Anda di halaman 1dari 59

1

a. Skenario
SKENARIO 2
Tengkuk Terasa Pegal

Seorang laki-laki berusia 34 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan


tengkuknya terasa pegal sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan tangan
dan kaki terasa kaku. Pasien merupakan pegawai kantoran yang sangat sibuk,
karena kesibukannya pasien selalu mengkonsumsi makanan cepat saji (junk food)
yang dikirim ke kantor. Selain itu pasien tidak memiliki waktu untuk berolahraga.
Pada pemeriksaan lipid profile didapatkan kolesterol total 300 mg/dl, LDL 190
mg/dl, HDL 35 mg/dl dan trigliserida 350 mg/dl. Dokter memberikan edukasi
tentang pola hidup sehat serta memberikan obat untuk menjaga kadar lipid.

b. Klarifikasi Istilah
STEP 1
1. HDL : Molekul yang mengangkut kolesterol ke hati.
2. Trigliserida : Jenis lemak yang dibawa aliran darah dan disimpan dihati.
3. LDL : Lipoprotein yang berfungsi untuk mengangkut kolesterol
ke jaringan perifer.
4. Lipid Profile : Pemeriksaan darah yang digunakan untuk mengukur
jumlah total zat lemak.
5. Kolesterol Total : Gabungan nilai lipoprotein yang terdiri dari HDL, LDL,
dan trigliserida.

c. Rumusan Daftar Masalah


STEP 2
1. Bagaimana metabolisme lipid?
2. Bagaimana hubungan faktor resiko (junk food dan olahraga) dengan keluhan
pasien?
2

3. Bagaimana patomekanisme terjadinya manifestasi klinis pada pasien? (nyeri


tengkuk, kaki dan tangan kaku)
4. Bagaimana penegakan diagnosis dan interpretasi hasil laboratorium pada
kasus?
5. Bagaimana cara memberikan edukasi pola hidup sehat dan terapi farmakologi?
6. Bagaimana komplikasi yang dapat terjadi pada kasus?

d. Analisis Masalah
STEP 3
1. Metabolisme lipid
1) Trigliserida → susah larut → dibantu oleh lipoprotein → metabolisme
eksogen → LDL dan trigliserida.
2) Metabolisme eksogen → makanan berlemak → kolesterol di usus
diubah menjadi kilomikron.
3) Lemak masuk ke duodenum → terhadap empedu → lemak dipecah →
misel → asam lemak dan trigliserida → berikatan dengan kolesterol dan
apolipoprotein → kilomikron → ke hepar.
4) Kolesterol → diikat fosfolipid → masuk dan berjalan melalui pembuluh
darah.
2. Faktor resiko
a. Obesitas
b. Kurang olahraga → ketidakseimbangan pengeluaran dan pemasukan
energi
c. Genetik → mutasi reseptor LDL
d. Junk food → mengandung lemak jenuh
e. Riwayat keluarga
f. Merokok → nikotin → menggangu pemecahan lemak → HDL↓ LDL↑
g. Penyalahgunaan alkohol
3. Patomekanisme
3

a. Junk food → banyak lemak jahat tertimbun di pembuluh darah → plak


→ tertimbun di jaringan → nyeri dan kaku.
b. Lipoprotein jalur eksogen dan endogen → makanan mengandung
trigliserida → di usus melalui proses pemecahan → pembuluh darah →
lemak dan jaringan adiposa → otot meninbun kolesterol → nyeri dan
kaku.
4. Penegakan diagnosis
a. Anamnesis : keluhan utama, manifestasi penyerta, faktor memperberat
atau memperingan, riwayat obat.
b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, TTV, suara bruit pada arteri karotis.
c. DD : dislipidemia, hiperkolesterolemia, sindrom metabolik.
d. Pemeriksaan penunjang : lipid profile
Interpretasi hasil laboratorium
Pemeriksaan Kasus Nilai normal
laboratorium
Kolesterol total 300 mg/dl <200
HDL 35 mg/dl Perempuan : >50
mg/dl
Laki-laki : >60 mg/dl
LDL 190 mg/dl <100
Trigliserida 350 mg/dl <150

5. Edukasi : olahraga, diet rendah lemak, vitamin c.


Terapi :
a. Derivat asam fibrat : trigliserida
b. Asam nikotinik : kombinasi
4

e. Sistematika Masalah
STEP 4
1. Dalam makanan (lipid) → trigliserida besar → emulsifikasi oleh garam
empedu → lebih kecil → dihidrolisis oleh enzim lipase pancreas →
monoglierida dan asam lemak bebas (tidak larut air) → pembentukan
misel (larut air) dengan garam empedu → permukaan lumen absortif →
monogliserida dan asam lemak bebas → meninggalkan misel →menyatu
→ trigliserida → larut air → keluar dari lumen (eksositosis) → harus
dibungkus oleh lapisan lipoprotein dari RE → kilomikron →larut air
→keluar dari lumen (eksositosis) → pembuluh limfe (karena tidak dapat
masuk ke pembuluh darah) → ditransport ke duktus thoracicus →
dilepaskan ke pembuluh darah →hepar → trigiserida dan kilomikron →
asam lemak bebas → disimpan → disintesis dihati→ diangkut secara
endogen (trigliserida) → VLDL hidrrolisis → lipoprotein lapisi IDL →
diambil hati → LDL kilomikron oleh enzim → ester kolesterol → VLDL
→ IDL → LDL.
2. a. Kurang olahraga → tidak ada ketidakseimbangan energi keluar dan
masuk. Lipolisis berkurang karena kebutuhan energi tercukupi hanya oleh
glukosa.
b. Junk food → lemak jenuh ↑ → penimbunan lemak.
c. Rokok → nikotin → oksidasi LPL → ↓ pemecahan trigliserida.
3. Aterosklerosis → oksigen ke jaringan ↓ → metabolisme anaerob →
tingginya asam laktat → penimbunan asam laktat → pegal dan nyeri.
4. Anamnesis :
a. Usia >40 tahun
b. Keluhan utama : nyeri tengkuk, kaki dan tangan kaku, gejala
penyakit penyerta.

Pemeriksaan fisik : bruit → arteri koroner

Diagnosis banding :
5

a. Dislipidemia
b. Kolesterolemia
c. Hipertrigliseridemia
d. Hiperlipidemia
e. Sindrom metabolik

Pemeriksaan laboratorium : lipid profile

Diagnosis : dislipidemia → kolesterol total ↑, HDL ↓, trigliserida ↑, LDL


↑.

5. Faktor resiko :
a. Usia
b. Riwayat keluarga
c. Rokok
d. Hipertensi >140/90
e. HDL laki-laki: <40, perempuan: < 50.

Farmakologi :

a. Statin : simvastatis, atrostatin, rovastatin.


b. Golongan fibrat : genofibrozil, penofibrat.
c. Asam nikotinik.
6

Mind Map

Non
farmakologi Farmakologi
Genetik Rokok

Hipertensi
Tatalaksana Etiologi
Faktor resiko

Metabolisme Riwayat
lipid DISLIPIDEMIA
penyakit
keluarga

Penegakan Patofisiologi
diagnosis Komplikasi

Anamnesis Pemeriksaan
penunjang

Pemeriksaan
fisik

f. Sasaran Belajar
STEP 5
1. Bagaimana metabolisme lipid?
2. Bagaimana patomekanisme dislipidemia dihubungkan dengan faktor resiko
sehingga memunculkan manifestasi klinis dan komplikasi?
3. Bagaimana penegakan diagnosis dislipidemia?
4. Bagaimana penatalaksananaan farmakologi dan non farmakologi?
7

g. Belajar Mandiri
STEP 6
Belajar mandiri

h. Penjelasan
STEP 7
1. Metabolisme lipid

Penyerapan lemak berbeda dengan penyerapan karbohidrat dan protein


karena sifat tak-larut lemak dalam air menimbulkan masalah tertentu. Lemak
harus dipindahkan dari siklus cair melalui larutan cairan tubuh, meskipun
lemak tidak bersifat larut air. Karena itu, lemak harus menjalani serangkaian
transformasi fisik dan kimiawi untuk mengatasi masalah ini selama pencernaan
dan penyerapannya. 1

Ketika isi lambung dikosongkan ke dalam duodenum, lemak yang tertelan


bergumpal membentuk agregat droplet trigliserida yang besar dan berlemak
yang mengapung di kimus. Ingat kembali bahwa melalui efek deterjen garam
empedu di lumen usus halus, butiran butiran besar ini terurai menjadi emulsi
lemak yang terdiri dari butiran-butiran halus sehingga luas permukaan lemak
untuk dicerna oleh lipase pankreas sangat meningkat produk pencernaan lipase
(monogliserida dan asam lemak bebas) juga tidak terlalu larut air sehingga
sangat sedikit produk-produk akhir pencernaan lemak ini yang dapat berdifusi
menembus kimus cair untuk mencapai lapisan absorptif usus. Namun,
komponen-komponen empedu mempermudah penyerapan prnduk-produk akhir
lemak ini dengan membentuk misel. 1

Cairan interstisium Kapilar di arah Lemak makanan dalam bentuk


globulus lemak besar yang terdiri dari trigliserida diemulsifikasi oleh kerja
deterjen garam-garam empedu menjadi suspensi butiran-butiran halus lemak.
8

Emulsi lemak ini mencegah menggumpalnya butiran-butiran lemak sehingga


meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk diserang oleh lipase
pankreas lipase menghidrolisis trigliserida menjadi monogliserida dan asam
lemak bebas. Produk-produk tak-larut air ini dibawa ke permukaan luminal sel
epitel usus halus dalam misel yang larut-air, yang terbentuk oleh garam
empedu dan konstituen-konstituen empedu lainnya. Ketika misel mendekati
permukaan epitel absorptif, monogliserida dan asam lemak meninggalkan
misel dan secara pasif berdifusi menembus dilapis lemak membran luminal. 1
Monagliserida dan asam lemak bebas diresintesis menjadi trigliserida di
dalam sel epitel. Trigliserida-trigliserida ini menyatu dan dibungkus oleh suatu
lapisan lipoprotein dan retikulum endoplasma untuk membentuk kilomikron
yang larut air. Kilomikron dikeluarkan melalui membran basal sel oleh
eksositosis. Kilomikron tidak dapat menembus membran basal kapiler darah
sehingga kilomikron masuk ke pembuluh limfe, yaitu lakteal sentral. 1
Misel adalah partike larut-air yang dapat mengangkut produk-produk akhir
pencernaan lemak di dalam interiornya yang larut lemak. Setelah misel
mencapai membran luminal sel epitel, monogliserida dan asam lemak bebas
secara pasif berdifusi dari misel menembus komponen lemak membran sel
epitel untuk masuk ke interior sel ini Garam-garam empedu terus-menerus
mengulangi fungsi melarutkan lemaknya di sepanjang usus halus hingga semua
lemak terserap. Kemudian garam-garam empedu itu sendiri direabsorpsi di
ileum terminal oleh transpor aktif khusus. lni adalah suatu proses yang efesien
karena gararn empedu dalam jumlah relatif sedikit, dapat mempermudah
pencernaan dan penyerapan lemak dalam jumlah besar, dengan setiap garam
empedu melakukan fungsi pengangkutnya berulang-ulang sebelum akhirnya
direabsorpsi. 1
Setelah berada di interior sel epitel, monogliserida dan asam lemak bebas
diresintesis menjadi trigliserida. Trigliserida-trigliserida ini menyatu menjadi
butiran-butiran lalu dibungkus oleh suatu lapisan lipoprotein (disintesis oleh
retikulum endoplasma sel epitel) yang menyebabkan butiran lemak tersebut
9

larut air. Butiran lemak besar yang telah dibungkus ini, yang dikenal sebagai
kilomikron, dikeluarkan oleh eksositosis dari sel epitel ke dalam cairan
interstisium di dalam vilus. Kilomikron berdiameter 75 hingga 500 nm,
dibandingkan dengan misel, yang berdiameter 3 hingga 10 nm. Kilomikron
kemudian masuk ke lakteal sentral dan bukan ke kapiler karena perbedaan
struktural antara kedua pembuluh ini. Kapiler memiliki membran basal (suatu
lapisan luar polisakarida) yang mencegah kilomikron masuk, tetapi pembuluh
limfe. 1
Tidak memiliki penghalang ini. Karena itu, lemak dapat diserap ke dalam
pembuluh limfe tetapi tidak dapat langsung ke dalam darah. Penyerapan
sebenarnya monogliserida dan asam lemak bebas dari kimus menembus
membran luminal sel epitel usus halus secara tradisional dianggap sebagai
suatu proses pasif karena produk-produk akhir lemak yang larut lemak hanya
larut dan melewati bagian lemak membran. Namun, keseluruhan rangkaian
kejadian yang diperlukan untuk absorpsi lemak metnerlukan energi. Sebagai
contoh, garam empedu disekresikan secara aktif oleh hati, pembentukan
kilomikron di dalam sel epitel adalah proses yang aktif, dan eksositosis
kilomikron memerlukan energi. 1
10

Gambar 1.1 Pencernaan dan penyerapan lemak. 1

Metabolisme lipoprotein terdapat 3 jalur antara lain:


Jalur metabolisme eksogen
Makanan yang mengandung lemak terdiri atas trigliserida dan kolesterol.
Selain dari makanan, dalam usus juga terdapat kolesterol dari hati yang
diekskresi bersama empedu ke usus halus. 2
11

Baik lemak dari makanan maupun dari hati disebut lemak eksogen. Di
dalam enterosit mukosa usus halus, trigliserida akan diserap sebagai asam
lemak bebas sedangkan kolesterol sebagai kolesterol. Kemudian di dalam usus
halus asam lemak bebas akan diubah menjadi trigliserida sedangkan kolesterol
akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester. Dimana keduanya akan
membentuk lipoprotein yang dikenal dengan kilomikron bersama dengan
fosfolipid dan apolipoprotein. 2

Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe yang akhirnya masuk ke


dalam aliran darah melalui duktus torakikus. Trigliseridadalam kilomikron
akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase menjadi asam lemak
bebas yang dapat disimpan sebagai trigliserida kembali di jaringan lemak
(adiposa), tetapi bila berlebih sebagian akan diambil oleh hati sebagai bahan
untuk membentuk trigliserida hati. Kilomikron yang sudah kehilangan
sebagian besar akan menjadi kilomikron remnant mengandung kolesterol ester
yang akan dibawa ke hati. 2

Gambar 1.2 Jalur metabolisme eksogen. 2


12

Jalur metabolisme endogen


Trigliserida dan kolesterol di hati akan disekresi ke dalam sirkulasi sebagai
lipoprotein VLDL. Dalam sirkulasi, VLDL akan mengalami hidrolisis oleh
enzim lipoprotein lipase dan akan berubah menjadi IDL yang juga akan
mengalami hidrolisis menjadi LDL. LDL adalah lipoprotein yang paling
banyak mengandung kolesterol. Sebagian LDL akan dibawa ke hati, kelenjar
adrenal, testis, dan ovarium yang mempunyai reseptor untuk kolesterol LDL.
Sebagian lagi akan mengalami oksidasi yang akan menjadi sel busa. Makin
banyak kolesterol LDL dalam plasma oksidasi makin banyak dan ditangkap
oleh sel makrofag. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi tingkat oksidasi:

a. Meningkatnya jumlah small dense LDL seperti pada sindroma


metabolik dan diabetes melitus

b. Makin tinggi kadar kolesterol HDL yang bersifat protektif terhadap


oksidasi LDL. 2

Gambar 1.3 Jalur metabolisme endogen. 2


13

Jalur reverse cholesterol transport

HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol mengandung


apolipoprotein A,C dan E disebut HDL nascent. HDL nascent yang berasal dari
usus halus dan hati mengandung apolipoprotein A1. HDL nascent mengambil
kolesterol bebas yang tersimpan di makrofag. Setelah mengambil kolesterol
bebas, kolesterol tersebut akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh
enzim lecithin cholesterol acyltransferase. Selanjutnya sebagian kolesterol
ester tersebut dibawa oleh HDL akan mengambil 2 jalur. Jalur pertama akan ke
hati sedangkan jalur kedua kolesterol esterdalam HDL akan dipertukarkan
dengan trigliserida dari VLDL dan IDL dengan bantuan kolesterol ester
transfer protein untuk dibawa kembali ke hati. 2

Selain lipidosis gangguan metabolisme lemak mencakup, secara khusus,


penyakit yang konsentrasi lipoprotein dalam serum dan juga pengangkutan
lemak dalam darah abnormal. Lemak diangkut dalam darah dalam kompleks
molekul globular (mikroemulsi), lipoprotein (LP). Permukaan struktur ini
terutama terdiri dari lemak amfifilik (fosfolipid dan kolesterol tak-
teresterifikasi), sementara "inti"-nya mengandung lemak non-polar
(hidrofobik), trigliserida (TG) dan ester kolesterol (Kol-E), bentuk kolesterol
untuk pengangkutan dan penyimpanan. LP juga mengandung apolipoprotein
tertentu (Apo). LP memiliki ukuran, densitas (berat jenis), komposisi lemak,
tempat asal, dan apolipoprotein yang berbeda-beda, dengan yang terakhir
berfungsi sebagai elemen struktural LP (ApoAII dan ApoB48), sebagai ligan
(ApoB100 dan ApoE) untuk reseptor LP di membran sel sasaran LP, dan
sebagai aktivator enzim (ApoA1, ApoCII). 2
14

Gambar 1.4 Jalur reverse cholesterol transport. 2

Kilomikron mengangkut lemak dari usus (melalui pembuluh limfe usus)


ke jaringan perifer (otot rangka, jaringan lemak), tempat ApoCII mereka
mengaktifkan lipoprotein lipase (LPL) endotel; asam lemak bebas (free fatty
acid, FFA) dibebaskan dan diserap oleh sel-sel otot dan jaringan lemak. Di
hepar, chylomicron remnants (sisa kilomikron) berikatan dengan reseptor (LDL
receptor-related protein [LRP]) melalui ApoE lalu diendostosis dan dengan
cara ini TG serta kolesterol dan ester kolesterol dapat disalurkan. TG dan
kolesterol yang diimpor dan baru disintesis diekspor oleh hepar dalam very low
density LP (VLDL, lipoprotein berdensitas sangat rendah) ke jaringan perifer,
tempat VLDL mengaktifkan LPL dengan ApoCII mereka, yang juga
menyebabkan pembebasan asan lemak. ApoCII lenyap dalam proses ini dan
ApoE terpajan. Hal ini menghasilkan sisa VLDL atau intermediate density LP
(IDL, LP berdensitas sedang), yang separuhnya kembali ke hepar (berikatan
terutama bersama ApoE ke reseptor LDL). Mereka diberi lemak baru di hepar,
meninggalkan hepar sebagai VLDL. Separuh IDL sisanya diubah (disertai
hilangnya ApoE dan terpajannya ApoB100) pada kontak dengan lipase hepar
menjadi low density LP (LDL, LP berdensitas rendah). 3
15

Dua pertiga dari LDL ini menyalurkan kolesterol dan Kol-E mereka ke
hepar dan sepertiga ke jaringan ekstrahepatik, kedua proses ini memerlukan
pengikatan ApoB100 ke reseptor LDL. Dengan berikatan ke reseptor, yang
diperantarai oleh klatrin di regio coated pit permukaan sel, LDL mengalami
endositosis sedangkan reseptor LDL mengalami resirkulasi ke membran sel.
Setelah penyatuan endosom dengan lisosom, apolipoprotein "dicerna" dan Kol-
E memisahkan diri, sehingga kolesterol bebas dapat mencapai sitosol. Akibat
kenaikan konsentrasi kolesterol intrasel ini: (1) enzim kunci pada sintesis
kolesterol terhambat (3-HMG-KoA reduktase) (2) kolesterol kembali
mengalami esterifkasi menjadi bentuk simpanannya (pengaktivan asil-KoA-
kolesterol-asil transferase [ACAT] dan (3) sintesis reseptor LDL terhambat. 3

LP berdensitas tinggi (HDL) mempertukarkan apolipoproterin tertentu


dengan kilomikron dan VLDL serta juga menyerap kelebihan kolesterol dari
sel-sel ekstrahepatik dan darah. Melalui ApoA1, HDL dapat mengaktifkan
enzim plasma lesitin-kolesterdl asiltransferase (LCAT, yang sebagian
mengesterifikasi kolesterol) dan menyalurkan kolesterol dan Kol-E ke hepar
dan organ lain serta ke kelenjar penghasil hormon steroid (ovarium, testis,
adrenal) yang memiliki reseptor HDL. Peningkatan lemak darah dapat
memengaruhi kolesterol, trigliserida, atau keduanya (hiperkolesterolemia,
hipertrigliseridemia, atau hiperlipidemia kombinasi). Hiperlipoproteinemia saat
ini merupakan istilah yang mencakup semua. 3
16

Gambar 1.5 Ringkasan jalur-jalur metabolisme utama kilomikron. 4

Pada sebagian besar pasien dengan hiperkolesterolemia (200-220 mg/dL


serum) ditemukan peningkatan prevalensi familial kondisi ini, tetapi
penyebabnya masih belum diketahui (hiperkolesterolemia poligenetik).
Namun, kelebihan berat dan diet berperan penting. Kolesterol-LDL dapat
diturunkan dengan meningkatkan asupan minyak nabati (tak-jenuh). Lemak
hewani (jenuh), di lain pihak, meningkatkan sintesis kolesterol di hepar dan
akibatnya menurunkan kepadatan reseptor LDL sehingga konsentrasi LDL
kaya-kolesterol dalam serum meningkat (kolesterol LDL 135 mg/dL).
Akibatnya, terjadi peningkatan pengikatan LDL ke reseptor pembersih
(scavenger receptor) yang memerantarai penyerapan kolesterol ke makrofag,
kulit, dan pembuluh darah. Karena itu, hiperkolesterolemia adalah suatu faktor
risiko untuk aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. 3
17

Pada hiperkolesterolemia familial (hiplipoproteinemia tipe Iia insidens


homozigot adalah 1:10 heterozigot 1:500), kolesterol plasma sangat meningkat
sejak lahir (dua kali lebih tinggi pada heterozigot enam kali lebih tinggi pada
homozigot) sehingga infark miokard bahkan dapat terjadi pada masa kanak-
kanak. Penyebab utama adalah defek pada gen untuk reseptor LDL berafinitas
kuat yang mencegah penyerapan LDL oleh sel. Defek ini dapat menyebabkan:
(1) berkurangnya transkripsi reseptor (2) protein reseptor tetap berada di
retikulum endoplasma (3) berkurangnya penyatuan reseptor ke dalam membran
sel (4) berkurangnya pengikatan LDL (5) ganggu- an endositosis. Kolesterol
serum meningkat akibat, pertama, berkurangnya penyerapan LDL kaya-
kolesterol oleh sel, dan, kedua, jaringan lipoprotein ekstrahepatik membentuk
lebih banyak kolesterol, karena berkurangnya penyerapan LDL di jaringan-
jaringan tersebut menyebabkan hilang nya hambatan terhadap kerja 3-HMG-
KoA- reduktase. Terapi adalah, selain diet yang sesuai, pemberian resin
penukar ion (kolestiramin) yang mengikat garam empedu di usus sehingga
mencegah resirkulasi enterohepatik Hal ini meningkatkan pembentukan garam
empedu baru dari kolesterol di hepar sehingga mengurangi konsentrasi
kolesterol intrasel. Pada heterozigot hal ini mening katkan kepadatan reseptor
LDL. Namun pemberian kolestiramin juga merangsang sintesis kolesterol,
tetapi hal ini pada gilirannya dapat dicegah dengan pemberian inhibitor 3-
HMG KoA-reduktase (golongan statin). Terapi homozigot mencakup
pengeluaran LDL dari plasma dengan plasmaferesis. 3

Pada defek gen tunggal lainnya, hiperlipidemia kombinasi


(hiperlipoproteinemia tipe IIb), TG serta kolesterol sedikit meningkat.
Penyebabnya mungkin adalah pembentukan ApoB berlebihan, sehingga terjadi
peningkatan pembentukan VLDL dan karenanya lebih banyak yang diproduksi.
Dis-β-lipo-proteinemia familial menyebabkan predisposisi terjadinya
hiperlipoproteinemia tipe III. Pada penyakit ini, terjadi ekspresi varian ApoE2,
bukan ApoE3, normal, yang tidak dikenal oleh reseptor E. Akibatnya,
18

penyerapan sisa kilomikron dan IDL oleh hepar terganggu sehingga


konsentrasi plasma keduanya me- ningkat (risiko tinggi aterosklerosis
Hipertrigliseridemia primer disebabkan oleh peningkatan pembentukan TG di
hepar atau (jarang) kelainan dalam penguraian kilomikron dan VLDL
(hiperlipoproteinemia tipe I), akibat defisiensi LPL atau ApoCII. Pasien rentan
mengalami, misalnya, pankreatitis selain itu, HDL berkurang sehingga risiko
aterosklerosis meningkat (berkurangnya pengeluaran kolesterol dari dinding
pembuluh darah). 3

Defek gen juga dapat menyebabkan konsentrasi LP yang subnormal


(hipolipoproteinemia). Hipo-α-lipoproteinemia familial (penyakit Tangier)
disebabkan oleh defek pada ApoA dan terdapat defisiensi HDL yang
meningkatkan aterosklerosis. Pada A-B- lipoproteinemia tidak terdapat LDL
dalam plasma (hipokolesterolemia). Hal ini disebabkan oleh kelainan
pembentukan ApoB, sehingga kilomikron tidak dapat diekspor dari mukosa
VLDL tidak dapat diekspor dari hepar. Hal ini menyebabkan akumulasi TG
usus,demıkianjuga di kedua organ. 3
19

Gambar 1.6 Jalur metabolisme lipid. 4


20

Gambar 1.7 Metabolisme lipoprotein. 3


21

2. Patomekanisme dislipidemia dihubungkan dengan faktor resiko sehingga


memunculkan manifestasi klinis dan komplikasi

Faktor risiko dislipidemia

Tidak dapat dimodifikasi:

a. Riwayat keluarga dengan dislipidemia (genetik)

Faktor genetik merupakan salah 1 pencetus terjadinya dislipidemia


primer. 2

b. Faktor usia

Semakin tua usia seseorang maka fungsi organ tubuh semakin menurun,
begitu juga dengan penurunan aktivitas reseptor LDL sehingga bercak
perlemakan dalam tubuh semakin meningkat dan menyebabkan kadar
kolesterol total lebih tinggi, sedangkan kadar kolesterol HDL relatif
tidak berubah. Pada usia 10 tahun bercak perlemakan sudah dapat
ditemukan di lumen pembuluh darah dan meningkat kekerapannya pada
usia 30 tahun. 2

c. Faktor jenis kelamin

Distribusi lemak tubuh berbeda berdasarkan jenis kelamin. Risiko


terjadinya dislipidemia pada pria lebih besar daripada wanita. Hal
tersebut karena pada wanita produktif terdapat efek perlindungan
terhadap aterosklerosis dari hormon reproduksi yaitu estrogen
sedangkan pada pria lebih banyak menderita aterosklerosis karena
hormon testosteron mempercepat timbulnya aterosklerosis. Akan tetapi
pada wanita menopause mempunyai resiko lebih besar daripada wanita
pre-menopause. 2

Dapat dimodifikasi:
a. Obesitas
22

Pada orang obesitas menunjukkan output VLDL trigliserida yang tinggi


dan kadar trigliserida plasma yang lebih tinggi. Trigliserida yang
berlebihan dalam sirkulasi juga mempengaruhi lipoprotein lain. Bila
trigliserida LDL dan HDLmengalami lipolisis akan mengalami lipolisis,
akan menjadi small dense LDL dan HDL, abnormalitas ini secara
tipikal ditandai dengan kadar HDL kolesterol yang rendah. 2

b. Asupan makan

Asupan makan adalah banyaknya makanan yang dikonsumsi


seseorang.15 Asupan tinggi kolesterol dapat menyebabkan peningkatan
kadar kolesterol total dan LDL sehingga mempunyai resiko terjadinya
dislipidemia. 2

Ada 3 hal yang mempengaruhi asupan makan yaitu kebiasaan


makan, pengetahuan gizi dan ketersediaan makanan dalam keluarga.
Kebiasaan makanan disini biasa didefinisikan untuk menggambarkan
kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makan dan makanan
seperti tata krama, pola makan yang dimakan, frekuensi makan,
kepercayaan yang dimakan misalnya pantangan, distribusi makanan
diantara anggota keluarga, penerimaan terhadap makanan (suka atau
tidak suka), dan pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan. 2

Frekuensi makan dan porsi makan yang kurang berhubungan


dengan diet. Tujuan dari diet untuk mencegah penyakit kronis jangka
panjang dan ditargetkan pada tingkat perorangan. Pemilihan bahan
makanan mempunyai makna kekuatan kemauan orang untuk
mengendalikan makanan yang dikonsumsinya. Pemilihan tersebut bisa
dari tekanan teman sebaya dan bujukan, rayuan, ancaman yang
dilakukan orang tua pada anak mereka agar mau mengkonsumsi
makanan tertentu. 2
23

c. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik disini meliputi aktivitas sehari-hari, kebiasaan, hobi,
maupun latihan jasmani dan olahraga. Jika asupan energi tidak
diimbangi dengan aktivitas fisik yang sesuai maka secara kontinyu akan
meningkat. Aktifitas fisik penting yaitu menjaga kondisi tubuh tetap
sehat, meningkatkan kelenturan otot serta menguatkan dan
memperpanjang daya tahan otot. Padahal cara yang paling mudah
pengeluaran energi adalah latihan fisik atau gerak badan. Beberapa hal
yang mempengaruhi berkurangnya aktivitas fisik antara lain adanya
berbagai fasilitas yang memberikan berbagai kemudahan dan kemajuan
teknologi di berbagai bidang kehidupan yang mendorong masyarakat
untuk tidak memerlukan kerja fisik yang berat. 2

Olahraga yang teratur dapat menyebabkan kadar kolesterol total,


kolesterol LDL dan trigliserida menurun dalam darah sedangkan
kolesterol HDL meningkat secara bermakna. Dengan berolahraga
memecahkan timbunan trigliserida di dalam sel lemak dan melepaskan
asam lemak dan gliserol ke dalam aliran darah. 2

Program olahraga yang didesain untuk meningkatkan kemampuan fisik


berdasarkan rumus FIT:
a) “Frecuency” (Frekuensi, seberapa sering, berapa hari dalam
seminggu)
b) “Intensity” (Intensitas, seberapa berat latihan yang dilakukan: ringan,
sedang atau sangat aktif)
c) “Time” (Waktu, berapa lama: misalnya sebulan untuk masing-masing
sesi).

Setiap melakukan latihan jasmani diperlukan 3 tahap yaitu:

a) Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit

b) Aerobik sampai denyut jantung sasaran selama 20-30 menit


24

c) Pendinginan dengan menurunkan intensitas perlahan-lahan


selama 5-10 menit. 2

Frekuensi latihan sebaiknya 4-5x/minggu seperti di atas atau 2-3


kali per minggu dengan lama latihan 45-60 menit dalam tahap
aerobik. 2

d. Merokok

Merokok menyebabkan peningkatan rasio metabolisme dan cenderung


untuk menurunkan intake makanan dibandingkan orang yang tidak
merokok.9 Merokok dapat meningkatkan kadar kolesterol total,
kolesterol LDL, trigliserida dan menurunkan kadar kolesterol HDL
dalam darah. 2

Prevalensi merokok setiap hari lebih tinggi pada usia produktif


(25-64 tahun) dan insidensinya pada pria 11 kali lebih tinggi
dibandingkan perempuan.1

Seseorang yang merokok ≥ 20 batang sehari dapat mempengaruhi


atau memperkuat faktor risiko lainnya yaitu kadar lemak, hipertensi
atau gula darah yang tinggi.20 Untuk jangka panjang, perokok berat
(lebih dari 20 batang sehari) akan mengalami hipo-HDL-
kolesterolemia. 2
25

Gambar 2.1 Patomekanisme dislipidemia. 2,3,4,5


26

Etiologi dan Patofisiologi


Faktor resiko terjadinya dislipidemia termasuk diantaranya adalah diet, stress,
tidak aktif secara fisik dan merokok. Dislipidemia dapat bersifat primer atau
genetik dan bersifat sekunder yang merupakan pengaruh dari suatu kondisi
tertentu atau pengaruh dari penggunaan suatu obat yang dapat meningkatkan
kadar lipid plasma .Gangguan abnormalitas lipid apabila tidak terkontrol dapat
menyebabkan mortalitas pada pasien, dimana mortalitas tertinggi muncul dari
penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular. 2

Hipotesis “response-to-injury” menyatakan bahwa faktor resiko seperti LDL


teroksidasi, cedera mekanik pada endotelium, homosistein yang berlebih,
serangan imunologik dan induksi infeksi dapat menyebabkan perubahan
endotelial dan fungsi intimal, menyebabkan disfungsi endotelial dan
serangkaian interaksi seluler yang berujung pada atherosklerosis . 2

Gambar 2.2 Plak aterosklerosis. 6


27

Lesi atherosklerosis diperkirakan muncul dari transport dan retensi dari


LDL-C plasma melalui lapisan sel endotelial menuju matriks ekstraselular pada
ruang subendothelial. Sekali berada pada dinding arteri, LDL akan
termodifikasi secara kimia melalui oksidasi dan glikasi nonenzimatik. LDL
teroksidasi akan menyebabkan penarikan monosit ke dinding arteri, dimana
monosit akan berubah menjadi makrofag. 2

Makrofag memiliki potensi untuk mempercepat oksidasi LDL dan


akumulasi ApoB dan merubah uptake LDL yang dimediasi reseptor pada
dinding arteri dari yang mula-mula reseptor LDL biasa menjadi “reseptor
scavenger” yang tidak bergantung pada kadar kolesterol dalam sel. LDL
teroksidasi akan meningkatkan level inhibitor plasminogen (promosi
koagulasi), menginduksi ekspresi endotelin (substansi vasokontriksi),
menghambat ekspresi nitrit okside (vasodilator dan inhibitor platelet) dan
bersifat toksik bagi makrofag bila sangat teroksidasi. LDL teroksidasi akan
memprovokasi respon inflamasi yang dimediasi oleh berbagai kemoatraktan
dan sitokin, yang mana kemudian dapat menyebabkan akumulasi masif dari
kolesterol. Sel yang sarat kolesterol disebut sel busa (foam cells) yang
merupakan komponen yang menyebabkan endapan lemak pada dinding arteri
(Talbert, 2008).Abnormalitas yang muncul pada sistem vaskular akibat adanya
atherosklerosis antara lain adalah penyakit jantung iskemik. 2

Gangguan metabolisme lipoprotein

Diantara gangguan metabolisme lemak selain lipiodosis terutama teradapat


penyakit terutama abnormal konsentrasi liporpotein didalam serum dan
transpor lemak didalam darah. Lemak ditranspor ditranspor didalam darah
dalam bentuk kompleks olekul globular (mikroemulsi), yakni lipoprotein
(LPs). Permukaan lipoprotein terutama terdiri dari lemak amifilik ( fosfolipid
dan kolesterol non-emulsifikasi), sementara intinya mengandung lemak non
28

polar (hidropilik), yakni trigliserida dan ester kolesterol (Chol-E), yang


merupakan bentuk transpor dan penyimpanan kolesterol. LPs juga
mengandung apolipoprotein tertentu. LPs terdapat dalam berbagai ukuran,
densitas, komposisi lemak, dan tempat asal. Apolipoprotein berfungsi sebagai
elemen penyusun lp (misal, apoB dan apoE) untuk transpor LP dimembran sel
target LP, dan sebagai aktivator enzim ( misal, apo AI, Apo CII). 3

Kilomikron mentranspor lemak dari usus (melalui saluran limfe usus)


ke perifer (otot lurik, jaringan lemak), sementara ApoCIInya mengaktifkan
lipoprotein lipase endotel (LPL). Jadi asam lemak bebas (FFA) dipecahkan,
kemudian diambil oleh sel otot dan jaringan lemak.Dihati sisa kilomikron
berikatan dengan reseptor (protein yang terikat reseptor LDL) melalui ApoE
kemudian diendositosis, dan dengan cara ini mengahantarkan TG serta
kolesterol dan ester kolesterolnya. Penghantaran ini serta sintesis TG dan
kolesterol yang baru kemudian dikeluarkan oleh hati dalam bentuk densitao LP
sangat rendah (very low density LP/VLDL) ke perifer, yakni VLDL
mengaktifkan LPL dengan ApoCII-nya, serta menimbulkan pelepasan
lemak.ApoCII menghilang pada proses ini dan ApoE menjadi terpajan, proses
ini meninggalkan sisa VLDL atau densitas intermediate (Intermediate density
LP/IDL), dan setengahnya akan kembali kehati (sebagian besar berikatan
dengan ApoE ke reseptor IDL). 3

IDL dipenuhi dengan lemak dari hati, dan akan meninggalkan hati
sebagai VLDL. Separuh IDL lainnya akan ditansformasikan (dengan
kehilangan ApoE dan terpajannya ApoB). Pada saat kontak dengan lipase
hepatik menjadi LP densitas rendah (LDL). Dua pertiga dari LDL akan
menghantarkan kolesterol dan Chol-E kedalam hati, sebagiannya dihantarkan
ke jaringan ekstrahepatik. Kedua proses ini membutuhkan peningkatan ApoB
ke reseptor LDL. Dengan berikatan ke resptor, diperantarai oleh klatrin di
daerah lekukan kecil dalam pembentukan sel, LDL mengalami enositosis
dengan reseotor LDL kembali bersirkulasi ke membran sel. Setelah penyatuan
29

endosom dengan lisosom, apolipoprotein akan dicerna dan Chol-E dipecah


sehingga kolesterol bebas mencapai sitosol. Akibat peningkatan konsentrasi
kolesterol inta sel ini : (1) enzim kunci untuk sintesis kolesterol dihambat (3-
HMG-KoA reduktase) (2) kolesterol kembali diesterifikasi kebentuk
penyimanannya (3) sintesis reseptor LDL dihambat. 3

LP densitas tinggi (HDL) menukar apoliporotein tertentu dengan


kilomikron dan VLDL, serta mengambil kelebihan kolesterol dan sel
ekstrahepatik dan darah. Melalui ApoA1-nya, HDL mengaktifkan enzim
plasma lesitin kolesterol asetiltransferase (LCAT) yang sebagian
mengesterifikasi kolesterol dan menghantarkan kolesterol dan Chol-E ke hati,
dan kelenjar yang menghasilkan hormon steroid (ovarium, testis, adrenal )
yang memiliki reseptor HDL. 3

Peningkatan lemak didalam darah dapat memengaruhi kolesterol


trigliserida dalam darah atau keduanya (hiperkolesterolemis,
hipertrigliseridemia, hiperlipidemia kombinasi). Saat ini hiperlipoproteinemia
mencakup semua. 3

Pada sebagian pasien hiperkolesterolemia (lebih dari 200 – 220 mg/dl


serum) terdapat peningkatan prevalensi familial terhadap keadaan ini, namun
penyebabnya masih belum diketahui (hiperkolesterolemia poliogenik). Namun,
kelebihan berat badan dan pola makan memainkan peran penting. Kolesterol
LDL dapat diturunkan dengan pemilihan makanan yang menganduk lemak
nabati ( lemak tidak jenuh). Sebaliknya, lemak hewani (jenuh) meningkatkan
sintesis kolesterol dihati dan menurunkan densitas reseptor LDL sehingga
konsentrasi LDL yang kolesterol di dalam serum meningkat (Kolesterol LDL
>135 mg/dL). Akibatnya, terjadi peningkatan pengikatan LDL terhadap
reseptor scavenger yang memperantai pengumpulan kolesterol di makrofag,
kulot, dan dinding pembuluh darah. Jadi hiperkolesterolemia merupakan faktor
resiko untuk aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. 3
30

Komplikasi

a. Penyakit ginjal
Insiden penyakit jantung aterosklerosis sangat tinggi pada pasien dengan
PGK sehingga mereka dengan GFR ˂60 mL/menit/1,73 m2 dikategorikan
sebagai berisiko kardiovaskular sangat tinggi, ekuivalen dengan PJK.35,138
Tatalaksana dislipidemia pasien dengan GFR ˂60 mL/menit/1,73 m2
mengikuti tatalaksana pasien dengan risiko kardiovaskular sangat tinggi.
Penurunan kolesterol LDL ke konsentrasi 60-70 mg/dL dengan statin
maupun kombinasi statin dengan ezetimibe pada pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis tidak menurunkan kejadian kardiovaskular.
Pada pasien PGK dengan GFR ˂60 mL/menit/1,73 m2 (rerata 26,6
mL/menit/1,73 m2) yang tidak menjalani hemodialisis, penurunan kolesterol
LDL dengan kombinasi statin dan ezetimibe menurunkan kejadian
aterosklerotik mayor secara bermakna dan tidak mengakibatkan perburukan
fungsi ginjal. Mengingat hasil dari studi luaran klinis di atas,
direkomendasikan pemberian statin atau statin/ezetimibe untuk menurunkan
kejadian aterosklerotik mayor bagi pasien gagal ginjal kronik (termasuk
yang menjalani transplantasi ginjal) kecuali jika pasien tersebut menjalani
dialisis. Dosis berbagai obat penurun lipid perlu disesuaikan dengan
beratnya gagal ginjal kronik kecuali atorvastatin, fluvastatin, bile acid
sequestrant, dan ezetimibe. 7

b. Stroke
Pasien dengan riwayat stroke dan TIA dikategorikan ke dalam kelompok
dengan risiko kardiovaskular sangat tinggi. Etiologi stroke bervariasi seperti
tromboemboli (sering berhubungan dengan fibrilasi atrium), aterosklerosis
arteri karotis, penyakit serebrovaskular yang mengenai pembuluh darah
kecil, dan perdarahan intracranial (perdarahan intraserebral dan
subarakhnoid). Hubungan dislipidemia dengan kejadian aterotrombotik pada
31

pasien stroke iskemik dan TIA sudah ketahui, sementara hubungannya


dengan jenis stroke lainnya belum diketahui dengan jelas. Hubungan antara
konsentrasi lipid rendah dengan peningkatan insiden stroke perdarahan
hanya dibuktikan oleh studi observasional dan tidak konsisten. Terapi
penurun lipid pada pasien dengan risiko kardiovaskular tinggi menurunkan
angka kejadian stroke dan TIA, sehingga terapi statin pada pasien dengan
risiko kardiovaskular tinggi ditujukan untuk pencegahan primer stroke dan
menurunkan risiko kejadian kardiovaskular lainnya. Peran obat penurun
lipid selain statin untuk pencegahan primer stroke dan TIA belum jelas.
Peran statin dalam pencegahan sekunder stroke tergantung dari jenis
strokenya. Pasien yang mengalami kejadian serebrovaskular akibat proses
aterotrombosis mendapat faedah terbesar dari pengobatan statin. Sementara
itu, pasien dengan stroke perdarahan tidak mendapat manfaat dari terapi
statin atau bahkan dapat berbahaya. 7

c. Sindrom koroner akut dan intervensi koroner perkutan


Pasien sindrom koroner akut berisiko mengalami kejadian kardiovaskular
berulang. Data penelitian klinis mendukung penurunan kolesterol LDL
dengan statin secepatnya dan agresif untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskular. Statin dosis tinggi direkomendasikan diberikan
pada hari 1-4 perawatan sindrom koroner akut dan ditujukan untuk
menurunkan konsentrasi kolesterol LDL menjadi ˂70 mg/dL bagi pasien
dengan konsentrasi kolesterol LDL awal ≥70 mg/dL. Profil lipid perlu
diperiksa ulang 4-6 minggu kemudian untuk evaluasi pencapaian target
kolesterol LDL. Terapi statin tetap dianjurkan walau konsentrasi kolesterol
LDL awal ˂70 mg/dL. Penelitian klinis dengan menggunakan PUFA
omega-3 pada pasien sindrom koroner akut tidak menurunkan kematian
secara konsisten. Penurunan kematian pada pasien yang diterapi dengan
PUFA omega-3 bukan disebabkan oleh efek antilipid melainkan oleh efek
antiaritmia, terutama pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri.7
32

Terapi statin dengan dosis beban (loading dose) dalam jangka pendek yang
diberikan sebelum intervensi koroner perkutan pada pasien angina stabil atau
sindrom koroner akut berpotensi menurunkan kejadian infark miokard
pascaprosedural dan kematian tanpa memandang apakah pasien telah
mendapatkan terapi statin jangka panjang sebelumnya. Studi yang
mengevaluasi efektivitas terapi statin dosis beban periprosedural pada luaran
klinis hanya mengikutsertakan sedikit pasien. Waktu pemberian terapi dosis
beban bervariasi antara 1 hingga 7 hari sebelum intervensi koroner perkutan.
Berdasarkan studi terapi statin dosis beban periprosedural maka terapi ini dapat
dipertimbangkan walau pasien telah mendapatkan terapi statin sebelumnya. 7

3. Penegakan diagnosis dislipidemia

Anamnesis
a. Ditanyakan faktor resiko mayornya:
1) Usia (laki-laki ≥ 45 tahun, wanita ≥ 55 tahun)
2) Riwayat keluarga dengan PJK dini (Infark miokard atau sudden death < 55
tahun pada ayah atau < 65 tahun pada ibu
3) Perokok aktif
4) Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau dengan pengobatan antihipertensi)
5) Kadar kolesterol HDL yang rendah (< 40 mg/dl). 8

b. Ditanyakan faktor resiko minornya:


1) Diabetes
2) Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia
3) Penyakit ginjal kronik
4) Penyakit inflamasi kronik
5) Lingkar pinggang > 90 cm untuk laki-laki atau lingkar pinggang > 80 cm
untuk wanita
6) Disfungsi ereksi
33

7) Adanya aterosklerosis atau abdominal aneurisma


8) Manifestasi klinis dari hyperlipidemia
9) Obesitas (IMT > 27 kg/m2) . Untuk orang Asia IMT ≥ 25 kg/m2
10) Laki-laki usia ≥ 40 tahun atau wanita dengan usia ≥ 50 tahun atau sudah
menopause. 5

Pemeriksaan Fisik
(1) Evaluasi tekanan darah
(2) Bruit pada arteri karotis/gambaran klinis penyakit arteri perifer
(3) Dislipidemia sekunder, tanda-tanda penyakit dasar contohnya hepatitis. 5

Pemeriksaan Penunjang
(1) Pemeriksaan profil lipid; kolesterol total, LDL, HDL, Trigliderida
(2) Pemeriksaan laboratorium untuk trigliserida membutuhkan puasa selama
12 jam
(3) Perhitungan konsentrasi HDL dapat dilakukan dalam keadaan tidak puasa. 5

Tabel 3.1 Interpretasi kadar lipid plasma. 8


34

Perhitungan faktor resiko


Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium maka
dilakukan penghitungan risiko dari penyakit kardiovaskuler. Ada sedikitnya 17
model metode penapisan untuk memprediksi kejadian kardiovaskular
berdasarkan faktor resiko yang ada. Skor risiko Framingham termasuk yang
paling populer oleh karena kepraktisannya, selain itu juga ada Pooled Cohort
Equation yang menjadi dasar dari ACC/AHA tahun 2013, Systematic Coronary
Risk Evaluation (SCORE) dan juga United Kingdom Prospective Diabetes
Study (UKPDS). Pada model metode penapisan skor risiko dari Framingham
dapat dilihat pada tabel berikut ini. 5
35

Tabel 3.2 Skor risiko Framingham. 5


36
37

Diagnosis Banding
(1) Dislipidemia: kenaikan kadar kolesterol total, K-LDL, trigliderida, serta
penurunan K-LDL
(2) Hipertrigliserida: merupakan salah satu jenis dislipidemia, ditandai dengan
meningkatnya kadar trigliserida
(3) Hiperlipidemia: peningkatan kadar lipid darah yaitu kolesterol total dan
trigliserida
(4) Hiperkolesterolimia: termasuk ke dalam dislipidemia, ditandai
meningkatnya kadar kolesterol total
(5) Sindrom Metabolik: kelainan metabolik kompleks yang diakibatkan oleh
peningkatan obesitas, komponen utama sindrom metabolik adalah
obesitas, resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi. Sindrom metabolik
merupakan kumpulan dari faktor-faktor resiko terjadinya penyakit
kardiovaskular. 2

Diagnosis Kerja
Dislipidemia, karena dari anamnesis keluhan pasien tengkuk terasa pegal,
tangan dan kaki terasa kaku, dari faktor resiko pasien selalu mengkonsumsi
makanan cepat saji (junk food) dan pasien jarang berolahraga. Dari
pemeriksaan laboratorium lipid profile didapatkan kolesterol total 300 mg/dl,
LDL 190 mg/dl, HDL 35 mg/dl dan trigliserida 350 mg/dl, sehingga diagnosis
kerja pasien tersebut dislipidemia.

4. Penatalaksananaan farmakologi dan non farmakologi dislipidemia


Langkah pengelolaan dislipidemia melalui algoritma penatalaksanaan

Langkah 1. Identifikasi masalah pada pasien


Penentuan masalah pada pasien dicari dengan melakukan proses klinis yang
terdiri dari anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium
38

penunjang. Dari proses klinis tersebutdiatas maka akan dapat diidentifikasi


masalah pasien yang dapat dibagi menjadi :
1. Masalah kardiovaskular dan risiko terkait kardiovaskular
2. Masalah non-kardiovaskular.
Masalah kardiovaskular menurut ATP III adalah penyakit jantung koroner,
penyakit arteri karotis, penyakit arteri perifer dan aneurisma aorta abdominalis,
sedangkan menurut ACC/AHA 2013 adalah sindroma koroner akut, riwayat
infark miokard, angina stabil maupun angina unstabil, riwayat revaskularisasi
koroner, stroke dan penyakit arteri perifer. Sedangkan risiko terkait
kardiovaskular yang tercantum dalam ATP III adalah merokok, hipertensi (TD
≥ 140/90 mmHG atau konsumsi anti hipertensi), K-HDL yang rendah (< 40
mg/dl), riwayat keluarga dengan PJK dini dan usia (Laki-laki ≥ 45 thn, wanita
≥ 55 tahun). 5

Langkah 2. Melakukan penghitungan risiko kardiovaskular, klasifikasi


kelompok risiko dan pilihan terapi
Setelah penentuan masalah pada pasien pada langkah pertama, maka langkah
kedua adalah melakukan penghitungan risiko kardiovaskular, dan melakukan
klasifikasi kelompok risiko yang akan mempengaruhi pilihan terapi. Untuk
langkah kedua ini bisa menggunakan panduan alur dari ATP III (alur 1) atau
bias dengan menggunakan panduan ACC/AHA 2013 (alur 2).
1. Pada alur satu (ATP III)
a. Yang pertama dilakukan adalah identifikasi adanya PJK atau masalah
yang setara dengan PJK seperti adanya penyakit arteri karotis, penyakit
arteri perifer, atau aneurisma aorta abdominalis.
b. Jika didapatkan masalah berupa PJK/setara PJK maka dimasukkan
kedalam kelompok risiko tinggi atau kelompok risiko sangat tinggi (jika
memiliki faktor risiko multipel, terutama diabetes)
c. Untuk kelompok risiko sangat tinggi direkomendasikan segera
pemberian statin dengan target K-LDL < 70 mg/dl.
39

d. Untuk kelompok risiko tinggi dimulai pemberian statin jika K-LDL ≥


130 mg/dl dengan target K-LDL < 100 mg/dl.
e. Untuk kelompok risiko sedang yang mempunyai lebih dari dua faktor
risiko mayor dan SRF > 10-20% maka target LDL < 130 mg/dl dengan
pemberian statin jika K-LDL ≥ 130 mg/dl.
f. Untuk kelompok risiko sedang dengan 2 faktor risiko mayor dan SRF <
10% maka dilakukan pemberian statin jika K-LDL ≥ 160 mg/dl dengan
target K-LDL < 130 mg/dl. Pada kelompok risiko rendah pemberian
statin jika LDL ≥ 190 mg/dl dengan target < 160 mg/dl
2. Pada alur dua (ACC/AHA 2013) dimulai dengan identifikasi adanya bukti
klinis ASCVD seperti sindroma koroner akut, riwayat infark miokard,
angina stabil maupun angina unstabil, riwayat revaskularisasi koroner,
stroke atau penyakit arteri perifer.
a. Jika ada salah satu dari bukti klinis tersebut maka pasien dimasukkan
kedalam kelompok pertama yaitu pasien dengan gambaran klinis
ASCVD. Selanjutnya apabila pasien berusia kurang dari 75 tahun maka
pilihan terapinya adalah statin intensitas tinggi (high intensity statin),
namun bila pasien berusia lebih dari 75 tahun maka pilihan terapinya
adalah statin intensitas sedang (moderate intensity statin).
b. Apabila pasien tidak mempunyai bukti klinis ASCVD maka
diperhatikan kadar K-LDL.
c. Jika kadar K-LDL ≥ 190 mg/dl maka masuk kelompok kedua yang
memerlukan statin intensitas tinggi.
d. Jika K-LDL 70-189 mg/dl dengan diabetes maka dilakukan
penghitungan skor risiko ASCVD.
e. Jika hasil perhitungan < 7.5 % maka pilihannya adalah pemberian statin
intensitas sedang.
f. Jika hasil perhitungan ≥ 7.5% maka dilakukan pemberian statin
intensitas tinggi.
40

g. Jika K-LDL 70-189 mg/dl tanpa ASCVD atau diabetes umur 40-75
tahun maka dilakukan penghitungan skor risiko ASCVD.
h. Jika ≥ 7.5 % maka dilakukan pemberian statin intensitas sedang.
i. Jika < 7.5 % maka pemberian statin didasarkan atas beberapa
pertimbangan khusus. Hal ini disebabkan karena kurangnya bukti-bukti
pendukung. Namun demikian pada pasien tertentu dapat
dipertimbangkan untuk diberikan statin apabila K-LDL ≥ 160 mg/dl
atau hiperlipidemia secara genetik, riwayat keluarga dengan ASCVD
dini (pada ayah < 55 tahun atau ibu < 65 tahun), kadar HsCRP ≥ 2
mg/L, skor CAC ≥ 300 Agatston unit atau ≥ 75 persentil untuk usia,
jenis kelamin dan etnisitas, ankle-brachial index < 0.9. 5

Langkah 3. Pemberian edukasi


Setelah langkah kedua maka selanjutnya dilakukan edukasi yang ditujukan
pada pasien dan keluarganya. Tujuan dari edukasi adalah untuk meminta
partisipasi pasien dan keluarganya pada pengelolaan masalah pasien. Edukasi
pada pasien dan keluarganya harus sudah dimulai sewaktu konsultasi pertama
kali. Adapun materi yang diberikan antara lain masalah-masalah yang
didapatkan pada pasien, kemungkinan-kemungkinan penyebabnya, langkah-
langkah pengelolaan yang akan diambil termasuk yang berkaitan dengan
langkah diagnosis dan terapi , terutama yang berkaitan dengan terapi gaya
hidup sehat termasuk didalamnya tentang pengaturan makanan dan aktifitas
fisik. Materi lain yang perlu juga disampaikan adalah kemungkinan efek
samping obat yang diberikan, serta pengelolaan terhadap efek samping
tersebut. 5

Langkah 4. Pemantauan dan evaluasi


Pemantauan dan evaluasi secara rutin harus dikerjakan pada pasien
dislipidemia. Pemantauan pertama dilakukan 6 minggu setelah awal
pengelolaan. Hal-hal yang dipantau menyangkut keberhasilan terapi terutama
41

LDL dan kemungkinan adanya komplikasi seperti peningkatan AST/ALT dan


Creatinine Phospokinase (CPK). Apabila target LDL belum tercapai
pemantauan selanjutnya dapat dilakukan setiap 6 bulan sampai target tercapai.
Jika target LDL telah tercapai, dapat dilakukan pemantauan dengan interval 6-
12 bulan (AACE). Ada beberapa keadaan dimana evaluasi dan pemantauan
status lipid diperlukan dalam frekuensi lebih sering yaitu :
a. Kendali glukosa darah yang memburuk
b. Adanya penggunaan obat lain yang ditenggarai mengganggu kadar lipid
c. Progresivitas dari penyakit aterotrombosis
d. Adanya penambahan berat badan
e. Adanya perubahan yang tidak terduga dari status lipid pasien
Untuk kadar transaminase sebaiknya dilakukan pemeriksaan sebelum dan
sesudah 3 bulan setelah pemberian statin atau asam fibrat karena gangguan
abnormalitas lipid terjadi kebanyakan pada 3 bulan setelah inisiasi terapi.
Monitoring juga dilakukan apabila ada adanya perubahan dosis, perubahan
jenis obat maupun penggunaan obat kombinasi. Untuk kreatinin kinase dapat
diperiksa kadarnya apabila pasien mengeluhkan nyeri otot atau mengalami
kelemahan otot. 5

Gambar 4.1 Algoritma penatalaksanaan dislipidemia. 5


42

Gambar 4.2 Algoritma penatalaksanaan dislipidemia alur 1 ATP III. 5


43

Gambar 4.3 Algoritma penatalaksanaan dislipidemia alur 2 ACC/AHA 2013. 5


44

Farmakologi
1) Statin (Inhibitor HMG-CoA reduktase)
Statin adalah obat penurun lipid paling efektif untuk menurunkan
kolesterol LDL dan terbukti aman tanpa efek samping yang berarti.
Selain berfungsi untuk menurunkan kolesterol LDL, statin juga
mempunyai efek meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan TG.
Berbagai jenis statin dapat menurunkan kolesterol LDL 18-55%,
meningkatkan kolesterol HDL 5-15%, dan menurunkan TG 7-30%. 7
Cara kerja statin adalah dengan menghambat kerja HMG-CoA
reduktase. Efeknya dalam regulasi CETP menyebabkan penurunan
konsentrasi kolesterol LDL dan VLDL. Di hepar, statin meningkatkan
regulasi reseptor kolesterol LDL sehingga meningkatkan pembersihan
kolesterol LDL.Dalam keadaan hipertrigliseridemia (tidak berlaku bagi
normotrigliseridemia), statin membersihkan kolesterol VLDL.
Mekanisme yang bertanggungjawab terhadap peningkatan konsentrasi
kolesterol HDL oleh statin sampai sekarang belum jelas.Studi awal yang
menggunakan statin untuk menurunkan kolesterol LDL menunjukkan
penurunan laju PJK dan mortalitas total serta berkurangnya infark
miokard, prosedur revaskularisasi, stroke, dan penyakit vaskular
perifer.Statin hendaknya diresepkan sampai dosis maksimal yang
direkomendasikan atau yang dapat ditoleransi untuk mencapai target
kolesterol LDL. 7
45

Tabel 4.1 Dosis Statin Maksimal yang Direkomendasikan. 7

FDA Amerika Serikat mengeluarkan rekomendasi baru tentang


keamanan simvastatin 80 mg.Simvastatin yang digunakan dengan dosis
maksimum (80 mg) berhubungan dengan miopati atau jejas otot terutama
jika digunakan selama 12 bulan berturutan. Simvastatin dosis 80 mg tidak
dianjurkan diresepkan bagi pasien baru, melainkan bagi mereka yang telah
menggunakan dosis tersebut selama 12 bulan berturutan tanpa keluhan
atau gejala miopati. 7

Tabel 4.2 Penyesuain Dosis statin pada PGK. 7

Dalam keadaan tidak toleran terhadap statin, direkomendasikan


pemakaian bile acid sequestrant atau asam nikotinat, atau dapat
dipertimbangkan pemakaian inhibitor absorpsi kolesterol (ezetimibe)
46

tunggal atau dikombinasikan dengan asam nikotinat atau bile acid


sequestrant. Semua statin kecuali pravastatin, rosuvastatin, dan
pitavastatin mengalami metabolisme di hati melalui isoenzim sitokrom
P450 sehingga akan berinteraksi dengan obat yang dimetabolisme melalui
enzim tersebut. Miopati, sebuah terminologi umum untuk penyakit otot,
terjadi pada 5% pasien pengguna statin dan kejadiannya tidak berbeda
7
dengan pengguna plasebo dalam penelitian klinis acak.
Miopati dapat berupa mialgia, miositis, atau rabdomiolisis. Mialgia
adalah terminologi untuk nyeri atau kelemahan otot tanpa peningkatan
kreatinin kinase. Miositis terjadi jika keluhan otot disertai peningkatan
kreatinin kinase. Sementara itu, rabdomiolisis merupakan diagnosis pada
pasien dengan keluhan otot yang disertai peningkatan kreatinin kinase
melebihi 10x batas atas normal. Pemeriksaan kreatinin kinase tanpa dasar
keluhan otot tidak mempunyai nilai klinis sehingga tidak dianjurkan.
Kejadian rabdomiolisis terjadi kurang dari 1 persejuta peresepan. Faktor
risiko terjadinya miopati adalah: berat badan rendah, usia lebih dari 80
tahun, penyakit multiorgan terutama PGK, atau periode perioperatif.
Miopati juga berhubungan dengan konsumsi atau obat yang spesifik
seperti fibrat (terutama gemfibrozil), eritromisin, klaritromisin, antibiotika
makrolid, antifungal, amiodaron, verapamil, siklosporin, jus anggur
(sekitar 1 Liter perhari), dan minum alkohol berlebihan.Peningkatan enzim
hepar terjadi pada 0,5-2% pengguna statin terutama pada dosis
tinggi.Setiap pasien hendaknya diperiksa enzim heparnya sebelum
memulai terapi statin dan sesuai indikasi sesudahnya. Terapi statin
hendaknya dihentikan pada pasien dengan jejas hepar serius yang disertai
keluhan klinis dan/atau hiperbilirubinemia atau ikterus. 7
Kenaikan transaminase lebih dari 3x batas atas normal merupakan
indikasi untukmenghentikan terapi statin. Terapi statin dapat dilanjutkan
jika konsentrasi transaminase sudah turun kurang dari 3x batas atas
normal. Pengobatan statin berhubungan dengan terjadinya DM onset baru.
47

Statin meningkatkan risiko gangguan atau hilangnya memori pada


pasien di atas usia 50 tahun yang reversibel ketika terapi statin dihentikan.
Onset gangguan memori ini bisa bervariasi dari satu hari hingga beberapa
tahun sesudah terapi statin dan tidak berhubungan dengan jenis statin
tertentu, dosisnya, ataupun pengobatan tambahan. Gangguan memori ini
tidak berhubungan dengan demensia yang menetap atau progresif seperti
penyakit Alzheimer.Pada pasien dengan risiko tinggi dan sangat tinggi,
sebaiknya terapi statin dilanjutkan walautarget terapi sudah tercapai
selama tidak ada indikasi kontra ataupun efek samping yang berat. 7
2) Inhibitor absorpsi kolesterol
Ezetimibe merupakan obat penurun lipid pertama yang menghambat
ambilan kolesterol dari diet dan kolesterol empedu tanpa mempengaruhi
absorpsi nutrisi yang larut dalam lemak. Dosis ezetimibe yang
direkomendasikan adalah 10 mg/hari dan harus digunakan bersama statin,
kecuali pada keadaan tidak toleran terhadap statin, di mana dapat
dipergunakan secara tunggal. Tidak diperlukan penyesuaian dosis bagi
pasien dengan gangguan hati ringan atau insufisiensi ginjal berat.
Kombinasi statin dengan ezetimibe menurunkan kolesterol LDL lebih
besar daripada menggandakan dosis statin. 7
Kombinasi ezetimibe dan simvastatin telah diujikan pada subyek
dengan stenosis aortadan pasien gagal ginjal kronik. Sampai saat ini belum
ada laporan efek samping yang berarti dari pemakaian ezetimibe. Sebelum
ada hasil studi klinis yang lengkap, ezetimibe yang dikombinasikan
dengan statin direkomendasikan sebagai obat penurun kolesterol LDL lini
kedua jika target tidak tercapai dengan statin dosis maksimal. Pemakaian
ezetimibe tunggal atau kombinasinya dengan bile acid sequestrant atau
asam nikotinat dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak toleran
terhadap statin. Penelitian yang mengevaluasi efek kombinasi ezetimibe
dengan simvastatin pada saat ini sedang berlangsung. 7
48

3) Bile acid sequestrant


Terdapat 3 jenis bile acid sequestrant yaitu kolestiramin, kolesevelam, dan
kolestipol. Bile acid sequestrant mengikat asam empedu (bukan
kolesterol) di usus sehingga menghambat sirkulasi entero-hepatik dari
asam empedu dan meningkatkan perubahan kolesterol menjadi asam
empedu di hati. Dosis harian kolestiramin, kolestipol, dan kolesevelam
berturutan adalah 4-24 gram, 5-30 gram, dan 3,8-4,5 gram. Penggunaan
dosis tinggi (24 g kolestiramin atau 20 g of kolestipol) menurunkan
konsentrasi kolesterol LDL sebesar 18-25%. 7
Bile acid sequestrant tidak mempunyai efek terhadap kolesterol
HDL sementara konsentrasi TG dapat meningkat. Walau tidak
menurunkan kejadian infark miokard dan kematian akibat PJK dalam
sebuah penelitian pencegahan primer, bile acid sequestrant
direkomendasikan bagi pasien yang tidak toleran terhadap statin. Efek
sampingnya terutama berkenaan dengan sistem pencernaan seperti rasa
kenyang, terbentuknya gas, dan konstipasi. Bile acid sequestrant
berinteraksi dengan obat lain seperti digoksin, warfarin, tiroksin, atau
tiazid, sehingga obat-obatan tersebut hendaknya diminum 1 jam sebelum
atau 4 jam sesudah bile acid sequestrant. Absorpsi vitamin K dihambat
oleh bile acid sequestrant dengan akibat mudah terjadi perdarahan dan
sensitisasi terhadap terapi warfarin. 7

4) Fibrat
Fibrat adalah agonis dari PPAR-α. Melalui reseptor ini, fibrat menurunkan
regulasi gen apoC-III serta meningkatkan regulasi gen apoA-I dan A-II.
Berkurangnya sintesis apoC-III menyebabkan peningkatan katabolisme
TG oleh lipoprotein lipase, berkurangnya pembentukan kolesterol VLDL,
dan meningkatnya pembersihan kilomikron. Peningkatan regulasi apoA-I
dan apoA-II menyebabkan meningkatnya konsentrasi kolesterol
HDL.Sebuah analisis meta menunjukkan bahwa fibrat bermanfaat
49

menurunkan kejadian kardiovaskular terutama jika diberikan pada pasien


dengan konsentrasi TG di atas 200 mg/dL. 7
Terapi kombinasi fibrat (fenofibrat) dengan statin pada pasien DM
tidak lebih baik dari terapi statin saja dalam menurunkan laju kejadian
kardiovaskular kecuali jika konsentrasi TG lebih dari 200 mg/dL,
konsentrasi kolesterol LDL ≤84 mg/dL, dan konsentrasi kolesterol HDL
≤34 mg/dL. Penelitian ini memperkuat pendapat bahwa terapi penurunan
konsentrasi TG ditujukan hanya pada pasien dengan risiko kardiovaskular
tinggi yang konsentrasi kolesterol LDL-nya telah mencapai target dengan
terapi statin dan konsentrasi TG-nya masih di atas 200 mg/dL. 7
Fibrat dapat menyebabkan miopati, peningkatan enzim hepar, dan
kolelitiasis. Risiko miopati lebih besar pada pasien dengan gagal ginjal
kronik dan bervariasi menurut jenis fibrat. Gemfibrozil lebih berisiko
menyebabkan miopati dibandingkan fenofibrat jika dikombinasikan
dengan statin. Jika fibrat diberikan bersama statin maka sebaiknya waktu
pemberiannya dipisah untuk mengurangi konsentrasi dosis puncak,
misalnya: fibrat pada pagi dan statin pada sore hari. Dosis fenofibrat
adalah 200 mg/hari, dengan dosis maksimal 200 mg/hari. Dosis
gemfibrozil adalah 600 mg diberikan 2 kali sehari, dengan dosis maksimal
1200 mg/hari. 7

5) Asam nikotinat (niasin)


Asam nikotinat menghambat mobilisasi asam lemak bebas dari jaringan
lemak perifer ke hepar sehingga sintesis TG dan sekresi kolesterol VLDL
di hepar berkurang. Asam nikotinat juga mencegah konversi kolesterol
VLDL menjadi kolesterol LDL, mengubah kolesterol LDL dari partikel
kecil (small, dense) menjadi partikel besar, dan menurunkan konsentrasi
Lp (a). 7
Asam nikotinat meningkatkan kolesterol HDL melalui stimulasi
produksi apoA-I di hepar.Niasin yang digunakan saat ini terutama yang
50

berbentuk extended releaseyang dianjurkan diminum sebelum tidur


malam. Dosis awal yang direkomendasikan adalah 500 mg/hari selama 4
minggu dan dinaikkan setiap 4 minggu berikutnya sebesar 500 mg selama
masih dapat ditoleransi sampai konsentrasi lipid yang dikehendaki
tercapai. Dosis maksimum 2000 mg/hari menurunkan TG 20-40%,
kolesterol LDL 15-18%, dan meningkatkan konsentrasi HDL 15-35%. 7
Menambahkan niasin pada terapi statin tidak memberikan
keuntungan tambahan jika diberikan pada pasien dengan penyakit
kardiovaskular aterosklerotik yang konsentrasi kolesterol LDL-nya kurang
dari 70 mg/dL. Sebuah studi yang menambahkan niasin extended release
pada statin pada lebih dari 25.000 pasien dengan penyakit kardiovaskular
gagal memperlihatkan keuntungan tambahan berupa penurunan laju
serangan jantung atau stroke. Alasan terbanyak menghentikan penggunaan
niasin pada bulan pertama adalah efek samping berupa keluhan pada kulit
(ruam, pruritis, flushing), keluhan gastrointestinal, DM, dan keluhan
muskuloskeletal. Untuk mengurangi efek flushing, niasin dikombinasikan
dengan laropripant, sebuah antagonis prostaglandin D2. 7

6) Inhibitor CETP
Kolesterol ester transfer protein berfungsi membantu transfer cholesteryl
ester dari kolesterol HDL kepada VLDL dan LDL yang selanjutnya akan
dibersihkan dari sirkulasi melalui reseptor LDL di hepar. Terapi dengan
inhibitor CETP mempunyai efek ganda yaitu meningkatkan konsentrasi
kolesterol HDL dan menurunkan konsentrasi kolesterol LDL melalui
reversed cholesterol transport. Inhibitor CETP dapat bersifat
proaterogenik jika cholesteryl ester dari kolesterol VLDL atau LDL
diambil oleh makrofag. Sebaliknya, jika cholesteryl ester diambil oleh
hepar melalui reseptor LDL, inhibitor CETP bersifat antiaterogenik.Di
antara 3 inhibitor CETP (torcetrapib, dalcetrapib dan anacetrapib),
torcetrapib telah ditarik dari pasaran karena meningkatkan kematian. 7
51

Monoterapi anacetrapib 40 mg, 150 mg, atau 300 mg selama 8


minggu menurunkan konsentrasi kolesterol LDL berturutan sebesar 16%,
27%, 40%, dan 39% serta meningkatkan konsentrasi kolesterol HDL
berturutan sebesar 44%, 86%, 139%, dan 133%.Sebuah penelitian fase III
dengan anacetrapib: Randomized Evaluation of the Effects of Anacetrapib
through Lipid-modification (REVEAL) saat ini sedang berjalan Aferesis
kolesterol LDL Tindakan aferesis ditujukan bagi pasien dengan HoFH
atau HeFH berat. Dengan teknik yang mahal tetapi efektif ini, kolesterol
LDL dan Lp(a) dibuang dari plasma selama dilakukan sirkulasi
ekstrakorporeal setiap 1 atau 2 minggu sekali. 7

7) Terapi kombinasi
Terapi kombinasi ini dilaporkan menurunkan laju aterosklerosis yang
dideteksi dengan angiografi. Menggabungkan tablet berisi fitosterol
dengan statin diikuti oleh penurunan kolesterol LDL 5-10% lebih
besar.Seperti telah disebutkan terdahulu, menambahkan ezetimibe pada
statin menurunkan kolesterol LDL lebih besar daripada menggandakan
dosis statin. Terapi kombinasi antara ezetimibe dengan bile acid
sequestrantatau dengan asam nikotinat menyebabkan penurunan
konsentrasi kolesterol LDL lebih besar dibandingkan penggunaan obat
tunggal. 7
Walau demikian, belum ada evaluasi luaran klinis dari terapi
kombinasi tersebut. Kombinasi fibrat (terutama fenofibrat, bezafibrat, dan
cipofibrat) dengan statin menurunkan konsentrasi kolesterol LDL dan TG
serta meningkatkan kolesterol HDL lebih tinggi daripada terapi tunggal
manapun.Walau demikian, studi luaran klinis tidak menunjukkan
keunggulan dibandingkan dengan penggunaan statin monoterapi.
Kombinasi statin dan fibrat meningkatkan risiko miopati, terutama jika
fibrat digunakan dengan statin dosis tinggi atau statin dikombinasikan
dengan gemfibrozil. Kombinasi asam nikotinat.
52

Tabel 4.4 Obat dislipidemia. 8

Non Farmakologi
Intervensi gaya hidup untuk memperbaiki profil lipid

Bukti penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular yang berhubungan


dengan intervensi gaya hidup tidak sekuat bukti yang berhubungan dengan
intervensi farmakologis. Pentingnya konseling intervensi gaya hidup terutama
berhubungan dengan perubahan positif terhadap perilaku untuk mengontrol profil
lipid.47 Tujuan intervensi gaya hidup adalah untuk mengurangi kolesterol LDL,
mengurangi konsentrasi TG, dan meningkatkan kolesterol HDL. Intervensi gaya
53

hidup dilakukan pada semua orang, dengan atau tanpa tambahan obat penurun
lipid, kecuali pada pasien risiko rendah dengan kolesterol LDL awal. 7

Gambar 4.4 Intervensi gaya hidup yang dapat dilakukan unruk mengurangi
kolesterol LDL, kolesterol HDL dan TG. 7

Diet

Diet yang dapat dipakai untuk menurunkan kolesterol LDL adalah diet asam
lemak tidak jenuh seperti MUFA dan PUFA karena faktor diet yang paling
berpengaruh terhadap peningkatan konsentrasi kolesterol LDL adalah asam lemak
jenuh. Penurunan kolesterol LDL yang diakibatkan oleh diet PUFA lebih besar
dibandingkan dengan diet MUFA atau diet rendah karbohidrat. PUFA omega-3
tidak mempunyai efek hipokolesterolemik langsung, tetapi kebiasaan
mengonsumsi ikan (mengandung banyak PUFA omega-3) berhubungan dengan
reduksi risiko kardiovaskular independen terhadap efek pada lipid plasma.
Konsumsi PUFA omega-3 pada dosis farmakologis (>2 gram/hari) mempunyai
efek netral terhadap konsentrasi kolesterol LDL dan mengurangi konsentrasi
TG.48 Data dari penelitian klinis acak, kasus kelola dan kohor menunjukkan
54

bahwa konsumsi PUFA omega-6 setidaknya 5% hingga 10% dari total energi
mereduksi risiko PJK.49 Konsumsi PUFA omega-3, PUFA omega-6 dan MUFA
berhubungan dengan peningkatan konsentrasi kolesterol HDL sampai 5% dan
penurunan TG sebesar 10-15%. Asam lemak trans diproduksi dari minyak nabati
dengan cara hidrogenasi, dan dapat ditemukan secara alami di dalam lemak
hewani. Asam lemak trans meningkatkan kolesterol LDL dan menurunkan
kolesterol HDL. Sumber asam lemak trans di dalam diet biasanya berasal dari
produk yang terbuat dari minyak terhidrogenasi parsial seperti biskuit asin
(crackers), kue kering manis (cookies), donat, roti dan makanan lain seperti
kentang goreng atau ayam yang digoreng memakai minyak nabati yang
dihidrogenasi. Diet karbohidrat bersifat netral terhadap kolesterol LDL, sehingga
makanan kaya karbohidrat merupakan salah satu pilihan untuk menggantikan diet
lemak jenuh. Di lain pihak, diet kaya karbohidrat (>60% kalori total) berhubungan
dengan penurunan konsentrasi kolesterol HDL dan peningkatan konsentrasi TG.
Oleh karena itu, asupan karbohidrat dianjurkan kurang dari 60% kalori total.
Asupan lebih rendah dianjurkan bagi pasien dengan peningkatan konsentrasi TG
dan konsentrasi kolesterol HDL rendah seperti yang ditemukan pada pasien
sindrom metabolik. Diet karbohidrat yang kaya serat dianggap diet optimal
pengganti lemak jenuh yang tujuannya meningkatkan efek diet pada konsentrasi
kolesterol LDL dan mengurangi efek yang tidak dikehendaki dari diet kaya
karbohidrat pada lipoprotein lain. Diet makanan tinggi serat seperti
kacangkacangan, buah, sayur dan sereal memiliki efek hipokolesterolemik
langsung. 7

Aktivitas fisik

Tujuan melakukan aktivitas fisik secara teratur adalah mencapai berat badan ideal,
mengurangi risiko terjadinya sindrom metabolik, pedoman tatalaksana
Dislipidemia di indonesia dan mengontrol faktor risiko PJK. Pengaruh aktivitas
fisik terhadap parameter lipid terutama berupa penurunan TG dan peningkatan
kolesterol HDL. Olahraga aerobik dapat menurunkan konsentrasi TG sampai 20%
55

dan meningkatkan konsentrasi kolesterol HDL sampai 10%. Sementara itu,


olahraga resisten hanya menurunkan TG sebesar 5% tanpa pengaruh terhadap
konsentrasi HDL. Efek penurunan TG dari aktivitas fisik sangat tergantung pada
konsentrasi TG awal, tingkat aktivitas fisik, dan penurunan berat badan. Tanpa
disertai diet dan penurunan berat badan, aktivitas fisik tidak berpengaruh terhadap
kolesterol total dan LDL. Aktivitas fisik yang dianjurkan adalah aktivitas yang
terukur seperti jalan cepat 30 menit per hari selama 5 hari per minggu atau
aktivitas lain setara dengan 4-7 kkal/menit atau 3-6 METs. Beberapa jenis latihan
fisik lainnya antara lain: 7

a. Berjalan cepat (4,8-6,4 km per jam) selama 30-40 menit


b. Berenang – selama 20 menit
c. Bersepeda untuk kesenangan atau transportasi, jarak 8 km dalam 30 menit
d. Bermain voli selama 45 menit
e. Menyapu halaman selama 30 menit
f. Menggunakan mesin pemotong rumput yang didorong selama 30 menit
g. Membersihkan rumah (secara besar-besaran)
h. Bermain basket selama 15 hingga 20 menit
i. Bermain golf tanpa caddy (mengangkat peralatan golf sendiri)
j. Berdansa selama 30 menit. 7

Penurunan berat badan

Indeks Masa Tubuh dan lingkar pinggang dipakai sebagai ukuran untuk menilai
obesitas umum dan obesitas abdominal. Baik obesitas umum maupun obesitas
abdominal berhubungan dengan risiko kematian. Konsep obesitas terutama
dihubungkan dengan konsep sindrom metabolik. Untuk semua pasien dengan
kelebihan berat badan hendaknya diusahakan untuk mengurangi 10% berat
badan.23 Walaupun ukuran antropometri lain seperti lingkar pinggang atau rasio
pinggul terhadap pinggang dapat menambah informasi, IMT sendiri adalah
prediktor kuat untuk mortalitas secara keseluruhan. 7
56

Tabel 4.5 Klasifikasi IMT untuk populasi Asia dewasa. 7

Menghentikan kebiasaan merokok


Menghentikan merokok dapat meningkatkan konsentrasi kolesterol HDL sebesar
5-10%.70 Merokok berhubungan dengan peningkatan konsentrasi TG, tetapi
menghentikan merokok diragukan menyebabkan penurunan konsentrasi TG. 7
Merokok merupakan faktor risiko kuat, terutama untuk penyakit jantung koroner,
penyakit vaskular perifer, dan stroke. Merokok mempercepat pembentukan plak
pada koroner dan dapat menyebabkan ruptur plak sehingga sangat berbahaya bagi
orang dengan aterosklerosis koroner yang luas. Sejumlah penelitian menunjukkan
bahwa merokok memiliki efek negatif yang besar pada kadar KHDL dan rasio K-
LDL/K-HDL. Merokok juga memiliki efek negatif pada lipid postprandial,
termasuk trigliserida. Berhenti merokok minimal dalam 30 hari dapat
meningkatkan K-HDL secara signifikan. 5

Diet suplemen
a) Fitosterol
Fitosterol berkompetisi dengan absorbsi kolesterol di usus sehingga dapat
menurunkan konsentrasi kolesterol total. Secara alami, fitosterol banyak
didapat dalam minyak nabati dan, dalam jumlah lebih sedikit, dalam buah
segar, kacang kenari, dan kacang polong. Fitosterol sering ditemukan sebagai
bahan tambahan pada minyak goreng dan mentega. Konsumsi fitosterol sebagai
57

diet suplemen menurunkan kolesterol LDL sampai 15%. Asupan sebesar 2


gram/hari dianggap sebagai pilihan terapi untuk menurunkan kolesterol LDL.
Asupan lebih dari 3 gram per hari tidak menurunkan konsentrasi kolesterol
lebih lanjut. Sampai saat ini belum ada bukti penurunan risiko kardiovaskular
akibat konsumsi fitosterol. Fitosterol tidak atau sedikit berpengaruh terhadap
kolesterol HDL dan TG. 7

b) Protein kedelai
Protein kedelai berhubungan dengan penurunan 3-5% kolesterol LDL.
Sebagian besar studi menggunakan asupan protein kedelai lebih dari 40
mg/hari. Sebuah studi menunjukkan asupan 25 mg/hari berhubungan dengan
penurunan kolesterol LDL sebesar 5 mg/dL. 7

c) Makanan kaya serat


Diet serat yang larut dalam air seperti kacang polong, sayuran, buah, dan sereal
mempunyai efek hipokolesterolemik. Diet serat yang larut dalam air sebanyak
5-10 gram/hari dapat menurunkan kolesterol LDL sebesar 5%. Anjuran diet
serat yang larut dalam air untuk menurunkan kolesterol LDL adalah 5-15
gram/hari. 7
d) PUFA Omega-3
Polyunsaturated fatty acid omega-3 adalah komponen yang ada dalam minyak
ikan atau diet mediterania. Asupan PUFA omega-3 yang berasal dari produk
laut (seperti minyak ikan) sebesar 4 gram sehari dilaporkan menurunkan
konsentrasi TG 25-30%, menurunkan konsentrasi kolesterol LDL 5-10%, dan
menaikkan konsentrasi kolesterol HDL sebesar 1-3%.81 Produk laut
mengandung banyak PUFA omega-3 rantai panjang seperti EPA dan DHA.
Polyunsaturated fatty acid omega-3 yang berasal dari tanaman seperti kedelai
dan kenari mengandung asam linolenik alfa (PUFA rantai moderat) yang tidak
menurunkan konsentrasi TG secara konsisten. Dosis farmakologis untuk
menurunkan konsentrasi TG adalah >2 gram/ hari. Suplementasi PUFA omega-
58

3 rantai panjang dosis rendah (400 mg/hari) dalam margarin tidak menurunkan
konsentrasi TG secara bermakna. Faedah PUFA omega-3 terhadap mortalitas
kardiovaskular berdasarkan berbagai studi tidak konsisten walau satu studi di
Jepang melaporkan terapi EPA berhubungan dengan penurunan 19% kejadian
kardiovaskular. 7
59

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-8. Jakarta: EGC;
2014.
2. Setiati S,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6 Jilid II. Jakarta:
Interna Publishing; 2013.
3. Silbernagl S, Lang F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Edisi ke-3.
Jakarta: EGC; 2018.
4. Guyton dan Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-12. Singapore;
Elsevier; 2014.
5. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Panduan Pengelolaan Dislipidemia di
Indonesia. Edisi 1. Jakarta: PERKENI; 2015
6. Kumar V, Abbas A, Aster J. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi ke-9.
Singapura: Elsevier;2015.
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Dislipidemia. Edisi ke-1. Jakarta: PERKI; 2013.
8. National Institutes of Health. ATP III Guidelines At A Glance Quick Desk
Reference. National Cholesterol Education Program: National Institutes of
Health; 2001.

Anda mungkin juga menyukai