1)
Analisis fundamental adalah penilaian terhadap saham-saham perusahaan berdasarkan data-data keuangan
perusahaan seperti pendapatan, penjualan, resiko da lainnya.
investor di masa datang.
Seperti telah disebutkan di depan, nilai suatu saham tergantung dari aliran kas yang
diharapkan investor di masa datang. Dengan demikian, proses penilaian suatu saham akan
meliputi:
1. Estimasi aliran kas saham di masa depan. Hal ini dilakukan dengan menentukan jumlah
dan waktu aliran kas yang diharapkan.
2. Estimasi tingkat return yang disyaratkan. Estimasi ini dibuat dengan mempertimbangkan
risiko aliran kas di masa depan dan besarnya return dari altematif investasi lain akibat
pemilihan investasi pada saham, atau disebut sebagai biaya kesempatan (opportunity
cost). Tingkat return yang diharapkan dari setiap aliran kas bisa bersifat konstan
sepanjang waktu atau berubah-ubah.
3. Mendiskontokan setiap aliran kas dengan tingkat diskonto sebesar tingkat return yang
dtsyaratkan.
4. Nilai sekarang setiap aliran kas tersebut dijumlahkan, sehingga diperoleh nilai intrinsik
saham bersangkutan.
Proses tersebut bisa ditunjukkan dalam gambaran proses dan rumus sebagai berikut :
di mana :
Vo = Nilai sekarang dari suatu saham
CFt = Aliran kas yang diharapkan pada periode t
kt = return yang disyaratkan pada periode t
n = jumlah periode aliran kas
Dalam penentuan nilai teoritis suatu saham, investor perlu menentukan berapa
besarnya tingkat return yang disyaratkan atas saham tersebut sebagai kompensasi atas risiko
yang ditanggung. Tingkat return yang disyaratkan merupakan tingkat return minimum yang
diharapkan atas pembelian suatu saham. Artinya, jika investor mempunyai tingkat return
yang disyaratkan 25% atas saham yang akan dibeli, maka return minimum yang diharapkan
dari saham tersebut adalah 25%. Tingkat return minimum ini juga menggambarkan besarnya
biaya kesempatan (opportunity cost), yaitu hilangnya kesempatan memperoleh return dari
alternatif Investasi lain akibat keputusan untuk berinvestasi pada saham.
Komponen lainnya dalam penentuan nilai saham dengan pendckatan nilai sekarang
adalah aliran kas (cash flow). Dalam komponen ini, permasalahannya kemudian adalah: (1)
aliran kas dalam bentuk apa yang akan digunakan dalam penilaian saham, (2) berapa jumlah
aliran kas yang diharapkan, dan (3) kapan aliran kas terscbut diporoleh.
Aliran kas yang bisa dipakai dalam penilaian saham adalah earning perusahaan. Dari
sudut pandang investor yang membeli saham, aliran kas yang akan diterima investor adalah
earning yang dibagikan dalam bentuk dividen. Dengan demikian, kita bisa menggunakan
komponen dividen sebagai dasar penilaian saham. Penen-tuan nilai saham (pendekatan nilai
sekarang) dengan menggunakan komponen dividen bisa dilakukan dengan menggunakan
berbagai model berikut ini.
Model Diskonto Dividen. Model diskonto dividen merupakan model untuk
menentukan estimasi harga saham dengan mendiskontokan semua aliran dividen yang akan
diterima di masa datang. Secara matematis, model ini bisa dirumuskan sebagai berikut:
D1 D2 D3 D�
Pˆ0 = + + + ...... +
(1+ k ) (1+ k ) (1+ k )
2 3
(1+ k )
�
�
Dt
Pˆ0 = �1 + k
( )
t
t =1
di mana:
Po = Nilai intrinsik saham dengan model diskonto dividen
D1, D2, ... D = Dividen yang akan diterima di masa datang
k = tingkat return yang disyaratkan
Dalam persamaan di atas bisa dilihat bahwa aliran dividen yang diterima investor
merupakan aliran dividen yang tidak terbatas (disimbolkan dengan ) dan konstan. Padahal
dalam kenyataannya, ada kalanya perusahaan membayarkan dividen secara tidak teratur,
dividen dengan jumlah yang tidak konstan atau pemba-yarannya mengalami pertumbuhan
(growth). Dalam situasi dividen konstan dan tidak mengalami pertumbuhan kita bisa
menggunakan model pertumbuhan nol (zero-growth model). Untuk kasus aliran dividen yang
bertumbuh secara konstan, model yang bisa dipakai adalah model pertumbuhan konstan
(constdut grcrwlli model). Sedangkan untuk saham yang mengalami pertumbuhan yang tidak
konstan, kita bisa menggunakan model pertumbuhan tidak konstan (nonconstant growth).
Model Pertumbuhan Nol. Model ini berasumsi bahvva dividen yang dibayarkan
perusahaan tidak akan mengalami pertumbuhan. Dengan kata lain, jumlah dividen yang
dibayarkan akan tetap sarna dari vvaktu ke waktu. Model pertumbuhan nol ini sebenarnya
sarna dengan prinsip perhitungan saaam preferens karena dividen yang dibayarkan
diasumsikan selalu satna dan tidak akan mengalami perubahan pertumbuhan sepanjang
vvaktu. Rumus untuk menilai saham dengan model ini adalah:
D
Pˆ0 =
k
di mana, Do adalah dividen yang akan diterima dalam jumlah konstan selama periode
pembayaran dividen di masa datang, dan k adalah tingkat return yang disyaratkan investor.
Contoh: Misalkan saham A menawarkan dividen tetap sebesar Rp800,00. Tingkat
return yang disyaratkan investor adalah 20%. Dari data di atas, kita bisa meng-hitung nilai
saham A sebesar Rp 4.000,00.
800
Pˆ0 = = Rp 4.000, 00
0, 20
Model Pertumbuhan Konstan. Model petumbuhan konstan juga disebut sebagai model
Gordon, setelah Myron J. Gordon mengembangkan dan mempopulerkan model ini. Model ini
dipakai untuk menentukan nilai saham, jika dividen yang akan dibayarkan mengalami
pertumbuhan secara konstan selama waktu tak terbatas, di mana g t + 1 = gt untuk semua waktu
t. Persamaan model pertumbuhan konstan ini bisa dituliskan sebagai berikut:
D ( 1+ g ) D ( 1+ g ) D ( 1+ g ) D (1+ g )
2 3 �
Pˆ0 = 0 + 0 + 0 + ...... + 0
( 1+ k ) ( 1+ k )
2
( 1+ k )
3
( 1+ k )
�
2)
Catatan : k harus lebih besar dari g. Jika terjadi sebaliknya, hasil yang kita temukan adalah hasil yang tidak masuk
akal.
1.000 ( 1 + 0, 05 ) 1.050
Pˆ0 = = = Rp 10.500, 00
0,15 - 0, 05 0,10
Jadi, nilai intrinsik saham PT Omega adalah Rp 10.500,00. Jika harga pasar saham
tersebut misal Rp 10.000,00 (di bawah nilai intrinsik), investor sebaiknya membeli saham
tersebut.
D0 ( 1 + gt ) Dn ( 1 + g 0 )
t
n
1
Pˆ0 = � +
(1 + k ) k - g0 (1 + k )
t n
t =1
di mana:
P0 = nilai intrinsik saham dengan model pertumbuhan tidak konstan
n = jumlah tahun selama periode pembayaran dividen supernormal
D0 = dividen saat ini (tahun pertama)
gt = pertumbuhan dividen supernormal
Dn = dividen pada akhir tahun pertumbuhan dividen supernormal
gj = pertumbuhan dividen yang konstan
k = tingkat return yang disyaratkan investor
Contoh: Misalkan data saham PT SGPC adalah sebagai berikut:
n = 3 tahun D0 = Rp 1.000,00
g0 = 10% k = 15%
g1 = 20% per tahun selama 3 tahun pertama
Berdasarkan data-data di atas, kita bisa menghitung nilai intrinsik saham PT SGPC,
dengan mengikuti empat tahap perhitungan di atas:
1. Membagi aliran dividen menjadi dua bagian: (a) bagian pertumbuhan tidak konstan dan
(b) bagian pertumbuhan konstan.
3
Dalam hal ini, pertumbuhan dividen supernormal adalah pertumbuhan dividen perusahaan pada periode di mana
perusahaan mampu beroperasi dan menghasilkan pertumbuhan di atas normal (supernormal). Hal ini bisa terjadi misalnya
pada perusahaan yang menemukan produk teknologi baru yang langsung diserap pasar, sehingga perusahaan tersebut mampu
menghasilkan earning di atas normal pada tahun-tahun awal.
2. Menghitung nilai sekarang dari aliran dividen selama periode pertumbuhan tidak konstan
(PVDtk):
3. Menghitung nilai sekarang dari aliran dividen pertumbuhan konstan (PV Pc).
1.728 ( 1,10 ) 1
PV P̂0 =
( 0, 05 - 0,10 ) ( 1 + 0,15) 3
= Rp 38.016 (0,6575)
= Rp 24.996,14.
4. Menjumlahkan kedua hasil perhitungan bagian awal dan kedua.
P̂0 = Rp 3.268,04 + Rp 24.996,14
= Rp 28.264,66
Menentukan Return yang Diisyaratkan. Tingkat return yang diisyaratkan,k, digunakan
sebagai tingkat diskonto dalam model diskonto dividen. Tingkat return yang disyaratkan
merupakan tingkat return minimal yang diharapkan investor sebagai kompensasi atas risiko
untuk bersedia berinvestasi. Salah satu peluang berinvestasi adalah pada aset bebas risiko.
Untuk berinvestasi pada aset lainnya yang berisiko, maka investor akan mensyaratkan adanya
tambahan return sebagai premi risiko. Karena itu, untuk menentukan tingkat return yang
disyaratkan pada saham, suatu premi risiko ditambahkan dari tingkat return untuk aset bebas
risiko, kRF. Formulanya adalah sebagai berikut :
Di pasar modal indonesia, tingkat return bebas risiko dapat menggunakan beberapa proksi
tingkat bunga aset bebas risiko antara lain oligasi negara, SBI, atau deposito bank.
Sebagai contoh pada tahun 2003, tingkat bunga tiga bulanan SBI adalah sekitar 8,15 persen,
sedangkan tingkat bunga per tahun untuk deposito di bank BUMN sekitar 10 persen. Anggap
tingkat return bebas risiko yang dipilih adalah 10 persen. Selanjutnya anggap investor
menentukan 3 persen sebagai premi risiko untuk berinvestasi pada saham Telekomunikasi
Indonesia. Dengan demikian, tingkat return yang disyaratkan investor untuk saham
Telekomunikasi Indonesia adalah:
k (Telekomunikasi Indonesia) = 10% + 3% = 13%
Cara lain untuk menentukan tingkat return yang disyaratkan adalah menggunakan CAPM:
Sebagai contoh tingkat return yang disyaratkan untuk saham Ekadharma Tape Industry
ditentukan dengan menggunakan CAPM. Anggap pada tahun 2003, investor menetapkan
premi risiko pasar saham di BEJ adalah (kM – kRF) = 6 persen. Diketahui beta saham
Ekadharma Tape Industry (EKAD) untuk periode 1998 s.d. 2002 telah diestimasi sebesar
0,756. Dengan tingkat return bebas risiko 10 persen, maka tingkat return yang disyaratkan
untuk saham Ekadharma Tape Industry dihitung berikut:
Return on equity umumnya dihitung menggunakan ukuran kinerja berdasarkan akuntansi dan
dihitung sebagai laba bersih perusahaan dibagi dengan equitas pemegang saham biasa.
Bagaimana estimasi harga saham ini jika dibandingkan dengan harga pasarnya pada
waktu itu?Pada akhir tahun 2003, saham Telekomunikasi Indonesia diperdagangkan pada
harga Rp6.750. Estimasi harga saham Rp Rp2.546,15 adalah jauh lebih kecil dibandingkan
dengan harga pasarnya Rp6.750. Contoh ini mungkin memperlihatkan tidak realistisnya
model pertumbuhan nol untuk diterapkan dalam penilaian saham.
Penerapan Model Pertumbuhan. Model diskonto dividen dapat diperluas dengan
mempertimbangkan pertumbuhan dividen, dengan cara mengestimasi tingkat pertumbuhan
(g). Contoh berikut mengestimasi g dengan menggunakan tingkat pertumbuhan ekonmi.
Informasi mengenai pertumbuhan ekonomi adalah juga penting dalam analisis perusahaan
karena pertumbuhan perusahaan juga tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan
perekonomian.
Pada tahun 2003 PT Telekomunikasi Indonesia Tbk membagikan dividen Rp331 per
lembar saham. Besarnya dividen tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya (tahun
2002). Namun gambaran lebih optimis diperoleh dari tingkat pertumbuhan perekonomian.
Pada tahun 2003, tingkat pertumbuhan perekonomian Indonesia adalah sekitar 5 persen dan
beberapa proyeksi pada tahun mendatang adalah sekitar 6 persen,. Dengan menggunakan g =
6 persen dan tingkat return yang disyaratkan investor, k = 13 persen, berapakah nilai saham
Telekomunikasi Indonesia adalah
= Rp331 (1 + 0,06) / (0,13 – 0,06) = Rp5.012,29
Nilai saham lebih tinggi dibandingkan harga pasar Rp105 pada akhir tahun 2003. Hal
ini menyarankan bahwa saham Ekadharma Tape Industry adalah undervalued berdasarkan
model pertumbuhan konstan
2.3 Pendekatan PER
Pendekatan diskonto dividen dan pendekatan PER merupakan pendekatan yang sangat
populer untuk menentukan nilai suatu saham. Kedua pendekatan tersebut didasarkan pada
model pertumbuhan dividen. Di samping penggunaan kedua pendekatan tersebut, ada tiga
pendekatan lainnya yang bisa dipakai investor untuk menentukan nilai saham. Pendekatan
tersebut adalah rasio harga terhadap nilai buku, rasio harga terhadap aliran kas, dan economic
value added (EVA).
RASIO HARGA/NILAI BUKU. Hubungan antara harga pasar saham dan nilai buku per lembar
saham bisa juga dipakai sebagai pendekatan altematif untuk menentukan nilai suatu saham,
karena secara teoritis, nilai pasar suatu saham haruslah mencer-minkan nilai bukunya. Rasio
harga terhadap nilai buku ini kebanyakan digunakan untuk menilai saham-saham sektor
perbankan, karena aset-aset bank4) biasanya memiliki nilai pasar dan nilai buku yang relatif
sama. Idealnya, harga pasar saham bank jika dibagi dengan nilai buku asetnya akan
mendekati 1. Tetapi, jika ternyata bank tersebut misalnya banyak menghadapi masalah kredit
macet yang tidak bisa ditagih lagi, tentu saja rasio harga/nilai bukunya akan lebih kecil dari 1.
Tapi di sisi lain, bisa saja terjadi bahwa rasio ini akan lebih besar dari 1, terutama jika bank
tersebut mengalami pertumbuhan yang meyakinkan atau sedang menjadi target merger
dengan beberapa bank.
Bagaimana informasi rasio harga/nilai buku ini bisa dipakai investor dalam keputusan
investasi? Hasil penelitian Rosenberg dkk (1985), menemukan bahwa saham-saham yang
memiliki rasio harga/nilai buku yang rendah akan menghasilkan return yang secara signifikan
lebih tinggi dibanding saham-saham yang memiliki rasio harga/nilai buku yang tinggi.
Dengan demikian Rosenberg dkk, merekomendasikan untuk membeli saham-saham yang
mennpunyai rasio harga/nilai buku yang rendah jika investor mengharapkan tingkat return
yang lebih besar pada tingkat risiko tertentu.
RASIO HARCA/AURAN KAS . Pendekatan lainnya dalam penilaian saham adalah pendekatan
rasio harga saham/aliran kas. Pendekatan ini pada dasarnya merupakan pelengkap bagi
pendekatan PER yang telah kita bahas sebelumnya. Pendekatan ini mendasarkan diri pada
aliran kas perusahaan, bukannya earning perusahaan. Hal ini disebabkan karena aliran kas
perusahaan lebih relevan dibanding data earning menurut laporan secara akuntansi.
Dalam penilaian saham perusahaan, investor bisa menggunakan informasi rasio
harga/aliran kas ini sebagai pelengkap informasi PER, karena data aliran kas perusahaan bisa
memberikan pemahaman yang lebih mendalam bagi investor tentang perubahan nilai saham
yang akan terjadi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Gentry dkk (1985), yang
menemukan bahwa informasi aliran kas merupakan informasi penting untuk menilai kinerja
perusahaan dan memprediksi kemungkinan kebangkrutan atau suksesnya perusahaan di masa
datang.
4)
ASet-aset bank biasanya terdiri dari obligasi yang diterbitkan pemerintah yang dibeli bank, serta pinjaman-pinjaman yang
disalurkan bank pada pihak lain.
ECONOMIC VALUE ADDED (EVA). Pendekatan yang lebih baru dalam penilaian saham
adaiah dengan menghitung economic value added (EVA) suatu perusahaan. EVA adaiah
ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah (value added)
bagi perusahaan. Asumsinya adaiah bahwa jika kinerja manajemen baik/efektif (dilihat dari
besarnya nilai tambah yang diberikan), maka akan tercermin pada peningkatan harga saham
perusahaan. EVA dihitung dengan mengurangkan keuntungan operasi perusahaan dengan
biaya modal perusahaan, baik untuk biaya utang (cost of debt) maupun modal sendiri (cost of
equity). Jika perbedaan tersebut positif, berarti ada nilai tambah bagi perusahaan, dan ini
biasanya akan direspons oleh meningkatnya harga saham. Demikian pula sebaliknya jika
EVA negatif berarti perusahaan mengalami penurunan kinerja, yang biasanya akan direspons
dengan penurunan harga saham perusahaan.
Secara metematis, rumus untuk menghitung EVA suatu perusahaan bisa dituliskan
sebagai berikut:
EVA = Laba bersih operasi setelah dikurangi pajak - besarnya biaya modal operasi dalam
rupiah setelah dikurangi pajak.
EVA = [EBIT (1 - pajak)] - [(modal operasi) (persentase biaya modal setelah pajak)]
Berikut ini adalahsuatu contoh perhitungan EVA untuk perusahaan ABC. Dari
perhitungan tersebut terliliat bahwa EVA perusahaan ABC mengalami peningkatan yang
besar, yaitu dari - RplOjuta pada tahun 1998 menjadi + Rp 37,5 juta pada tahun 1999.
Peningkatan ini bisa menunjukkan indikasi adanya keberhasilan manajemen dalam
memberikan nilai tambah (value added) bagi perusahaan.
Perhitungan EVA Perusahaan ABC (ribuan rupiah)
1998 1999
EBIT 200.000 250.000
Pajak 25% 25%
EBIT (1-Pajak) 150.000 187.500
Modal Operasi 1.600.000 1.500.000
Biaya Modal Setelah Pajak (5) 10% 10%
Biaya Modal dalam Rupiah 160.000 150.000
EVA -10.000 37.500