Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI DENGAN EFIKASI DIRI PADA PASIEN

DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PERSADIA SALATIGA

Henni Kusuma* Wahyu Hidayati**

ABSTRAK

Latar Belakang : Motivasi pasien DM tipe 2 dapat berfluktuasi disebabkan oleh perawatan yang lama
dan biaya yang besar sehingga dapat menimbulkan masalah psikologis seperti frustasi, cemas, dan
depresi. Masalah psikologis ini dapat mempengaruhi motivasi klien untuk melakukan perawatan diri.
Tingkat motivasi klien yang rendah dapat mempengaruhi efikasi diri klien, sehingga manajemen
perawatan diri pasien DM tidak dapat berjalan dengan baik. Manajemen diri yang berjalan kurang baik
akan berdampak pada keberhasilan penatalaksanaan pasien DM.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara motivasi dengan efikasi diri
pasien DM tipe 2 di PERSADIA Salatiga.
Metode: Desain dalam penelitian ini adalah analitik cross sectional dengan jumlah sampel 110 pasien
DM tipe 2. Analisa data menggunakan Chi square, uji t independen, dan regresi logistik berganda.
Hasil: Hasil penelitian didapatkan bahwa karakteristik responden tidak ada yang berhubungan dengan
efikasi diri kecuali pekerjaan (p value=0,000; α=0,05) dan pendidikan (p value=0,049; α=0,05). Ada
hubungan antara dukungan keluarga dengan efikasi diri (p value=0,045; α=0,05), ada hubungan antara
depresi dengan efikasi diri (p value 0,022; α: 0,05), dan motivasi berhubungan dengan efikasi diri (p
value 0,000; α: 0,05). Responden yang memiliki motivasi baik berpeluang 4,315 kali untuk memiliki
efikasi diri baik dibanding dengan responden yang memiliki motivasi kurang baik setelah dikontrol oleh
pekerjaan, pendidikan, dukungan keluarga, dan depresi (OR 95% CI: 0,082-6,874).

Kesimpulan: Diharapkan perawat dapat meningkatkan motivasi dan efikasi diri pasien DM tipe 2 dengan
memberikan pendidikan kesehatan terstruktur dengan metode swabantu self help group, memfasilitasi
pemberian dukungan sosial, dan memberikan intervensi untuk mencegah munculnya depresi.

Kata Kunci : Motivasi, Efikasi Diri, Perawatan Mandiri DM Tipe 2


Daftar Pustaka : 34 (1994-2012)

132 Jurnal Keperawatan Medikal Bedah . Volume 1, No. 2, November 2013; 132-141
Pendahuluan derajat kesehatan para pasien Diabetes
DM sudah merupakan salah satu Mellitus di Indonesia. Adapun PERSADIA
ancaman bagi kesehatan umat manusia pada Salatiga merupakan salah satu kelompok
abad 21. Menurut estimasi International perkumpulan yang mempunyai jumlah
Diabetes Federation (IDF) terdapat 177 anggota terbanyak di seluruh Indonesia
juta penduduk dunia menderita DM pada dengan jumlah 500 orang. Pasien DM yang
tahun 2002, dan WHO memprediksi data tercatat sebagai anggota PERSADIA
DM akan meningkat menjadi 300 juta pada Salatiga hingga akhir tahun 2012 ini
25 tahun mendatang (Siswono, 2005). sebanyak 200 orang.
Jumlah pasien DM di Indonesia, menurut Kemampuan tubuh pasien DM
IDF diperkirakan pada tahun 2000 untuk bereaksi dengan insulin dapat
berjumlah 5,6 juta dan pada tahun 2020 menurun, keadaan ini dapat menimbulkan
nanti akan ada 178 juta penduduk yang komplikasi baik akut (seperti diabetes
berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi ketoasidosis dan sindrom hiperosmolar
prevalensi DM sebesar 4,6% akan nonketotik) maupun kronik (seperti
didapatkan 8,2 juta pasien DM (Soegondo, komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler,
Soewondo & Subekti, 2009). Tingginya dan neuropati). Komplikasi kronik biasanya
angka tersebut menjadikan Indonesia terjadi dalam jangka waktu 5-10 tahun
peringkat keempat jumlah pasien DM setelah diagnosa ditegakkan (Smeltzer &
terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, Bare, 2008). Komplikasi kronik terjadi pada
India, dan Cina (Suyono, 2006). semua organ tubuh dengan penyebab
Jumlah kasus DM yang ditemukan kematian 50% akibat penyakit jantung
di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 koroner dan 30% akibat penyakit gagal
sebanyak 209.319 kasus, terdiri atas pasien ginjal. Selain itu, sebanyak 30% pasien
DM yang tidak tergantung insulin sebanyak diabetes mengalami kebutaan akibat
183.172 jiwa dan pasien DM yang retinopati, 60 - 70% mengalami neuropati,
tergantung insulin sebanyak 26.147 jiwa dan 10% menjalani amputasi tungkai kaki
(Dinkes Jateng, 2012). Hasil riset kesehatan (LeMone & Burke, 2008; Smeltzer & Bare,
dasar yang dipublikasikan DEPKES RI 2008).
tahun 2008 menunjukkan prevalensi Komplikasi diabetes dapat terjadi
penyakit DM untuk Jawa Tengah menurut karena beberapa faktor yaitu genetik,
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 0,8% lingkungan, gaya hidup dan faktor yang
secara keseluruhan adalah 1,3%, prevalensi mengakibatkan terlambatnya pengelolaan
tertinggi terdapat di Kabupaten Cilacap DM seperti tidak terdiagnosanya DM,
(3,9%), diikuti Kota Tegal (3,1%), walaupun sudah yang terdiagnosa tetapi
Surakarta (2,8%), dan Pemalang (2,1%). tidak menjalani pengobatan secara teratur.
Untuk prevalensi DM di Salatiga yaitu Di negara maju terdapat 50% pasien tidak
0,8% (Depkes, 2008). terdiagnosa DM, dan kemungkinan jumlah
Salah satu perkumpulan pasien DM tersebut lebih besar di negara berkembang
yang aktif mengadakan kegiatan support seperti Indonesia (Soegondo, Soewondo &
group di masyarakat adalah Persatuan Subekti, 2009).
Diabetes Seluruh Indonesia (PERSADIA). Menurut Suyono (2006), mengingat
PERSADIA merupakan sebuah organisasi jumlah pasien diabetes yang terus
independen nirlaba untuk orang-orang yang meningkat dan besarnya biaya perawatan
peduli terhadap penyakit Diabetes Mellitus. pasien diabetes yang terutama disebabkan
Anggota PERSADIA terdiri dari tenaga oleh karena komplikasinya, maka upaya
profesional kesehatan (dokter, perawat, ahli yang paling baik adalah melakukan
gizi), pasien diabetes, keluarga pasien pencegahan. Menurut WHO (1994 dalam
diabetes, serta mereka yang berminat Suyono, 2006), upaya pencegahan dapat
menjadi anggota PERSADIA. Organisasi dilakukan dengan tiga tahap yaitu
yang sudah terbentuk di tiap daerah pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
kabupaten seluruh Indonesia ini, Pencegahan primer merupakan semua
mempunyai misi untuk meningkatkan aktivitas yang ditujukan untuk mencegah

Hubungan Antara Motivasi Dengan Efikasi Diri Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 133
di Persadia Salatiga
Henni Kusuma, Wahyu Hidayati
timbulnya hiperglikemia pada populasi ketidakpatuhan terhadap perawatan dirinya.
umum misalnya dengan kampanye Efikasi diri mendorong proses kontrol diri
makanan sehat dan penyuluhan bahaya untuk mempertahankan prilaku yang
diabetes. Pencegahan sekunder yaitu upaya dibutuhkan dalam mengelola perawatan diri
mencegah atau menghambat timbulnya pada pasien DM.
penyulit pada pasien yang telah menderita Menurut Bandura (1994), efikasi
DM dengan pemberian pengobatan dan diri dapat terbentuk dan berkembang
tindakan deteksi dini penyulit. Pencegahan melalui empat proses yaitu kognitif,
tersier adalah semua upaya untuk mencegah motivasional, afektif, dan seleksi. Sumber-
komplikasi atau kecacatan melalui sumber efikasi diri dapat berasal dari
penyuluhan dan pendidikan kesehatan. pengalaman individu, pengalaman orang
Upaya pencegahan ini memerlukan lain, persuasi sosial, kondisi fisik, dan
keterlibatan semua pihak untuk emosional. Pengalaman dan keberhasilan
mensukseskannya baik dokter, perawat, ahli individu dalam mengelola DM merupakan
gizi, keluarga, dan pasien itu sendiri. sumber utama dalam pembentukan efikasi
Perawat sebagai edukator sangat berperan diri pasien. Belajar dari pengalaman orang
untuk memberikan informasi yang tepat lain melalui observasi dan meniru prilaku
pada pasien DM tentang penyakit, kesehatan yang benar dapat meningkatkan
pencegahan, komplikasi, pengobatan, dan efikasi diri. Melalui persuasi verbal, klien
pengelolaan DM termasuk didalamnya mendapat pengaruh dan sugesti bahwa ia
memberi motivasi dan meningkatkan mampu mengatasi masalah. Kondisi fisik
efikasi diri (Suyono, 2006; Wu et al, 2006). dapat mempengaruhi status emosional,
Efikasi diri merupakan gagasan begitu juga sebaliknya, yang dapat
kunci dari teori sosial kognitif (social mempengaruhi efikasi diri dan kemampuan
cognitive theory) yang dikembangkan oleh dalam perawatan diri.
Albert Bandura. Bandura (1997) Johnson (1992 dalam Temple,
mendefenisikan efikasi diri sebagai 2003) menyatakan bahwa efikasi diri pada
keyakinan individu akan kemampuannya pasien DM tipe 2 menggambarkan suatu
untuk mengatur dan melakukan tugas-tugas kemampuan individu untuk membuat suatu
tertentu yang dibutuhkan untuk keputusan yang tepat. Meliputi ketepatan
mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan. dalam merencanakan, memonitor, dan
Efikasi diri membantu seseorang dalam melaksanakan regimen perawatan
menentukan pilihan, usaha untuk maju, sepanjang hidup individu. Efikasi diri pada
serta kegigihan dan ketekunan dalam pasien DM tipe 2 berfokus pada keyakinan
mempertahankan tugas-tugas yang pasien untuk mampu melakukan prilaku
mencakup kehidupan mereka. Menurut yang dapat mendukung perbaikan
Pender (1996, dalam Tomey & Alligood, penyakitnya dan meningkatkan manajemen
2006), efikasi diri adalah keyakinan perawatan dirinya seperti diet, latihan fisik,
individu akan kemampuannya untuk medikasi, kontrol glukosa, dan perawatan
mengatur dan melakukan prilaku yang DM secara umum (Wu et al., 2006).
mendukung kesehatannya berdasarkan pada Penanganan pasien dengan
tujuan dan harapan yang diinginkannya. penyakit kronis saat ini lebih berfokus pada
Efikasi diri mempengaruhi bagaimana pasien (patient-centered care). Petugas
seseorang berpikir, merasa, memotivasi diri kesehatan, termasuk perawat menganggap
sendiri dan bertindak. pasien sebagai orang yang paling tahu
Bandura (1982 dalam Kott, 2008) kondisi kesehatannya dan menghargai
menegaskan bahwa seseorang yang pengalaman subjektif pasien sebagai suatu
memiliki efikasi diri yang kuat akan yang relevan untuk mempertahankan
menetapkan tujuan yang tinggi dan kesehatan atau membantu proses
berpegang teguh pada tujuannya. penyembuhan pasien. Pasien adalah orang
Sebaliknya, seseorang yang memiliki yang ikut aktif berperan dalam usaha
efikasi diri yang lemah akan berkomitmen meningkatkan kesehatannya dimana pasien
lemah pada tujuannya, sehingga terjadi bekerjasama dengan perawat untuk

134 Jurnal Keperawatan Medikal Bedah . Volume 1, No. 2, November 2013; 132-141
menentukan intervensi yang tepat dan salah satu proses pembentukan efikasi diri
diperlukan (Rawlins, William, & Beck, selain kognitif, afektif dan seleksi. Motivasi
1993 dalam Potter & Perry, 2005). merupakan dorongan yang berasal dari
Menurut International Council of dalam diri maupun dari luar individu untuk
Nurses (ICN, 2010), salah satu model melakukan tugas tertentu guna mencapai
perawatan penyakit kronis yang suatu tujuan.
dikembangkan saat ini adalah The Chronic Motivasi pasien DM dapat
Care Model (CCM) yaitu model perawatan berfluktuasi disebabkan oleh perawatan
pasien yang menitikberatkan pada interaksi yang lama dan biaya yang besar sehingga
pasien yang terinformasi dan aktif dengan dapat menimbulkan masalah psikologis
suatu tim kesehatan yang proaktif dan siap pada pasien seperti frustasi, cemas, dan
melayani. Hal ini berarti hubungan pasien depresi (Schumacher & Jacksonville, 2005).
yang termotivasi dan memiliki pengetahuan Masalah psikologis ini dapat
serta berkeyakinan untuk membuat mempengaruhi motivasi pasien untuk
keputusan mengenai kesehatan mereka melakukan perawatan diri. Jika motivasi
dengan tim yang mampu memberikan pasien rendah maka kemungkinan akan
informasi, motivasi dan sumber-sumber mempengaruhi efikasi diri pasien sehingga
perawatan dengan kualitas yang baik sangat manajemen perawatan diri DM tidak dapat
diperlukan. Berdasarkan konsep ini, pasien berjalan dengan baik (Butler, 2002). Untuk
dengan penyakit kronis membutuhkan itu perawat perlu melakukan upaya untuk
dukungan untuk mendapatkan informasi, meningkatkan motivasi dan efikasi diri
pengetahuan dan mempertahankan status pasien DM.
kesehatannya seoptimal mungkin. Osborn (2006) melakukan
Pengetahuan pasien tentang DM penelitian dengan menggunakan
yang rendah dapat mempengaruhi persepsi Information, Motivation, and Behavioral
pasien tentang penyakitnya, motivasi, Model (IMB Model) untuk meningkatkan
manajemen koping dan perubahan prilaku perilaku manajemen diri DM pada 59
(Sousa & Zauseniewski, 2005). Hasil responden sebagai kelompok kontrol dan 59
penelitian menunjukkan bahwa lebih dari responden sebagai kelompok intervensi.
50% pasien DM memiliki pengetahuan dan Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
keterampilan perawatan diri yang rendah sebelum dilakukan intervensi kedua
sebelum diberikan pendidikan diabetes kelompok menunjukkan bahwa
(Atak, Kose, & Gurkan, 2008). pengetahuan, motivasi, dan prilaku hampir
Pengetahuan yang rendah menyebabkan sebagian responden masih rendah, namun
pasien kurang termotivasi untuk datang ke setelah pemberian informasi dan motivasi
pelayanan kesehatan karena tidak merasa selama 3 bulan pada kelompok intervensi
ada keluhan atau sakit (Pollard, Cardona, & telah terjadi perubahan prilaku ke arah yang
Baker, 2002). Pengetahuan yang rendah lebih baik yaitu pada kepatuhan diet dan
juga dapat menyebabkan efikasi diri yang latihan fisik serta penurunan HbA1c,
rendah dalam perawatan DM (Bernal, sedangkan untuk penurunan berat badan
Woolley, Schensul, & Dickinson, 2000). tidak terjadi perubahan yang signifikan.
Penelitian lainnya, menunjukkan efikasi diri Penelitian lain yang dilakukan oleh
pasien DM tipe 2 di salah satu rumah sakit Shigaki et al., (2010) tentang motivasi dan
Propinsi Sumatera Utara 47,3% masih managemen diri diabetes menunjukkan
kurang baik (Ariani, 2011). hasil bahwa individu yang memiliki
Keberhasilan pengelolaan DM motivasi yang tinggi akan memiliki
tergantung pada motivasi dan kesadaran diri frekuensi perawatan diri yang baik terutama
pasien itu sendiri untuk melakukan untuk diet dan pemeriksaan kadar gula
manajemen perawatan diri yang dirancang darah. Penelitian tersebut
untuk mengontrol gejala dan menghindari merekomendasikan perlunya dukungan
komplikasi (Goodall & Halford, 1991 dari semua pihak untuk selalu memotivasi
dalam Wu et al., 2006). Bandura (1994) pasien agar terjadi peningkatan manajemen
mengemukakan bahwa motivasi merupakan perawatan diri.

Hubungan Antara Motivasi Dengan Efikasi Diri Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 135
di Persadia Salatiga
Henni Kusuma, Wahyu Hidayati
Berdasarkan fenomena tersebut di Dari hasil analisis korelasi pada
atas, maka penulis melakukan penelitian alpha 5% didapatkan: ada hubungan yang
“Hubungan antara motivasi dengan efikasi bermakna antara motivasi dengan efikasi
diri pasien DM tipe 2 di PERSADIA diri (p=0,000), tidak ada hubungan antara
Salatiga”. umur, lama menderita DM, penghasilan,
jenis kelamin, dan status marital dengan
Metode Penelitian efikasi diri (p=0,072; p=0,065; p=0,889;
Penelitian ini merupakan penelitian p=0,915; p=0,273;), serta ada hubungan
kuantitatif analitik yang bersifat deskriptif yang bermakna antara pendidikan,
korelasi dengan pendekatan cross sectional. pekerjaan, dukungan keluarga, dan depresi
Penelitian dilakukan di kelompok dengan efikasi diri dalam perawatan
PERSADIA (Persatuan Diabetes) Salatiga mandiri DM (p=0,049, p=0,000, p=0,045,
dengan 110 responden yang telah dan p=0,022).
memenuhi kriteria inklusi, yakni bersedia Hasil analisis multivariat
menjadi responden, dapat membaca dan menunjukkan motivasi merupakan faktor
menulis, dapat berbahasa Indonesia, dan yang dominan mempengaruhi efikasi diri
menderita DM tipe 2 selama 4 bulan sampai dalam perawatan mandiri DM dengan nilai
dengan ≤ 11 tahun. Teknik pengambilan OR=4,315 setelah dikontrol faktor
sampel yang digunakan adalah purposive konfounding yakni pendidikan, pekerjaan,
sampling. dukungan keluarga, dan depresi. Artinya,
Alat pengumpul data berupa responden yang memiliki motivasi baik
kuesioner yang valid dan reliabel serta telah berpeluang 4,315 kali untuk memiliki
digunakan oleh peneliti sebelumnya Ariani efikasi diri baik dibanding dengan
(2011). Kuesioner terdiri dari: kuesioner responden yang memiliki motivasi kurang
demografi (umur, jenis kelamin, lama baik setelah dikontrol oleh pekerjaan,
menderita DM, pendidikan, pekerjaan, dan pendidikan, dukungan keluarga, dan
status marital), kuesioner motivasi (nilai depresi.
alpha 0,839 dan nilai r = 0,258-0,603),
kuesioner efikasi diri (nilai alpha 0,904 dan Pembahasan
nilai r = 0,206-0,751), dan skala Motivasi adalah keadaan dalam
pengukuran dukungan keluarga serta pribadi seseorang yang mendorong
depresi. Data dianalisis secara univariat, keinginan individu untuk melakukan
bivariat (chi square dan independent t test), kegiatan tertentu guna untuk mencapai
dan multivariat (regresi logistik berganda). suatu tujuan (Marquis & Huston, 2006).
Motivasi yang ada pada seseorang akan
Hasil mewujudkan prilaku yang diarahkan untuk
Hasil penelitian menunjukkan mencapai kepuasan (Swansburg &
bahwa mayoritas responden mempunyai Swansburg, 1999). Motivasi merupakan
efikasi diri baik (69,1%), lebih dari salah satu faktor yang memberikan
setengah responden memiliki motivasi baik pengaruh terhadap efikasi diri pasien.
(55,5%), sebagian besar responden Motivasi yang tinggi dapat meningkatkan
mempersepsikan dukungan keluarga baik efikasi diri pasien DM tipe 2 dalam
(91,8%), dan mayoritas responden juga perawatan diri (Da Silva, 2003). Motivasi
tidak mengalami depresi (74,5%). merupakan prediktor terhadap kepatuhan
Sedangkan, berdasarkan karakteristik dalam regimen terapi dan kontrol glikemik
responden rata-rata responden berumur 61,4 (Butler, 2002). Menurut teori sosial kognitif
tahun, rata-rata lama menderita DM 4,03 (Bandura, 1997), motivasi manusia
tahun, rata-rata penghasilan keluarga per didasarkan pada kognitif dan melalui proses
bulan Rp 1.151.977,-, mayoritas berjenis pemikiran yang didasarkan pada
kelamin perempuan (87,3%), berpendidikan pengetahuan yang dimiliki oleh individu.
tinggi (74,5%), tidak bekerja (90,9%), dan Individu akan termotivasi untuk melakukan
berstatus kawin (77,3%). suatu tindakan jika sesuai dengan tujuan,
rencana dan hasil yang diharapkan.

136 Jurnal Keperawatan Medikal Bedah . Volume 1, No. 2, November 2013; 132-141
Hasil analisis multivariat dari sulit untuk menerima stimulus dari luar
penelitian ini menunjukkan bahwa ada dirinya. Seberapa besarpun keluarga dan
hubungan antara motivasi dengan efikasi lingkungan memberikan dukungan, tidak
diri responden di PERSADIA Salatiga akan merubah prilaku individu tersebut jika
setelah dikontrol oleh variabel pekerjaan, tidak ada keinginan dari individu itu sendiri
pendidikan, dukungan keluarga, dan untuk berubah.
depresi. Responden yang memiliki motivasi Faktor internal lainnya yang
yang baik berpeluang 4,135 kali berpengaruh terhadap efikasi diri adalah
menunjukkan efikasi diri yang baik depresi. Hal ini sesuai dengan penelitian
dibandingkan dengan responden yang Ikeda et al., (2000 dalam Skarbek, 2006)
memiliki motivasi yang kurang baik setelah yang menemukan adanya hubungan yang
dikontrol oleh variabel pekerjaan, signifikan antara kecemasan, depresi,
pendidikan, dukungan keluarga, dan depresi efikasi diri, regulasi gula darah, dan
(OR 95% CI: 0,082-6,874). Hasil ini tidak mekanisme koping pada pasien DM tipe 2.
jauh berbeda dengan riset sebelumnya Diperkirakan 10,9% sampai 32,9% pasien
(Ariani, 2011). Beberapa penelitian DM mengalami depresi (Anderson et al.,
menunjukkan bahwa seseorang yang 2001 dalam Wu, 2007). Gejala depresi yang
memiliki motivasi yang tinggi akan terjadi ditandai dengan perasaan tidak
menunjukkan hasil yang positif dalam berdaya, tertekan, sedih, perasaan tidak
pengelolaan DM seperti peningkatan berharga pada pasien DM tipe 2 yang dapat
partisipasi dalam program latihan fisik dan timbul karena terjadinya penurunan kondisi
melaporkan gejala depresi yang rendah fisik, munculnya komplikasi. Depresi dapat
(Talbot & Nouwen, 1999 dalam Wu, 2007). mempengaruhi motivasi seseorang dalam
Begitu juga penelitian Senecal et al., (2000 menyelesaikan tugas dan hasil yang
dalam Butler 2002) menyimpulkan bahwa diharapkan. Depresi dapat berkontribusi
efikasi diri mempengaruhi kepatuhan pasien pada penurunan fungsi fisik dan emosional
DM dalam diet dan meningkatkan kualitas yang menyebabkan seseorang menjadi
hidup pasien DM tipe 2. kehilangan motivasi untuk melakukan
Berdasarkan hasil penelitian, perawatan diri harian secara rutin (Lustman,
didapatkan bahwa dua faktor internal dari 2000 dalam Wu, 2007).
diri individu sangat berpengaruh terhadap Pasien DM tipe 2 yang mengalami
efikasi diri yaitu motivasi dan depresi. depresi cenderung lebih mudah menyerah
Efikasi diri pasien DM merupakan suatu dengan keadaannya dibandingkan dengan
bentuk perilaku kesehatan yang ditunjukkan pasien yang tidak mengalami depresi.
pasien DM. Egede, Zheng, dan Simpson (2002 dalam
Menurut Bloom (dalam Wu, 2007) menemukan bahwa rata-rata
Notoatmodjo, 2005), prilaku yang terbentuk individu dengan DM beresiko 2 kali
di dalam diri seseorang dipengaruhi oleh mengalami depresi dibandingkan dengan
dua faktor utama yaitu stimulus yang individu yang sehat, dan pasien DM yang
merupakan faktor dari luar diri seseorang mengalami depresi beresiko 4,5 kali
(faktor eksternal) dan respon yang mengeluarkan biaya lebih mahal
merupakan faktor dari dalam diri orang dibandingkan dengan pasien DM yang tidak
yang bersangkutan (faktor internal). Faktor mengalami depresi. Hasil penelitian
eksternal adalah faktor lingkungan baik menunjukkan bahwa responden yang tidak
fisik seperti iklim, cuaca maupun non-fisik mengalami depresi memiliki efikasi diri
dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, yang baik. Depresi terkait dengan kondisi
politik dan sebagainya. Seseorang individu emosional seseorang. Menurut Bandura
yang tidak berminat atau termotivasi untuk (1997), kondisi emosional mempengaruhi
merespon stimulus dari lingkungan luar seseorang dalam mengambil keputusan
seperti dukungan sosial, keluarga, dan terkait efikasi dirinya. Seseorang yang
lingkungan maka akan sulit untuk merubah memiliki keyakinan akan kemampuan
prilakunya ke arah yang positif, misalnya dirinya untuk menyelesaikan berbagai
pada individu yang mengalami depresi yang masalah maka ia akan memilih dan

Hubungan Antara Motivasi Dengan Efikasi Diri Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 137
di Persadia Salatiga
Henni Kusuma, Wahyu Hidayati
melakukan tindakan yang bermanfaat dan diri seseorang dan mendorong seseorang
efektif untuk menyelesaikan masalahnya lebih percaya diri dan bertanggung jawab
dengan baik. untuk menyelesaikan tugas. Penelitian Lau-
Selain itu, dari hasil penelitian ini Walker (2007 dalam Wantiyah, Sitorus, &
juga diketahui tiga faktor eksternal yang Gayatri, 2010) menunjukkan bahwa
juga dapat meningkatkan efikasi diri pekerjaan secara signifikan sebagai
responden yakni dukungan keluarga, prediktor efikasi diri secara umum, atau
pekerjaan, dan pendidikan. Adanya dengan kata lain seseorang yang bekerja
dukungan keluarga sangat membantu pasien memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi
DM tipe 2 untuk dapat meningkatkan untuk mengatasi masalahnya.
keyakinan akan kemampuannya melakukan
tindakan perawatan diri (Skarbek, 2006). Kesimpulan
Pasien DM tipe 2 yang berada dalam Berdasarkan hasil penelitian, maka
lingkungan keluarga dan diperhatikan oleh kesimpulan yang didapat adalah sebagai
anggota keluarganya akan dapat berikut :
menimbulkan perasaan nyaman dan aman 1) Karakteristik responden di PERSADIA
sehingga akan tumbuh rasa perhatian Salatiga dalam penelitian ini adalah
terhadap diri sendiri dan meningkatkan sebagian besar berjenis kelamin
motivasi untuk melaksanakan perawatan perempuan, dengan usia rata-rata 61.14
diri. Allen (2006) menjelaskan bahwa tahun, mayoritas tingkat pendidikan
dukungan keluarga berupa kehangatan dan tinggi, mayoritas responden tidak
keramahan, dukungan emosional terkait bekerja, dengan penghasilan perbulan
monitoring glukosa, diet dan latihan dapat rata-rata Rp. 1.151.977,-. Semua
meningkatkan efikasi diri pasien sehingga responden telah menikah dan sebagian
mendukung keberhasilan dalam perawatan besar masih memiliki pasangan hidup
diri sendiri. Mills (2008) menyatakan ada serta lama menderita DM rata-rata 4,03
beberapa hal penting yang dapat dilakukan tahun.
untuk mendukung anggota keluarga yang 2) Lebih dari setengah jumlah responden
menderita DM yaitu dengan meningkatkan memiliki motivasi yang baik.
kesadaran dirinya untuk mengenali penyakit 3) Mayoritas responden memiliki efikasi
DM bahwa DM tidak bisa disembuhkan, diri yang baik dalam perawatan DM.
sehingga pasien memiliki kesadaran yang 4) Tidak ada hubungan antara karakteristik
tinggi untuk mengelola penyakitnya. Selain demografi responden dengan efikasi diri
itu tinggal bersama dengan anggota kecuali variabel pendidikan dan
keluarga yang sakit dan memberikan pekerjaan.
bantuan, menyediakan waktu, mendorong 5) Ada hubungan antara dukungan keluarga
untuk terus belajar dan mencari tambahan dengan efikasi diri.
pengetahuan tentang DM merupakan 6) Ada hubungan antara depresi dengan
bentuk-bentuk kegiatan yang bisa dilakukan efikasi diri.
keluarga dalam rangka memberi dukungan 7) Ada hubungan antara motivasi dengan
pada anggota keluarga yang sakit. efikasi diri responden di PERSADIA
Pendidikan juga secara umum akan Salatiga. Responden yang memiliki
berpengaruh terhadap kemampuan dalam motivasi baik berpeluang 4,315 kali
mengolah informasi. Menurut Stipanovic untuk memiliki efikasi diri baik
(2002) pendidikan merupakan faktor yang dibanding dengan responden yang
penting pada pasien DM untuk dapat memiliki motivasi kurang baik setelah
memahami dan mengatur dirinya sendiri dikontrol oleh pekerjaan, pendidikan,
serta dalam mengontrol gula darah. Wu et dukungan keluarga, dan depresi (OR
al., (2006) juga mengatakan bahwa pasien 95% CI: 0,082-6,874).
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
dilaporkan memiliki efikasi diri dan prilaku Saran
perawatan diri yang baik. Sedangkan, Berdasarkan kesimpulan di atas,
pekerjaan berhubungan dengan aktualisasi saran dari peneliti sebagai berikut :

138 Jurnal Keperawatan Medikal Bedah . Volume 1, No. 2, November 2013; 132-141
a. Bagi Instansi PERSADIA Salatiga keperawatan yang dapat meningkatkan
1) Perlu diadakan pengkajian mengenai efikasi diri pasien, pengaruh
motivasi dan efikasi diri sebagai pendidikan kesehatan dengan suatu
pengkajian faktor psikososial pada modul tertentu terhadap efikasi diri
pasien DM tipe 2. Tahap pengkajian pasien DM, faktor-faktor yang
juga perlu dilakukan skrining untuk mempengaruhi efikasi diri pasien
gejala depresi dan kondisi psikologis dengan penyakit kronis atau pengaruh
lain yang dialami anggota pasien DM efikasi diri terhadap perawatan diri
tipe 2, sehingga jika ditemukan anggota DM, dan lain sebagainya dengan
yang mengalami gejala depresi berat menggunakan metode penelitian yang
diharapkan dapat dilakukan rujukan. berbeda.
2) Untuk meningkatkan motivasi dan 2) Terkait dengan peningkatan motivasi,
efikasi diri anggota pasien DM tipe 2 untuk penelitian selanjutnya dapat
dapat dilakukan dengan meningkatkan diteliti pengaruh Self-Help Group
pengetahuan pasien melalui pendidikan (SHG) atau kelompok swabantu
kesehatan yang terstruktur tentang DM terhadap motivasi pasien DM tipe 2.
dan penatalaksanaannya. Self-Help
Group (SHG) atau kelompok swabantu Daftar Pustaka
dapat menjadi pilihan salah satu metode Allen (2006). Support of diabetes from the
edukasi dalam meningkatkan motivasi family. Diunduh tanggal 8 Juli
dan efikasi diri penderit DM tipe 2 2013 dari
dalam melakukan perawatan mandiri http://www.buzzle.com/editorials/
DM. 7-3-2006101247.asp.
3) Dapat melibatkan keluarga dalam Atak, N., Kose, K., Gurkan, T. (2008). The
memberikan dukungan untuk effect of education knowledge,
kemandirian anggota pasien DM tipe 2 self management behaviours and
dalam mengelola dan memodifikasi self-efficacy of patient with type 2
gaya hidup dengan cara melibatkan diabetes. Australian Journal of
peran aktif keluarga dalam perawatan advanced Nursing, vol 26, No. 2.
pasien karena dukungan keluarga dan Diunduh pada tanggal 10 juli
orang terdekat sangat berperan dalam 2013 dari
meningkatkan efikasi diri pasien dan http://www.ajan.com.au/Vol26/26
mencegah terjadinya gejala depresi pada -2_Atak.pdf
pasien DM tipe 2. Ariani, Y. (2011). Hubungan antara
motivasi dengan efikasi diri
b. Bagi Pendidikan Keperawatan pasien DM tipe 2 dalam konteks
Perlu memasukkan materi efikasi diri asuhan keperawatan di RSUP. H.
dalam materi pembelajaran untuk Adam Malik Medan. Depok: FIK
memberikan asuhan keperawatan pada UI. Tesis: Tidak Dipublikasikan.
pasien DM khususnya, dan pasien Bandura, A. (1994). Self efficacy. Diunduh
dengan penyakit kronis pada umumnya pada tanggal 10 Juli 2013 dari
sehingga asuhan keperawatan lebih http://www.des.emory.edu/mfp/B
aplikatif dengan berfokus pada klien anEncy.html.
baik di setting rumah sakit ataupun Bandura, A. (1997). Self-efficacy:The
kelompok masyarakat dan bersifat exercise of control. Diunduh pada
komprehensif. tanggal 12 Juli 2013 dari
http://www.des.emory.edu/mfp/ef
c. Bagi Peneliti Selanjutnya fbook5.html.
1) Penelitian ini dapat digunakan sebagai Bernal, H., Woolley,S., Schensul, J &
dasar untuk mengembangkan Dickinson, J.K. (2000). Correlates
penelitian selanjutnya mengenai of selfefficacy in diabetes self-
efikasi diri. Beberapa masalah yang care among Hispanic adults with
dapat diteliti antara lain intervensi diabetes. The Diabetes Educator

Hubungan Antara Motivasi Dengan Efikasi Diri Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 139
di Persadia Salatiga
Henni Kusuma, Wahyu Hidayati
2000; volume 26; number 4 Mills, L. (2008). Diabetes: Self-esteem and
diunduh tanggal 13 Juli 2013 dari family support. Diunduh pada
http://tde.sagepub.com/cgi/reprint/ tanggal 08 Juli 2013 dari
Butler, H.A. (2002). Motivation: The role http://www.americanchronicle.
in diabetes self-management in com.
older adults. Diunduh pada Notoatmodjo. S. (2005). Promosi
tanggal 13 Juli 2013 dari kesehatan: Teori dan aplikasi.
http://proquest.umi.com/pqdweb. Jakarta: Rineka Cipta.
DaSilva, J. (2003).Motivation for self-care Osborn, C.Y. (2006). Using the IMB
in older women with heart disease models of health behavior change
and diabetes: A balancing act. to promote self-management
Diunduh pada tanggal 23 Juli behaviors in Puerto Rican with
2013 dari diabetes. Diunduh pada tanggal
http://proquest.umi.com/pqdweb. 20 Agustus 2012 dari
Departemen Kesehatan RI. (2008) http://proquest.umi.com/pqdweb.
Diabetes Mellitus Merupakan Potter. P. A. & Perry,A.G. (2008). Buku
Masalah Kesehatan yang Serius. ajar fundamental keperawatan:
Diunduh pada tanggal 13 Juli Konsep, Proses, dan Praktek.
2010 dari Jakarta: EGC.
http://www.depkes.go.id/index.ph Pollard, G., Cardona, M., & Baker, K.S.
p. (2002). 2000 Chronic disease
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. (2012). survey:Diabetes prevalence and
Profil Kesehatan Propinsi Jawa management report. Diunduh
Tengah 2012. Diunduh pada pada tanggal 1 Juli 2012 dari
tanggal 3 Juli 2013 dari http://www.health.gdl.gov.au.
www.dinkesjatengprov.go.id Schumacher, E.P. & Jasksonville, S.
International Council of Nurses. (2010). (2005). Diabetes Self-
Delivering quality, serving Management Education: The key
communities: Nurses leading to living well diabetes. Diunduh
chronic care. Switzerland: ICN- pada tanggal 10 Agustus 2012
International Council of Nurses. dari
Diunduh pada tanggal 9 Juli 2013 http://www.dcmsonline.org/jaxme
dari dicine/2005journals/Diabetes/diab
http://www.icn.ch/publication/201 05j-pt-education.pdf
0. Shigaki, C., Krusel, R.L., Mehr, D.,
Kott, K.B. (2008). Self-efficacy, outcome Sheldon, K.M., Ge, B., Moore, C.,
expectation, self-care behavior and Lemaster, J. (2010).
and glycosylated hemoglobin Motivation and diabetes self-
level in persons with type 2 management (abstract). Diunduh
diabetes. Diunduh tanggal 1 Juli pada tanggal 20 Agustus 2012
2012 dari dari
http://proquest.umi.com/pqdweb. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub
Lemone, P. & Burke. (2008). Medical med/20675362.
surgical nursing : Critical Siswono (2005). P2M & PL dan
thinking in client care.( 4th ed). LITBANGKES. Diunduh tanggal
Pearson Prentice Hall: New 20 Juli 2012
Jersey. hptt://www.depkes.go.id.
Marquis, B.L., & Huston, C.J. (2006). Skarbek, E.A. (2006). Psychosocial
Leadership roles and predictors of self care behaviors
management function in nursing: in type 2 diabetes mellitus patient:
Theory and application (5thed). Analysis of social support, self-
Philadelphia: Lippincott William efficacy and depression. Diunduh
& Wilkins. pada tanggal 5 Oktober 2010 dari

140 Jurnal Keperawatan Medikal Bedah . Volume 1, No. 2, November 2013; 132-141
http:// education on diabetes self-
citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/dow efficacy, and psychological
nload?doi=10.1.1.18.7072-1.pdf. adjustment to diabetes. Diunduh
Smeltzer, S, & Bare. (2008). Brunner & pada tanggal 10 Juli 2013 dari
Suddarth’s Textbook of medical http://proquest.umi.com/pqdweb.
surgical nursing. Philadelpia : Tomey, A.M. & Alligood, M.R. (2006).
Lippincott. Nursing theories and their work.
Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. 6th ed.USA: Mosby Elsevier.
(2009). Penatalaksanaan diabetes Wantiyah, Sitorus, R., Gayatri, D. (2010).
melitus terpadu. Jakarta: Fakultas Faktor-faktor yang
Kedokteran Universitas mempengaruhi efikasi diri pasien
Indonesia. penyakit jantung koroner dalam
Souza, V.D & Zauseiniewski, J. A. (2005). konteks asuhan keperawatan di
Toward a theory of diabetes self- RSD dr. soebandi jember. Depok:
care management. Journal of FIK UI. Tesis tidak
Theory Construction & Testing; dipublikasikan.
Winter 2005/2006; 9,2. Diunduh Wu, S.F.V., Courtney, M., Edward, H.,
dari McDowell, J., Shortridge-Baggett,
http://proquest.umi.com/pqdweb. L.M., Chang, P.J. (2006). Self-
Stipanovic, A.R. (2002). The effects of efficacy, outcome expectation and
diabetes education on self- self care behavior in people with
efficacy and self care. Diunduh type diabetes in taiwan. Diunduh
pada tanggal 5 Juli 2013 dari tanggal 8 Juli 2012 dari
http://proquest.umi.com/pqdweb. http://web.ebscohost.com
Suyono, S. (2006). Buku ajar ilmu penyakit Wu, S.F.V (2007). Effectiveness of self
dalam. (Edisi 3). Jakarta; Pusat management for person with type
penerbit Departemen Penyakit 2 diabetes following the
Dalam FKUI. implementation of a self-efficacy
Swansburg, R.C. & Swansburg R.J. (1999). enhancing intervention program
Introductory management and in taiwan. Queensland:
leadership for nurses (2nd ed). Queensland University of
Boston: Jones and Bartlett Technology. Diunduh pada
Publisher. tanggal 07 Oktober 2012 dari
Temple, A.J.S. (2003). The effects of http://eprints.qut.edu.au/16385/1/
diabetes self-manageent Shu-Fang_Wu_Thesis.pdf.

Hubungan Antara Motivasi Dengan Efikasi Diri Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 141
di Persadia Salatiga
Henni Kusuma, Wahyu Hidayati

Anda mungkin juga menyukai