Anda di halaman 1dari 15

2.

1 Nilai Intrinsik dan Nilai Pasar


Dalam penilaian saham dikenal adanya tiga jenis nilai, yaitu: nilai buku, nilai pasar
dan nilai intrinsik saham. Nilai buku merupakan nilai yang dihitung ber-dasarkan pembukuan
perusahaan penerbit saham (emiten). Nilai pasar adalah nilai saham di pasar, yang
ditunjukkan oleh harga saham tersebut di pasar. Sedangkan nilai intrinsik atau dikenal sebagai
nilai teoritis adalah nilai saham yang sebenarnya atau seharusnya terjadi.
Investor berkepentingan untuk mengetahui ketiga nilai tersebut sebagai informasi
penting dalam pengambilan keputusan investasi yang tepat. Dalam membeli atau menjual
saham, investor akan membandingkan nilai intrinsik dengan nilai pasar saham bersangkutan.
Jika nilai pasar suatu saham lebih tinggi dari nilai intrinsiknya, berarti saham tersebut
tergolong mahal (overvalued). Dalam situasi seperti ini, investor tersebut bisa mengambil
keputusan untuk menjual saham tersebut Sebaliknya jika nilai pasar saham di bawah nilai
intrinsiknya, berarti saham tersebut tergolong murah (undervalued), sehingga dalam situasi
seperti ini investor scbaiknya mcmbeli saham tersebut.
Dalam bab ini akan dijelaskan dua pcndekatan dalam penentuan nilai intrinsik saham
bcrdasarkan analisis fundamental.1) Kedua pendekatan tersebut adalah: (1) pendekatan nilai
sekarang (present value approach), dan (2) pendekatan rasio harga terhadap earning (Price
Earning Ratio/PER). Pendekatan nilai sekarang dilakukan dengan menghitung seluruh aliran
kas yang akan diterima pemegang saham dari suatu saham di masa datang, dan kemudian
didiskontokan dengan tingkat bunga diskonto (biasanya sebesar tingkat return yang
disyaratkan). Sedangkan, pendekatan PER dalam penentuan nilai suatu saham dilakukan
dengan menghitung berapa rupiah uang yang diinvestasikan ke dalam suatu saham untuk
memperoleh satu rupiah pendapatan (earning) dari saham tersebut.

2.1 Pendekatan Nilai Sekarang


Penentuan nilai saham dengan menggunakan pendekatan nilai sekarang pada
prinsipnya sama dengan prinsip perhitungan nilai sekarang obligasi seperti pernah dibahas
dalam Bab 9 sebelumnya. Perhitungan nilai saham dilakukan dengan mendiskontokan semua
aliran kas yang diharapkan di masa datang dengan tingkat diskonto sebesar tingkat return
yang disyaratkan investor. Dalam hal ini, nilai intrinsik atau disebut juga nilai teoritis suatu
saham nantinya akan sama dengan nilai diskonto semua aliran kas yang akan diterima

1)
Analisis fundamental adalah penilaian terhadap saham-saham perusahaan berdasarkan data-data keuangan
perusahaan seperti pendapatan, penjualan, resiko da lainnya.
investor di masa datang.
Seperti telah disebutkan di depan, nilai suatu saham tergantung dari aliran kas yang
diharapkan investor di masa datang. Dengan demikian, proses penilaian suatu saham akan
meliputi:
1. Estimasi aliran kas saham di masa depan. Hal ini dilakukan dengan menentukan jumlah
dan waktu aliran kas yang diharapkan.
2. Estimasi tingkat return yang disyaratkan. Estimasi ini dibuat dengan mempertimbangkan
risiko aliran kas di masa depan dan besarnya return dari altematif investasi lain akibat
pemilihan investasi pada saham, atau disebut sebagai biaya kesempatan (opportunity
cost). Tingkat return yang diharapkan dari setiap aliran kas bisa bersifat konstan
sepanjang waktu atau berubah-ubah.
3. Mendiskontokan setiap aliran kas dengan tingkat diskonto sebesar tingkat return yang
dtsyaratkan.
4. Nilai sekarang setiap aliran kas tersebut dijumlahkan, sehingga diperoleh nilai intrinsik
saham bersangkutan.
Proses tersebut bisa ditunjukkan dalam gambaran proses dan rumus sebagai berikut :

di mana :
Vo = Nilai sekarang dari suatu saham
CFt = Aliran kas yang diharapkan pada periode t
kt = return yang disyaratkan pada periode t
n = jumlah periode aliran kas
Dalam penentuan nilai teoritis suatu saham, investor perlu menentukan berapa
besarnya tingkat return yang disyaratkan atas saham tersebut sebagai kompensasi atas risiko
yang ditanggung. Tingkat return yang disyaratkan merupakan tingkat return minimum yang
diharapkan atas pembelian suatu saham. Artinya, jika investor mempunyai tingkat return
yang disyaratkan 25% atas saham yang akan dibeli, maka return minimum yang diharapkan
dari saham tersebut adalah 25%. Tingkat return minimum ini juga menggambarkan besarnya
biaya kesempatan (opportunity cost), yaitu hilangnya kesempatan memperoleh return dari
alternatif Investasi lain akibat keputusan untuk berinvestasi pada saham.
Komponen lainnya dalam penentuan nilai saham dengan pendckatan nilai sekarang
adalah aliran kas (cash flow). Dalam komponen ini, permasalahannya kemudian adalah: (1)
aliran kas dalam bentuk apa yang akan digunakan dalam penilaian saham, (2) berapa jumlah
aliran kas yang diharapkan, dan (3) kapan aliran kas terscbut diporoleh.
Aliran kas yang bisa dipakai dalam penilaian saham adalah earning perusahaan. Dari
sudut pandang investor yang membeli saham, aliran kas yang akan diterima investor adalah
earning yang dibagikan dalam bentuk dividen. Dengan demikian, kita bisa menggunakan
komponen dividen sebagai dasar penilaian saham. Penen-tuan nilai saham (pendekatan nilai
sekarang) dengan menggunakan komponen dividen bisa dilakukan dengan menggunakan
berbagai model berikut ini.
Model Diskonto Dividen. Model diskonto dividen merupakan model untuk
menentukan estimasi harga saham dengan mendiskontokan semua aliran dividen yang akan
diterima di masa datang. Secara matematis, model ini bisa dirumuskan sebagai berikut:
D1 D2 D3 D�
Pˆ0 = + + + ...... +
(1+ k ) (1+ k ) (1+ k )
2 3
(1+ k )


Dt
Pˆ0 = �1 + k
( )
t
t =1

di mana:
Po = Nilai intrinsik saham dengan model diskonto dividen
D1, D2, ... D = Dividen yang akan diterima di masa datang
k = tingkat return yang disyaratkan

Dalam persamaan di atas bisa dilihat bahwa aliran dividen yang diterima investor
merupakan aliran dividen yang tidak terbatas (disimbolkan dengan ) dan konstan. Padahal
dalam kenyataannya, ada kalanya perusahaan membayarkan dividen secara tidak teratur,
dividen dengan jumlah yang tidak konstan atau pemba-yarannya mengalami pertumbuhan
(growth). Dalam situasi dividen konstan dan tidak mengalami pertumbuhan kita bisa
menggunakan model pertumbuhan nol (zero-growth model). Untuk kasus aliran dividen yang
bertumbuh secara konstan, model yang bisa dipakai adalah model pertumbuhan konstan
(constdut grcrwlli model). Sedangkan untuk saham yang mengalami pertumbuhan yang tidak
konstan, kita bisa menggunakan model pertumbuhan tidak konstan (nonconstant growth).
Model Pertumbuhan Nol. Model ini berasumsi bahvva dividen yang dibayarkan
perusahaan tidak akan mengalami pertumbuhan. Dengan kata lain, jumlah dividen yang
dibayarkan akan tetap sarna dari vvaktu ke waktu. Model pertumbuhan nol ini sebenarnya
sarna dengan prinsip perhitungan saaam preferens karena dividen yang dibayarkan
diasumsikan selalu satna dan tidak akan mengalami perubahan pertumbuhan sepanjang
vvaktu. Rumus untuk menilai saham dengan model ini adalah:
D
Pˆ0 =
k
di mana, Do adalah dividen yang akan diterima dalam jumlah konstan selama periode
pembayaran dividen di masa datang, dan k adalah tingkat return yang disyaratkan investor.
Contoh: Misalkan saham A menawarkan dividen tetap sebesar Rp800,00. Tingkat
return yang disyaratkan investor adalah 20%. Dari data di atas, kita bisa meng-hitung nilai
saham A sebesar Rp 4.000,00.
800
Pˆ0 = = Rp 4.000, 00
0, 20
Model Pertumbuhan Konstan. Model petumbuhan konstan juga disebut sebagai model
Gordon, setelah Myron J. Gordon mengembangkan dan mempopulerkan model ini. Model ini
dipakai untuk menentukan nilai saham, jika dividen yang akan dibayarkan mengalami
pertumbuhan secara konstan selama waktu tak terbatas, di mana g t + 1 = gt untuk semua waktu
t. Persamaan model pertumbuhan konstan ini bisa dituliskan sebagai berikut:

D ( 1+ g ) D ( 1+ g ) D ( 1+ g ) D (1+ g )
2 3 �

Pˆ0 = 0 + 0 + 0 + ...... + 0
( 1+ k ) ( 1+ k )
2
( 1+ k )
3
( 1+ k )

Rumus tersebut bisa disederhanakan menjadi:2


D1
Pˆ0 =
k-g
Contoh : Misalkan PT Omega membayarkan dividen Rp 1.000,00, per tahun.
Pertumbuhan dividen direncanakan sebesar 5% per tahun. Tingkat return yang disyaratkan
investor sebesar 15%. Misalnya, harga pasar saham PT Omega saat ini adalah Rp 10.000,00.
Dari data ini kita bisa menghitung nilai intrinsik atau nilai teoritis saham PT Omega dengan
menggunakan rumus 11.5, sebagai berikut:

2)
Catatan : k harus lebih besar dari g. Jika terjadi sebaliknya, hasil yang kita temukan adalah hasil yang tidak masuk
akal.
1.000 ( 1 + 0, 05 ) 1.050
Pˆ0 = = = Rp 10.500, 00
0,15 - 0, 05 0,10
Jadi, nilai intrinsik saham PT Omega adalah Rp 10.500,00. Jika harga pasar saham
tersebut misal Rp 10.000,00 (di bawah nilai intrinsik), investor sebaiknya membeli saham
tersebut.

Model Pertumbuhan Tidak Konstan (Ganda). Asumsi perusahaan akan membayarkan


dividen seeara konstan dalam kenyataannya kadangkala kurang tepat. Adakalanya,
perusahaan mengalami pertumbuhan yang sangat baik jauh di atas pertumbuhan normal dan
sangat menjanjikan selama beberapa tahun, tetapi lambat laun menurun terus. Kasus seperti
ini bisa terjadi pada perusahaan yang mampu menciptakan produk inovasi baru yang
langsung diserap pasar dan mengakibatkan perusahaan memperoleh pertumbuhan keuntungan
yang fantastis selama beberapa tahun. Pertumbuhan fantastis tersebut mungkin berlangsung
selama beberapa tahun, dan setelah itu bertumbuh seeara mendatar dan tidak sefantastis
tahun-tahun awal, karena produk yang sebelumnya 'lads' tersebut, lambat laun mulai
memasuki tahap kedewasaan (maturity stage), yang ditandai oleh semakin menurunnya
permintaan akan produk tersebut. Kondisi seperti ini bisa mempengaruhi kemampuan perusa-
haan membayarkan dividen bagi investor, sehingga bisa juga mempengaruhi pertumbuhan
tingkat dividen yang akan dibayarkan perusahaan kepada investor, ceteris paribus. Pada
beberapa tahun awal selama masa pertumbuhan fantastis, perusahaan mungkin akan mampu
membayarkan dividen dengan pertumbuhan di atas normal, dan setelah melcwati masa
tersebut pertumbuhan fantastis di tahun awal tersebut, pertumbuhan tingkat dividen yang
dibayarkan perusahaan mungkin akan menjadi lebih rendah dari masa sebclumnya dan
selanjutnya akan bertumbuh secara tetap. Misalnya, suatu perusahaan yang mengalami
pertumbuhan fantastis selama 5 tahun, mungkin bisa membayarkan tingkat dividen dengan
pertumbuhan 20% pertahun (selama lima tahun), dan setelah itu, hanya akan membayarkan
dividen dengan tingkat pertumbuhan hanya 10% per tahun (sampai tahun-tahun berikutnya).
Untuk kasus seperti ini, penentuan nilai saham akan meliputi empat langkah perhitungan:
1. Membagi aliran dividen menjadi dua bagian: (a) bagian awal yang meliputi aliran dividen
yang tidak konstan, dan (b) aliran dividen ketika dividen mengalami pertumbuhan yang
konstan.
2. Menghitung nilai sekarang dari aliran dividen yang tidak konstan (bagian awal).
3. Menghitung nilai sekarang dari sernua aliran dividen selama periode pertumbuhan
konstan (bagian b). Ingat, perhitungan ini dimulai dengan aliran dividen pada saat akhir
periode bagian awal (dividen terakhir dari bagian awal).
4. Menjumlahkan kedua hasil perhitungan nilai sekarang dari kedua bagian perhitungan
aliran dividen (bagian a dan bagian b).
Proses untuk menghitung nilai saham dengan menggunakan model pertumbuhan
dividen tidak konstan seperti di atas bisa dilakukan dengan rumus berikut:3

D0 ( 1 + gt ) Dn ( 1 + g 0 )
t
n
1
Pˆ0 = � +
(1 + k ) k - g0 (1 + k )
t n
t =1

di mana:
P0 = nilai intrinsik saham dengan model pertumbuhan tidak konstan
n = jumlah tahun selama periode pembayaran dividen supernormal
D0 = dividen saat ini (tahun pertama)
gt = pertumbuhan dividen supernormal
Dn = dividen pada akhir tahun pertumbuhan dividen supernormal
gj = pertumbuhan dividen yang konstan
k = tingkat return yang disyaratkan investor
Contoh: Misalkan data saham PT SGPC adalah sebagai berikut:
n = 3 tahun D0 = Rp 1.000,00
g0 = 10% k = 15%
g1 = 20% per tahun selama 3 tahun pertama
Berdasarkan data-data di atas, kita bisa menghitung nilai intrinsik saham PT SGPC,
dengan mengikuti empat tahap perhitungan di atas:
1. Membagi aliran dividen menjadi dua bagian: (a) bagian pertumbuhan tidak konstan dan
(b) bagian pertumbuhan konstan.

3
Dalam hal ini, pertumbuhan dividen supernormal adalah pertumbuhan dividen perusahaan pada periode di mana
perusahaan mampu beroperasi dan menghasilkan pertumbuhan di atas normal (supernormal). Hal ini bisa terjadi misalnya
pada perusahaan yang menemukan produk teknologi baru yang langsung diserap pasar, sehingga perusahaan tersebut mampu
menghasilkan earning di atas normal pada tahun-tahun awal.
2. Menghitung nilai sekarang dari aliran dividen selama periode pertumbuhan tidak konstan
(PVDtk):

D0 ( 1 + g ) 1.000 ( 1, 2 ) 1.000 ( 1, 2 ) 1.000 ( 1, 2 )


t t 2 3
3
PVDtk = � =
( 1,15 )
+ +
(1 + k) ( 1,15 ) ( 1,15 )
t 2 3
t =1

1.200 2.440 1.728


= + +
1,15 1,3225 1,5208
= 1.043 + 1.088,85 + 1.136,19
= Rp 3.268,04

3. Menghitung nilai sekarang dari aliran dividen pertumbuhan konstan (PV Pc).
1.728 ( 1,10 ) 1
PV P̂0 =
( 0, 05 - 0,10 ) ( 1 + 0,15) 3
= Rp 38.016 (0,6575)
= Rp 24.996,14.
4. Menjumlahkan kedua hasil perhitungan bagian awal dan kedua.
P̂0 = Rp 3.268,04 + Rp 24.996,14
= Rp 28.264,66
Menentukan Return yang Diisyaratkan. Tingkat return yang diisyaratkan,k, digunakan
sebagai tingkat diskonto dalam model diskonto dividen. Tingkat return yang disyaratkan
merupakan tingkat return minimal yang diharapkan investor sebagai kompensasi atas risiko
untuk bersedia berinvestasi. Salah satu peluang berinvestasi adalah pada aset bebas risiko.
Untuk berinvestasi pada aset lainnya yang berisiko, maka investor akan mensyaratkan adanya
tambahan return sebagai premi risiko. Karena itu, untuk menentukan tingkat return yang
disyaratkan pada saham, suatu premi risiko ditambahkan dari tingkat return untuk aset bebas
risiko, kRF. Formulanya adalah sebagai berikut :

K = tingkat return bebas risiko + premi risiko

Di pasar modal indonesia, tingkat return bebas risiko dapat menggunakan beberapa proksi
tingkat bunga aset bebas risiko antara lain oligasi negara, SBI, atau deposito bank.
Sebagai contoh pada tahun 2003, tingkat bunga tiga bulanan SBI adalah sekitar 8,15 persen,
sedangkan tingkat bunga per tahun untuk deposito di bank BUMN sekitar 10 persen. Anggap
tingkat return bebas risiko yang dipilih adalah 10 persen. Selanjutnya anggap investor
menentukan 3 persen sebagai premi risiko untuk berinvestasi pada saham Telekomunikasi
Indonesia. Dengan demikian, tingkat return yang disyaratkan investor untuk saham
Telekomunikasi Indonesia adalah:
k (Telekomunikasi Indonesia) = 10% + 3% = 13%
Cara lain untuk menentukan tingkat return yang disyaratkan adalah menggunakan CAPM:

Sebagai contoh tingkat return yang disyaratkan untuk saham Ekadharma Tape Industry
ditentukan dengan menggunakan CAPM. Anggap pada tahun 2003, investor menetapkan
premi risiko pasar saham di BEJ adalah (kM – kRF) = 6 persen. Diketahui beta saham
Ekadharma Tape Industry (EKAD) untuk periode 1998 s.d. 2002 telah diestimasi sebesar
0,756. Dengan tingkat return bebas risiko 10 persen, maka tingkat return yang disyaratkan
untuk saham Ekadharma Tape Industry dihitung berikut:

k (Ekadharma Tape Industry) = 10% + 0,756 x 6% = 15,292 %.


Menentukan Tingkat Pertumbuhan. Untuk menggunakan model pertumbuhan, tingkat
pertumbuhan dividen,g, harus diperkirakan. tingkat pertumbuhan di masa mendatang
tidaklah selalu mudah diprediksi.Analis sekuritas dan investor memang tidak dapat dengan
mudahnya menggunakan tingkat pertumbuhan saat ini atau masa lalu untuk memprediksi
tingkat pertumbuhan masa mendatang. Namun dengan mengetahui tingkat pertumbuhan masa
lalu dan saat ini baik tingkat pertumbuhan perusahaan, industri, atau perekonomian, analis
sekuritas dan investor akan mempunyai kemudahan dalam memprediksi tingkat pertumbuhan
masa mendatang. Salah satu cara untuk mengestimasi tingkat pertumbuhan dividen adalah
menggunakan laba perusahaan.Tingkat pertumbuhan dividen ini dikenal sebagai tingkat
pertumbuhan berkelanjutan (sustainable growth rate).

Tingkat pertumbuhan berkelanjutan = ROE x retention ratio


atau
Tingkat pertumbuhan berkelanjutan = ROE x (1 – payout ratio)

Return on equity umumnya dihitung menggunakan ukuran kinerja berdasarkan akuntansi dan
dihitung sebagai laba bersih perusahaan dibagi dengan equitas pemegang saham biasa.

ROE = Laba bersih / Ekuitas


Sebagai contoh anggap sebuah perusahaan mempunyai ROE = 10 persen. Proyeksi
menunjukkan bahwa laba per lembar saham (earning per share), EPS = Rp500 dan dividen
per lembar saham (dividend per share), DPS = Rp200. Berapakah rasio tingkat laba ditahan
dan tingkat pertumbuhan berkelanjutan? Dividend payout perusahaan adalah Rp200 / Rp500
= 0,4 atau 40%. Maka rasio tingkat laba ditahan adalah 1 – 0,40 = 0,60 atau 60%. Dengan
demikian tingkat pertumbuhan berkelanjutan adalah 10% x 60 %= 0,40 x 60 % = 24%

2.2 Penerapan Model Diskonto Dividen


Kesederhanaan dalam model diskonto dividen telah membuatnya menjadi populer
dalam praktik penilaian saham biasa. Akan tetapi penerapannya tidaklah selalu menghasilkan
penilaian yang akurat. Pngalaman personal dan judmental juga mempengaruhi analisis
penilaian saham.
Sebagai contoh pada tahun 2003, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk memberikan
dividen Rp331 per lembar saham. Besarnya dividen Rp331 ini tidak mengalami perubahan
dari tahun sebelumnya (tahun 2002). Model pertumbuhan nol mengasumsikan bahwa dividen
tidak mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Anggap investor ingin menerapkan model
pertumbuhan nol untuk mengestimasi nilai saham ini. Tingkat return yang disyaratkan
investor adalah 13 persen. Maka, dengan menggunakan model pertumbuhan nol, estimasi
nilai saham Telekomunikasi Indonesia adalah:
= Rp331 / 0,13 = Rp2.546,15

Bagaimana estimasi harga saham ini jika dibandingkan dengan harga pasarnya pada
waktu itu?Pada akhir tahun 2003, saham Telekomunikasi Indonesia diperdagangkan pada
harga Rp6.750. Estimasi harga saham Rp Rp2.546,15 adalah jauh lebih kecil dibandingkan
dengan harga pasarnya Rp6.750. Contoh ini mungkin memperlihatkan tidak realistisnya
model pertumbuhan nol untuk diterapkan dalam penilaian saham.
Penerapan Model Pertumbuhan. Model diskonto dividen dapat diperluas dengan
mempertimbangkan pertumbuhan dividen, dengan cara mengestimasi tingkat pertumbuhan
(g). Contoh berikut mengestimasi g dengan menggunakan tingkat pertumbuhan ekonmi.
Informasi mengenai pertumbuhan ekonomi adalah juga penting dalam analisis perusahaan
karena pertumbuhan perusahaan juga tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan
perekonomian.
Pada tahun 2003 PT Telekomunikasi Indonesia Tbk membagikan dividen Rp331 per
lembar saham. Besarnya dividen tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya (tahun
2002). Namun gambaran lebih optimis diperoleh dari tingkat pertumbuhan perekonomian.
Pada tahun 2003, tingkat pertumbuhan perekonomian Indonesia adalah sekitar 5 persen dan
beberapa proyeksi pada tahun mendatang adalah sekitar 6 persen,. Dengan menggunakan g =
6 persen dan tingkat return yang disyaratkan investor, k = 13 persen, berapakah nilai saham
Telekomunikasi Indonesia adalah
= Rp331 (1 + 0,06) / (0,13 – 0,06) = Rp5.012,29

Dibandingkan dengan harga Rp2.546,15 dari estimasi dengan model pertumbuhan


nol, model pertumbuhan konstan memberikan estimasi harga Rp5.012,29 yang lebih
mendekati harga pasar Rp6.750 pada akhir tahun 2003.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, g dapat diestimasi dengan menggunakan
tingkat pertumbuhan berkelanjutan, dan k ditentukan dengan CAPM. Berikut adalah data
pada tahun 2003 yang digunakan untuk menilai saham Ekadharma Tape Industry:
 Dividen per lembar saham = Rp10.
 Dividend payout ratio = 10,3 persen.
 ROE = 8,72 persen.
 Return aset bebas risiko = 10%
 Beta saham = 0,756.
 Premi risiko pasar = 6%.
Dengan menggunakan CAPM, tingkat return yang disyaratkan adalah 10% + 0,756 x
6% = 15,292 persen. Sedangkan tingkat pertumbuhan berkelanjutan adalah 0,0872 x (1 –
0,103) = 0,0782 = 7,82 persen. Dengan demikian, nilai saham Ekadharma Tape Industry
adalah:
= Rp10 (1 + 0,0782) / (0,15292 – 0,0782) = Rp144,3

Nilai saham lebih tinggi dibandingkan harga pasar Rp105 pada akhir tahun 2003. Hal
ini menyarankan bahwa saham Ekadharma Tape Industry adalah undervalued berdasarkan
model pertumbuhan konstan
2.3 Pendekatan PER

Di samping pendekatan nilai sekarang (model diskonto dividen), dalam metode


penilaian saham berdasar analisis fundamental dikenal juga pendekatan lain yang disebut
pendekatan Price Earning Ratio (pendekatan PER). Pendekatan ini merupakan pendekatan
yang lebih populer dipakai di kalangan analis saham dan para praktisi. Dalam pendekatan
PER atau disebut juga pendekatan multiplier, investor akan menghitung berapa kali
(multiplier) nilai earning yang tercermin dalam harga suatu saham. Dengan kata lain, PER
menggambarkan rasio atau perbandingan antara harga saham terhadap earning perusahaan.
Jika misalnya PER suatu sanam sebariyak 3 kali berarti harga saham tersebut sama dengan 3
kali nilai earning perusahaan tersebut. PER ini juga akan memberikan informasi berapa
rupiah harga yang harus dibayar investor untuk memperoleh setiap Rpl,00 earning
perusahaan.
Rumus untuk menghitung PER suatu saham adalah dengan membagi harga saham
perusahaan terliadap earning per lembar saham. Secara matematis, rumus untuk menghitung
PER adalah sebagai berikut:
Harga per lembar saham
PER =
Earning per lembar saham
Contoh: Misalnya harga saham DX saat ini adalah Rp 10.000,00 per lembar, dan
tahun ini perusahaan memperoleh earning sebesar 900 juta rupiah. Jumlah saham beredar
saat ini adalah 900 ribu lembar saham. Dari data tersebut kita bisa menghitung PER dengan
cara sebagai berikut:
(1) Menghitung earning per lembar saham DX.
Earning Perusahaan
Earning Per Lembar =
Jumlah Saham Beredar
Rp 900.000.000,00
=
900.000 lembar
= Rp 1.000,00 per lembar saham
(2) Menghitung PER dengan menggunakan rumus 11.7 di atas
Rp 10.000,00
PER = = 10 kali
Rp 1.000,00
Jadi PER saham DX adalah 10 kali. Artinya, untuk memperoleh Rp 1,00 dari earning
perusahaan DX, investor harus membayar Rp 10,00.
Rumus lainnya untuk menghitung PER suatu saham bisa juga diturunkan dari rumus
yang dipakai dalam model diskonto dividen. Dalam hal ini, kita bisa menemukan rumus PER
dengan mengacu pada rumus 11.5. Baiklah kita ulang lagi rumus 11.5 tersebut:
D1
P̂0 =
k-g
Jika kita membagi sisi kiri dan sisi kanan persamaan tersebut dengan earning yang
diperoleh perusahaan (E1), maka akan kita peroleh rumus PER sebagai berikut:
Pˆ0 D / E1
= 1
E1 k -g
Dengan demikian, variabel-variabel yang mempengaruhi PER atau disebut juga
sebagai faktor-faktor plier earning adalah:
1. Rasio pembayaran dividen (Dividend Payout Ratio/DPR), yaitu D,/E,.
2. Tingkat return yang disyaratkan investor dari saham bersangkutan (k).
3. Tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan dari saham tersebut (g).
Contoh: Seorang investor membeli saham DPS. Misalkan perusahaan DPS tersebut
hanya akan membagikan 80% (D1/E1 = 0,8) dari earning yang diperolehnya bagi investor
dalam bentuk dividen. Pertumbuhan dividen sebesar 5% dan tingkat return yang disyaratkan
investor adalah 15%. Dari data tersebut, kita bisa menghitung PER, sebagai berikut:
P 0,8 0,8
= =
E 0,15 - 0, 05 0,10
P
= 8 kali
E
Kita telah membahas dua pendekatan yang paling sering digunakan dalam penilaian
saham perusahaan, yaitu pendekatan diskonto dividen dan pendekatan PER. Kedua
pendekatan tersebut masing-masing mendasarkan diri pada konsep dasar ilmu investasi yaitu
konsep nilai sekarang (present value). Perbedaannya adalah bahwa secara teoritis, pendekatan
diskonto dividen lebih baik dibanding pendekatan PER, sedangkan di sisi lainnya pendekatan
PER lebih populer digunakan oleh para analis dibanding pendekatan diskonto dividen karena
lebih mudah menggunakannya.
Lalu, manakah di antara kedua pendekatan tersebut yang paling baik? Kedua
pendekatan yang telah kita bahas sangat penting bagi seorang investor dalam pembuatan
keputusan investasi serta mengandung konsep dasar penilaian yang sama. Barangkali
jawaban yang lebih tepat untuk pertanyaan di atas adalah bahwa di antara kedua pendekatan
tersebut, tidak ada yang mutlak lebih baik dibanding pendekatan lainnya. Kiranya, akan lebih
tepat jika kita menggunaknn kedua pendekatan tersebut sebagai dua hal yang bersifat saling
melengkapi (komplementer), dan bukannya sebagai dua hal yang saling menggantikan
(substitusi). kegunaan kedua pendekatan itu secara komplementer diharapkan akan membantu
investor menentukan keputusan yang tepat dalam membeli, menahan ataupun menjual saham.
Akan tetapi, satu hal perlu dicatat bahwa kedua penilaian tersebut masih berpotensi
mengandung kesalahan karena apa yang kita lakukan dalam penilaian saham dengan
pendekatan-pendekatan tersebut hanyalah meru-pakan estimasi tentang sesuatu yang akan
terjadi di masa datang.

2.4 Pendekatan Penilaian Saham Lainnya

Pendekatan diskonto dividen dan pendekatan PER merupakan pendekatan yang sangat
populer untuk menentukan nilai suatu saham. Kedua pendekatan tersebut didasarkan pada
model pertumbuhan dividen. Di samping penggunaan kedua pendekatan tersebut, ada tiga
pendekatan lainnya yang bisa dipakai investor untuk menentukan nilai saham. Pendekatan
tersebut adalah rasio harga terhadap nilai buku, rasio harga terhadap aliran kas, dan economic
value added (EVA).
RASIO HARGA/NILAI BUKU. Hubungan antara harga pasar saham dan nilai buku per lembar
saham bisa juga dipakai sebagai pendekatan altematif untuk menentukan nilai suatu saham,
karena secara teoritis, nilai pasar suatu saham haruslah mencer-minkan nilai bukunya. Rasio
harga terhadap nilai buku ini kebanyakan digunakan untuk menilai saham-saham sektor
perbankan, karena aset-aset bank4) biasanya memiliki nilai pasar dan nilai buku yang relatif
sama. Idealnya, harga pasar saham bank jika dibagi dengan nilai buku asetnya akan
mendekati 1. Tetapi, jika ternyata bank tersebut misalnya banyak menghadapi masalah kredit
macet yang tidak bisa ditagih lagi, tentu saja rasio harga/nilai bukunya akan lebih kecil dari 1.
Tapi di sisi lain, bisa saja terjadi bahwa rasio ini akan lebih besar dari 1, terutama jika bank
tersebut mengalami pertumbuhan yang meyakinkan atau sedang menjadi target merger
dengan beberapa bank.
Bagaimana informasi rasio harga/nilai buku ini bisa dipakai investor dalam keputusan
investasi? Hasil penelitian Rosenberg dkk (1985), menemukan bahwa saham-saham yang
memiliki rasio harga/nilai buku yang rendah akan menghasilkan return yang secara signifikan
lebih tinggi dibanding saham-saham yang memiliki rasio harga/nilai buku yang tinggi.
Dengan demikian Rosenberg dkk, merekomendasikan untuk membeli saham-saham yang
mennpunyai rasio harga/nilai buku yang rendah jika investor mengharapkan tingkat return
yang lebih besar pada tingkat risiko tertentu.

RASIO HARCA/AURAN KAS . Pendekatan lainnya dalam penilaian saham adalah pendekatan
rasio harga saham/aliran kas. Pendekatan ini pada dasarnya merupakan pelengkap bagi
pendekatan PER yang telah kita bahas sebelumnya. Pendekatan ini mendasarkan diri pada
aliran kas perusahaan, bukannya earning perusahaan. Hal ini disebabkan karena aliran kas
perusahaan lebih relevan dibanding data earning menurut laporan secara akuntansi.
Dalam penilaian saham perusahaan, investor bisa menggunakan informasi rasio
harga/aliran kas ini sebagai pelengkap informasi PER, karena data aliran kas perusahaan bisa
memberikan pemahaman yang lebih mendalam bagi investor tentang perubahan nilai saham
yang akan terjadi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Gentry dkk (1985), yang
menemukan bahwa informasi aliran kas merupakan informasi penting untuk menilai kinerja
perusahaan dan memprediksi kemungkinan kebangkrutan atau suksesnya perusahaan di masa
datang.

4)
ASet-aset bank biasanya terdiri dari obligasi yang diterbitkan pemerintah yang dibeli bank, serta pinjaman-pinjaman yang
disalurkan bank pada pihak lain.
ECONOMIC VALUE ADDED (EVA). Pendekatan yang lebih baru dalam penilaian saham
adaiah dengan menghitung economic value added (EVA) suatu perusahaan. EVA adaiah
ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah (value added)
bagi perusahaan. Asumsinya adaiah bahwa jika kinerja manajemen baik/efektif (dilihat dari
besarnya nilai tambah yang diberikan), maka akan tercermin pada peningkatan harga saham
perusahaan. EVA dihitung dengan mengurangkan keuntungan operasi perusahaan dengan
biaya modal perusahaan, baik untuk biaya utang (cost of debt) maupun modal sendiri (cost of
equity). Jika perbedaan tersebut positif, berarti ada nilai tambah bagi perusahaan, dan ini
biasanya akan direspons oleh meningkatnya harga saham. Demikian pula sebaliknya jika
EVA negatif berarti perusahaan mengalami penurunan kinerja, yang biasanya akan direspons
dengan penurunan harga saham perusahaan.
Secara metematis, rumus untuk menghitung EVA suatu perusahaan bisa dituliskan
sebagai berikut:
EVA = Laba bersih operasi setelah dikurangi pajak - besarnya biaya modal operasi dalam
rupiah setelah dikurangi pajak.
EVA = [EBIT (1 - pajak)] - [(modal operasi) (persentase biaya modal setelah pajak)]
Berikut ini adalahsuatu contoh perhitungan EVA untuk perusahaan ABC. Dari
perhitungan tersebut terliliat bahwa EVA perusahaan ABC mengalami peningkatan yang
besar, yaitu dari - RplOjuta pada tahun 1998 menjadi + Rp 37,5 juta pada tahun 1999.
Peningkatan ini bisa menunjukkan indikasi adanya keberhasilan manajemen dalam
memberikan nilai tambah (value added) bagi perusahaan.
Perhitungan EVA Perusahaan ABC (ribuan rupiah)
1998 1999
EBIT 200.000 250.000
Pajak 25% 25%
EBIT (1-Pajak) 150.000 187.500
Modal Operasi 1.600.000 1.500.000
Biaya Modal Setelah Pajak (5) 10% 10%
Biaya Modal dalam Rupiah 160.000 150.000
EVA -10.000 37.500

Anda mungkin juga menyukai