Anda di halaman 1dari 8

Dita Andini

04054821820009

Chrom (Cr)
Chrom (kromium) adalah suatu logam putih keras yang relatif tidak stabi dan mudah
teroksidasi, dapat dipoles menjadi mengkilap. Perpaduan Kromium dengan besi dan nikel
menghasilkan baja tahan kara . Merupakan unsur alami yang ditemukan dalam batuan, hewan, tum
uhan, tanah dan debu vulkanik. Kromium di lingkungan dalam bent k Cr°, Cr3, Cr6. Cr3 secara
alami terdapat di alam. Merupakan mikronutrien bagi makhluk hidup untuk metabolisme hormon
insulin dan pengaturan kadar glukosa darah. Kekurangan Cr3 menyebabkan Chromium deficiency,
tetapi dalam dosis tinggi akan bersifat toksik. Sedangkan Cr° dan Cr6 pada umumnya berasal dari
proses industri (Pelapisan). Kromium banyak digunakan sebagai pelapis pada ornamen-ornamen
bangunan, komponen kendaraan, seperti knalpot pada sepeda motor, maupun sebagai pelapis
perhiasan seperti emas, emas yang dilapisi oleh kromium ini lebih dikenal dengan sebutan emas
putih.1,2

Gambar 13. Chromium1

Faktor Risiko

Pekerja yang berisiko terpajan Chromium antara lain.1,2


- Pekerja dengan riwayat atopi
- Pekerja pembuatan pewarna chromium.
- Pekerja penyamak kulit.
- Pekerja pelapis chromium (perhiasan, velg dan meubelair,dan lain-lain)
- Pekerja Bengkel mobil dan motor
- Tukang cat semprot dengan pewarna chromium
- Pekerja yang menggunakan semen
- Teknisi fotografi Pekerja laundry bagian cuci Penggunaan tinta pada percetakan, dan lain-
lain

Diagnosis

Keracunan akut
a. Manifestasi Klinis1,2
• Akibat tertelan; bisa menyebabkan perdarahan saluran cerna, nekrosis hati, nekrosis
tubuler ginjal sampai kematian.
• Bila terhirup menyebabkan reaksi alergi, kehilangan suara, dada sesak/sesak nafas,
wheezing, batuk, sakit kepala/pusing, bersin, kongesti paru, kerusakan ginjal.
• Bila mengenai mata dapat terjadi konjungtivitis mata rasa terbakar, kerusakan kornea
sampai terjadi kebutaan.
• Kontak dengan kulit menimbulkan dermatitis kontak iritan (ICD.10, L24.8), dermatitis
kontak alergika (ICD.10, L23.0), mual, muntah, kerusakan ginjal, koma.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan gejala yang dialami serta ditemukan
riwayat terpajan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.1,2
• Darah tepi
• Spirometri fungsi paru,
• Fungsi ginjal
• Fungsi hati
• Skin patch bila perlu

.
b. Tatalaksana1,2,3
- Terhirup
• Segera jauhkan dari pajanan, monitoring apakah ada gangguan pada sistem
pernafasan, berikan oksigen dan jika diperlukan ventilasi buatan.
• Berikan N-acetylcysteine untuk mengurangi penyerapan cromium dari alveolus.
- Kontak melalui kulit
• Segera lepaskan pakaian, perhiasan dan sepatu yang terkontaminasi,
• cuci dengan cairan yang mengandung asam askorbat untuk mengurangi penyerapan.
• Kemudian berikan garam kalsium disodium EDTA.
- Bila mengenai mata
• Segera cuci/ bilas dengan air yang banyak atau lautan garam normal, dengan sekali-
kali mengedipkan mata sampai dipastikan tidak ada bahan kimia yang tertinggal.
Tutup dengan verban steril dan segera dirujuk.
- Tertelan
• Diberikan makanan atau susu untuk mengurangi penyerapan dari cromium.
• Tidak boleh diberikan antasida atau bikarbonat karena membuat pH tinggi yang
mengakibatkan penyerapan cromium meningkat.
• Segera berikan asam askorbat (Vitamin C) untuk mengurangi penyerapan cromium.
• Tidak boleh dilakukan perangsangan muntah karena dikhawatirkan terjadi iritasi atau
luka bakar pada esofagus.
• Bila terjadi muntah jaga agar kepala lebih rendah dari pada panggul untuk mencegah
aspirasi. Jika penderita tidak sadar miringkan kepala ke samping.
- Jika terjadi hemolisis dilakukan alkalinisasi urin dengan pemberian Sodium Bicarbonate
intravena.

c. Prognosis
Apabila didiagnosis dan ditangani dengan cepat prognosisnya baik.1

Keracunan Kronik

a. Manifestasi Klinis1,2,3
- Ulkus, perdarahan dan erosi pada septum nasi.
- Iritasi pada saluran nafas dapat menyebabkan batuk, nyeri dada dan sesak nafas (rhinitis,
emfisema, bronkitis, faringitis, dan lain-lain)
- Hemolisis Pada foto terlihat pembesaran daerah hilar dan kelenjar limfe
- Pneumokoniosis nodular dan nonnodular.
- Dermatitis alergik dan iritant, ulkus kulit tanpa nyeri (Chrom Holes).
- Pada darah dapat terjadi; leukositosis, eosinofilia kadang terjadi leukopenia.
- Rasa penciuman hilang
- Perubahan warna pada gigi
- Radang konjungtiva, lakrimasi dan warna merah gelap disekitar kornea.
- Kanker paru, kanker pada mulut.

Gambar 14. Ulkus pada jari dan septum nasi akibat kromium 1

b. Diagnosis1,2
- Anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan efek yang ditimbulkan, riwayat pajanan
terhadap Chrom, dan lain-lain.
- Pemeriksaan penunjang
• Spirometri fungsi paru
• Darah tepi
• Fungsi ginjal
• Fungsi hati
• Skin patch bila perlu

c. Penatalaksanaan1,2,3
Ulserasi nasal dan kulit diobati dengan salep yang mengandung 10% CaNa2 EDTA dan
ditutup dengan kassa steril.
1) Stabilisasi
- Bebaskan jalan nafas untuk menjamin pertukaran udara, oksigen, brokodilator bila
diperlukan.
- Perhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2) Dekontaminasi
Dekontaminasi merupakan terapi intervensi dengan tujuan untuk menurunkan
pemaparan terhadap racun, mencegah kerusakan dan mengurangi absorbsi.
- Dekontaminasi mata
Dilakukan sebelum membersihkan kulit :
• Posisi pasien duduk atau berbaring dengan kepala tengadah dan miring ke sisi
mata yang terkena atau terburuk kondisinya.
• Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan sejumlah air bersih
dingin atau larutan NaCl 0,9% perlahan selama 15-20 menit.
• Hindari bekas air cucian mengenai wajah atau mata lainnya.
• Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit.
• Jangan biarkan pasien menggosok matanya.
• Tutuplah mata dengan kain kassa steril dan segera kirim/konsul ke dokter mata.

- Dekontaminasi kulit (termasuk rambut dan kuku)


• Bawa segera pasien ke air pancuran terdekat.
• Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air dingin atau hangat yang
mengalir dan sabun minimal 10 menit.
• Jika tidak ada air, sekalah kulit dan rambut pasien dengan kain atau kertas secara
lembut. Jangan digosok.
• Lepaskan pakaian, arloji dan sepatu yang trkontaminasi atau muntahannya dan
buanglah dalam wadah/plastik tertutup.
• Penolong perlu dilindungi dari percikan, misalnya dengan menggunakan sarung
tangan, masker hidung dan apron. Hati-hati untuk tidak menghirupnya.
• Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut.

- Dekontaminasi gastrointestinal
Pertimbangan untuk bilas lambung. Bilas lambung efektif dilakukan 1-4 jam pertama
dan dengan teknik yang baik. Tindakan ini hanya boleh dilakukan di rumah sakit oleh
petugas yang berpengalaman dan pasien yang kooperatif.

d. Prognosis
Prognosis tergantung berat ringannya gejala yang timbul dan kecepatan dalam penanganan.
Yang ringan jika ditangani dengan balk akan pulih kembali. Untuk ulserasi kulit dapat sembuh
sempurna bila pajanan dihentikan. Perforasi septum nasi dan rinitis atrofik merupakan keadaan
yang irreversibel Untuk kanker paru akibat chrom prognosis buruk.1,2

e. Pencegahan1,2
- Menggunakan alat pelindung diri seperti masker
- Pemeriksaan kesehatan sebelum penempatan dan secara berkala
- Merekomendasikan pengendalian krom di lingkungan kerja

1. Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga Kementerian Kesehatan


RI. 2012. Penyakit Akibat Kerja Karena Pajanan Logam Berat Seri
Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan.
Jakarta: Direktur Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga.

2. Subakti, P. 2011. Analisis Logam Berat. Available at:


http://www.respiratory.usu.ac.id/bitstream/4/chapterII/pdf [Accessed
at: January, 4th 2017]

3. Tim Farmakologi FK UI. 2008. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai


Penerbit FK UI.

KARAKTERISTIK ARGENTUM (Ag)


Argentum (Ag) atau perak adalah metal berwarna putih. Ag didapat pada industri antara
lain industry alloy, keramik, gelas, fotografi, cermin dan cat rambut. Bila masuk ke dalam tubuh,
Ag akan diakumulasikan di berbagai organ dan menimbulkan pigmentasi kelabu yang disebut
Argyria. Pigmentasi ini bersifat permanen, karena tubuh tidak dapat mengekskresikannya. Sebagai
debu, senyawa Ag dapat menimbulkan iritasi kulit, dan menghitamkan kulit (argyria). Bila terikat
nitrat, Ag akan menjasi sangat korosif. Argyria sistemik dapat juga terjadi, karena perak
diakumulasikan di dalam selaput lendir dan kulit.
Perak terjadi secara alami dalam beberapa bilangan oksidasi, paling umum menjadi elemen
perak (AgO ) dan ion monovalen (Ag+ ). Garam perak yang dapat larut umumnya lebih beracun
dari garam tidak dapat larut. Penyerapan adalah proses dominan yang mengontrol penguraian
perak dalam air dan perubahannya dalam tanah dan sedimen. Perak memasuki tubuh hewan
melalui inhalasi, gerakan menelan, dan pada selaput lendir dan kulit rusak. Perbedaan kemampuan
antar spesies hewan dalam mengumpulkan, menyimpan, dan menghilangkan perak adalah besar.
Hampir semua dari total asupan perak biasanya diekskresi dalam tinja dengan cepat, kurang dari
1% dari total asupan perak diserap dan dipertahankan dalam jaringan, terutama hati, melalui
pengendapan garam perak larut. Pada mamalia, perak biasanya berinteraksi secara antagonistis
dengan selenium, tembaga, dan vitamin E; dalam lingkungan perairan, perak ionik atau perak
bebas mengganggu dengan metabolisme kalsium dalam katak dan annelida laut dan dengan
serapan sodium dan klorida dalam insang ikan (Eisler, 1996).

PENGGUNAAN ARGENTUM
Sekitar 2.470.000 kg perak hilang setiap tahun untuk biosfer dalam negeri, sebagian besar
(82%) sebagai akibat dari aktivitas manusia. Industri fotografi menyumbang sekitar 47% dari
semua perak yang di buang ke lingkungan dari sumber antropogenik. Pada tahun 1990, sekitar
50% dari perak murni yang dikonsumsi dalam negeri digunakan untuk memproduksi produk
fotografi; 25% pada produk listrik dan elektronik dan 25% pada produk dan proses lainnya (Eisler,
1996).
Menurut Eisler (1996), karena bersifat bakteriostatik, senyawa perak digunakan dalam
filter dan peralatan lainnya untuk memurnikan air kolam renang dan air minum dan dalam
pengolahan makanan, obat-obatan, dan minuman (EPA, 1980; PHS, 1990). Arang aktif filter
dilapisi dengan perak metalik untuk menghasilkan konsentrasi air 20-40 µg Ag/L yang digunakan
dalam sistem penyaringan kolam renang untuk mengendalikan bakteri (EPA, 1980).
Perak juga dapat berfungsi sebagai suatu algicide dalam kolam renang jika klor, brom, dan
yodium tidak ada, tujuannya untuk mencegah pertumbuhan ganggang hijau-biru di 80-140 mg
Ag/L (Smith dan Carson, 1977). Pada stasiun ruang angkasa yang mengorbit kapal Rusia dan
pesawat ruang angkasa, air minum secara rutin diobati dengan 100-200 mg Ag / L untuk
menghilangkan mikroorganisme, sterilisasi biasanya selesai dalam 20 menit (Smith dan Carson,
1977).
Perak mengandung air filter keramik yang digunakan untuk memurnikan air minum di
resort ski Swiss, tempat pembuatan bir Jerman, kapal-kapal Inggris, tanker minyak, rig
pengeboran, US konsumsi rumah, dan lebih dari separuh maskapai penerbangan dunia. Senyawa
perak dan logam monovalen dianggap disinfektan yang sangat baik, namun, Ag2 + dan Ag3+
sekitar 50 sampai 200 kali lebih efektif dibandingkan Ag+ atau Ago (Antelman 1994), mungkin
karena mereka adalah negara-negara yang dinyatakan oksidasinya lebih tinggi (Kirschenbaum,
1991 dalam Eisler, 1996).
Perak nitrat digunakan bertahun-tahun sebagai obat tetes mata pada bayi yang baru lahir
untuk mencegah kebutaan yang disebabkan oleh gonorrhea (PHS 1990). Banyak negara masih
memerlukan beberapa tetes larutan perak nitrat 1- 2% yang diterapkan pada konjungtiva mata bayi
yang baru lahir untuk mencegah oftalmia neonatorum oleh gonorrhea dari penularan ibu (EPA,
1980; PHS, 1990). Pengobatan ini masih diperlukan di Denmark, tetapi tidak di Jepang atau
Australia. Perak nitrat tidak banyak digunakan di rumah sakit Amerika Serikat karena bahaya
konjungtivitis kimia dan ini telah digantikan oleh antibiotik (EPA 1980). Di Amerika Serikat,
beberapa perak yang mengandung obat-obatan yang digunakan topikal pada membran kulit atau
mukosa untuk membantu dalam penyembuhan pasien luka bakar dan untuk memerangi penyakit
kulit (EPA 1980). Obat-obatan oral yang mengandung perak meliputi asetat yang mengandung
perak pelega antirokok; permen pengharum napas berlapis perak, dan larutan perak nitrat untuk
mengobati penyakit gusi (PHS 1990).

1. Eisler, R. 1996. Silver Hazards to Fish, Wildlife, and Invertebrates : A Synoptic Review.
U.S. Department of the Interior, National Biological Service, Patuxent Wildlife Research
Center.
2. U.S. Environmental Protection Agency (EPA). 1980. Ambient Water Quality Criteria for
Silver. U.S. Environmental Protection Agency Report 440/5- 80-071. 212 pp.
3. U.S. Public Health Service (PHS). 1990. Toxicological Profile for Silver. Agency for Toxic
Substances and Disease Registry TP-90-24. 145 pp.

Anda mungkin juga menyukai