Anda di halaman 1dari 1

Kasus Pajak PT freeport

Raksasa tambang Freeport McMoRan Inc mengatakan bahwa unitnya di Indonesia, yang
menghadapi tagihan pajak air dan penalti-penalti sebesar US$469 juta (Rp 6,26 triliun) di Papua,
akan naik banding atas putusan pengadilan pajak setempat yang menolak gugatannya untuk
kasus itu. Freeport mengatakan dalam dokumen-dokumen yang menyertai pengungkapan
pendapatannya hari Rabu (25/1) bahwa mereka "akan naik banding atas keputusan ini di
Mahkamah Agung dan sedang mempelajari opsi-opsi."
Seorang juru bicara PT Freeport Indonesia menolak berkomentar mengenai kasus ini.
Unit tersebut saat ini sedang dalam proses pembicaraan dengan pemerintah mengenai
perubahan dalam hak-hak tambangnya, langkah yang diharapkan akan membuat perusahaan
membayar pajak lebih tinggi daripada yang ditetapkan kontrak saat ini.Perusahaan tambang itu
merupakan salah satu pembayar pajak terbesar di Indonesia, dengan kontribusi langsung lebih
dari $16 miliar dalam bentuk pajak, royalti, dividen dan pembayaran lain antara 1992 dan 2015
menurut data perusahaan itu.Freeport mengatakan pengadilan telah mengeluarkan putusan
"untuk tambahan pajak dan penalti terkait pajak-pajak air permukaan dari periode Januari 2011
sampai Juli 2015 sejumlah $376 juta", termasuk $227 juta untuk penalti.
Perusahaan itu juga diminta untuk membayar $93 juta untuk pajak dan penalti serupa
untuk periode Agustus 2015 sampai Desember 2016. Sebelumnya, pemerintah Papua, lokasi
tambang tembaga raksasa Grasberg milik Freeport, mengatakan telah menang di pengadilan
dalam klaim melawan perusahaan tersebut sebesar Rp 2,51 triliun untuk tagihan pajak air
permukaan dari 2011 sampai pertengahan 2015. Tidak ada pernyataan mengenai
penalti.Pengadilan pajak menolak gugatan PT Freeport Indonesia atas klaim-klaim untuk pajak
air yang digunakan perusahaan dari sungai Aghawagon dan Otomona, mengacu pada putusan
dari Pengadilan Pajak Indonesia pada 18 Januari.
Freeport, yang menggunakan air itu untuk menahan endapan tailing (residu tambang) di
Sungai Ajkwa, sekitar 120 kilometer dari perusahaan itu, berargumen bahwa tingkat pajak yang
lebih rendah secara substansial seharusnya berlaku, seperti ditetapkan dalam kontrak kerja yang
ditandatangani tahun 1991.
Sumber : JAKARTA, SINDONEWS

Anda mungkin juga menyukai