Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan dimana terjadi
penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh darah koroner,
penyempitan atau penyumbatan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot
jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri. Kondisi lebih parah
kemampuan jantung memompa darah akan hilang, sehingga sistem kontrol
irama jantung akan terganggu dan selanjutnya bisa menyebabkan kematian1.
Data dari WHO pada tahun 2014 menyebutkan bahwa angka mortalitas
pada kelompok penyakit tidak menular di dunia akan semakin meningkat dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2012, terdapat 38 juta kematian yang diakibatkan
karena berbagai penyakit pada kelompok penyakit tidak menular dari total 56
juta kematian. Angka mortalitas tersebut tetap meningkat dan diperkirakan
akan mencapai 52 juta kematian pada tahun 20302.
Sedangkan penyakit periodontal merupakan berbagai macam alterasi
patologik pada jaringan periodontal.3 Penyakit ini mengalami berbagai
perubahan mengenai teori tentang etiologinya. Sebelum tahun 1960 para
ilmuan percaya bahwa penyakit periodontal hanya disebabkan oleh adanya
deposit dari kalkulus yang berperan sebagai iritan mekanis pada jaringan
periodontal. Pada tahun 1965-1980 para ilmuwan berpendapat bahwa penyakit
periodontal dapat terjadi tidak hanya akibat dari kalkulus saja, tapi bisa juga
akibat akumulasi dari bakteri plak yang ada di rongga mulut. Berdasarkan hasil
penelitian ilmuwan penyakit periodontal tidak hanya disebabkan oleh bakteri
plak saja, respon dari inang terhadap bakteri plak mempunyai efek penting dari
kerusakan jaringan periodontal, kondisi oral, kebiasaan, penyakit sistemik, dan
faktor genetik juga merupakan faktor risiko dari penyakit periodontal3.
Bentuk umum dari penyakit periodontal adalah gingivitis dan
periodontitis, dua penyakit ini merupakan penyakit yang paling banyak terjadi

1
2

pada populasi manusia di dunia. Ginggivitis yang disebabkan oleh plak


merupakan penyakit ginggiva yang paling sering terjadi, derajat keparahan dan
lamanya penyakit dipengaruhi oleh interaksi bakteri – sel inang, dan juga
faktor sistemik, pengobatan serta nutrisi3.
Infeksi merupakan salah satu faktor risiko penyebab aterogenesis dan
tromboembolik. Bakteri gram-negatif atau lipopolisakarida sejenis
(endotoksin), ketika di coba pada hewan coba, bisa menginduksi infiltrasi sel
inflamasi ke dalam pembuluh darah besar, proliferasi pembuluh darah otot
polos, degenerasi lapisan lemak pada pembuluh darah, dan koagulasi dalam
pembuluh darah4. Menurut beberapa penelitian, terdapat hubungan antara
penyakit periodontal dengan penyakit jantung koroner, diantaranya adalah
imunologi, yaitu pada penanda peradangan seperti C-reaktif protein,
fibrinogen, hitung leukosit ditemukan dalam kadar yang lebih tinggi secara
bermakna pada penderita gingivitis atau periodontitis berat.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Jantung Koroner


2.1.1 Pengertian
Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan dimana terjadi
penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh darah koroner,
penyempitan atau penyumbatan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot
jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri. Kondisi lebih parah
kemampuan jantung memompa darah akan hilang, sehingga sistem kontrol
irama jantung akan terganggu dan selanjutnya bisa menyebabkan kematian.1

2.1.2 Epidemiologi
Berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal jantung di
Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696
orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/ gejala sebesar 0,3% atau
diperkirakan sekitar 530.068 orang. Berdasarkan diagnosis dokter,
estimasi jumlah penderita penyakit gagal jantung terbanyak terdapat di
Provinsi Jawa Timur sebanyak 54.826 orang (0,19%), sedangkan Provinsi
Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit, yaitu sebanyak
144 orang (0,02%).
Data dari WHO pada tahun 2014 menyebutkan bahwa angka
mortalitas pada kelompok penyakit tidak menular di dunia akan semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012, terdapat 38 juta kematian
yang diakibatkan karena berbagai penyakit pada kelompok penyakit tidak
menular dari total 56 juta kematian. Angka mortalitas tersebut tetap
meningkat dan diperkirakan akan mencapai 52 juta kematian pada tahun
2030.2
4

2.1.3 Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit kardiovaskuler pada perinsipnya
disebabkan oleh dua faktor utama yaitu:
1) Aterosklerosis
Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit
arteri koroneria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis
menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri
koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh
darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan
meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium.5

2) Trombosis
Endapan lemak dan pengerasan pembuluh darah terganggu dan
lama kelamaan berakibat robek dinding pembuluh darah. Pada mulanya,
gumpalan darah merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk
mencegahan perdarahan berlanjut pada saat terjadinya luka. Berkumpulnya
gumpalan darah dibagian robek tersebut, yang kemudian bersatu dengan
keping-keping darah menjadi trombus. Trombosis ini menyebabkan
sumbatan di dalam pembuluh darah jantung, dapat menyebabkan serangan
jantung mendadak, dan bila sumbatan terjadi di pembuluh darah otak
menyebabkan stroke.6

2.1.4 Faktor Risiko


Secara statistik, seseorang dengan faktor risiko kardiovaskuler
akan memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menderita gangguan
koroner dibandingkan mereka yang tanpa faktor risiko. Semakin banyak
faktor risiko yang dimiliki, semakin berlipat pula kemungkinan terkena
penyakit jantung koroner.7
Faktor-faktor risiko yang dimaksud adalah merokok, alkohol, aktivitas
fisik, berat badan, kadar kolesterol, tekanan darah (hipertensi) dan
5

diabetes. Faktor-faktor risiko dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang dapat
diubah dan tidak dapat diubah.
1) Faktor risiko lain yang masih dapat diubah
a. Hipertensi
Tekanan darah yang terus meningkat dalam jangka waktu panjang
akan mengganggu fungsi endotel, sel-sel pelapis dinding dalam pembuluh
darah (termasuk pembuluh koroner). Disfungsi endotel ini mengawali
proses pembentukan kerak yang dapat mempersempit liang koroner.
Pengidap hipertensi berisiko dua kali lipat menderita penyakit jantung
koroner. Risiko jantung menjadi berlipat ganda apabila penderita
hipertensi juga menderita DM, hiperkolesterol, atau terbiasa merokok.
Selain itu hipertensi juga dapat menebalkan dinding bilik kiri jantung yang
akhirnya melemahkan fungsi pompa jantung.7 Risiko PJK secara langsung
berhubungan dengan tekanan darah, untuk setiap penurunan tekanan darah
diastolik sebesar 5mmHg risiko PJK berkurang sekitar 16%.8

b. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) berpotensi menjadi ancaman terhadap
beberapa organ dalam tubuh termasuk jantung. Keterkaitan diabetes
mellitus dengan penyakit jantung sangatlah erat. Risiko serangan jantung
pada penderita DM adalah 2-6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan orang
tanpa DM. Jika seorang penderita DM pernah mengalami serangan
jantung, risiko kematiannya menjadi tiga kali lipat lebih tinggi.
Peningkatan kadar gula darah dapat disebabkan oleh kekurangan insulin
dalam tubuh, insulin yang tidak cukup atau tidak bekerja dengan baik.7
Penderita diabetes cenderung memiliki pravalensi prematuritas, dan
keparahan arterosklerosis lebih tinggi. Diabetes mellitus menginduksi
hiperkolesterolemia dan secara bermakna meningkatkan kemungkinan
timbulnya arterosklerosis. Diabetes mellitus juga berkaitan dengan
proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah arteri koroner, sintesis
kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid. Peningkatan kadar LDL dan
6

turunnya kadar HDL juga disebabkan oleh diabetes milletus. Biasanya


penyakit jantung koroner terjadi di usia muda pada penderita diabetes
dibanding non diabetes.8

c. Merokok
Sekitar 24% kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11% pada
perempuan disebabkan kebiasaan merokok. Orang yang tidak merokok
dan tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan risiko
sebesar 20-30%. Risiko terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan
dosis dimana orang yang merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari
memiliki risiko sebesar dua hingga tiga kali lebih tinggi menderita PJK
dari pada yang tidak merokok.8
Setiap batang rokok mengandung 4.800 jenis zat kimia,
diantaranya karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen
sianida, amoniak, oksida nitrogen, senyawa hidrokarbon, tar, nikotin,
benzopiren, fenol dan kadmium. Reaksi kimiawi yang menyertai
pembakaran tembakau menghasilkan senyawa-senyawa kimiawi yang
terserap oleh darah melalui proses difusi. Nikotin yang masuk dalam
pembuluh darah akan merangsang katekolamin dan bersama-sama zat
kimia yang terkandung dalam rokok dapat merusak lapisan dinding
koroner. Nikotin berpengaruh pula terhadap syaraf simpatik sehingga
jantung berdenyut lebih cepat dan kebutuhan oksigen meninggi. Karbon
monoksida yang tersimpan dalam asap rokok akan menurunkan kapasitas
penggangkutan oksigen yang diperlukan jantung karena gas tersebut
menggantikan sebagian oksigen dalam hemoglobin. Perokok berisiko
mengalami seranggan jantung karena perubahan sifat keping darah yang
cenderung menjadi lengket sehingga memicu terbentuknya gumpalan
darah ketika dinding koroner terkoyak.7
7

d. Hiperlipidemia
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam
lemak bebas berasal eksogen dari makanan dan endogen dari sintesis
lemak. Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif
mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan arteriogenesis.
Lipid tidak larut dalam plasma tetapi terikat pada protein sebagai
mekanisme transpor dalam serum. Peningkatan kolesterol LDL,
dihubungkan dengan meningkatnya risiko terhadap koronaria, sementara
kadar kolesterol HDL yang tinggi tampaknya berperan sebagai faktor
perlindung terhadap penyakit arteri koroneria.9

e. Obesitas
Kelebihan berat badan memaksa jantung bekerja lebih keras,
adanya beban ekstra bagi jantung. Berat badan yang berlebih
menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi
sehingga berkolerasi terhadap tekanan darah sistolik.1

f. Gaya hidup tidak aktif


Ketidakaktifan fisik meningkatkan risiko PJK yang setara dengan
hiperlipidemia, merokok, dan seseorang yang tidak aktif secara fisik
memiliki risiko 30%-50% lebih besar mengalami hipertensi. Aktivitas
olahraga teratur dapat menurunkan risiko PJK. Selain meningkatkan
perasaan sehat dan kemampuan untuk mengatasi stres, keuntungan lain
olahraga teratur adalah meningkatkan kadar HDL dan menurunkan kadar
LDL. Selain itu, diameter pembuluh darah jantung tetap terjaga sehingga
kesempatan tejadinya pengendapan kolesterol pada pembuluh darah dapat
dihindari.8

2) Tiga faktor risiko yang tidak dapat diubah, yaitu:


a. Jenis Kelamin
8

Penyakit jantung koroner pada laki-laki dua kali lebih besar


dibandingkan pada perempuan dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun
lebih dini pada laki-laki daripada perempuan. Estrogen endogen bersifat
protektif pada perempuan, namun setelah menopause insidensi PJK
meningkat dengan cepat dan sebanding dengan insidensi pada laki-laki.8

b. Keturunan (genetik)
Riwayat jantung koroner pada keluarga meningkatkan
kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur.5 Riwayat keluarga
penderita jantung koroner umumnya mewarisi faktor-faktor risiko
lainnya, seperti abnormalitas kadar kolesterol, peningkatan tekanan
darah, kegemukan dan DM. Jika anggota keluarga memiliki faktor risiko
tersebut, harus dilakukan pengendalian secara agresif. Dengan menjaga
tekanan darah, kadar kolesterol, dan gula darah agar berada pada nilai
ideal, serta menghentikan kebiasaan merokok, olahraga secara teratur dan
mengatur pola makan.7

c. Usia
Kerentanan terhadap penyakit jantung koroner meningkat seiring
bertambahnya usia. Namun dengan demikian jarang timbul penyakit
serius sebelum usia 40 tahun, sedangkan dari usia 40 hingga 60 tahun,
insiden MI meningkat lima kali lipat. Hal ini terjadi akibat adanya
pengendapan aterosklrerosis pada arteri koroner.5

2.1.5 Patofisiologi
Struktur arteri koroner jantung yang sehat terdiri atas 3 lapisan,
yaitu: intima, media dan adventitia. Intima merupakan lapisan monolayer
sel-sel endotel yang menyelimuti lumen arteri bagian dalam. Sel-sel endotel
menutupi seluruh bagian dalam sistem vaskular hampir seluas 700 m2 dan
berat 1,5 kg. Sel endotel memiliki berbagai fungsi diantaranya menyediakan
lapisan nontrombogenik dengan menutupi permukaannya dengan sulfat
9

heparan dan melalui produksi derivat prostaglandin seperti prostasiklin yang


merupakan suatu vasodilator poten dan penghambat agregasi platelet,
rusaknya lapisan endotel akan memicu terjadinya aterosklerosis.
Ada beberapa hipotesis yang menerangkan tentang proses
terbentuknya aterosklerosis, seperti monoclonal hypothesis, lipogenic
hypothesis dan response to injure hypothesis. Namun yang banyak
diperbincangkan adalah mengenai response to injure hypothesis sebagai
berikut10:
a. Stage A : Endothelial Injure
Endotelial yang licin berfungsi sebagai barrier yang menjamin aliran
darah koroner lancar. Faktor risiko yang dimiliki pasien akan
memudahkan masuknya lipoprotein densitas rendah yang teroksidasi
maupun makrofag ke dalam dinding arteri. Interaksi antara endotelial
injure dengan platelet, monosit dan jaringan ikat (collagen),
menyebabkan terjadinya penempelan platelet (platelet adherence) dan
agregasi trombosit (trombosit agregation).

b. Stage B : Fatty Streak Formation


Pembentukan fatty streak merupakan pengendapan kolesterol-kolesterol
yang telah dioksidasi dan makrofag di bawah endothelium arteri. Low
Density Lipoprotein (LDL) dalam darah akan menyerang endotel dan
dioksidasi oleh radikal-radikal bebas pada permukaan endotel, lesi ini
mulai tumbuh pada masa kanak-kanak, makroskopik berbentuk bercak
berwarna kekuningan, yang terdiri dari sel-sel yang disebut foam cells.
Sel-sel ini ialah sel-sel otot polos dan makrofag yang mengandung lipid,
terutama dalam bentuk ester cholesterol.

c. Stage C: Fibrosis Plaque Formation


Formasi plak fibrosis terdiri atas inti atau central cholesterol dan tutup
jaringan ikat (cap fibrous). Formasi ini memberikan dua gambaran tipe
yaitu Stable fibrous plaque dan Unstable fibrous plaque.
10

Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri


besar dan kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit,
neutrofil, monosit dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima
(lapisan sel endotel), dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos).
Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-
arteri sereberal. Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis
dimulai dengan disfungsi lapisan endotel lumen arteri, kondisi ini dapat
terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain, cedera pada
sel endotel meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen
plasma, termasuk asam lemak dan triglesirida, sehingga zat ini dapat masuk
kedalam arteri, oksidasi asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas
yang selanjutnya dapat merusak pembuluh darah. Cedera pada sel endotel
dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun, termasuk menarik sel darah
putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke area cedera, sel
darah putih melepaskan sitokin proinflamatori poten yang kemudian
memperburuk situasi, menarik lebih banyak sel darah putih dan trombosit ke
area lesi, menstimulasi proses pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan
melepaskan senyawa kimia yang berperan sebagai chemoattractant (penarik
kimia) yang mengaktifkan siklus inflamasi, pembekuan dan fibrosis. Pada
saat ditarik ke area cedera, sal darah putih akan menempel disana oleh
aktivasi faktor adhesif endotelial yang bekerja seperti velcro sehingga
endotel lengket terutama terhadap sel darah putih, pada saat menempel di
lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai berimigrasi di antara sel-sel
endotel keruang interstisial. Di ruang interstisial, monosit yang matang
menjadi makrofag dan bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang
meneruskan siklus inflamasi. Sitokin proinflamatori juga merangsan
ploriferasi sel otot polos yang mengakibatkan sel otot polos tumbuh di
tunika intima. Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke
tunika intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap
indikasi dini kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera dan
inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk
11

bekuan darah (tombus), sebagian dinding pembuluh diganti dengan jaringan


parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh darah, hasil akhir
adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan
parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan proliferasi sel
otot polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan menyempit.
Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis
dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan
oksigen, dan kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah)
miokardium dan sel-sel miokardium sehingga menggunakan glikolisis
anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan energi
ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat sehinga
menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan
dengan angina pectoris. Ketika kekurangan oksigen pada jantung dan sel-sel
otot jantung berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak tertasi maka
terjadilah kematian otot jantung yang di kenal sebagai miokard infark.11

Gambar 2.1. Patofisiologi Aterosklerosis


12

2.2 Kelainan pada Cavum Oris


2.2.1 Karies Gigi
A. Pengertian
Karies gigi adalah suatu proses penghancuran setempat jaringan
kalsifikasi yang dimulai pada bagian permukaan gigi melalui proses
dekalsifikasi lapisan email gigi yang diikuti oleh lisis struktur organik
secara enzimatis sehingga terbentuk kavitas (lubang) yang bila didiamkan
akan menembus email serta dentin dan dapat mengenai bangian pulpa.12
Karies gigi merupakan proses kerusakan gigi yang dimulai dari
enamel terus ke dentin. Proses tersebut terjadi karena sejumlah faktor
(multiple factors) di dalam rongga mulut yang berinteraksi satu dengan
yang lain. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor gigi, mikroorganisme,
substrat dan waktu.13

B. Etiologi
Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan
rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor
waktu, yang digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih.
Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling
mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang
kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama.13

Gambar 2.2. Lingkaran Tumpang Tindih


13

a. Faktor Host Atau Tuan Rumah


Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan
rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk
gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada
gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan
mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam.
Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak
mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel
merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang
mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan
bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang
lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit
karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan
kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka
kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi
pada anak-anak lebih mudah terserang karies dari pada gigi orang
dewasa. Hal ini disebabkan karena enamel gigi mengandung lebih
banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih
sedikit. Selain itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi pada anak-
anak tidak sepadat gigi orang dewasa. Mungkin alasan ini menjadi salah
satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak.13

b. Faktor Agen Atau Mikroorganisme


Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam menyebabkan
terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas
kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks
yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak
dibersihkan. Mikroorganisme yang menyebabkan karies gigi adalah
kokus gram positif, merupakan jenis yang paling banyak dijumpai
seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis
dan Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada
14

juga penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi.


Pada penderita karies, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar
10.000-100.000 sel/mg plak. Walaupun demikian, Streptokokus mutans
yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena Streptokokus
mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap
asam).13

c. Faktor Substrat Atau Diet


Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak
karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme
yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi
metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan
yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif
yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa
cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang
dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit
atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk
menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam
terjadinya karies gigi.13

d. Faktor Waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada
manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun.
Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi
suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.13

C. Faktor Risiko
Faktor risiko karies gigi adalah faktor-faktor yang memiliki
hubungan sebab akibat terjadinya karies gigi atau faktor yang
15

mempermudah terjadinya karies gigi. Beberapa faktor yang dianggap


sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies gigi, kurangnya
penggunaan fluor, oral higiene yang buruk, jumlah bakteri, saliva serta
pola makan dan jenis makanan.14
1. Pengalaman Karies Gigi
Penelitian epidemiologis telah memberikan bukti adanya hubungan
antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa
mendatang. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi
karies pada gigi permanen.14

2. Kurangnya Penggunaan Fluor


Ada berbagai macam konsep mengenai mekanisme kerja fluor
berkaitan dengan pengaruhnya pada gigi, salah satunya adalah
pemberian fluor secara teratur dapat mengurangi terjadinya karies
karena dapat meningkatkan remineralisasi. Tetapi, jumlah kandungan
fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu
memperkirakan kebutuhan tambahan fluor karena pemasukan fluor
yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis.15

3. Oral Hygiene yang Buruk


Kebersihan mulut yang buruk akan mengakibatkan persentase karies
lebih tinggi. Untuk mengukur indeks status kebersihan mulut,
digunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari green dan
vermillon. Indeks ini merupakan gabungan yang menetukan skor
debris dan deposit kalkulus baik untuk semua atau hanya untuk
permukaan gigi yang terpilih saja. Debris rongga mulut dan kalkulus
dapat diberi skor secara terpisah. Salah satu komponen dalam
terjadinya karies adalah plak bakteri pada gigi. Peningkatan oral
hygiene dapat dilakukan dengan teknik flossing untuk membersihkan
plak yang dikombinasikan dengan pemeriksaan gigi yang teratur,
merupakan suatu hal yang penting dalam meningkatkan kesehatan gigi.
16

Selain itu penggunaan pasta gigi yang mengandung fluor dapat


mencegah terjadinya karies. Pemeriksaan gigi yang teratur tersebut
dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang
berpotensi menjadi karies. Kontrol plak yang teratur dan pembersihan
gigi dapat membantu mengurangi insidens karies gigi. Bila
plaknyasedikit, maka pembentukan asam akan berkurang dan karies
tidak dapat terjadi.16

4. Jumlah Bakteri
Segera setelah lahir, terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai
jenis bakteri. Bayi yang telah memiliki S.mutans dalam jumlah yang
banyak saat berumur 2 dan 3 tahun akan mempunyai risiko karies yang
lebih tinggi untuk mengalami karies pada gigi desidui.14

5. Saliva
Selain memiliki efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan
sisa-sisa makanan di dalam mulut. Aliran rata-rata saliva meningkat
pada anak-anak sampai berumur 10 tahun. Namun setelah dewasa
hanya terjadi sedikit peningkatan. Pada individu yang berkurang fungsi
salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara signifikan.14
Banyak ahli menyatakan, bahwa saliva merupakan pertahanan pertama
terhadap karies, ini terbukti pada penderita Xerostomia (produksi ludah
yang kurang) dimana akan timbul kerusakan gigi menyeluruh dalam
waktu singkat.17

6. Pola Makan dan Jenis Makanan


Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal
dari pada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi
makanan. Anak dan makanan jajanan merupakan dua hal yang sulit
untuk dipisahkan. Anak memiliki kegemaran mengkonsumsi jenis
jajanan secara berlebihan, setiap kali seseorang mengonsumsi makanan
17

dan minuman yang mengandung karbohidrat (tinggi sukrosa) maka


beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan memulai
memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung
selama 20-30 menit setelah makan.14

D. Patofisiologi
Patofisiologi karies gigi menurut Miller, Black dan William adalah
awalnya asam (H+) terbentuk karena adanya gula (sukrosa) dan bakteri
dalam plak (kokus). Gula (sukrosa) akan mengalami fermentasi oleh
bakteri dalam plak hingga akan terbentuk asam (H+) dan dextran. Desxtran
akan melekatkan asam (H+) yang terbentuk pada permukaan email gigi.
Apabila hanya satu kali makan gula (sukrosa), maka asam (H+) yang
terbentuk hanya sedikit. Tapi bila konsumsi gula (sukrosa) dilakukan
berkali-kali atau sering maka akan terbentuk asam hingga pH mulut
menjadi ±5.14
Asam (H+) dengan pH ±5 ini dapat masuk ke dalam email melalui
ekor enamel port (port d’entre). Tapi permukaan email lebih banyak
mengandung kristal fluorapatit yang lebih tahan terhadap serangan asam
sehingga asam hanya dapat melewati permukaan email dan akan masuk ke
bagian bawah permukaan email. Asam yang masuk ke bagian bawah
permukaan email akan melarutkan kristal hidroksiapatit yang ada. Reaksi
kimianya adalah sebagai berikut :

Hidroksiapatit ion Hidrogen Calsium Hidrogen phospat Air

Apabila asam yang masuk kebawah permukaan email sudah banyak, maka
reaksi akan terjadi berulang kali. Maka jumlah Ca yang lepas bertambah
banyak dan lama kelamaan Ca akan keluar dari email. Proses ini disebut
dekalsifikasi, karena proses ini terjadi pada bagian bawah email maka
18

biasa disebut dekalsifikasi bagian bawah permukaan. Ringkasan terjadinya


karies gigi menurut Schatz13 :
Sukrosa + PlakAsam
Asam + Email  Karies

2.2.2 Penyakit Periodontal


A. Pengertian
Penyakit periodontal yaitu peradangan dan juga perubahan resesif
pada gingiva dan periodontium. Gingivitis adalah suatu proses peradangan
yang terbatas pada gingiva (tidak ada kehilangan perlekatan ). Disamping
hampir ada dimanamana kondisi gingivitis ditimbulkan oleh plak,
perubahan gingiva juga dideteksi selama periode ketidakseimbangan
hormonal dan penyakit sistemik, atau sebagai efek samping obat. Jika
jaringan pendukung tulang alveolar juga dipengaruhi oleh proses inflamasi
di periodontium, maka itu disebut periodontitis. Istilah resesi atau resesi
gingiva mengacu pada menurunnya gingiva atau tulang alveolar ke arah
apikal, yang biasanya terjadi pada aspek labial di gigi yang secara klinis
bebas dari peradangan.18
Periodontitis adalah suatu penyakit peradangan jaringan
pendukung gigi yang disebabkan oleh kelompok mikroorganisme tertentu,
yang mengakibatkan penghancuran progresif ligamentum periodontal dan
tulang alveolar, dengan pembentukan poket, resesi, atau keduanya.19
Periodontitis menunjukkan lesi inflamasi gingiva serta rusaknya
ligamentum periodontal dan tulang alveolar. Hal ini menyebabkan
kehilangan tulang dan migrasi apikal dari epitelium junctional,
mengakibatkan pembentukan poket periodontal.20 Infeksi periodontal
dimulai oleh invasi oral patogen spesifik (bakteri aerob dan bakteri
anaerob) yang berkolonisasi pada biofilm plak gigi pada permukaan akar
gigi.19
19

B. Etiologi
Faktor etiologi penyakit periodontal biasanya diklasifikasikan
menjadi faktor lokal dan sistemik, meskipun efek kedua faktor ini saling
berhubungan. Faktor lokal menyebabkan terjadinya peradangan yang
merupakan proses patologis utama dalam penyakit periodontal, sedangkan
faktor sistemik mengontrol respon jaringan terhadap faktor lokal, jadi efek
iritasi lokal secara dramatis dapat diperparah oleh kondisi sistemik yang
tidak menguntungkan.22
Penyakit periodontal adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan karena bakteri yang terdapat pada plak gigi.21 Plak gigi
adalah massa kompleks berisi bakteri dan produk metabolitnya, racun,
virus, sisa makanan dan sel-sel mati.21
Istilah `plak' digunakan secara umum untuk menggambarkan
hubungan antara bakteri dengan permukaan gigi. Berdasarkan
hubungannya dengan gingival margin, plak dibedakan terutama menjadi 2
kategori yaitu21 :
1) Plak Supragingival
Plak supragingival kebanyakan berkembang pada daerah 1/3 gingival
gigi dengan predileksi pada permukaan yang retak, cacat, permukaan
yang kasar, dan restorasi gigi dengan pinggiran yang overhanging.
Pembentukan plak supragingival dimulai dengan terjadinya perlekatan
bakteri pada acquired pellicle atau permukaan gigi , baik email,
sementum, atau dentin.
Massa plak berkembang oleh
(a) adanya pertambahan bakteri yang baru,
(b) multiplikasi bakteri, dan
(c) akumulasi produk bakteri dan host.

2) Plak Subgingival
Sulkus gingiva dan poket periodontal mengandung bermacam-macam
kumpulan bakteri. Sifat alami dari organisme yang berkolonisasi
20

dalam daerah retentive ini berbeda dengan organisme yang ditemukan


pada plak supragingival. Morfologi sulkus gingiva dan poket
periodontal menyebabkan daerah ini kurang memperoleh aktivitas
pembersihan mulut. Jadi daerah retentive ini membentuk lingkungan
stagnasi dimana organisme yang tidak dapat melekat dengan mudah
pada permukaan gigi dapat mempunyai kesempatan untuk
berkolonisasi.
Penyakit atau infeksi periodontal dimulai ketika plak atau tartar (
kalkulus ) terakumulasi pada permukaan gigi. Kalkulus atau tartar
adalah faktor kedua atau
mempunyai kontribusi sebagai faktor etiologi penyakit periodontal.
Kalkulus adalah plak gigi yang terkalsifikasi, kalkulus tidak
mengandung mikroorganisme hidup seperti plak gigi. Walaupun
demikian, permukaannya yang berpori memungkinkan
terakumulasinya plak. Kalkulus adalah massa yang mengalami
kalsifikasi yang terbentuk pada permukaan gigi asli atau protesa gigi.
Penyakit periodontal disebabkan oleh bakteri yang ditemukan pada
plak gigi, dan sekitar 10 spesies telah diidentifikasi sebagai patogen
putatif pada penyakit periodontal, terutama bakteri batang gram-
negatif. Actinobacillus actinomycetemcomitans, Porphyromonas
gingivalis, dan Bacteroides forsythus adalah bakteri gram negatif yang
paling sering dikaitkan dengan periodontitis.
Staphylococcus spp. tidak selalu dapat diisolasi dari rongga mulut.
Bakteri ini biasanya ditemukan pada pasien dengan penyakit
periodontal. Hal ini diakibatkan karena penggunaan antibiotik dalam
perawatan penyakit periodontal atau infeksi lain kemungkinan akan
mempengaruhi peningkatan jumlah Staphylococcus spp. di rongga
mulut.23
Periodontitis adalah infeksi kronis oleh bakteri mulut yang
merupakan suatu reaksi inflamasi (untuk gram negatif, infeksi bakteri
anaerob) yang mempengaruhi struktur pendukung gigi. dan jaringan-
21

jaringan sekitar pendukung gigi, termasuk ligamen periodontal,


sementum, dan tulang alveolar dan tulang pendukung.24

C. Patofisiologi
Penyakit periodontal berawal dari inflamasi yang terjadi pada
gingiva dan bersifat reversibel. Hal ini terjadi diakibatkan oleh
terakumulasinya mikroorganisme yang berada pada plak dental. Plak
dental dalam jumlah yang sedikit biasanya dapat ditolerir oleh individu
yang sehat tanpa menimbulkan penyakit periodontal. Keadaan yang sehat
tersebut dapat berubah dan menimbulkan suatu penyakit apabila jumlah
bakteri plak meningkat secara signifikan dan virulensinya melewati daya
ambang individu, serta menurunnya mekanisme pertahanan tubuh
penjamu. Plak dental memproduksi beberapa faktor yang dapat
merangsang reaksi imun dan inflamasi. Penjamu maupun bakteri yang
berada dalam plak dental melepaskan enzim proteolitik yang dapat
merusak jaringan. Komponen dari dinding sel bakteri gram negatif
maupun gram positif yaitu peptidoglikan dapat mempengaruhi berbagai
respon penjamu serta mampu menstimulasi terjadinya resorpsi tulang dan
makrofag untuk menghasilkan prostaglandin dan kolagenase. Respon
tersebut mampu memperparah kondisi jaringan periodontal yang pada
mulanya berupa gingivitis, dan akan berubah menjadi periodontitis.
Periodontitis mempunyai karakteristik yaitu terbentuknya poket
periodontal dan kehilangan level perlekatan klinis.

2.3 Hubungan Penyakit Jantung Koroner dengan Kelainan pada Cavum


Oris
2.3.1 Hubungan Penyakit Jantung Koroner dengan Karies Gigi
Bakteri dan mikroorganisme yang terdapat di lubang gigi maupun
pada gusi yang rusak dapat masukke dalam sirkulasi darah melewati gusi
yang berdarah. Penelitian dari Tomasowa pada tahun 1993 menunjukkan,
22

bakteri yang terikat aliran darah bisa memproduksi enzim tertentu yang
mempercepat terbentuknya bekuan darah. Hal ini berpotensi menyumbat
dinding pembuluh darah (aterosklerosis). Selain itu bakteri juga bisa
menempel pada lapisan lemak di pembuluh darah. Akibatnya plak yang
terbentuk menjadi makin tebal. Semua kondisi ini membuat aliran darah
ke jantung terlambat. Begitu juga dengan penyaluran sumber makanan dan
oksigen ke jantung tersendat. Jika ini berlangsung terus menerus, jantung
tak akan mampu menjalankan fungsinya dengan baik.

2.3.2 Hubungan Penyakit Jantung Koroner dengan Penyakit Periodontal


Mikrobial dapat mencederai sel endotel pembuluh darah secara
langsung,memulai respon inflamatory yang merupakan proses awal dari
aterosklerosis. Mikrobial tersebut menstimulasi sitokin proinflamatory dan
faktor pertumbuhan jaringan pada dinding arteri seperti peningkatan
akumulasi lemak low density lipoprotein (LDL) dengan menstimulasi
reseptor makrofag atau reseptor LDL. Mikrobial juga secara tidak
langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
aterosklerosis dengan efek sistemik tanpa secara langsung menyerang
endotel pembuluh darah yaitu dengan pembebasan endotoksin dan
lipopolisakarida ke dalam sirkulasi yang dapat secara tidak langsung
merusak arteri endotel pembuluh darah atau respon imunnya dan
menghasilkan bentuk lipid abnormal yang mempengaruhi terjadinya
aterosklerosis atau dapat mempengaruhi lingkungan arteri menjadi tingkat
prokoagulan yang dihasilkan pada trombus akut diatas plak pembuluh
darah yang mudah terkena luka dan dapat menyebabkan iskemia akut.25
Bukti menunjukkan bahwa P. gingivalis memiliki kemampuan
untuk menyerang sel-sel endotel. P. gingivalis dapat dengan aktif melekat
dan menyerang sel-sel hati sapi dan sel endotel aorta. Studi pada hewan
telah menunjukkan bahwa LPS P. gingivalis dan vesikel membran terluar
mampu untuk menginduksi makrofag untuk memperbesar Low Density
Lipoprotein (LDL) untuk membentuk "sel busa" yang besar (suatu
23

karakteristik/ciri yang penting dari penyakit kardiovaskuler), chemotaxis


monosit dari sel endotel, dan oksidasi dari LDL. Demikian, LPS dan
produk sel permukaan dari P. gingivalis dapat merekrut sel-sel inflamasi
ke dalam pembuluh darah utama; mengaktifkan kaskade inflamasi dengan
langsung berpengaruh pada sel-sel inflamasi dan mediator inflamasi
seperti IL-1β dan TNF-α pada endotelium vaskular; dan meningkatkan
proliferasi otot polos, agregasi platelet, degenerasi lemak, dan
pengendapan di dinding pembuluh darah. Peristiwa Kaskade ini berfungsi
untuk mempersempit lumen pembuluh darah dan menghambat aliran darah
normal. Selain itu, enzim proteolitik dari P. gingivalis dilepaskan dalam
jumlah besar dapat mengaktifkan faktor X, prothrombin, dan C-protein,
cenderung meningkatkan trombotik. Beberapa peneliti telah mengusulkan
efek langsung pada peradangan sistemik dari beberapa bakteri yang
ditemukan pada plak gigi, yang memasuki aliran darah selama tahap
bacteremiae.
Bakteri oral gram-positif S. sanguis dan patogen periodontal P.
gingivalis telah terbukti menyebabkan aktivasi platelet dan agregasi
melalui ekspresi seperti kolagen, agregasi platelet terkait protein. Agregasi
platelet dapat berkontribusi untuk hiperkoagulabilitas dan trombosis,
sehingga mengarah ke kejadian thromboembolic. Oleh karena itu,
kehadiran mikroorganisme ini dalam aliran darah, yang berasal dari mulut
sumber seperti periodonsium, dapat meningkatkan risiko pembentukan
thrombus dan berikutnya pelepasan embolus.26
24

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan dimana terjadi
penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh darah koroner,
penyempitan atau penyumbatan ini dapat menghentikan aliran darah ke
otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri. Kondisi lebih parah
kemampuan jantung memompa darah akan hilang, sehingga sistem kontrol
irama jantung akan terganggu dan selanjutnya bisa menyebabkan
kematian. Penyebab terjadinya penyakit kardiovaskuler pada perinsipnya
disebabkan oleh dua faktor utama yaitu aterosklerosis dan trombosis.
Aterosklerosis adalah kondisi pada arteri besar dan kecil yang ditandai
penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan makrofag di
seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ke
tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering terkena adalah
arteri koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal.
Terdapat beberapa kelainan pada cavum oris yang berhubungan
dengan penyakit jantung koroner diantaranya karies gigi dan penyakit
periodontal. Bakteri dan mikroorganisme yang terdapat di lubang gigi
maupun pada gusi yang rusak dapat masukke dalam sirkulasidarah
melewati gusi yang berdarah. Penelitian dari Tomasowa pada tahun 1993
menunjukkan, bakteri yang terikat aliran darah bisa memproduksi enzim
tertentu yang mempercepat terbentuknya bekuan darah. Hal ini berpotensi
menyumbat dinding pembuluh darah (aterosklerosis).
25

DAFTAR PUSTAKA

1. Soeharto, I., 2001, Pencegahan Dan Penyembuhan Penyakit Jantung


Koroner,hal 45-87, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
2. WHO. 2014. Global Status Report on Noncommunicable Diseases 2014.
[pdf] Geneva: WHO Press. Tersedia di: http://apps.who.int/iris/
bitstream/10665/148114/1/9789241564852_eng. pdf [Diakses tanggal 5
Mei 2018].
3. Goucher, Jhon. Foundation of Periodontics for the Dental Hygienist.
Lippincot Williams & Wilkins; 2007
4. Lamnont, Richard. J. Oral Microbiology and immunology. ASM press;
2006
5. Brown, C. T., 2006, Penyakit Aterosklerotik Koroner, dalam Price, S.A.
dan Wilson, L.M., Patofisiologi Konsep-konsep Proses Penyakit,
diterjemahkan oleh Pendit, B.U., Hartanto, H., Wulansari, P., Susi, N. dan
Mahanani, D.A., Volume 2, Edisi 6, 579-585, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
6. Kusrahayu, I., 2004, Gambaran Penggunaan Obat Pada Pasien Jantung
Koroner di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. Soedono Madiun Jawa Timur
Tahun 2004, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhamadiyah
Surakarta, Surakata.
7. Yahya, A.F., 2010, Menaklukkan Pembunuh no.1 : Mencegah dan
Mengatasi Penyakit Jantung Koroner Secara Tepat, PT Mizan Pustaka,
Bandung.
8. Leatham, A., 2006, Lecture Notes Kardiologi, hal 125-130, Erlangga,
Jakarta.
9. Muttaqin, A., 2009, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler, hal 69-71, Salemba Medika, Jakarta.
10. McPherson JA. Coronary Artery Atherosclerosis. Medscape [serial online]
2011. Tersedia di: http://www.abcd.monash.org/atherosclerosis-
presentation.pdf . [Diakses tanggal 5 Mei 2018].
11. Corwin, E.J. 2009. Buku saku : Patifisologi (Handbook of
pathophysiology). Aluh bahasa Budhi, N. Edisi 3. Jakarta : EGC
12. Dorland, WAN. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Ed.31.Jakarta : EGC
13. Chemiawan E, Gartika M, Indriyanti R. 2004. Perbedaan prevalensi karies
pada anak sekolah dasar dengan program UKGS dan tanpa UKGS.
Laporan Penelitian. Bandung: Universitas Padjadjaran Bandung. hlm. 2-5
14. Sondang P, Hamada T. 2008. Menuju gigi dan mulut sehat pencegahan
dan pemeliharaan. Terbitan I. Medan: USU Press. hlm. 25-37
15. Farsi N. 2007. Signs of oral dryness in relation to salivary flow rate, pH,
buffering capacity and dry mouth complaints. BMC Oral Health. hlm.7-
15.
16. Ireland R. 2006. Clinical Textbook of Dental Hygiene and Therapy. 1st ed.
UK: Blackwell Munksgaard. hlm. 75-82
17. Behrman RL. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Dian Rakyat.
26

18. Klaus H. & Rateeitschak Edith M, Wolf Herbert F, Hassell Thomas M.


Color Atlas of Periodontology. Georg Thieme Verlag Stuttgart· New
York: Thieme Inc. New York. Hal. 33
19. Cotti Elisabetta, Dessi Cristina, Piras Alessandra, Mercuro Guiseppe. Can
a chronic dental infection be considered a cause of cardiovasculer
disease?. A Review of The Literature. International Journal of
Cardiology. 2010. Tersedia di :
http://www.endoexperience.com/documents/Canachronicdentalinfectionbe
consideredacauseofcardiovasculardiseaseCottietal2010.pdf [Diakses
tanggal 5 Mei 2018].
20. Li X, Kolltveit KM, Tronstad L, Olsen I. Systemic disease caused by oral
infection. Clinical Microbiology Reviews. Oktober 2000 ; Vol. 13 No. 4;
547558. Tersedia di: http://www.cmr.asm.org/cgi/content/full/13/4/547
[Diakses tanggal 5 Mei 2018].
21. Rose LF, Mealey BL. Periodontics: medicine, surgery, and implants.
Saint Louis: Elsevier Mosby; 2004
22. Carranza FA, Jr : Glickman's Clinical Periodontology, Sixth Edition, W.
B. Saunders Company, Philadelphia, London, etc. 1984 : 3 - 61, 192 -
258, 342- 426, 459 - 65.
23. Loberto JCS, Martins CA, Santos SSF, Cortelli JR, Jorge AOC.
Staphylococcus spp. in the oral cavity and periodontal pockets of cronies
periodontitis patients. Braz J Microbial, 2004; Volume 35 No. 1-2.
Tersedia di:
http://www.scielo.br/scielo.php?pid=s151783822004000100010&script=s
ci_arttext. [Diakses tanggal 5 Mei 2018].
24. Beck J, Offenbacher S, dkk. Periodontitis a risk factor for coronary heart
disease Ann Periodontal. 1998;3;127-141. cit Beck James D, Elter John
R, Gerardo Heiss, et al. Relationship of Periodontal Disease to Carotid
Artery Intima-Media Wall Thickness: The Atherosclerosis Risk in
Communities (ARIC) Study. Journal of American Heart Association.
Arteroiscler Thromb Vasc Biol 2001 ; 21 ; 1816-1822.
Tersedia di: http://atvb.ahajournals.org/cgi/content/full/21/11/1816
[Diakses tanggal 5 Mei 2018].
25. Genco R, Offenbacher S, Beck J. Periodontal disease and cardiovascular
disease. Journal American Dental Association. June 2002; 133 ; 14s-20s.
Tersedia di: http://jada.ada.org/content/133/suppl_1/14S.full.pdf+html
[Diakses tanggal 5 Mei 2018].
26. Rose LF, Mealey BL. Periodontics: medicine, surgery, and implants. Saint
Louis: Elsevier Mosby; 2004

Anda mungkin juga menyukai