Anda di halaman 1dari 8

PERKEMBANGAN PENELITIAN TEKNIK KRIOPRESERVASI

UNTUK PENYIMPANAN SEMEN UNGGAS

TATAN KOSTAMAN dan A.R. SETIOKO

Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002

(Makalah diterima 15 April 2011 – Revisi 25 Agustus 2011)

ABSTRAK

Teknik kriopreservasi merupakan teknik penyimpanan sel hewan, tumbuhan ataupun materi genetika lain (termasuk semen)
dalam keadaan beku. Dalam hal ini, teknik kriopreservasi merupakan teknik penyimpanan yang dilakukan pada suhu yang sangat
rendah (-196oC) dalam nitrogen cair. Pada suhu tersebut, semen hampir sama sekali tidak mengalami proses metabolisme namun
masih memiliki kemampuan hidup pada saat digunakan nantinya. Semen yang disimpan dengan cara kriopreservasi mempunyai
waktu penyimpanan yang tidak terbatas. Teknik kriopreservasi mempunyai keuntungan lebih efisien dari segi biaya, waktu,
ruang penyimpanan, dan tenaga dibandingkan dengan teknik lain. Teknik kriopreservasi dapat dibedakan atas teknik
konvensional (pembekuan lambat terkontrol) dan teknik pembekuan cepat. Selain dengan kriopreservasi semen, material genetik
lain dari unggas yang dapat di kriopreservasi adalah sel Primodial Germ Cells (PGC). Balitnak sudah berhasil mengisolasi sel
PGC dari beberapa ayam lokal Indonesia. Keberhasilan teknik kriopreservasi tidak hanya ditunjukkan oleh kemampuan hidup
pascakriopreservasi tetapi juga ditentukan oleh tingkat fertilitasnya.
Kata kunci: Unggas, penyimpanan, kriopreservasi, semen

ABSTRACT

RESEARCH DEVELOPMENT ON CRYOPRESERVATION TECHNIQUE TO PRESERVE AVIAN SEMEN

Cryopreservation technique could be used to preserve animal cell, plant or other genetic materials (included semen) in
frozen. In this case, the cryopreservation technique is a storage technique that carries out at very low temperature in liquid
nitrogen at -196oC. At this temperature, semen does not experience the process of metabolism but still has the ability to live on
when used later. Semen that is preserved by cryopreservation technique has unlimited shelf life. This method is more efficient in
terms of cost, time, space, and labour than other methods. Cryopreservation techniques can be divided into conventional
technique (controlled slow freezing) and rapid freezing technique. Besides cryopreservation of semen, other genetic material
from avian that can be cryopreservesed is Primodial Germ Cells (PGC). Balitnak has succesfully isolated the PGC of some
Indonesian native chickens. The success of cryopreservation is indicated by not only the high rate of survival, but also the
fertility after cryopreservation.
Key words: Avian, storage, cryopreservation, semen

PENDAHULUAN menjadi alat yang sangat berharga bagi industri unggas


dan untuk keberhasilan pelestarian sumber daya
Teknik kriopreservasi merupakan suatu teknik genetik unggas yang masih ada.
penyimpanan sel hewan, tumbuhan ataupun materi DUMPALA et al. (2006) menyatakan bahwa
genetika lain (termasuk semen) dalam keadaan beku volume semen ayam sangat sedikit, sehingga
melalui reduksi aktivitas metabolisme tanpa penambahan volume sperma sebelum IB dan
mempengaruhi organel-organel di dalam sel sehingga penyimpanan atau pembekuan sangat diperlukan
fungsi fisiologis, biologis, dan morfologis tetap ada. dengan cara menambahkan pengencer semen yang
Teknik kriopreservasi merupakan teknik penyimpanan cocok. Selain itu, langkah penting dalam keberhasilan
yang dilakukan pada suhu yang sangat rendah (-196oC) kriopreservasi semen unggas adalah dengan pemilihan
dalam nitrogen cair (BOEDIONO, 2003). Teknik krioprotektan yang tepat dan metode freezing-thawing
kriopreservasi juga sebagai faktor pendukung tambahan (SUIDZINSKA dan LUKASZEWICZ, 2008).
yang sangat baik untuk konservasi in situ dan mungkin Pada dasarnya tujuan utama kriopreservasi semen
juga digunakan dalam program seleksi (DANCHIN- ialah melestarikan plasma nutfah yang mendekati
BURGE dan HIEMSTRA, 2003). Sementara itu, menurut kepunahan dan mendukung program teknologi
FULTON (2006) kriopreservasi plasma nutfah akan inseminasi buatan (IB) pada ternak.

145
WARTAZOA Vol. 21 No. 3 Th. 2011

Tujuan penulisan ini yaitu untuk mengulas lebih air di dalam sel dikeluarkan sebelum terjadi pembekuan
dalam tentang teknik kriopreservasi untuk penyimpanan intraseluler dan digantikan dengan krioprotektan,
semen unggas dan faktor-faktor apa saja yang sehingga pada saat pembekuan tidak terjadi kristal es
mempengaruhi keberhasilan kriopreservasi. (VALERDI et al., 2009). Prosesnya meliputi (a)
dehidrasi, yaitu proses pergantian cairan sitoplasma
dengan larutan krioprotektan melalui proses difusi ke
TEKNIK KRIOPRESERVASI dalam sel; (b) pembekuan, tahapan pada saat sel atau
organ dan larutan berada dalam nitrogen cair (-196oC)
Teknik kriopreservasi dapat dibedakan atas teknik membentuk padatan solid glass; (c) warming, yaitu
kriopreservasi konvensional (conventional slow tahap terjadinya perubahan kembali bentuk padatan
freezing) dan kriopreservasi secara cepat (rapid menjadi cair; serta (d) rehidrasi, yaitu proses masuknya
freezing). Teknik kriopreservasi konvensional adalah kembali air ke dalam sel untuk menggantikan
teknik kriopreservasi yang lebih menekankan pada kedudukan krioprotektan.
proses pembekuan lambat. Pada teknik ini, suhu Setiap teknik kriopreservasi mempunyai kelebihan
diturunkan secara bertahap dengan mesin pendingin dan kekurangan. Kelebihan dari kriopreservasi secara
yang dapat diprogram. Dengan teknik ini kristal es umum adalah (1) bahan atau materi dapat disimpan
masih terbentuk, baik ekstraseluler maupun dalam waktu tidak terbatas; (2) dapat dikoleksi setiap
intraseluler, sehingga dapat menyebabkan terjadinya saat; (3) dapat digunakan kapan saja bila dibutuhkan;
kerusakan sel. Hal ini disebabkan oleh elektrolit yang (4) melestarikan plasma nutfah yang mendekati
menumpuk akan merusak dinding sel sehingga pada kepunahan; (5) tidak perlu mengimpor atau memelihara
waktu pencairan kembali permeabilitas membran pejantan-pejantan unggul; (6) tidak membutuhkan
plasma akan menurun dan sel akan mati. Pembentukan ruangan yang besar karena tabung nitrogen cair cukup
kristal es kemungkinan berkaitan dengan perubahan memadai untuk menyimpan bahan dalam ragam dan
tekanan osmotik dalam fraksi yang tidak mengalami jumlah yang banyak; dan (7) tidak menyebabkan
pembekuan (WATSON, 2000). perubahan material genetik yang disimpan. Sementara
Teknik ini selain melibatkan proses pemaparan itu, kekurangannya adalah (1) biaya pelaksanaan cukup
krioprotektan baik pada saat pra-pembekuan dan pasca- mahal; (2) memerlukan tenaga yang terampil dan
thawing (pencairan kembali) yang bertahap, juga berpengalaman; (3) nitrogen cair perlu tersedia secara
melibatkan proses pembekuan bertahap dengan kontinyu; dan (4) hanya semen yang berkualitas baik
menekankan pentingnya proses seeding. Proses seeding yang dapat dan layak dibekukan (TOELIHERE, 1985).
dimaksudkan untuk menginisiasi pembentukan kristal
es sebagai inti es dengan menurunkan temperatur
sebagian larutan, agar dehidrasi terjadi dan menekan FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
pelepasan energi panas yang berlebihan dari fusi kristal KEBERHASILAN KRIOPRESERVASI
es. Inisiasi secara mendadak ini dilakukan pada
temperatur sedikit di bawah titik beku larutan, sehingga Sejumlah faktor yang mempengaruhi keberhasilan
dapat mencegah membesarnya derajat supercooling teknik kriopreservasi konvensional adalah (1)
atau memperpendek selang supercooling. Tanpa kecepatan pembekuan; (2) jenis dan konsentrasi
perlakuan seeding, inti es akan terbentuk secara krioprotektan; (3) suhu akhir pembekuan; dan (4) tipe
spontan pada temperatur -10oC sampai -15oC dan keadaan fisiologis bahan yang akan disimpan. Jika
(fenomena supercooling) yang disertai dengan pembekuan terlalu lambat maka air akan banyak keluar
pelepasan fusi panas, sehingga temperatur hampir dari sel untuk mencapai keseimbangan potensial
mencapai titik bekunya kembali. Kondisi ini akan kimiawi air intraseluler dan ekstraseluler serta terjadi
menimbulkan suatu fluktuasi temperatur yang cukup dehidrasi untuk menghindari pembekuan intraseluler.
besar. Apabila media pengencer didinginkan di bawah tingkat
Teknik kriopreservasi konvensional juga disebut pendinginan maka kristal es menggumpal dan air akan
dengan teknik pembekuan dua tahap. Teknik mengalami pengkristalan keluar sebagai es (WATSON,
pembekuan dua tahap meliputi inkubasi sel dalam 2000). Jika pembekuan terlalu cepat maka
krioprotektan dengan total konsentrasi 1-2 M yang keseimbangan potensial air akan terganggu dan air
menyebabkan dehidrasi moderat dan diikuti oleh intraseluler akan membeku. Pada derajat penurunan
pembekuan lambat, misalnya dengan kecepatan suhu yang sangat cepat akan terbentuk kristal es yang
1oC/menit hingga suhu -35oC, lalu pembekuan dalam halus di dalam sel yang mempunyai energi permukaan
nitrogen cair dan thawing untuk evaluasi. yang besar dan tidak stabil serta cenderung membentuk
Teknik kriopreservasi cepat adalah proses kristal es yang besar. Kondisi ini akan mengakibatkan
pemadatan konsentrasi krioprotektan (ekstraseluler kerusakan dan kematian sel (PARKS dan GRAHAM,
maupun intraseluler). Pada teknik ini, sebagian besar 1992).

146
TATAN KOSTAMAN dan A.R. SETIOKO: Perkembangan Penelitian Teknik Kriopreservasi untuk Penyimpanan Semen Unggas

Penambahan krioprotektan bertujuan untuk kegunaannya dalam beberapa proses kimia (seperti
memelihara keutuhan membran dan meningkatkan kristalisasi pada waktu cooling). Dosis DMSO dalam
potensial osmotik media sehingga cairan di dalam sel pengencer semen bervariasi di antara jenis ternak.
mengalir keluar dan terjadi dehidrasi. Kemampuan Dosis optimum DMSO dalam pengencer semen itik
proteksi krioprotektan terhadap membran sel sebesar 10% (HAN et al., 2005), ayam White Leghorn,
merupakan indikasi dari interaksi yang berjalan baik Ovambo, dan Potchefstroom Koekoek sebesar 5%
antara krioprotektan dan membran sel. Interaksi ini (MAKHAFOLA et al., 2009).
dapat mengurangi kerusakan membran sel pada saat Krioprotektan DMF mempunyai berat molekul
terjadi perubahan keadaan dari relatif cair ke struktur 73,10 dengan berat jenis 0,95 g/cm3 dan sangat stabil
relatif padat dan juga pada saat kembali ke struktur pada larutan yang bebas asam-basa serta sangat mudah
yang relatif cair selama proses pencairan. larut dalam air. Dosis optimum DMF dalam pengencer
Krioprotektan ialah zat kimia nonelektrolit yang semen itik sebesar 8% (HAN et al., 2005) dan ayam
berperan dalam mengurangi pengaruh mematikan Kampung sebesar 5 – 7% (SOPIYANA et al., 2007).
selama pembekuan baik berupa pengaruh larutan Krioprotektan DMA merupakan senyawa dengan
maupun adanya pembentukan kristal es sehingga berat molekul 87,12 dan berat jenis 0,94 g/cm3
viabilitas sel dapat dipertahankan. Berdasarkan cara merupakan larutan yang mudah larut dalam air,
kerjanya krioprotektan dikelompokkan mejadi alkohol, ether, aseton, benzena dan larutan lain,
penetrating (bekerja di dalam dan di luar sel), seperti mempunyai kemampuan penetrasi yang baik pada sel-
etilen glikol dan propilen glikol (CHEN et al., 2005, sel dengan kandungan lipid membran yang banyak.
LUZ et al., 2009) dan non-penetrating (hanya di luar Dosis optimum DMA dalam pengencer semen itik
sel), seperti sukrosa, glukosa, atau fruktosa (DIEZ et al., sebesar 10% (HAN et al., 2005), entog sebesar 7%
2001, BARCELO-FIMBRES dan SEIDEL, 2007). (KUSUMANINGRUM et al., 2002) dan ayam Arab
Sementara itu, berdasarkan bahan yang terkandung di sebesar 7% (ISKANDAR et al., 2006).
dalamnya krioprotektan dikelompokkan menjadi dua Gliserol mampu mengikat air yang cukup kuat
golongan, yaitu kelompok alkohol (etilen glikol, karena adanya tiga gugus hidroksil yang dimilikinya.
gliserol, dan lain-lain) dan kelompok amida Gliserol dapat menggantikan sebagian air yang bebas
(dimetilformamid, asetamid, metilformamid, dan lain- dan mendesak keluar elektrolit-elektrolit sehingga
lain) (ALVARENGA et al., 2005). menurunkan konsentrasi elektrolit intraseluler dan
Dasar pemilihan jenis krioprotektan untuk mengurangi daya merusaknya terhadap spermatozoa
pembekuan semen menurut SQUIRES et al. (2004) dan dengan jalan memodifikasi kristal es yang terbentuk
ALVARENGA et al. (2005) selain mengandung bahan (TOELIHERE, 1985). Di dalam membran plasma,
yang bekerja melindungi sel pada saat pembekuan juga krioprotektan ini akan mengikat gugus pusat fosfolipid
harus mempunyai bobot molekul yang kecil agar lebih sehingga mengatasi ketidakstabilan membran serta
mudah dan cepat penetrasi ke dalam sel, sehingga berinteraksi dengan membran untuk mengikat protein
mengurangi toksisitas akibat osmolaritas yang tinggi; dan glikoprotein sehingga menyebabkan partikel-
dan mudah larut dalam air. Pengaruh krioprotektan partikel intramembran terkumpul (PARK dan GRAHAM,
dalam melindungi spermatozoa pada saat 1992). Dosis optimum gliserol dalam pengencer itik
kriopreservasi selain dari cara kerjanya, juga sebesar 8% (HAN et al., 2005) dan ayam Kampung
dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasinya. sebesar 5 – 7% (SOPIYANA et al., 2007).
Krioprotekan yang umum digunakan pada pembekuan Pada teknik kriopreservasi cepat, faktor yang
semen unggas adalah dimethylsulfoxide (DMSO), menentukan keberhasilan kriopreservasi tergantung
dimethylformamide (DMF), dimethylacematide pada teknik yang diterapkan. Prosedur kriopreservasi
(DMA), dan gliserol (TSELUTIN et al., 1999; BLANCO cepat memberikan pendekatan yang sederhana,
et al., 2000; SETIOKO et al., 2001; 2002; ekonomis dan pemanfaatan waktu terhadap proses
KUSUMANINGRUM et al., 2002; SONTAKKE et al., 2004; pembekuan dibandingkan dengan prosedur
HAN et al., 2005; ISKANDAR et al., 2006; BLESBOIS et kriopreservasi konvensional (CSEH et al., 1997).
al., 2007; SOPIYANA et al., 2007; MAKHAFOLA et al., Menurut VALERDI et al. (2009) bahwa teknik
2009; PURDY et al., 2009; GERZILOV, 2010). kriopreservasi cepat adalah teknik yang efisien untuk
DMSO adalah campuran organosulfur dengan kriopreservasi dengan memberikan survival rate yang
rumus kimia (CH3)2SO dan mempunyai berat molekul tinggi.
sebesar 78,13. DMSO adalah suatu bahan pelarut polar
aprotik yang penting. DMSO juga dikenal sebagai PENGUJIAN KUALITAS SEMEN UNGGAS
krioprotektan konvensional yang ditambahkan ke PASCAKRIOPRESERVASI
media sel untuk mencegah kematian sel sepanjang
proses pembekuan. Titik beku DMSO tinggi, pada suhu Keberhasilan pembekuan semen secara in vitro,
kamar merupakan suatu padatan yang dapat membatasi dapat dilihat dari jumlah spermatozoa yang berhasil

147
WARTAZOA Vol. 21 No. 3 Th. 2011

pulih dari proses pembekuan yang disebut dengan baik. Sebaliknya bila membran plasma rusak akan
recovery rate. Berbagai teknik telah dikembangkan ditandai dengan ekor sperma tetap lurus bila
untuk melihat persentase spermatozoa motil secara dipaparkan dalam larutan hipoosmotik, karena proses
subjektif ataupun menggunakan bantuan computerized transportasi air ke dalam sel sudah rusak.
assisted sperm analyzed (CASA). CASA mulai
digunakan sejak tahun 1990-an. Evaluasi Tabel 2. Persentase fertilitas dari beberapa ternak unggas
mengggunakan CASA selain dapat mengetahui yang di inseminasi dengan semen beku
persentase total spermatozoa motil dan progresif juga
Jenis ternak % fertilitas Sumber
memberikan informasi karakteristik spermatozoa motil
yang lengkap, seperti dance average path velocity Kalkun 30,0 – 61,0 SEXTON (1981)
(DAP), dance curvilinear velocity (DCL), dance BLESBOIS (2007)
straight line velocity (DSL), average path velocity Angsa 68,0 – 95,0 LUKASZEWICZ (2001)
(VAP), curvilinear velocity (VCL), straight line Entog 32,3 SETIOKO et al. (2002)
velocity (VSL), straightness (STR), linearity (LIN),
Itik Alabio 67,3 SETIOKO et al. (2002)
wobble (WOB), amplitude lateral head displacement
(ALH), dan beat cross frequency (BCF). Dari ke-13 Itik Jinding 39,0 HAN et al. (2005)
karakteristik motilitas spermatozoa tersebut yang Ayam 30,4 – 60,0 BLESBOIS et al. (2007)
paling sering dilaporkan adalah total motil, progresif PURDY et al. (2009)
motil dan VCL. Contoh hasil evaluasi kualitas semen Unggas 26,7 – 92,7 TSELUTIN et al. (1999)
beku ayam dengan menggunakan CASA seperti pada Merpati 45,0 SONTAKKE et al. (2004)
Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan semen beku ayam yang diamati pada PERKEMBANGAN PENELITIAN
tahun 1985 dan 2005 dengan menggunakan CASA KRIOPRESERVASI
Path
Motilitas Straightness Kriopreservasi semen unggas telah dipelajari lebih
Tahun Jumlah Velocity
(%) (%) dari 50 tahun dan dewasa ini sudah berkembang, baik
(µm/s)
1985 10 24,6 73,3 45,0 dalam penelitian maupun bank gen. Khusus untuk
kriopreservasi semen unggas air telah dilakukan di
2005 12 15,3 76,0 37,2 beberapa negara seperti Taiwan, Perancis, Jepang, Cina
Sumber: BLACKBURN (2006) dan beberapa negara di Eropa Timur. Di Balai
Penelitian Ternak (Balitnak), penelitian kriopreservasi
Selain dengan alat bantu, evaluasi kualitas semen telah diterapkan pada ternak unggas khususnya entog,
sebelum dilakukan inseminasi merupakan ukuran itik dan ayam tetapi dengan hasil yang masih bervariasi
kualitas yang sebenarnya dan memberikan gambaran (Tabel 3).
tingkat fertilitas yang akan dicapai. Namun demikian Kesulitan yang menyebabkan bervariasinya hasil
banyak faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas yang diperoleh pada tingkat laboratorium ini,
sperma beku-thawing, di antaranya adalah jenis dikarenakan oleh spermatozoa yang mudah rusak.
krioprotektan (DONOGHUE dan WISHART, 2000), Bentuk kepala spermatozoa unggas seperti sabit
sehingga menyebabkan bagian leher mudah patah
tingkat sensitivitas terhadap proses beku-thawing
dalam proses penyimpanan. Selain itu, ekor
disamping fungsi sistem transportasi dan penyimpanan
spermatozoa unggas panjangnya delapan kali panjang
dalam saluran reproduksi betina (BAKS et al., 1994).
dari kepalanya (90 – 100 µm) (THURSTON dan HESS,
Hasil pengujian fertilitas dari beberapa semen beku
1987), sebagai perbandingan panjang ekor spermatozoa
unggas disajikan pada Tabel 2.
sapi hanya lima kali panjang dari kepalanya
Selain dilihat dari fertilitas, ada prosedur lain yang
(SALISBURY dan VANDEMARK, 1985) (Gambar 1).
digunakan untuk memprediksi keberhasilan
Untuk menanggulangi permasalah tersebut saat
kriopreservasi dari semen ayam, yaitu dengan melihat ini, sedang dicoba penelitian kriopreservasi yang
keadaan membrannya (BLESBOIS et al., 2008). Setiap berasal dari Primordial Germ Cells (PGC) ayam lokal
spermatozoa harus memiliki membran plasma utuh dengan metode nicodenz density gradient
karena tidak lepas dari peranannya sebagai alat centrifugation. Hasil sementara pada tahun 2008 telah
transportasi keluar masuknya zat-zat makanan dan ion- berhasil mengumpulkan sel PGC pada ayam lokal,
ion yang diperlukan untuk proses metabolisme. dengan rataan sekitar 28,6 sel PGC per embrio
Spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh (SOPIYANA et al., 2008; SETIOKO et al., 2010).
ditandai dengan ekor melingkar atau menggembung, Sementara itu, kegiatan pembekuan sel PGC masih
karena proses transportasi air ke dalam sel berlangsung terus berlangsung.

148
TATAN KOSTAMAN dan A.R. SETIOKO: Perkembangan Penelitian Teknik Kriopreservasi untuk Penyimpanan Semen Unggas
Tabel 3. Persentase motilitas semen beku dari beberapa jenis ternak unggas

Jenis ternak
Konsentrasi Ayam
Krioprotektan Itik Ayam Ayam Ayam White Ayam Itik
(%) Entok Itik Angsa Potchefstroom Merpati
Jinding Arab Kampung Leghorn Ovambo Muscovy
Koekoek
Gliserol 5 - - - - - - - - - - 35,3311
7
7 - - - - 33,13 - - - - - -
1
8 54 - - - - - - - - - -
DMSO 5 - - - - - - 209 359 309 - -
2
7 - 38,30 - - - - - - - - 25,0011
10
8 - - - - - - - - - 39,2 -
1
10 58 - - - - - - - - - -
5 6 7
DMA 7 - 35,13 - 34,53 33,75 - - - - - -
9 - 46,524 - - - - - - - - -
1
10 49 - - - - - - - - - -
DMF 6 - - - - - 408 - - - - -
3 3 7
7 - 46,42 32,86 - 32,50 - - - - - -
1
8 46 - - - - - - - - - -
9 - 50,084 - 30,06 - - - - - - -

Sumber: 1HAN et al. (2005); 2SETIOKO et al. (2001); 3SETIOKO et al. (2002); 4KUSUMANINGRUM et al. (2002); 5 GAZALI (2001); 6ISKANDAR et al. (2006); 7SOPIYANA et al. (2007);
8
LUKASZEWICS (2001); 9MAKHAFOLA et al. (2009); 10SONTAKKE et al. (2004); 11GERZILOV (2010)

149
WARTAZOA Vol. 21 No. 3 Th. 2011

Gambar 1. Bentuk morfologi spermatozoa unggas yang normal (pembesaran 400x)


Sumber: SONTAKKE et al. (2004)

KESIMPULAN BARCELO-FIMBRES, M. and G.E. SEIDEL Jr. 2007. Effects of


fetal calf serum, phenazine ethosulfate and either
Teknik kriopreservasi merupakan teknik yang glucose or fructose during in vitro culture of bovine
embryos on embryonic development after
potensial untuk penyimpanan jangka panjang, yaitu
cryopreservation. Molecular Reprod. Develop. 74:
menyimpan material genetik ke dalam nitrogen cair (- 1395 – 1405.
196oC) dalam keadaan beku. Dengan demikian dapat
dimanfaatkan setiap saat bila dibutuhkan dan BLACKBURN, H.D. 2006. The national animal germplasm
digunakan dalam mendukung penerapan teknologi program: Challenges and opportunities for poultry
inseminasi buatan pada ternak. Penyimpanan dengan genetic resources. Poult. Sci. 85: 210 – 215.
cara kriopreservasi mempunyai keuntungan, yaitu lebih BLANCO, J.M., G. GEE, D.E. WILDT and A.M. DONOGHUE.
efisien dari segi biaya, waktu, ruang penyimpanan, dan 2000. Species variation in osmotic, cryoprotectant,
tenaga. Balitnak sejak tahun 2008 telah berhasil and cooling rate tolerance in poultry, eagle, and
mengisolasi sel PGC dari beberapa ayam lokal peregrine falcon spermatozoa. Biol. Reprod. 63: 1164
Indonesia dan diharapkan dapat memberikan hasil yang – 1171.
lebih baik daripada pembekuan semen-nya. BLESBOIS, E., I. GRASSEAU, F. SEIGNEURIN, S. MIGNON-
Keberhasilan teknik kriopreservasi tidak hanya GRASTEAU, M. SAINT JALME and M.M. MIALON-
ditunjukkan dengan kemampuan hidup dari material RICHARD. 2008. Predictors of success of semen
genetik pascakriopreservasi, namun juga ditentukan cryopreservation in chickens. Theriogenology 69: 252
oleh tingkat fertilitasnya. – 261.
BLESBOIS, E., F. SEIGNEURIN, I. GRASSEAU, C. LIMOUZIN, J.
BESNARD, D. GOURICHON, G. COQUERELLE, P. RAULT
DAFTAR PUSTAKA and M. TIXIER-BOICHARD. 2007. Semen
cryopreservation for ex situ management of genetic
ALVARENGA, M.A., F.O. PAPA, F.C. LANDIM-ALVARENGA and diversity in chicken: Creation of the French avian
A.S.L. MEDEIROS. 2005. Amides as cryoprotectants cryobank. Poult. Sci. 86: 555 – 564.
for freezing stallion semen: A. Review Anim.
Reprod. Sci. 89: 105 – 113. BOEDIONO, A. 2003. Vitrifikasi vs pembekuan lambat pada
pembekuan embrio. Symposium Perkumpulan
BAKS, M.R., G.J. WISHART and J.B. BRILLARD. 1994. Oviduct Teknologi Reproduksi Indonesia (PATRI). Denpasar.
sperm selection, transport and storage in poultry. hlm. 24 – 32.
Poult. Sci. Rev. 5: 117 – 1 3.

150
TATAN KOSTAMAN dan A.R. SETIOKO: Perkembangan Penelitian Teknik Kriopreservasi untuk Penyimpanan Semen Unggas

CHEN, S.U., Y.R. LIEN, H.F. CHEN, L.J. CHANG, Y.Y. TSAI and LUZ, M.R., C.C. HOLANDA, J.J. PEREIRA, N.S. TEIXEIRA, R.
Y.S. YANG. 2005. Observational clinical follow-up of VANTINI, P.M.C. FREITAS, A.E.P. SALGADO, S.B.
oocyte cryopreservation using a slow-freezing OLIVEIRA, C.R.F. GUAITOLINI and M.C. SANTOS.
method with 1,2-propanediol plus sucrose followed 2009. Survival rate and in vitro development of in
by ICSI. Human Reprod. 20: 1975 – 1980. vivo-produced and cryopreserved dog embryos.
Reprod. Fertil. Develop. 22: 208 – 209 (abstract).
CSEH, S., J. CORSELLI, S.L. NEHLSEN-CANNARELLA, L.L.
BAILEY and SZALAY. 1997. The effect of quick- MAKHAFOLA, M.B., K.C. LEHLOENYA, M.L. MPHAPHATHI, A.
freezing in ethylene glycol on morphological survival DINNYES and T.L. NEDAMBALE. 2009. The effect of
and in vitro development of mouse embryos frozen at breed on the survivability and motility rate of
different preimplantation stages. Theriogenology 48: cryopreserved cock semen. South African J. Anim.
43 – 50. Sci. 39: 242 – 245.
DANCHIN-BURGE, C. and S.J. HIEMSTRA. 2003. PARKS, J.E. and J.K. GRAHAM. 1992. Effects of
Cryopreservation of domestic animal species in cryopreservation procedures on sperm membranes.
France and Netherlands: Experience, similarities and Theriogenology 38: 209 – 222.
differences. Workshop on Cryopreservation of PURDY, P.H., Y. SONG, F.G. SILVERSIDES and H.D.
Animal Genetic Resources in Europe pp. 15 – 28. BLACKBURN. 2009. Evaluation of glycerol removal
DIEZ C., Y. HEYMAN, D. LE BOURHIS, C. GUYADER-JOLY, J. techniques, cryoprotectants, and insemination
DEGROUARD and J.P. RENARD. 2001. Delipidating in methods for cryopreserving rooster sperm with
vitro-produced bovine zygotes: Effect on further implications of regeneration of breed or line or both.
development and consequences for freezability. Poult. Sci. 88: 2184 – 2191.
Theriogenology 55: 923 – 936. SALISBURY, G.W. dan N.L. VANDEMARK. 1985. Fisiologi
DONOGHUE, A.M. and G.J. WISHART. 2000. Storage of Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah
poultry semen. Anim. Reprod. Sci. 62: 213 – 232. Mada University Press, Yogyakarta. 869 hlm.

DUMPALA, P.R., H.M. PARKER and C.D. MC DANIEL. 2006. SETIOKO, A.R., P. SITUMORANG, D.A. KUSUMANINGRUM, T.
The effect of semen storage temperature and diluent SUGIARTI dan E. TRIWULANNINGSIH. 2001. Pengaruh
type on the sperm quality index of broiler breeder krioprotektan terhadap kualitas spermatozoa entog
semen. Int. J. Poult. Sci. 5: 838 – 845. dan penurunan kualitasnya selama proses pembekuan.
Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
FULTON, J.E. 2006. Avian genetic stock preservation: An Veteriner. Bogor, 17 – 18 September 2001.
industry perspective. Poult. Sci. 85: 227 – 231. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 546 – 552.
GAZALI, M. 2001. Kriopreservasi Semen Entog Dalam Upaya SETIOKO, A.R., P. SITUMORANG, E. TRIWULANNINGSIH, T.
Produksi Itik Serati Menggunakan Teknologi SUGIARTI dan D.A. KUSUMANINGRUM. 2002.
Inseminasi Buatan. Tesis. Program Pascasarjana Pengaruh krioprotektan dan waktu ekuilibrasi
Institut Pertanian Bogor, Bogor. 72 hlm. terhadap kualitas dan fertilitas spermatozoa itik dan
GERZILOV, V. 2010. Influence of various cryoprotectants on entog. JITV 7: 237 – 243.
the sperm mobility of Muscovy semen before and SETIOKO, A.R., T. KOSTAMAN dan S. SOPIYANA. 2010. Jumlah
after cryopreservation. Agric. Sci. Technol. 2: 57 – primordial germ cells (PGC) pada beberapa tingkat
60.
umur embrio yang berbeda pada ayam buras dan ras.
HAN, X.F., Z.Y. NIU, F.Z. LIU and C.S. YANG. 2005. Effects Pros. Seminar Nasional Biologi. Jatinangor, Bandung
of diluents, cryoprotectants, equilibration time and 6 Desember 2010. Jurusan Biologi FMIPA,
thawing temperature on cryopreservation of duck Universitas Padjajaran. Bandung. hlm. 133 – 141.
semen. Int. J. Poult. Sci. 4: 197 – 201.
SEXTON, T.J. 1981. Development of a commercial method for
ISKANDAR, S., R. MARDALESTARI, R. HERNAWATI, E. freezing turkeys semen. 1. effect of prefreeze
MARDIAH dan E. WAHYU. 2006. Pengaruh jenis, techniques on the fertility of processed unfrozen and
konsentrasi krioprotektan dan metode thawing frozen-thawed semen. Poult. Sci. 60: 1567 – 1573.
terhadap kualitas semen beku ayam Arab. JITV 11:
34 – 38. SONTAKKE, S.D., G. UMAPATHY, V. SIVARAM, S.D.
KHOLKUTE and S. SHIVAJI. 2004. Semen
KUSUMANINGRUM, D.A., P. SITUMORANG, A.R. SETIOKO, T. characteristics, cryopreservation, and successful
SUGIARTI, E. TRIWULANNINGSIH dan R.S.G. SIANTURI. artificial insemination in the blue rock pigeon
2002. Pengaruh jenis dan aras krioprotektan terhadap (Columba livia). Theriogenology 62: 139 – 153.
daya hidup spermatozoa entog. JITV 7: 244 – 250.
SOPIYANA, S., S. ISKANDAR, T. SUSANTI dan D. YOGASWARA.
LUKASZEWICS, E. 2001. Effects of semen filtration and 2007. Pengaruh krioprotektan DMA, DMF dan
dilution rate on morphology and fertility of frozen glycerol pada proses pembekuan semen ayam
gander spermatozoa. Theriogenology 55: 1819 – Kampung. Pros. Seminar Nasional Teknologi
1829. Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5 – 6 September
2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 702 – 708.

151
WARTAZOA Vol. 21 No. 3 Th. 2011

SOPIYANA, S., T. KOSTAMAN dan A.R. SETIOKO. 2008. TOELIHERE, M R. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak.
Pemurnian primordial germ cells (PGCs) ayam lokal Angkasa, Bandung.
dengan metode nicodenz density gradient
centrifugation (NGC). Pros. Seminar Nasional TSELUTIN, K., F. SEIGNEURIN and E. BLESBOIS. 1999.
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 11 – 12 Comparison of cryoprotectants and methods of
Nopember 2008. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. cryopreservation of fowl spermatozoa. Poult. Sci. 78:
576 – 581. 586 – 590.

SQUIRES, E.L., S.L. KEITH and J.K. GRAHAM. 2004. VALERDI, M.R., P. EFTEKHARI-YAZDI, L. KARIMIAN, F.
Evaluation of alternative cryoprotectants for HASSANI and B. MOVAGHAR. 2009. Vitrification
preserving stallion spermatozoa. Theriogenology 62: versus slow freezing gives excellent survival, post
1056 – 1065. warming embryo morphology and pregnancy
outcomes for human cleaved embryos. J. Assist.
SUIDZINSKA, A. and E. LUKASZEWICZ. 2008. The effect of Reprod. Genet. 26: 347 – 354.
breed on freezability of semen of fancy fowl. Anim.
Sci. Pap. Rep. 26: 331 – 340. WATSON, P.F. 2000. The causes of reduced fertility with
cryopreserved semen. Anim. Reprod. Sci. 60 – 61:
THURSTON, R.J. and B.L. HESS. 1987. Ultrastructure of 481 – 492.
spermatozoa from domesticated birds: comparative
study of turkey, chicken, and guinea fowl. Scanning
Microscope 1: 1829 – 1838.

152

Anda mungkin juga menyukai