Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jahe Merah (Zingiber Officinale Var Rubrum)

Jahe (Zingiber officinale rosc) merupakan salah satu jenis tanaman yang

termasuk kedalam suku Zingiberaceae. Nama “Zingiber” berasal dari bahasa

Sansekerta “Singabera” dan Yunani “Zingiberi” yang berarti tanduk, karena

bentuk rimpang jahe mirip dengan tanduk rusa. Officinale merupakan bahasa latin

dari “Officina” yang berarti digunakan dalam farmasi atau pengobatan (Bermawie

dan Purwiyanti dalam Sya’ban 2013).

Tanaman Jahe (Zingiber officinale rosc) dalam dunia tanaman memiliki

klasifikasi sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Zingiber

Species : Zingiber officinale Rosc.

Famili Zingiberaceae terdapat disepanjang daerah tropis dan sub tropis

terdiri atas 47 genus dan 1.400 species. Genus Zingiber meliputi 80 species yang

salah satu diantaranya adalah jahe yang merupakan species paling penting dan

paling banyak manfaatnya (Hapsoh, 2008 dalam Putri, 2014). Ada tiga jenis jahe,

yaitu :

Universitas Sumatera Utara


9

1. Jahe Putih Besar / Jahe Gajah

Varietas jahe ini banyak ditanam di sekitar masyarakat dan dikenal

dengan nama “Zingiber officinale var officinarum”. Ukuran rimpangnya

lebih besar dan gemuk jika dibandingkan jenis jahe lainnya. Jika diiris

rimpang berwarna putih kekuningan. Berat rimpang berkisar 0,18 – 1,04 kg

dengan panjang 15,83 – 32,75 cm, ukuran tinggi 6,02 – 12,24 cm. Ruas

rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini

bisa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai

jahe segar maupun jahe olahan (Hapsoh, 2008 dalam Putri, 2014).

Gambar 2.1. Jahe Gajah (Zingiber officinale var officinarum)

2. Jahe Putih/Kuning Kecil/Jahe Emprit

Jahe ini dikenal dengan nama Latin “Zingiber officinale var

amarum” memiliki rimpang dengan bobot berkisar antara 0,5 - 0,7

kg/rumpun. Struktur rimpang kecil-kecil dan berlapis. Daging rimpang

berwarna putih kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat mencapai 11 cm

dengan panjang antara 6 - 30 cm dan diameter antara 3,27 - 4,05 cm.

Universitas Sumatera Utara


10

Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu

dipanen setelah berumur tua (Hapsoh, 2008 dalam Putri, 2014).

Gambar 2.2. Jahe emprit (Zingiber officinale var amarum)

3. Jahe Merah atau Jahe Sunti

Jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) berasal dari Asia

Pasifik yang tersebar dari India sampai China. Oleh karena itu kedua

bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan

jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan

tradisional (Setiawan, 2015: 17).

Penyebaran tanaman jahe merah (Zingiber officinale var rubrum)

kini sampai di wilayah tropis dan subtropis, contohnya Indonesia. Jahe

merah (Zingiber officinale var rubrum) disebut juga jahe sunti. Selain itu,

banyak nama lain dari jahe dari berbagai daerah di Indonesia antara lain

halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh

(Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai

(Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dan sebagainya (Setiawan,

2015: 17).

Universitas Sumatera Utara


11

Jahe merah/jahe sunti (Zingiber officinale var rubrum) memiliki

rimpang dengan bobot antara 0,5 - 0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang jahe

merah, kecil berlapis-lapis dan daging rimpangnya berwarna kuning

kemerahan, ukuran lebih kecil dari jahe kecil. Memiliki serat yang kasar.

Rasanya pedas dan aromanya sangat tajam. Diameter rimpang 4,2 -4,3 cm

dan tingginya antara 5,2 - 10,40 cm. Panjang rimpang dapat mencapai

12,39 cm. sama seperti jahe kecil, jahe merah juga selalu dipanen setelah

tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang lebih tinggi

dibandingkan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan

(Setiawan, 2015: 23).

Gambar 2.3. Jahe merah (Zingiber officinale var rubrum)

2.1.1. Kandungan Kimia Jahe

Jahe memiliki beberapa kandungan kimia yang berbeda. Senyawa kimia

rimpang jahe menentukan aroma dan tingkat kepedasan jahe. Menurut

Rismunandar, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi kimia

rimpang jahe adalah antara lain: jenis jahe, tanah sewaktu jahe ditanam, umur

rimpang saat dipanen, pengolahan rimpang jahe (Putri, 2014). Komponen yang

Universitas Sumatera Utara


12

terkandung dalam jahe antara lain adalah air 80,9%, protein 2,3%, lemak 0,9%,

mineral 1-2%, serat 2-4%, dan karbohidrat 12,3% (Rahingtyas, 2008).

Menurut Denyer, secara umum jahe mengandung pati, minyak atsiri, serat,

sejumlah kecil protein, vitamin, mineral, dan enzim proteolitik yang disebut

zingibain. Menurut penelitian Hernani dan Hayani (2001), jahe merah mempunyai

kandungan pati (52,9%), minyak atsiri (3,9%) dan ekstrak yang larut dalam

alkohol (9,93%) lebih tinggi dibandingkan jahe emprit (41,48; 3,5 dan 7,29%) dan

jahe gajah (44,25; 2,5 dan 5,81%).

Rimpang jahe juga mengandung senyawa fenolik. Beberapa komponen

bioaktif dalam ekstrak jahe antara lain (6)-gingerol, (6)-shogaol, diarilheptanoid

dan curcumin. Jahe juga mengandung zat aktif shogaol dan gingerol yang

berfungsi untuk membangkitkan energi. Bahkan, para ahli menyebutnya sebagai

jenis tanaman antioksidan terkuat sedunia (Anonim, 2007). Komponen kimia jahe

lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Jahe dalam 100 gram


Komponen Jumlah
Jahe Segar
Kalori (kal) 51
Protein (g) 1,5
Lemak (g) 1,0
Karbohidrat (g) 10,1
Kalsium (mg) 21
fosfor (mg) 39
Besi (mg) 4,3
Vitamin A (SI) 30
Thiamin (mg) 0,02
Niasin (mg) 0,8
Vitamin C (mg) 4
Serat kasar (g) 7,53
Total abu (g) 3,70
Kalium (mg) 57,0
Air (g) 86,2
Sumber : Departemen Kesehatan RI, (2000)

Universitas Sumatera Utara


13

Jahe mengandung komponen minyak menguap (volatile oil), minyak tak

menguap (non volatile oil) dan pati. Minyak menguap biasa disebut minyak atsiri.

Minyak atsiri umumnya berwarna kuning, sedikit kental, dan merupakan senyawa

yang memberikan aroma yang khas pada jahe (Soepardie, 2001 dalam Yuwono,

2015). Sedangkan minyak tak menguap disebut oleoresin merupakan komponen

pemberi rasa pedas dan pahit (Setiawan, 2015: 20).

Kandungan minyak atsiri dan oleoresin pada rimpang jahe merah cukup

tinggi sehingga jahe merah memiliki peranan penting dalam dunia pengobatan,

baik pengobatan tradisional maupun untuk skala industri dengan memanfaatkan

kemajuan tekhnologi (Evans, 2002 dalam Hernani & Winarti, 2013). Rasa

dominan pedas pada jahe disebabkan senyawa keton bernama zingeron. Senyawa

lain yang turut menyebabkan rasa pedas pada jahe adalah golongan fenilalkil

keton atau yang biasa disebut gingerol dan [6]-gingerol. Keduanya merupakan

komponen yang paling aktif dalam jahe.

Gambar 2.4. Senyawa Identitas Jahe Merah

2.1.2. Manfaat Jahe Merah Dalam Bidang Kesehatan

Khasiat jahe sudah dikenal turun temurun di antaranya sebagai pereda

sakit kepala, batuk, masuk angin. Jahe juga sering digunakan sebagai obat untuk

meredakan gangguan saluran pencernaan, rematik, obat antimual, mabuk

Universitas Sumatera Utara


14

perjalanan, kembung, kolera, diare, sakit tenggorokan, difteria, penawar racun,

gatal digigit serangga, keseleo, bengkak, serta memar (Setiawan, 2015: 26).

Berdasarkan sejumlah penelitian, jahe memiliki manfaat antara lain untuk

merangsang pelepasan hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah

sehingga darah mengalir lebih cepat dan lancar. Hal tersebut mengakibatkan

tekanan darah menjadi turun. Komponen yang paling utama adalah gingerol yang

bersifat antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah. Gingerol

diperkirakan juga membantu menurunkan kadar kolesterol. Jahe dapat

menghambat serotonin sebagai senyawa kimia pembawa pesan yang

menyebabkan perut berkontraksi dan menimbulkan rasa mual (Sahelian 2007

dalam Amalia 2004).

Ekstrak jahe merah jika diminum dalam dosis rendah 0,2 – 2 mg/kg

menunjukkan efek analgesik dan anti-inflamasi sangat efektif, karena adanya

sinergisitas senyawa dalam ekstrak jahe merah. Bahkan ketika diberikan kepada 8

volunter ternyata sangat efektif dalam mencegah mabuk laut termasuk di

dalamnya vertigo yang berhubungan dengan mabuk laut (Grontved dkk, dalam

Hernani & Winarti, 2013).

Menurut Megawati (2007), Dr.Francesca Borelli dan kawan-kawan dari

University of Naples Frederico mengulas beberapa literatur medis untuk

mempelajari jahe, mereka menemukan enam penelitian yang menguji jahe pada

wanita hamil. Dikemukakan, jahe berfungsi lebih baik dibandingkan plasebo atau

vitamin B6 dan dianggap aman untuk wanita hamil. Jahe, dalam beberapa

penelitian, dapat mengatasi mual, muntah, bahkan hiperemesis gravidarum.

Universitas Sumatera Utara


15

Mengonsumsi jahe dapat merangsang pengeluaran air liur dan memperlancar

cairan pencernaan (Rahingtyas, 2008).

Ekstrak Jahe merah mengandung 3 - 7 % golongan senyawa fenol seperti

flovanoid dan alkaloid. Flovanoid bekerja sama seperti alopurinol sebagai

penghambat enzim xantin oksidase sehingga pembentukan asam urat akan

terhambat (Hayati, 2004 dalam Hernani dan Winarti, 2013). Alkaloid dalam

ekstrak jahe merah mampu menghambat sintesis dan pelepasan leukotrin sehingga

mengurangi rasa nyeri.

Jahe mengandung dua enzim pencernaan yang penting dalam membantu

tubuh untuk mencerna dan menyerap makanan. Pertama, lipase yang berfungsi

memecah lemak dan kedua adalah protease yang berfungsi memecah protein.

Jahe juga sekurangnya mengandung 19 komponen bioaktif yang berguna bagi

tubuh. Senyawa kimia pada jahe di antaranya adalah minyak atsiri yang terdiri

dari senyawa-senyawa : seskuiterpen, zingiberen, bisabolena, zinger-on, oleoresin,

kamfena, limonen, borneol, sineol, sitral, zingiberal, felandren. Disamping itu

terdapat juga shogaol, gingerol, pati, damar, asam-asam organik seperti asam

malat dan asam oksalat, vitamin : A, B dan C, senyawa-senyawa flavonoid dan

polifenol (Setiawan, 2015: 26).

Senyawa zingerone, yang memberikan karakter sangat tajam dari rimpang

jahe, sangat efektif terhadap Escheria coli penyebab diare, terutama pada anak-

anak karena jahe merah memiliki kandungan gingerone dan gingerol yang tinggi

yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escheria coli dan

Universitas Sumatera Utara


16

Bacillus Subtilis. Sebagai salah satu tanaman obat, jahe memiliki efek

farmakologis seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2. Efek Farmakologis dari Zat Aktif pada Tanaman Jahe
No Nama Zat Aktif Efek Farmakologis
1 Limoen Menghambat jamur Candida
albicans, obat flu
2 1,8-sineol Mengatasi ejakulasi prematur,
penguat lapar, perangsang aktivitas
syaraf pusat
3 10-dehidrogingerdion Merangsang keluarnya ASI
10-gingerdion Menghambat kerja enzim
6-gingerdion siklooksigenase
6-gingerol
4 ⍺-asam linolenik Anti-pendarahan diluar haid
Merangsang kekebalan tubuh,
merangsang produksi getah bening
5 Arginin Mencegah kemandulan
6 Asam aspartate Perangsang syaraf, penyegar
7 Betha-sitoserol Perangsang hormon androgen,
menghambat hormon estrogen
8 Asam saprilik Antijamur Candida albicans
9 Capsaicin Meningkatkan aktivitas kelenjar
(Seluruh bagian tanaman) endokrin,
10 Asam klorogenik Mencegah proses penuaan
(Seluruh bagiann tanaman)
11 Farnesol Bahan pewangi makanan, parfum dan
merangsang regenerasi sel.
Sumber: (Hariana, 2002 dalam Hernani & Winarti, 2013)

Manfaat-manfaat jahe menurut Setiawan (2015) adalah sebagai berikut :

1. Peluruh dahak atau obat batuk, peluruh keringat, peluruh haid, pencegah mual,

dan penambah nafsu makan.

2. Antiseptik, circulatory stimulant, diaphoretic, peripheral vasolidator.

3. Menghangatkan badan.

4. Minyak atsirinya mempunyai efek antiseptik, antioksidan dan mempunyai

aktivitas terhadap bakteri dan jamur.

Universitas Sumatera Utara


17

5. Secara tradisional digunakan untuk obat sakit kepala, gangguan saluran

pencernaan, stimulansia, diuretik, rematik, menghilangkan rasa sakit, mabuk

perjalanan, dan sebagai obat luar untuk mengobati gatal-gatal akibat gigitan

serangga, keseleo, bengkak, serta memar.

6. Jahe mengandung bahan antioksidan di antaranya senyawa flavonoid dan

polifenol, asam oksalat dan vitamin C. Antioksidan ini dapat mebantu

menetralkan efek merusak yang diakibatkan oleh radikal bebas dalam tubuh.

7. Melindungi system pencernaan dengan menurunkan keasaman lambung dan

menghambat terjadinya iritasi pada saluran pencernaan, hal ini karena jahe

mengandung senyawa aseton dan methanol.

2.1.3. Perkembangan Pengolahan Jahe

Secara umum jahe bisa dikembangkan dalam berbagai produk makanan,

minuman. Beberapa produk yang bisa dikembangkan dari jahe dan telah banyak

beredar di luar negeri adalah acar jahe, roti jahe, biskuit, permen, beer (ginger

ale), sirup, serbuk (Arnoudon, 2002).

Produk-produk dari jahe seperti teh jahe digunakan sebagai karminatif dan

mengobati demam, di China digunakan sebagai tonik. Di Inggris, jahe

ditambahkan pada bir untuk mengobati diare, mual dan muntah. Jahe dikenal

mempunyai aktivitas sebagai antioksidan yang akan membantu menetralisir

radikal bebas dan dapat menghambat kolagenase elastisitas pada kulit sehingga

dapat digunakan sebagai antiselulit (Murad & Marina dalam Hernani & Winarti,

2013).

Universitas Sumatera Utara


18

Produk di dalam negeri yang dibuat dari jahe antara lain, jahe kering,

permen jahe, bubuk jahe, minyak jahe, oleoresin produk berbasis jahe memiliki

berbagai aplikasi di banyak industri seperti pengolahan makanan, farmasi,

minuman ringan, pengalengan daging, kembang gula, pengolahan tembakau,

membuat sabun dengan prospek ekspor yang baik juga. Jahe juga dimanfaatkan

untuk memproduksi minyak jahe dan oleoresin.

Jahe putih besar banyak dimanfaatkan sebagai bahan campuran makanan,

minuman, kosmetika, dan bahan baku dalam kegiatan industri. Semakin pesatnya

kegiatan industri obat-obatan modern, tradisional dan industri-industri lain yang

bermunculan dengan menggunakan bahan baku jahe menyebabkan permintaan ini

meningkat dari tahun ke tahun. Jahe gajah ini tidak hanya berprospek di dalam

negeri saja. Jahe gajah berpotensi sebagai komoditas ekspor yang dikirim dalam

bentuk segar, kering, asinan, minyak atsiri dan oleoresin. Negara pengimpor jahe

gajah saat ini adalah Singapura, Jepang, Jerman, USA, Kanada, Maroko, Perancis,

Hongkong, dan Belanda (Ferdiansyah, 2009).

2.2. Pati Jahe Merah

Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, dan terdiri atas

amilosa dan amilopektin (Jacobs dan Delcour, 1998 dalam Herawati, 2010). Pati

dapat diperoleh dari biji-bijian, umbi-umbian, sayuran, maupun buah-buahan. Pati

jahe merupakan hasil samping dari proses pengendapan sari jahe pada proses

pembuatan jahe instan yang masih belum dimanfaatkan untuk bahan makanan.

Pemanfaatan yang sudah dilakukan saat ini, antara lain sebagai campuran

makanan untuk ternak ayam dan itik atau campuran obat untuk ternak sapi dan

Universitas Sumatera Utara


19

kambing. Selain itu, digunakan sebagai bahan untuk dioleskan pada bagian tubuh

yang berfungsi meredakan rasa pegal linu.

Berdasarkan penelitian Witantri (2013), pati jahe merah mampu

menurunkan penyerapan lemak. Sejalan dengan Herawati dan Marjuki (2011),

bahwa penambahan pati jahe pada makanan ayam dapat terjadi penurunan yang

signifikan pada tingkat plasma trigliserida dan tingkat kolestrol. Penelitian Fitriani

(2013), pemberian pati jahe merah sebagai growth promotor pada ransum ayam

kampung periode pertumbuhan dapat meningkatkan laju pertumbuhan karena

mengandung zat bioaktif yang dapat memacu pertumbuhan kerangka tulang.

Pemanfaatan jahe di Indonesia sendiri cukup tinggi, salah satunya

dimanfaatkan sebagai produk jahe instan. Pada proses pengolahan jahe instan

akan didapatkan hasil samping berupa pati jahe yang belum termanfaatkan secara

maksimal bahkan biasanya dibuang.

Pemanfaatan pati jahe ini menjadi kue bawang diharapkan dapat

merupakan salah satu usaha untuk mengurangi penggunaan tepung terigu, dapat

juga digunakan sebagai bahan pengganti tepung tapioka, dan dapat memberikan

aroma jahe yang khas serta menambah kandungan gzi dari produk yang

dihasilkan. Penggunaan pati jahe ini dapat menjadikan kue bawang yang

dihasilkan sebagai salah satu jenis pangan fungsional, karena mengandung

komponen bioaktif yang dapat memberi pengaruh positif pada fungsi metabolisme

manusia. Komponen bioaktif pangan dapat menimbulkan efek fisiologis atau

biasa disebut sebagai khasiat pangan.

Universitas Sumatera Utara


20

Gambar 2.5. Pati Jahe Merah

2.3. Kue Bawang

Kue Bawang adalah makanan ringan yang biasa dikonsumsi oleh

masyarakat Indonesia. Kue bawang atau keripik bawang merupakan makanan

yang gurih dan renyah sehingga banyak masyarakat manjadikannya sebagai

cemilan diwaktu sedang santai ataupun sedang bekerja. Kue bawang juga

merupakan salah satu makanan ringan yang sering dijadikan makanan jamuan

untuk tamu ketika hari raya atau lebaran.

Kue Bawang mengandung energi sebesar 488 kilokalori, protein 8,8 gram,

karbohidrat 64,6 gram, lemak 21,6 gram, kalsium 22 miligram, fosfor 85

miligram, dan zat besi 1,5 miligram. Kue bawang itu di dalam Kue Bawang juga

terkandung vitamin A sebanyak 5 IU, vitamin B1 0,07 miligram dan vitamin C 0

miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram

Kue Bawang, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %. Berikut tabel

Informasi Rinci Komposisi Kandungan Nutrisi/Gizi Pada Kue Bawang :

Universitas Sumatera Utara


21

Tabel 2.3. Komposisi Kandungan Nutrisi Kue Bawang


Komponen Jumlah
Energi 488 kkal
Protein 8,8 g
Lemak 21,6 g
Karbohidrat 64,6 g
Kalsium 22 mg
Fosfor 85 mg
Zat besi 1,5 mg
Vitamin A 5 IU
Vitamin B1 0,07 mg
Sumber: Publikasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia serta sumber lainnya.

Tidak semua kandungan yang terdapat dalam kue bawang sama.

Riset/penelitian pada kue bawang yang berbeda bisa menghasilkan perbedaan

hasil yang didapat karena berbagai faktor yang mempengaruhi baik cara

pembuatan ataupun bahan yang digunakan untuk pembuatan.

2.3.1. Bahan-bahan Pembuatan Kue Bawang

1. Tepung Terigu

Tepung terigu adalah tepung yang terbuat dari biji gandum yang dihaluskan

(Susiasih dan Adjie, 2015). Menurut Syarbini (2013) dalam Regar (2015), tepung

terigu adalah hasil dari penggilingan biji gandum. Gandum merupakan salah satu

tanaman biji-bijian yang biasa tumbuh di Amerika, Kanada, Eropa dan Australia.

Secara umum tepung terigu biasa digunakan untuk membuat aneka macam

makanan seperti kue dan roti. Hal ini menjadi salah satu bahan konsumsi

masyarakat karena dianggap sebagai pengganti karbohidrat dan protein. Tepung

terigu mengandung gluten yang dapat membuat adonan makanan menjadi tipis

dan elastis. Menurut Syarbini (2013 : 19), tepung terigu dibagi menjadi tiga jenis

berdasarkan kandungan protein, yaitu :

Universitas Sumatera Utara


22

a. Tepung terigu dengan kandungan protein tinggi (Hard Flour). Tepung

ini memiliki kandungan protein antara 12-14% yang sangat baik untuk

pembuatan aneka macam roti dan cocok untuk pembuatan mie karena

memiliki tingkat elastisitas dan kekenyalan yang kuat sehingga mie

yang dihasilkan tidak mudah putus. Contohnya, terigu dengan merk

dagang Cakra Kembar.

b. Tepung terigu dengan kandungan protein sedang (Medium Flour).

Tepung ini biasanya disebut dengan all purpose flour karena memiliki

kandungan protein antara 10-11,5% yang cocok untuk pembuatan aneka

cake, mie basah, pastry, dan bolu. Contohnya, terigu dengan merk

dagang Segitiga Biru.

c. Tepung terigu dengan kandungan protein rendah (Soft Flour). Tepung

terigu dengan kandungan protein 8-9,5% ini tidak memerlukan tingkat

kekenyalan namun tingkat kerenyahan sehingga cocok untuk

pembuatan cookies, wafer, dan aneka gorengan. Contohnya, terigu

dengan merk dagang Kunci Biru.

Dalam penelitian ini jenis tepung terigu yang digunakan adalah Soft Flour

untuk menghasilkan kerenyahan produk yang baik.

2. Pati Jahe Merah

Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, dan terdiri atas

amilosa dan amilopektin (Jacobs dan Delcour, 1998 dalam Herawati, 2010). Pati

dapat diperoleh dari biji-bijian, umbi-umbian, sayuran, maupun buah-buahan.

Universitas Sumatera Utara


23

Pati jahe merupakan hasil samping dari proses pengendapan sari jahe pada

proses pembuatan jahe instan yang masih belum dimanfaatkan untuk bahan

makanan. Pati jahe yang digunakan adalah pati jahe yang sudah kering dan sudah

dihaluskan. Pati jahe didapatkan dari jahe merah yang sudah tua dan masih segar.

Penggunaan pati jahe merah pada penelitian ini adalah untuk mengurangi

penggunaan terigu dan pengganti dari tepung tapioka. Selain itu, dapat menambah

aroma, tekstur dan rasa jahe merah yang khas pada produk kue bawang dan juga

menambah nilai gizi didalamnya.

3. Tepung Tapioka

Nama lain dari tepung tapioka adalah tepung singkong, tepung kanji

(dalam bahasa Jawa), atau aci sampeu (dalam bahasa Sunda). Tepung tapioka

merupakan salah satu produk hasil olahan singkong yang banyak digunakan

sebagai bahan baku utama maupun bahan penolong dalam beberapa produk

pangan baik di rumah tangga maupun industri (Rahman, 2007). Tepung tapioka

dibuat dari hasil penggilingan ubi kayu yang dibuang ampasnya. Ubi kayu

tergolong polisakarida yang mengandung pati dengan kandungan amilopektin

yang tinggi tetapi lebih rendah daripada ketan yaitu amilopektin 83 % dan amilosa

17 % (Winarno, 2004 dalam Desi, dkk).

Tabel 2.4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka


Komposisi Jumlah
Serat (%) 0,5
Air (%) 15
Karbohidrat (%) 85
Protein (%) 0,5-0,7
Lemak (%) 0,2
Energy kalori 100 g (%) 307
Sumber: (Grace, 1977 dalam Rahman, 2007)

Universitas Sumatera Utara


24

Penelitian pembuatan kue bawang pati jahe ini menggunakan tepung

tapioka tujuannya adalah untuk menghasilkan tekstur yang renyah. Persentase

yang digunakan sedikit yaitu hanya 20% pada produk dengan label A1 karena jika

terlalu banyak, produk kue bawang akan menghasilkan tekstur yang keras.

Tepung tapioka terbuat dari ubi / singkong sehingga ketika digoreng akan

menyerap minyak dan mengeras setelah dingin beberapa lama.

4. Bawang Merah

Sesuai dengan objek penelitian ini yaitu kue bawang, maka bawang

merupakan salah satu bahan yang diperlukan. Bawang adalah salah satu bumbu

yang hampir dipakai dalam setiap masakan. Itu artinya, bawang ikut

mempengaruhi lezat atau tidaknya sebuah menu makanan. Meskipun disadari

tanaman bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan tetapi hampir

tidak dapat dihindari oleh konsumen rumah tangga sabagai pelengkap bumbu

masak sehari-hari (Nana & Salamah, 2014).

Sesuai dengan namanya bawang ini berwarna kemerahan-merahan dengan

ciri-ciri berbentuk bulat dan berlapis-lapis (Raghafan, 2007 dalam Fatty, 2012).

Orang Jawa mengenal bawang merah sebagai brambang. Bawang memiliki

kandungan beberapa zat yang bermanfaat bagi kesehatan, dan khasiatnya sebagai

zat anti kanker dan pengganti antibiotik, penurunan tekanan darah, kolesterol serta

penurunan kadar gula darah. Menurut penelitian, bawang merah mengandung

kalsium, fosfor, zat besi, karbohidrat, vitamin seperti A dan C (Irawan, 2010).

Universitas Sumatera Utara


25

5. Bawang Putih

Dalam penelitian ini bawang putih digunakan sebagai campuran bumbu

dan penambah rasa gurih. Kebanyakan orang memberikan bumbu penyedap instan

untuk memberikan rasa pada makanan. Namun, penyedap instan jika digunakan

terlalu sering tidak baik untuk kesehatan. Oleh karena itu, penggunaan bawang

putih dalam penelitian ini adalah sebagai pengganti dari bumbu penyedap instan.

Bawang putih (Allium sativum) memiliki bagian bawah yang bersiung-

siung, bergabung menjadi umbi besar berwarna putih. Tiap siung terbungkus kulit

tipis dan kalau diiris baunya sangat tajam (Rahmawati, 2012). Dalam beberapa

budaya, bawang putih (Allium Sativum) dikenal sebagai pengusir roh jahat yang

dapat menganggu manusia. Namun, secara tradisional dan telah banyak

dibuktikan dalam penelitian-penelitian termutakhir, ternyata bawang putih juga

mampu mengusir berbagai penyakit yang dapat mengganggu kesehatan.

Manfaatnya antara lain sebagai obat hipertensi, penurun kolesterol hingga

pencegah kanker (Pandeney, 2001 dalam Fatty, 2012).

Bawang putih mengandung 0,2% minyak atsiri yang berwarna kuning

kecoklatan, dengan komposisi utama adalah turunan asam amino yang

mengandung sulfur (Aliin, 0.21%, dihitung terhadap bobot segar). Bawang putih

harus dikonsumsi sesuai dosis. Dosis konsumsi bawang putih ialah setengah

sampai tiga siung per hari. Dosis tersebut akan memberikan dampak perlindungan

bagi jantung serta menghambat pembentukan nitrosamine yang bersifat

karsinogenik (Khomsan, 2003). Jika lebih dari itu akan menyebabkan diare,

demam, bahkan pendarahan lambung (Rahmawati, 2012).

Universitas Sumatera Utara


26

6. Seledri

Dalam penelitian ini seledri digunakan untuk penambah rasa dan aroma

terhadap kue bawang. Seledri (Apium graveolens L.) adalah sayuran daun dan

tumbuhan obat yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan. Beberapa negara

termasuk Jepang, China dan Korea mempergunakan bagian tangkai daun sebagai

bahan makanan. Di Indonesia tumbuhan ini diperkenalkan oleh penjajah Belanda

dan digunakan daunnya untuk menyedapkan sup atau sebagai lalap. Aromanya

yang khas berasal dari sejumlah komponen mudah menguap dari minyak atsiri

yang dikandung, paling tinggi pada buahnya yang dikeringkan (Fauziah, 2015).

7. Telur

Secara umum, penambahan telur dalam pembuatan kue bawang

dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein kue bawang dan menciptakan

adonan yang lebih renyah. Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling

lengkap gizinya dan sangat populer di kalangan masyarakat. Selain itu, bahan

pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai

keperluan. Biasanya telur sangat mudah dimasak untuk dikonsumsi. Sehingga

telur merupakan bahan pangan praktis yang mudah untuk diolah.

Komposisinya terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih telur dan 31% kuning

telur. Kandungan gizi terdiri dari protein 6,3 gram, karbohidrat 0,6 gram, lemak 5

gram, vitamin dan mineral di dalam 50 gram telur (Sudaryani, 2003 dalam Regar,

2105). Dalam penelitian ini, telur yang digunakan adalah telur ayam.

Universitas Sumatera Utara


27

8. Garam

Dalam penelitian ini garam berfungsi memberi rasa asin sebagai penyedap

makanan. Garam merupakan salah satu kebutuhan yang merupakan pelengkap

dari kebutuhan pangan dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia.

Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia. Bentuknya

kristal putih, dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapur yang tersedia secara

umum adalah Natrium klorida (NaCl), dengan komposisi natrium (40%) dan

klorida (60%) (Sasongkowati, 2014).

Asin merupakan rasa yang selalu dilekatkan dengan garam. Rasa asin

inilah yang merupakan salah satu komponen rasa yang sangat penting dalam

memasak. Oleh sebab itu garam menjadi bumbu wajib hampir dalam seluruh

masakan (Raghavan, 2006 dalam Fatty, 2012).

9. Margarin

Margarin dalam penelitian ini berfungsi sebagai bahan untuk

menimbulkan rasa gurih, menambah aroma dan menghasilkan tekstur produk

yang renyah. Margarin di Indonesia dibuat dari minyak kelapa dan minyak kelapa

sawit melalui proses hidrogenasi. Dalam proses ini tidak semua asam lemak tidak

jenuh diubah menjadi asam lemak jenuh (Almatsier, 2003: 59).

Ciri-ciri margarin adalah bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak

keras pada suhu rendah, teksturnya mudah dioleskan,serta segera dapat mencair di

dalam mulut. Margarin dibedakan atas margarin dapur dan margarin meja. Pada

margarin dapur tidak dipersyaratkan adanya penambahan vitamin A dan D.

Margarin merupakan produk makanan berbentuk emulsi campuran air di dalam

Universitas Sumatera Utara


28

minyak, yaitu sekitar 16 persen air di dalam minimal 80 persen minyak atau

lemak nabati. Fase lemak umumnya terdiri dari minyak nabati, yang sebagian

telah dipadatkan agar diperoleh sifat plastis yang diinginkan pada produk akhir

(Apriyantono, 2008).

10. Air

Air berfungsi untuk membantu proses pelumatan adonan kue bawang.

Menurut Astawan (2008), secara kimia air merupakan suatu zat organik yang

terdiri atas 2 molekul hidrogen dan memiliki rumus molekul H2O. Air yang

digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya

tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.

Air digunakan sebagai medium untuk masak. Sehingga di industri

minuman, air sangat penting karena itu seluruh air yang akan digunakan untuk

tujuan air minum dan memasak harus bebas dari bakteri patogen yang

membahayakan kesehatan manusia.

11. Minyak Goreng

Minyak goreng digunakan untuk menggoreng adonan kue bawang yang

telah dicetak. Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia

sebagai alat pengolahan bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai

media penggorengan. Minyak goreng atau disebut RBD (Refined, Bleached,

Deodorized). Olein merupakan salah satu hasil olahan kelapa sawit yang menjadi

bahan makanan pokok yang mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Minyak

goreng dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang status

sosial, ekonomi, politik (Buana, 2001 dalam Darus dan Chalil, 2010).

Universitas Sumatera Utara


29

2.3.2. Resep Dasar dan Cara Pembuatan Kue Bawang

Bahan-bahan untuk membuat kue bawang cukup mudah ditemukan di

toko-toko bahan makanan maupun swalayan terdekat. Proses pembuatannya juga

cukup mudah. Berikut resep dasar kue bang dan cara pembuatannya :

Tabel 2.5. Bahan Yang Diperlukan Untuk Pembuatan Kue Bawang Pati Jahe Merah
Jenis Bahan A1
Tepung terigu 300 g
Tepung tapioka 100 g
Bawang merah 6 siung
Bawang putih 3 siung
Seledri 2 batang
Merica bubuk 1/4 sdt
Telur 1 butir
Margarin 1 sdm
Santan Secukupnya
Garam halus Secukupnya
Minyak makan Secukupnya
Sumber : (Sholihah, 2015)

Langkah-langkah pembuatan kue bawang :

1. Campurkan tepung terigu dan tepung tapioka.

2. Haluskan bawang merah, bawang putih, dan selderi yang telah dicincang

kasar. Kemudian campurkan ke dalam tepung.

3. Masukkann garam halus, merica bubuk, dan telur.

4. Aduk rata semua bahan hingga bisa digumpalkan. Jangan terlalu lembek agar

tidak lengket ketika digiling dengan cetakan.

5. Ambil segumpal adonan, lalu tipiskan dengan dengan menggunakan alat

penggiling mie.

6. Potong-potong sesuai selera.

7. Susun hasil potongan dalam piring. Jangan terlalu penuh agar tidak

menggumpal dan lengket.

Universitas Sumatera Utara


30

8. Panaskan minyak. Setelah itu goreng dengan api sedang hingga kue bawang

berwarna kecoklatan.

9. Angkat dan tiriskan.

10. Kue bawang siap untuk disajikan.

2.4. Daya Terima Makanan

Daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang dalam menghabiskan

makanan yang disajikan (Susiwi, 2009 dalam Simanjuntak, 2015). Uji penerimaan

atau uji daya terima produk ini digunakan untuk mengevaluasi daya terima produk

atau untuk menentukan apakah satu atau lebih produk tertentu lebih diterima

daripada produk lainnya. Pengujian daya terima produk harus diterapkan

menggunakan konsumen sebagai panelisnya. Oleh karena itu, uji daya terima

produk ini sering dipandang sebagai salah satu fungsi dari penelitian pasar dalam

industri pangan. Penilaian daya terima menggunakan uji organoleptik metode

hedonik meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur.

1. Warna

Menurut Moehji (2000) dalam Kamal (2015) cita rasa makanan mencakup

dua aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa

makanan pada saat dimakan. Oleh karena itu, faktor warna memiliki pengaruh

penting karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata dan kadang –

kadang sangat menentukan suatu bahan pangan yang dinilai enak, bergizi dan

teksturnya sangat baik, tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak

indah dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang

seharusnya.

Universitas Sumatera Utara


31

Warna pada produk kue bawang lebih cenderung berwarna kuning

kecoklatan. Hal ini dikarenakan proses pengolahan dengan penggorengan

mengakibatkan terjadinya reaksi Maillard yang menghasilkan warna coklat

karena panas. Penggorengan yang terlalu lama akan menjadikan warna kue

bawang menjadi kehitaman sehingga berpengaruh terhadap tingkat kesukaan

warna kue bawang pati jahe merah.

2. Aroma

Aroma merupakan salah satu aspek yang sangat memegang peranan

penting untuk menghasilkan rasa yang lezat. Komponen aroma haruslah dalam

bentuk uap kemudian berinteraksi dengan saraf penghidu yang akan menghasilkan

stimulus untuk diteruskan ke otak untuk dikenali (Winarno, 1997 dalam Fatty,

2012).

Aroma yang timbul dalam proses penggorengan, sebagian merupakan

aroma dari senyawa-senyawa kimia yang bersifat volatile sehingga ikut menguap

bersama air bebas yang terkandung dalam bahan pangan tersebut (Ubadillah dan

Hersoelistyorini, 2010). Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya

tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga

membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya

senyawa yang mudah menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim

atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.

Aroma dapat didefinisikan sebagai suatu yang dapat diamati dengan indera

pembau untuk data menghasilkan aroma, zat harus dapat menguap, sedikit larut

dalam air dan sedikit larut dalam lemak. Senyawa berbau sampai ke jaringan

Universitas Sumatera Utara


32

pembau dalam hidung bersama – sama dengan udara. Penginderaan cara ini

memasyarakatkan bahwa senyawa berbau bersifat atsiri.

3. Tekstur

Rasa dan aroma makanan juga dipengaruhi oleh tekstur makanan. Hal ini

karena tekstur makanan dapat memengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan

terhadap indera penghidu serta kelenjar air liur yang akhirya berdampak pada

proses pembentukan stimulus dari indera penghidu serta indera perasa yang

berperan dalam pembentukan persepsi rasa dan aroma makanan (Winarno, 1997

dalam Fatty, 2012).

Menurut (Ridwan, 2008 dalam Ubadillah dan Hersoelistyorini, 2010),

tekstur dan konsistensi bahan akan mempengaruhi cita rasa suatu bahan.

Perubahan tekstur dan viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang

timbul, karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rasa terhadap sel

reseptor alfaktori dan kelenjar air liur, semakin kental suatu bahan penerimaan

terhadap intensitas rasa , bau, dan rasa semakin berkurang (Ubadillah dan

Hersoelistyorini, 2010).

Tekstur adalah faktor kualitas makanan yang paling penting, sehingga

memberikan kepuasan terhadap kebutuhan kita. Oleh indera itu kita menghendaki

makanan yang mempunyai rasa dan tekstur yang sesuai dengan yang kita

harapkan, sehingga bila kita membeli makanan, maka pentingnya nilai gizi

biasanya ditempatkan pada mutu setelah harga, tekstur dan rasa.

Universitas Sumatera Utara


33

4. Rasa

Persepsi rasa akan dipengaruhi oleh kepekaan papilla lidah. Selain itu,

persepsi rasa juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain senyawa kimia,

suhu, konsentrasi, dan interaksi komponen rasa yang lain (Winarno, 1997 dalam

Fatty, 2012).

Pengolahan penggorengan selain menghasilkan warna dan aroma, juga

menghasilkan rasa yang gurih sebagai efek samping dari reaksi kimia dalam

proses penggorengan (Ubadillah dan Hersoelistyorini, 2010). Rasa merupakan

faktor yang cukup penting dari suatu makanan. Komponen yang dapat

menimbulkan rasa yang diinginkan tergantung senyawa penyusunnya. Umumnya

bahan pangan tidak hanya terdiri dari satu macam rasa yang terpadu sehingga

menimbulkan cita rasa makanan yang utuh. Perbedaan penilaian penelis terhadap

rasa dapat diartikan sebagai penerimaannya terhadap flavor atau cita rasa yang

dihasilkan oleh kombinasi bahan yang digunakan.

2.5. Uji Organoleptik

Uji organoleptik disebut juga dengan penilaian indera atau penilaian

sensorik yang merupakan suatu cara penilaian yang paling sederhana atau sudah

lama dikenal. Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai

mutu dalam industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Penilaian ini

kadang-kadang dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti dalam

beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling

sensitif (Susiwi, 2009 dalam Regar, 2015).

Universitas Sumatera Utara


34

Sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian

di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai

metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur

penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun

dalam melakukan analisa data (Rahayu, 1998).

Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan,

penciuman, pencicipan, dan peraba. Panel diperlukan untuk melaksanakan

penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu

komoditi, panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang

atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang

menjadi anggota panel disebut panelis.

2.5.1. Persepsi Sensori

Sifat sensori merupakan persepsi dari alat indera sebagai respon dari

stimulus. Untuk menghasilkan persepsi ini, serangkaian proses serta keterlibatan

berbagai organ tubuh didalamnya merupakan suatu keharusan. Kelima indera

yang dimiliki manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, perasa, penghidu,

serta peraba merupakan komponen penting dalam membentuk persepsi sensori ini

(Kemp, Hollowod dan Hort, 2009 dalam Fatty, 2012).

2.5.2. Uji Hedonik

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu uji sensori yang

menggunakan skala kesukaan akan suatu produk. Skala ini dibuat tidak hanya

untuk menentukan pilihan di antara sampel, namun berikut dengan tingkat

Universitas Sumatera Utara


35

kesukaan akan sampel. Skala ini berisi pernyataan yang menyatakan tingkat

kesukaan maupun ketidaksukaan (Schutz, 2006 dalam Fatty, 2012).

2.6. Panelis

Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh

macam panelis, yaitu panelis perseorangan, panelis terbatas, panelis terlatih,

panelis agak terlatih, panelis tidak terlatih, panelis konsumen dan panelis

anakanak. Perbedaan ketujuh panelis tersebut didasarkan pada keahlian dalam

melakukan penilaian organoleptik.

1. Panelis Perseorangan

Panelis perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan

spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang

sangat intensif. Panelis perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara

pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa

organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah

kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien. Panelis perseorangan

biasanya digunakan untuk mendeteksi penyimpangan yang tidak terlalu banyak

dan mengenali penyebabnya.

2. Panelis Terbatas

Panelis terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi

sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-

faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan

pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.

Universitas Sumatera Utara


36

3. Panelis Terlatih

Panelis terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup

baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan

latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau

spesifik.

4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk

mengetahui sifat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan

terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat

menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.

5. Panel Tidak Terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih

berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak

terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana

seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel

tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria

sama dengan panelis wanita.

6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada

target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan

dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

Universitas Sumatera Utara


37

7. Panel Anak-anak

Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10

tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-

produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya.

Cara penggunaan panelis anak-anak harus bertahap yaitu dengan pemberitahuan

atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya

terhadap produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka snoopy

yang sedang sedih, biasa atau tertawa.

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Kue bawang yang diberikan penambahan pati jahe merah dengan dua

perlukuan yaitu perlakuan A1 (pati jahe merah 30%, tepung tapioka 20 %, dan

tepung terigu 50%). A2 (pati jahe merah 50% dan tepung terigu 50%). Kue

bawang akan diuji berdasarkan kandungan gizinya meliputi protein, lemak,

karbohidrat, kalsium, dan zat besi. Kemudian kue bawang pati jahe merah juga

akan diuji berdasarkan daya terima yang meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa.

Berikut ini merupakan kerangka konsep penelitian:

Universitas Sumatera Utara


38

.
Perlakuan
A1 : Pati jahe merah 30%
Tepung tapioka 20 %
Tepung terigu 50%
A2 : Pati jahe merah 50%
Tepung tapioka 0 %
Tepung terigu 50%

Analisis Kandungan Gizi:


Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Besi
Kue Bawang

Uji Daya Terima:


Warna
Aroma
Tekstur
Rasa

Gambar 2.6. Kerangka Konsep Pemanfaatan Pati Jahe Merah sebagai Bahan
Modifikasi dalam Pembuatan Kue Bawang

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai