulnya renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi
diagnosis pasti pada DHF dengan dua kriteria tersebut ditambah
terjadinya trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi
secara uji serologi hemaglutnasi (Brasier dkk 2012).
c. Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga
d. Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %
e. Protein rendah
f. Natrium rendah (hiponatremi)
g. SGOT/SGPT bisa meningkat
15
h. Asidosis metabolic
i. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
2. Urine
Kadar albumin urine positif (albuminuria) (Vasanwala, 2012) Sumsum
tulang pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi
hiperseluler pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi dan pada hari ke
10 sudah kembali normal untuk semua system
3. Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya
posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) lebih baik
dalam mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi
berbaring.
4. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai dan dijadikan pertimbangan
karena tidak menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat
diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan
cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat
menentukan diagnosa penyakit yang mungkin muncul lebih berat
misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan
penebalan pankreas
5. Diagnosis Serologis
a. Uji Hemaglutinasi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis, sifatnya
sensitif namun tidak spesifik. Artinya tidak dapat menunjukkan
tipe virus yang menginfeksi. Antibodi HI bertahan dalam tubuh
lama sekali (<48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi
serologi epidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer
konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau tinggi (>1280) baik
pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai pesumtif (+)
atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi
(Vasanwala dkk. 2012).
b. Uji komplemen Fiksasi (uji CF)
16
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya
rumit dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen
fiksasi bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
c. Uji Neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus
dengue. Dan biasanya memakai cara Plaque Reduction
Neutralization Test (PNRT) (Vasanwala dkk. 2012)
d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5 infeksi
virus dengue karena IgM sudah timbul kemudian akan diikuti IgG.
Bila IgM negatif maka uji harus diulang. Apabila sakit ke-6 IgM
masih negatif maka dilaporkan sebagai negatif. IgM dapat bertahan
dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi (Vasanwala
dkk. 2012)
e. Identifikasi Virus
Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase
polymerasechain reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitif dan
spesifik terhadap serotype tertentu, hasil cepat dan dapat diulang
dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari
specimenyang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan
nyamuk (Vasanwala dkk. 2012).
G. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasi dan haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1,5 – 2 liter
dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik.
Jika terjadi kejang diberikan antikonvulsan. Luminal diberikan dengan
dosis : anak umur < 12 bulan 50 mg IM, anak umur > 1tahun 75 mg.
Jika kejang lebih dari 15 menit belum berhenti luminal diberikan lagi
dengan dosis 3 mg/kgBB. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa
renjatan apabila pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan
17
minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan hematokrit yang
cenderung meningkat .
b. Pasien mengalami syok segera segera dipasang infus sebagai pengganti
cairan hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya
RL, jika pemberian cairan tersebut tidak ada respon diberikan plasma
atau plasma ekspander banyaknya 20 – 30 mL/kg BB. Pada pasien
dengan renjatan berat pemberian infus harus diguyur. Apabila syok
telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi sudah cukup
besar, maka tetesan infus dikurangi menjadi 10 mL/kg BB/jam
(Ngastiyah 2005)
c. Cairan (Rekomendasi WHO, 2007)
1) Kristaloid
a) Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan
Ringer Laktat (D5/RL).
b) Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan
Ringer Asetat (D5/RA).
c) Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam
larutan Faali (d5/GF).
2) Koloid
a) Dextran 40
b) Plasma
2. Keperawatan
a) Derajat I
Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa
Ht, Hb dan trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2
liter dalam 24 jam dan kompres hangat.
b) Derajat II
Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah sering
dipasang pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun
klem dibuka tetesan infus tetap tidak lancar maka jika 2 tempat
akan membantu memperlancar. Kadang-kadang 1 infus untuk
memberikan plasma darah dan yang lain cairan biasa.
18
c) Derajat III dan IV
1) Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan
elektrolit (RL) dengan cara diguyur kecepatan 20
ml/kgBB/jam.
2) Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
3) Pengawasan tanda – tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
4) Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara
periodik.
5) Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk
tindakan secepatnya baik obat – obatan maupun darah
yang diperlukan.
6) Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami
perdarahan gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk
membantu pengeluaran darah dari lambung. NGT bisa
dicabut apabila perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran
telah membaik sudah boleh diberikan makanan cair.
19
6) Riwayat psikososial
Bagaimana riwayat imunisasi, bagaimana pengetahuan
keluargamengenai demam serta penanganannya.
a. Data subyektif
Merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau
keluarga pada pasien DHF, data subyektif yang sering ditemukan
antara lain :
1) Panas atau demam
2) Sakit kepala
3) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
4) Lemah
5) Nyeri ulu hati, otot dan sendi
6) Konstipasi
b. Data obyektif
Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat pada
keadaan pasien. Data obyektif yang sering ditemukan pada penderita
DHF antara lain:
1) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor
2) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+),
epistaksis, ekimosis,hematoma, hematemesis, melena
3) Hiperemia pada tenggorokan
4) Nyeri tekan pada epigastrik
5) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa
6) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin, gelisah, sianosisperifer, nafas dangkal.
7) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
2. Diagnosa Keperawata
Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF
(Nanda, 2015).
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu
akibat spasme otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi.
20
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kebocoran plasma darah.
d. Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis (penekanan intra
abdomen)
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler.
f. Resiko syok (hipovolemik)
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun.
h. Resiko perdarahan
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan pada pasien anak dengan penyakit DHF (Nanda,
2015)
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
1. Tujuan : Suhu tubuh anak dalam rentang normal
2. Kriteria :
a. Suhu tubuh antara 36 – 37°C
b. Nadi dan respirasi dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
3. Intervensi dan rasional :
a. monitor suhu tubuh pasien sesering mungkin
Rasional : mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan
intervensi
b. monitor warna dan suhu kulit
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
c. Anjurkan anak untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah
menyerap keringat
21
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis
mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan
suhu tubuh.
d. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan
darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat
antipiretik sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien anak
dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat antipiretik untuk
menurunkan panas tubuh pasien.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah
direncanakan dalam rencana – rencana perawatan (Tarwoto
Wartonah, 2006).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan
sebagai pengukuran dari keberhasilan rencana tindakan keperawatan.
Hasil evaluasi dapat berupa
a. Tujuan tercapai
Jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan
b. Tujuan tercapai sebagian
Jika pasien menunjukkan perubahan sebagian dari standart yang
telah ditetapkan
c. Tujuan tidak tercapai
Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali
bahkan timbul masalah baru
22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Tanggal Wawancara : 10 – 05– 2019
Tanggal MRS : 10– 05 – 2019
No. RMK : 09 11 79
Nama : An. D
Umur : 7 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Status Perkawinan :-
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Persepsi Kesehatan dan Penanganan Kesehatan
a. Keluhan Utama / Kesehatan Umum
Panas badan meninggi.
b. Riwayat Penyakit Sekarang ( ssi pola PGRST )
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, klien teraba panas. Panas tidka
terlalu tinggi, panas sepanjang hari, kondisi lemah, nafsu makan
berkurang.
c. Penggunaan Obat Sekarang
Injeksi ampicillin IV 500 mg/8 jam
Paracetamol 3 x 1 cth ½
Infus RL 11 tetes/menit
23
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Satu bulan yang lalu cacar air ( Varicella ).
Upaya pencegahan : Tidak ada
Imunisasi : Lengkap
Alergi : Tidap pernah
e. Kebiasaan merokok dan alkohol : Tidap pernah
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit DM, TBC dan
hypertensi.
g. Riwayat Sosial
Hubungan klien dan orang tua disayangi.
24
3. Pola Eliminasi
a. Kebiasaan defekasi 1 kali/hari.
b. Abdomen: Simetris, tidak ada distensi
c. Frekuensi BU : Normal ( 8-12 x/menit )
d. Kebiasaan miksi 4 kali/hari.
e. Ginjal tidak teraba dan blast tidak distensi.
f. Keadaan uretra: Normal
4. Pola Aktivitas – Latihan
a. Mandi : Dibantu oleh orang lain
b. Berpakaian/Berhias : Dibantu oleh orang lain
c. Toileting : Dibantu oleh orang lain
d. Mobilitas di TT : Dibantu oleh orang lain
e. Berpindah : Dibantu orang lain dan alat
f. Ambulansi : Dibantu orang lain dan alat
g. Pemeliharaan Kesehatan : -
h. Klien tidak menggunakan alat bantu.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Pernafasan/sirkulasi
Tanda vital:
1) Tekanan darah : -
2) Nadi : 128 x/menit
3) Respirasi : 40 x/menit
4) Batuk : Tidak
5) Rentang gerak : Penuh
6) Keseimbangan dan cara berjalan : Tegap
7) Genggaman tangan : Sama kuat kanan dan kiri
8) Otot kaki : Sama kuat
25
C. ANALISA DATA
No Data Subyektif dan Obyektif Etiologi Masalah
1. DS : Klien mengatakan badan terasa Proses infeksi virus Hypertermi
panas dan kepala pusing. Dengue
DO:
a. Suhu tubuh : 38 0C.
b. Nadi : 128 x/menit.
c. Respirasi : 40 x/menit.
d. Tampak gelisah dan lemah.
2. DS : Klien mengatakan tidak mau Penurunan nafsu Resiko nutrisi
makan. makan ( anoreksia ) kurang dari
DO : kebutuhan
a. BB : 16,5 kg.
b. Makanan yang disediakan hanya
dimakan 1-2 sendok makan.
c. Klien terlihat lemah.
3. DS : Klien mengatakan tidak bisa Peningkatan Intoleransi
duduk, mandi, jalan, ketoilet. kebutuhan aktivitas
DO : metabolisme
a. Klien terbaring di TT. sekunder terhadap
b. Saat aktivitas selalu dibantu infeksi virus
ibunya.
c. Terpasang infus RL 11 tts/m.
d. Klien terlihat masih lemah.
e. Tanda-tanda vital :
Suhu : 38 0C
Nadi : 128 x/menit
Resp : 40 x/menit
26
D. DAFTAR MASALAH
No Diagnosa Keperawatan Tgl Muncul Tgl Teratasi
1. Hypertermi berhubungan dengan virus 10 – 05– 2019 10 – 05– 2019
Dengue ditandai dengan :
Klien mengatakan badan terasa panas
dan kepala pusing.
Suhu tubuh : 38 0C.
Nadi : 128 x/menit.
Respirasi : 40 x/menit.
Tampak gelisah dan lemah.
2. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan 10 – 05– 2019 -
berhubungan dengan penurunan nafsu
makan ( anoreksia ) ditandai dengan :
Klien mengatakan tidak mau makan.
BB : 16,5 kg.
Makanan yang disediakan hanya
dimakan 1-2 sendok makan.
Klien terlihat lemah.
3. Kelelahan berhubungan dengan proses 10 – 05– 2019 -
penyembuhan ditandai dengan :
Klien mengatakan tidak bisa duduk,
mandi, jalan, ketoilet.
Klien terbaring di TT.
Saat aktivitas selalu dibantu ibunya.
Terpasang infus RL 11 tts/m.
Klien terlihat masih lemah.
27
E. INTERVENSI TINDAKAN KEPERAWATAN
No Tgl Dx. kep Tujuan Intervensi
1. 10–05–19 I Suhu tubuh menjadi 1. Beri kompres dingin
normal mencapai disekitar axilla atau bagian
36 – 37 0C dalam kepala.
waktu 1 ( satu ) jam. 2. Beri pakaian yang tipis dan
menyerap keringat.
3. Beri air minum yang dingin
yang banyak / sesering
mungkin.
4. Berikan cairan parenteral.
5. Kolaborasi pemberian obat
antipiretik.
2. 10–05–19 II Kebutuhan akan 1. Anjurkan makan seringd
resiko kekurangan alam porsi kecil.
nutrisi dapat 2. Sajikan makanan yang lagi
terpenuhi satu kali hangat sesuai diet.
sehari. 3. Hindari makanan berbau dan
berbumbu yang berlebihan.
3. 10–05–19 III Klien dapat 1. Pantau respon fisiologis
menigkatkan terhadap aktivitas (
aktivitas fisik yang misalnya : frekuensi jantung,
dapat diukur. respirasi, TD ).
2. Dorong klien untuk
melakukan kapanpun
mungkin perawatan diri,
bangun dari TT, berjalan
peningkatan aktivitas sesuai
indikasi.
3. Bantu dalam kebutuhan
perawatan diri sesuai
kebutuhan.
28
F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No Tgl Dx.kep Impelentasi Evaluasi
1. 10–05-19 I 1. Memberikan kompres dingi 1. Suhu tubuh
didaerah axilla / bagian kepala. menurun menjadi
2. Memberikan pakaian yang tipis dan 37,5 0C.
menyerap keringat. 2. Klien masih
3. Memberikan minuman air dingin lemah.
( aquades ) sesering mungkin. 3. Terbaring di TT.
4. Melaksanakan kolaborasi
/membantu memasang cairan infus
RL 11 tts/m.
5. Memberikan antipiretik
( paracetamol ).
2. 10– 05–19 II 1. Menganjurkan kepada ibu klien 1. Klien masih
untuk memberikan makanan dalam menolak untuk
porsi kecil tapi sering. makan.
2. Membantu dalam menyajikan 2. Makanan yang
makanan yang masih dalam keadaan disedikan hanya
hangat dan sesuai dengan diet yang dimakan 1-2
telah ditentukan ( ahli gizi ). sendok.
3. Menganjurkan untuk menghidari 3. BB tetap : 16,5
makanan yang berbau dan kg.
berbumbu yang berlebihan.
4. Menganjurkan membawa makanan
dari rumah yang sesuai dengan diet
RS.
3. 10– 05–19 III 1. Memantau respon klien terhadap 1. Klien masih
aktivitas dapat dilihat dari tanda- belum mampu
tanda vital. beraktivitas.
2. Membantu klien bangun dari TT, 2. masih terbaring
kekamar mandi, toilet, duduk, lemah di tempat
makan atau minum. tidur.
29
3. Menganjurkan kepada ibunya dalam
hal perawatan diri anaknya :
- Membantu membersihkan /
melap tubuh klien.
G. CATATAN PERKEMBANGAN
No Tgl Dx. kep Perkembangan
1. 10–05–19 I S : Klien mengatakan panas badannya mulai
berkurang dan tidak pusing lagi.
P : Intervensi teruskan.
30
masih dalam keadaan hangat.
A: Intoleransi aktivitas.
P : Intervensi teruskan.
A: Masalah teratasi.
P:-
I :-
31
P : Intervensi teruskan.
P:-
I :-
A: Masalah teratasi.
P:-
I :-
32
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyak cara untuk menurunkan insiden terjadinya DHF. Karena vektor
dari DHF adalah nyamuk Aedes a, maka ada beberapa hal yang sebaiknya
dilaksanakan untuk memutuskan rantai penyakit:
1. Tanpa insektisida :
a) Menguras bak mandi,tempayan,drum,dll minimal seminggu sekali.
b) Menutup penampungan air rapat- rapat.
c) Membersihkan pekarangan dari kaleng bekas,botol bekas yang
memungkinkan nyamuk bersarang.
2. Dengan insektisida:
a) Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa: biasanya dengan
fogging/pengasapan.
b) Abate untuk membunuh jentik nyamuk denan cara ditabur pada bejana-
bejana tempat penampungan air bersih dengan dosis 1 gram Abate SG
1% per 10 liter air.
33