Penerapan HACCP Berdasarkan Kasus Mary M
Penerapan HACCP Berdasarkan Kasus Mary M
Disusun Oleh :
Kelompok 7
Euis Novi Solihati 25010113120082
Umi Alfiani 25010113120104
Elisa Maharani 25010113120112
Achmad Rizki Azhari 25010113140258
Cristin Oktaviana G.Y.A 25010113140266
Titi Hapsari 25010113140357
Ilya Farokha Rizqyana 25010113130387
Agustina Ratri Maharani 25010113130416
Malon berimigrasi ke New York tahun 1884. Dia bekerja sebagai juru masak
tahun 1900-1907. Selama dia bekerja menjadi juru masak, 53 orang tertular penyakit
tifoid dan tiga di antaranya meninggal dunia.
Di tahun 1900 Malon bekerja menjadi juru masak di Mamaroneck New York
dan kurang dari dua minggu penghuni rumah yang dilayani langsung sakit tifoid. Di
Manhattan dia bekerja di sebuah keluarga tahun 1901 dan anggota keluarga itu
menderita demam dan diare. Kemudian dia bekerja pada seorang pengacara dan tujuh
dari delapan anggota keluarga pengacara itu menderita tifoid. Tahun 1906 dia bekerja
di Long Island. Dalam dua minggu enam dari sebelas anggota keluarga yang
dilayaninya masuk rumah sakit karena tifoid. Dia terus pindah kerja lagi dan menulari
tifoid pada lebih dari tiga keluarga lagi.
Healthy carrier adalah orang sehat yang pernah menderita demam tifoid
namun bakteri penyebab tifoid itu tetap hidup tanpa menyebabkan si pembawa sakit.
Si pembawa ini terus mengeluarkan bakteri di kotoran dan urinnya. Mary Mallon
merupakan healthy carrier atau carier kronis tifoid abdomalis yang disebabkan oleh
Salmonella typhi.
a. Faktor Host
Manusia merupakan sumber penularan Salmonella typhi. Terjadinya
penularan karena kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang
penderita demam tifoid abdominalis atau carrier kronis. Transmisi bakteri
Salmonella terutama masuk bersama makanan atau minuman yang tercemar
kotoran manusia. (Timmreck, 2004)
Selain itu, transmisi secara kongenital dapat terjadi secara transplasental dari
seorang ibu yang mengalami bakterimia (beredarnya bakteri dalam darah) kepada
bayi dalam kandungan atau tertular saat dilahirkan dari seorang ibu yang
merupakan carrier Tifoid abdominalis dengan rute fekal oral. (Timmreck, 2004)
Seseorang yang telah terinfeksi Salmonella typhi dapat menjadi carrier kronis
dan mengekspresikan mikroorganisme selama beberapa tahun (Soedarno et all,
2004). Kasus Mary Mallon merupakan salah satu kasus yang membuktikan
bahwa bukan hanya formite yang dapat menjadi media penyebaran penyakit.
Hasil penyelidikan George Soper (1900) mengatakan bahwa perhatian khusus
perlu diberikan pada carrier tifoid kronik yang menyebabkan dan menyebarkan
penyakit. (Timmreck, 2004)
b. Faktor Agent
Tifoid abdominalis disebabkan oleh Salmonella typhi. Bakteri ini hanya dapat
menginfeksi tubuh manusia. Jumlah Salmonella typhi yang tertelan akan
mempengaruhi masa inkubasi, semakin banyak bakteri yang tertelan maka akan
semakin singkat masa inkubasi Tifus abdominalis. (Agus Syahrurahman, 1994)
c. Faktor Environment
Tifoid abdominalis merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di
daerah tropis terutama daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai
dengan standar higiene dan sanitasi yang rendah. Penyebaran penyakit akan
semakin meningkat apabila disertai dengan kondisi tepat tinggal yang tidak sehat,
kepadatan penduduk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang
masih rendah. (Soeijanto, 2002)
1. Tahun 1900-1907, Mallon bekerja sebagai juru masak di New York. Selama dia
bekerja menjadi juru masak, 53 orang tertular penyakit tifoid dan tiga di antaranya
meninggal dunia.
2. Tahun 1900, Mallon bekerja menjadi juru masak di Mamaroneck New York dan
kurang dari dua minggu penghuni rumah yang dilayani langsung sakit tifoid.
3. Tahun 1901, Mallon bekerja di Manhattan dalam sebuah keluarga dan anggota
keluarga tersebut menderita demam dan diare. Kemudian dia bekerja pada
seorang pengacara dan tujuh dari delapan anggota keluarga pengacara tersebut
menderita tifoid.
4. Tahun 1906, Mallon bekerja di Long Island dan dalam dua minggu enam dari
sebelas anggota keluarga yang dilayaninya masuk rumah sakit karena tifoid. Dia
terus pindah kerja lagi dan menulari tifoid pada lebih dari tiga keluarga baru.
5. Kasus tifoid Mallon menjadi terkenal karena Mallon menolak disebut sebagai
penular penyakit tifoid. Dia menolak berhenti bekerja sebagai juru masak.
6. Pada akhirnya pejabat kesehatan memaksa Mallon dikarantina selama 23 tahun
dan dia meninggal di dalam karantina pada tahun 1938.
Mary Mallon tergolong karir kronik oleh karena dia tidak memiliki riwayat demam
tifoid tetapi terdapat S. typhi dalam tubuhnya dan dapat menyebarkan bakteri tersebut
kepada orang lain.
Marry Mallon bekerja sebagai juru masak tahun 1900-1907. Selama dia
bekerja menjadi juru masak, 53 orang tertular penyakit tifoid dan tiga diantaranya
meninggal dunia (Dhorothea, 2014).
Mary terus menjadi host dari bakteri typhoid ini, mencemari segalanya
disekelilingnya, ancaman nyata bagi lingkungan sekitarnya. Sebelumnya juru masak
Mary telah bertugas di 8 keluarga. Tujuh dari mereka pernah mengalami kasus
typhoid. 22 orang menunjukkan tanda-tanda infeksi dan beberapa meninggal
(Marineli et all, 2013).
Pada tahun 1907, sekitar 3.000 warga New York telah terinfeksi oleh
Salmonella typhi, dan mungkin Mary adalah alasan utama untuk wabah. Sebagai
seorang juru masak dari Sloane Maternity di Manhattan, ia mengkontaminasi, dalam
tiga bulan, sedikitnya 25 orang, dokter, perawat dan staf. Dua dari mereka tewas
(Marineli et all, 2013).
4. Solusi Masalah
HACCP atau Analisis Bahaya pada Titik Pengendalian Kritis adalah sebuah
pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya, tindakan-tindakan
pengendalian dalam proses persiapan makanan, dimana pengendalian penting dalam
memastikan keamanan pangan. (Ditjen PPM & PL, 2001)
Pengertian lain HACCP adalah suatu alat (tools) yang dipakai untuk
mengukur tingkat bahaya, menduga perkiraan resiko dan menetapkan ukuran yang
tepat dalam pengawasan,dengan menitikberatkan pada pencegahan dan pengedalian
proses pengolahan makanan Badan Standardisasi Nasional. Sistem Analisa Bahaya
dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya (Ditjen PPM &
PL, 2001).
Merupakan upaya untuk mengkaji seberapa jauh akibat dan risiko yang akan
ditimbulkan oleh ancaman tersebut. Pada tahap ini, perlu mempelajari jenis-jenis
mikroba makanan , bahan-bahan kimia yang berbahaya dan benda-benda asing
yang membahayakan konsumen. Perlu dipertimbangkan pada prinsip ini adalah
bahan mentah, bahan baku dan parameter yang mempengaruhi keamanan pangan.
Disamping itu, pembuatan diagram alir dalam penanganan pangan mulai dari
bahan mentah hingga makanan tersebut siap dikonsumsi akan sangat membantu
dalam mengidentifikasi bahaya.
Pada tahap ini, diagram alir sudah tersedia, sehingga tim pengendali akan
mengenali titik-titik yang berpotensi menimbulkan kontaminasi dengan
menghilangkan atau mengurangi bahaya yang dapat terjadi.
3. Menetapkan batas kritis dan spesifikasi batas kritis.
Tindakan ini dilakukan bila kriteria yang ditetapkan tidak tercapai, serta situasi
berada pada kondisi “di luar pengendalian“. Oleh karena itu, harus segera
diperbaiki sehingga tindak lanjut yang tepat dalam proses produksi akan diambil.
Pencatatan dan pembukuan yang efisien serta akurat penting dalam penerapan
sistem HACCP. Dokumen yang akurat dapat menjadi dasar dan ukuran dalam
prosedur yang bersangkutan
A. Perilaku Penjamah
1. Penggunan APD
Penggunaan APD pada karyawan dimaksudkan untuk menghindarkan
kontaminasi s.typhi yang berasal dari penjamah ke makanan sesuai dengan prinsip
handling. Para pekerja harus steril dalam mengelola makanan, diantaranya
menggunakan sarung tangan, masker, celemek, penutup rambut dan penutup
lainnya menutup luka dan iritasi dan sebaiknya ada aturan yang melarang pekerja
yang sakit untuk bekerja (Buckle et al, 2009)
Agus Syahrurahman. 1994. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Revisi. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Badan Standardisasi Nasional. 1988. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik
Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya. Jakarta.
County of Los Angeles Public Health. 2016. Acute Communicable Disease Control
Manual (B-73), Part IV: Acute Communicable Diseases Typhoid Fever, Carrier.
http://publichealth.lacounty.gov/acd/procs/b73/DiseaseChapters/B73Typhoidfeve
rcarrier.pdf. Diakses pada 08 Maei 2016.
Darmawan, Armaidi. 2014. Pemeriksaan Kesehatan Pekerja. Bagian Ilmu
Kedokteran Komunitas / Keluarga FKIK UNJA.
Ditjen PPM & PL. 2001. Pengendalian Mutu Mandiri Hazard Analysis Critical
Control Point. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Jacob M. 1989. Safe food handling; a training guide for managers of food service
establishments. Geneva, World Health Organization.
Marineli, Filio. Et all. 2013. Mary Mallon (1869-1938) and The History Of Typhoid
Fever. Annals of Gastroenterology (2013) 26, 1-3. Medical School, University of
Athens, Athens, Greece.
http://www.annalsgastro.gr/files/journals/1/earlyview/2013/ev-01-2013-01-
1622.pdf. Diakses pada 08 Mei 2016.
Nasution, Siti Khadijah. 2004. Meningkatkan Status Kesehatan Melalui Pendidikan
Kesehatandan Penerapan Pola Hidup Sehat. FKM USU.
Soedarno SS. Et all. 2008. Buku Ajar Infeksi Pediatrik Tropik. Jakarta: IDI.
Soeijanto, Soegeng. 2002. Demam Tifoid Ilmu Penyakit Anak Diagnosis dan
Penatalaksanan. Jakarta: Salemba Medika. .
Timmreck, T.C. 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar. Edisi 2. Jakarta: EGC:.