Anda di halaman 1dari 19

BAB II

DASAR TEORI

2.1 KERUSAKAN FORMASI

Sumur yang telah lama berproduksi maupun sumur baru yang


mengalami penurunan produksi, apabila dilihat dari data tekanan masih
mampu untuk berproduksi dengan laju alir yang cukup tinggi namun ketika
diproduksikan hanya menghasilkan laju alir yang rendah, maka dapat
dikatakan bahwa sumur tersebut mengalami kerusakan formasi atau formation
damage yang menyebabkan hambatan aliran fluida dari reservoir ke lubang
sumur. Sehingga perlu adanya usaha untuk mengembalikan keadaan reservoir
disekitar lubang sumur ke keadaaan semula.
Kerusakan formasi merupakan permasalahan yang serius pada sumur,
khususnya sumur-sumur dengan permeabilitas yang rendah. Penyebab utama
timbulnya kerusakan formasi pada sumur adalah adanya kontak antara formasi
dengan fluida dari luar, dimana fluida ini dapat berupa keadaan dimana
material seperti filtrate lumpur, semen atau partikel clay masuk ke dalam
formasi ketika pengeboran, komplesi atau kegiatan workover yang dapat
menurunkan permeabilitas di sekitar lubang sumur. Peristiwa ini disebut
dengan kerusakan formasi.
Kerusakan formasi ini dapat menyebabkan adanya penurunan tekanan
selama terjadi aliran. Penurunan tekanan ini biasanya di sebut dengan ∆Pskin..
Namun apabila sumur dilakukan stimulasi maka akan meningkatkan
permeabilitas disekitar lubang sumur dan mengurangi penurunan ∆Pskin .

Apabila harga S ini berharga positif berarti ada kerusakan (damaged) yang
pada umumnya dikarenakan adanya filtrate lumpur pemboran ynag meresap
kedalam formasi atau endapan lumpur (mud cake) disekeliling lubang bor
pada formasi produktif yang kita amati. Harga S yang negatif menunjukkan
perbaikan (stimulated), biasanya ini biasa setelah dilakukan pengasaman
(acidizing) atau perekahan (hydraulic fracturing).
2.2.1 Kerusakan sebelum tahap produksi.
Aktivitas yang dapat menimbulkan kerusakan pada formasi sebelum sumur
memasuki tahap produksi antara lain adalah operasi pemboran, penyemenan
dan komplesi/perforasi. Pada tahap ini, kerusakan terjadi karena adanya
pengaruh invasi dari filtrat dan invasi partikel padat yang masuk ke pori-pori
batuan formasi di sekitar lubang sumur.

 Pengaruh invasi filtrate fluida

Invasi filtrat yang terjadi berasal dari fluida yang digunakan pada
operasi seperti pemboran, penyemenan dan fluida komplesi. Kelemahan
dari formasi tertentu untuk terjadinya kerusakan oleh fluida asing besarnya
tergantung pada kandungan material solid/padatan di dalamnya, terutama
kandungan claynya. Adanya invasi fluida asing juga akan mengendapkan
padatan-padatan seperti garam-garam yang tidak dapat larut, aspalth atau
lilin (wax).

Filtrat fluida yang terinvasi ke dalam formasi dapat menimbulkan


pengaruh negatif yang merugikan antara lain:
 Pengembangan lempung (clay swelling)
Invasi filtrat kedalam formasi menyebabkan lempung yang ada di
formasi mengembang beberapa kali lipat volumenya, sehingga
menimbulkan penyumbatan pori-pori batuan disekitar sumur.
 Water Block
Invasi filtrat yang terus terjadi sebelum tahap produksi akan
menyebabkan harga saturasi air di sekitar lubang sumur meningkat. Dan
setelah memasuki tahap produksi kondisi ini akan menyebabkan aliran
minyak ke lubang sumur terhalang.
 Emulsi
Emulsi antara lain terbentuk karena bertemunya dua macam fluida yang
dalam kondisi normal tidak dapat bercampur, dalam hal ini minyak
dengan filtrat fluida. Dengan bertambahnya filtrat akan mendorong
emulsi yang sudah ada semakin jauh dari lubang sumur, sehingga
memasuki tahap produksi dapat menghalangi aliran minyak ke lubang
sumur.
 Perubahan sifat kebasahan (wettabilitas) batuan.
Kandungan bahan-bahan kimiawi yang ada dalam fluida filtrat seperti
surfaktan, dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat kebasahan
batuan. Perubahan sifat kebasahan ini menyebabkan aliran air menjadi
lebih mudah dan sebaliknya minyak menjadi lebih sulit sehingga pada
akhirnya akan menyebabkan produksi air akan meningkat.

2.2.2 Kerusakan Selama Tahap Produksi


Setelah sumur memasuki tahap produksi, kerusakan disebabkan
karena adanya penyumbatan baik di dalam pori-pori batuan maupun di
peralatan bawah permukaan seperti tubing dan casing. Penyumbatan yang
disebabkan karena terjadinya pengendapan inorganic yaitu scale, dan
pengendapan organik seperti parafin dan asphalt di sekitar lubang sumur.

1. Endapan Scale
Scale merupakan kristalisasi dan pengendapan mineral yang
berasal dari hasil reaksi ion-ion yang terkandung dalam air formasi.
Pengendapan dapat terjadi di dalam pori-pori batuan formasi, lubang
sumur bahkan peralatan permukaan.
a. Penyebab terbentuknya endapan scale antara lain :
 Bercampurnya dua jenis air yang berbeda
Terbentuk akibat bertemunya dua jenis fluida yang mempunyai
kandungan ion yang berbeda. Bila Ion-ion ini bercampur
kemungkinan akan bereaksi dan membentuk suatu komponen yang
tidak larut dan menjadi endapan scale.
 Penurunan Tekanan
Pada saat air formasi mengalir dari reservoir menuju lubang sumur,
maka akan terjadi penurunan tekanan. Penurunan tekanan ini dapat
pula terjadi dari dasar sumur ke permukaan dari well head ke tanki
pengumpul. Penurunan tekanan ini akan menyebabkan terlepasnya
CO2 dan ion bikarbonat (HCO3-) dari larutan. Dengan terbebaskannya
gas CO2, sehingga akan menyebabkan berkurangnya kelarutan
CaCO3. Hal ini berarti penurunan tekanan pada suatu sistem akan
menyebabkan meningkatnya kemungkinan terbentuknya scale
CaCO3.
 Perubahan Temperatur
Temperatur mempunyai pengaruh pada pembentukan semua tipe
scale, karena kelarutan suatu senyawa kimia sangat tergantung pada
temperatur. Pada saat terjadi perubahan (kenaikan) temperatur, maka
akan terjadi penguapan, sehingga terjadi perubahan kelarutan, dan hal
ini akan mengakibatkan terjadinya pembentukan scale.

b. Mekanisme Terbentuknya Scale


 Makin besar pH
Makin besar pH cairan, maka akan mempercepat terbentuknya scale.
Scale biasanya terbentuk pada kondisi basa (pH > 7).
 Terjadinya agitasi (pengadukan)
Pengadukan atau goncangan akan mempercepat terbentuknya
endapan scale. Scale biasanya terbentuk pada tempat dimana faktor
turbulensi besar, seperti sambungan pipa, valve dan daerah-daerah
penyempitan aliran.
 Kelarutan zat padat
Kelarutan zat padat yang dikandung oleh air sangat berperan dalam
pembentukan scale, sebab bila kelarutan zat padat rendah atau kecil,
maka kemungkinan untuk terbentuknya scale akan semakin besar.

c. Jenis-jenis scale yang terjadu antara lain :

 Scale Calcium Sulfate (CaSO4)


Scale Calcium Sulfate terbentuk dari reaksi ion kalsium dan ion sulfat
reaksinya sebagai berikut :
Ca++ + SO4= → CaSO4
 Scale Barium Sulfate (BaSO4)
Scale Barium Sulfat dibentuk oleh kombinasi ion Ba++ dan ion SO4=
dengan reaksi sebagai berikut :
Ba++ + SO4= → BaSO4
 Scale Kalsium Karbonate (CaCO3)
Scale ini terbentuk dari kombinasi ion kalsium dan ion karbonat atau
bikarbonat, sesuai dengan reaksi :
Ca++ + CO3= → CaCO3
Ca++ + 2(HCO3) → CaCO3 + CO2 + H2O
Perubahan kesetimbangan kimia ini menyebabkan terbentuknya scale
yang dapat menghambat atau menutup pori-pori batuan.
2. Endapan Asphalt

Fraksi asphalt dalam crude oil didefinisikan sebagai bagian yang


mengendap oleh penambahan pelarut parafin dengan titik didih dan berat
molekul rendah, seperti n-nepthane. Asphalt biasanya terdiri dari
molekul kondensat aromatic dan napthaneic dengan berat molekul
berkisar antara beberapa ratus hingga beberapa ribu. Asphalt juga
mengandung sejumlah oksigen, nitrogen dan sulfur. Material asphalt
biasanya lebih merupakan disperse koloid daripada dalam bentuk
larutan. Koloid akan menjadi ganda dengan adanya disperse partikel-
partikel kecil dipermukaan.

2.2 STIMULASI
Stimulasi merupakan suatu metode untuk memperbaiki sumur – sumur
yang di sebabkan oleh kerusakan formasi maupun adanya endapan-endapan
di dalam sumur serta untuk menghilangkan pengaruh penurunan permeabilitas
formasi dalam upaya peningkatan laju produksi. stimulasi dapat dilakukan
dengan metode hydraulic fracturing dan acidizing.
Acidizing ini biasa dilakukan untuk menghilangkan pengaruh penurunan
permeabilitas formasi di sekitar lubang sumur ( kerusakan formasi) dengan
cara memperbesar pori batuan dan melarutkan partikel-partikel penyumbat
pori-pori batuan. Berdasarkan penggunaannya, Acidizing dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu pencucian asam (acid
washing), pengasaman matrix ( matrix acidizing), perekahan asam ( fracturing
acidizing).
Hydraulic Fracturing adalah suatu proses perekahan batuan pada suatu
lapisan formasi dengan cara memompakan fluida perekah dengan tekanan
tinggi sehingga dapat merekahkan batuan formasi. Rekahan yang dihasilkan
oleh propan agar tidak menutup kembali.
Dampak dari stimulasi yaitu menimbulkan terbentuknya rekahan (fracture)
atau pelarutan partikel penyumbat pada ruang pori-pori batuan.

2.3. Matrix acidizing


Matrix acidizing atau pengasaman matrix adalah salah satu metode
stimulasi sumur yang paling banyak digunakan baik pada lapangan minyak
maupun panas bumi. Metode ini juga merupakan metode paling tua dimana
pekrjaan pengasaman pertama kali dilakukan pada tahun 1895. Teknik dasar
yang sering dilakukan dengan cara menginjeksikan asam kedalam formasi
pada tekanan injeksi dibawah tekanan rekah formasi. Tujuan dari
dilakukannya treatment ini adalah untuk mendapatkan penembusan asam
secara radial ke formasi. Stimulasi dicapai dengan menghilangkan efek
penurunan permeabilitas formasi disekitar lubang sumur dengan cara
memperbesar ruang pori dan melarutkan partikel yang menyumbat. Matrix
acidizing sangat berguna ketika acid fracturing tidak bisa dilakukan karna
terlalu berisiko karna adanya shale break atau natural flow boundaries lainnya
yang harus dijaga untuk meminimalisir atau mencegah terproduksinya gas
atau air. Matrix Acidizing biasanya digunakan untuk menghilangkan
kerusakan formasi yang terkait work-over, cairan injeksi dan oleh
pengendapan scale di lubang sumur maupun formasi.

Berbeda dengan sandstone Acidizing, pada Karbonat acidizing laju injeksi


memegang peranan penting pada laju pelarutan karbonat. Pada batuan
karbonat, susunan batuan terlarutkan oleh asam, membentuk ruang kosong
yang saling berhubungan menjadi flow Channel.

Ketika asam dipompakan ke batuan karbonat (limestone atau dolomite)


dengan tekanan injeksi dibawah tekanan rekah, asam akan masuk ke daerah
dengan permeabilitas yang tinggi (rekahan alami). Reaksi asam didaerah
dengan permeabilitas yang tinggi menyebabkan terbentuknya flow Channel
dengan konduktivitas tinggi

2.3.1 Jenis Jenis Asam yang Digunakan


Dalam stimulasi dengan menggunakan asam (acidizing), pemilihan jenis
asam yang digunakan penting artinya demi keberhasilan operasi tersebut.
Bagian ini akan menerangkan karakteristik dari asam yang umumnya
digunakan dan faktor-faktor kimia lain yang ikut berpengaruh di dalamnya.
Meskipun banyak komponen asam yang tersedia di industri minyak, hanya
tipe asam berikut yang terbukti ekonomis dan efektif di stimulasi sumur
minyak.

a. Mineral Acid
Inorganic Acid terbagi menjadi dua jenis asam, yaitu asam
hydrochloric (HCl) dan asam hydrochloric-hydrofuoric (HF-HCl) atau
biasa disebut dengan mud acid.
 Asam Hydrochloric (HCl)
Hydrochloric acid adalah asam yang paling sering digunakan untuk
acidizing stimulasi sumur minyak pada formasi karbonat. HCl biasanya
digunakan dengan konsentrasi 3%-28%. Konsentrasi yang rendah
berkisar 3-7,5% HCL biasanya digunakan untuk menghilangkan salt
plugs dan emulsi, dan memindahkan connate water untuk mencegah
formasi dari sodium dan potassium fluosilicate (material yang dapat
menyebabkan penyumbatan pada formasi). Konsentrasi yang tinggi
dipilih untuk mendapatkan reaksi yang lebih lama dan untuk
membentuk flow channels yang lebih besar. Konsentrasi yang biasa
digunakan untuk pengasaman pada formasi batu gamping dan dolomite
adalah konsentrasi 15% HCl. Sedangkan untuk pengasaman batupasir
dapat digunakan 5-7% HCl. Konsentrasi HCl yang tersedia dari pabrik
umumnya HCl dengan konsentrasi 32%, sehingga harus dilarutkan
terlebih dahulu sesuai kebutuhan.
Hydrochloric acid memiliki kekurangan yang mendasar yaitu
sifatnya sangat reaktif, Asam ini memiliki sifat korosifitas tertinggi
pada peralatan peralatan dalam lubang sumur, sifat korosif yang sangat
signifikan dan sulit untuk mengontrol pada temperatur tinggi diatas
250 oF. Oleh karena itu agar temperatur tidak melebihi tingkat
korosifitasnya, maka pada penggunaan asam HCl ditambahkan
additive yaitu corrosion inhibitor sebagai pencegah korosi. Selain itu
asam HCl juga harus ditangani secara hati-hati karena pada konsentrasi
yang tinggi larutan ini dapat terbakar.
Tabel 2.1.
Reaksi Antara HCl Dengan Beberapa Mineral Batuan
(Economides and Nolte, 1993)

Calcite/limestone
2HCl + CaCO3 → CaCl2 + CO2 + H2O
Calcium Chloride Carbon dioxide Water

Dolmite
4HCl + CaMg(CO3)2 → CaCl2 + MgCl2 + CO2 + H2O
Calcium Chloride Maagesium Chloride Carbon Dioxide Water

Sand/silica/quarts
HCl + SiO2 → tidak bereaksi

Siderite
2HCl + FeCO3 → FeCl2 + CO2 + H2O
Ferrous Chloride Carbon Dioxide Water

Ferrous sulfide
2HCl + FeS → FeCl2 + H2S
Ferrous Chloride Hydrogen Sulfide

Ferric oxide
6HCl + Fe2O3 → 2FeCl3 + 3H2O
Ferric Chloride Water

 hydrochloric-Hydrofluoric (HCl-HF)
Hydrofluoric Acid termasuk dalam inorganic acid. Dalam stimulasi,
hydrofluoric umumnya dikombinasikan dengan hydrochloric acid
(HCL). Asam HF tersedia dalam larutan dengan konsentrasi antara 40-
70%. Dalam penggunaannya pada operasi pengasaman, asam ini biasa
dikombinasikan dengan asam HCl. Campuran kedua jenis asam ini bisa
didapatkan dengan melarutkan campuran dari asam-asam
berkonsentrasi tinggi dengan air atau menambahkan garam-garam
fluoride ke dalam larutan asam HCl. Garam akan menjadi asam HF Jika
dilarutkan kedalam asam HCl. Asam Hydrochloric-Hydrofluoric sering
disebut juga mud acid. Mud Acid ditujukan pemakaiannya untuk
Pengasaman pada batu pasir karena dapat melarutkan atau bereaksi
dengan material Silika, seprti Clay, Silt, atau Lumpur Pemboran. Faktor
biaya dan kemungkinan terjadinya endapan membuat campuran HF-
HCl tidak digunakan untuk formasi karbonat. Komposisi masing-
masing asam dalam campuran dapat bervariasi tergantung pemakai
dalam menggunakannya.

b. Organic Acid
Organik acid terdiri dari asam acetic (CH3COOH) dan asam
formic (HCOOH). Keuntungan asam ini adalah biasa digunakan karena
memiliki laju korosi yang lebih rendah dan lebih kuat terhadap
temperatur yang tinggi dibanding hydrochloric acid.

 Asam Acetic (CH3COOH)


Asam acetic memiliki tingkat korosifitas asam yang sangat
rendah sehingga dapat digunakan dalam waktu relatif lebih lama
didalam sumur karena pengaruhnya terhadap peralatan logam didalam
sumur relatif kecil. Asam ini adalah asam organic pertama yang
digunakan pada operasi stimulasi pengasaman. Laju reaksi asam acetic
lebih lambat dibandingkan dengan asam HCl karena derajat ionisasinya
yang kecil. Asam acetic relatif lebih mahal dibandingkan dengan asam
HCl.
Asam acetic tidak berwarna dan mudah larut dalam air. Asam
ini memiliki waktu reaksi lebih lambat sehingga jumlah batuan
pervolume yang dapat bereaksi lebih banyak. Asam ini cenderung
tidak bersifat korosif dan konsentrasi yang umum digunakan berkisar
antara 10-15%. Beberapa keuntungan yang didapatkan dari
penggunaan asam acetic yaitu tidak menimbulkan pengendapan
dengan ion besi, tidak menyebabkan embrittlement atau stress cracking
pada baja yang mempunyai strength yang tinggi, tidak merusak
peralatan aluminium, membeku dan mengkristal pada temperatur 41,2
o
F (16,6 oC), serta tidak merusak lapisan chrome pada temperatur di
atas 200 oF. Asam ini sering juga digunakan sebagai fluida perforasi
pada formasi batu gamping (limestone).

Tabel II-2.
Reaksi Antara HF Dengan Beberapa Mineral Batuan.
(Economides and Nolte, 1993)

Calcite/limestone
2HF + CaCO3 → CaF2 + CO2 + H2O
Dolomite
4HF + CaMg(CO3)2 → CaF2 + MgF + 2CO2 + 2H2O
Sand/silica/quartz
6HF + SiO2 → H2SiF6 + 2H2O
4HF + SiO2 → SiF4 + 2H2O
2HF + SiF4 → H2SiF6
Silicat/feldspar
8HF + Na4SiO4 → SiF4 + 4NaF + 4H2O
2HF + SiF4 → H2SiF6
Albite (sodium feldspar)
14HF + NaAlSi3O8 + 2H+ → Na+ + AlF2+ + 3SiF4 + 8H2O
Orthoclase (potassium feldspar)
14HF + KalSi3O8 + 2H+ → K+ + AlF2+ + 3SiF4 + 8H2O
Kaolinite
24HF + Al4Si4O10(OH)8 + 4H+ → 4AlF2+ + 4SiF4 + 18H2O
18HF + Al2SiO2O5(OH)4 → 2H2SiF6 + 2AlF3 + 9H2O
Monmorilonite
40HF + Al4Si8O20(OH)4 + H+ → 4AlF2+ + 8SiF4 + 24H2O
(

 Asam Formic (COOH)


Asam formic merupakan asam organic yang paling sederhana,
dimana asam ini dapat bercampur dengan air secara sempurna dan
harganya relatif lebih murah. Pada stimulasi pengasaman matriks
konsentrasi asam formic yang digunakan berkisar antara 8-10%.
Meskipun asam formic bereaksi lebih cepat dari asam acetic, tetapi
masih lebih lambat dibandingkan dengan asam HCl. Asam ini efektif
digunakan pada temperatur tinggi, dengan tingkat korosifitas yang
lebih besar dari pada asam acetic. Walau demikian asam ini dapat juga
digunakan sebagai fluida komplesi yang memerlukan waktu kontak
yang relatif panjang antara asam dengan pipa.

2.3.2. Faktor Yang Mempengaruhi Pengasaman


1. Perbandingan Luas –Volume.
Perbandingan luas–volume (spesifik surface area) merupakan
perbandingan antara luas permukaan batuan yang kontak dengan asam
persatuan volume. Perbandingan luas-volume berbanding terbalik dengan
jari-jari batuan atau lebar rekahan. Harga spesifik surface area semakin
besar maka semakin besar laju reaksi asam terhadap batuan sehingga
spending time semakin kecil.

2. Temperatur Reservoir.
Temperatur mempunyai pengaruh langsung yang berbanding lurus
terhadap laju reaksi asam dengan batuan. Pada temperatur 140 0F dan 150
0
F laju reaksi sekitar 2 kali lebih cepat dibandingkan dengan temperature 80
0
F. Dengan kata lain dengan bertambahnya temperature maka laju reaksi
akan semakin lebih cepat. Panas yang mempengaruhi laju reaksi berasal
dari reservoir dan panas yang dihasilkan dari proses reaksi asam dengan
batuan.

3. Tekanan Reservoir
Pengaruh tekanan terhadap laju reaksi untuk asam HCl, pada
Temperatur diatas 750 psi, tekanan kurang berpengaruh terhadap laju
reaksi. CO2 yang terlarut dalam fluida meningkat sehingga konsentrasi CO2
sebagai hasil reaksi akan menggerakkan reaksi kearah tercapainya
kesetimbangan. Hal ini yang dapat menghambat laju reaksi.
Tekanan yang kurang dari 750 psi, CO2 yang terlarut mulai
terbebaskan sehingga laju reaksi meningkat. Proses pelepasan gas CO2
menimbulkan efek turbulensi dan agitasi sehingga dapat membantu
mempercepat laju reaksi.

4. Konsentrasi Asam
Konsentrasi merupakan jumlah mol zat yang terdapat dalam tiap
liter larutan atau ruangan (gas). Dengan bertambahnya konsentrasi larutan
maka kecepatan reaksi akan semakin cepat. Dari Gambar 3.14.dapat dilihat
bahwa laju reaksi naik hampir sebanding dengan naiknya konsentrasi HCl
antara 15-20 % dan pada konsentrasi 20-24%, laju reaksi mencapai titik
maksimum.
Peningkatan konsentrasi HCl melebihi 24% akan menyebabkan penurunan
terhadap laju reaksi. Hal ini disebabkan karena konsentrasi yang tinggi
(maksimum 24%) akan melarutkan volume yang besar, sehingga reaksi yang
dihasilkan juga banyak. Hasil reaksi seperti CaCl2 dan CO2 inilah yang dapat
mengurangi laju reaksi, karena bersifat retarged.
5. Komposisi Batuan
Komposisi kimia batuan formasi sangat penting untuk menentukan
waktu laju reaksi antara sam dengan batuan. Laju reaksi asam HCl terhadap
dolomite akan lebih lambat dibandingkan dengan limestone, karena
terbentuknya CaMg2C1612H2O sebagai hasil reaksi antara asam dengan
dolomite dan material ini dapat larut dengan asam.

6. Kecepatan Aliran Asam


Kecepatan aliran asam tidak menimbulkan pengaruh yang begitu
besar terhadap laju reaksi antara asam dengan batuan. Untuk sumur-sumur
dengan temperatur tinggi kecepatan ditingkatkan hanya untuk menghindari
berkurangnya daya reaktifitas asam yang akan dinjeksi

2.3.3 Stoikiometri Reaksi Asam dengan Batuan


Stoikiometri menunjukkan proporsi sebagai reaktan yang ada
dalam suatu reaksi. Walaupun proporsi ini mudah untuk dikenali antara
limestone atau dolomite dengan HCl namun secara alami reaksinya sangat
komplek karena pengaruh kandungan mineral-mineral lain juga bereaksi
dengan HCl.
Reaksi kimia antara asam dengan limestone yaitu :
2HCl + CaCO3 CaCl2 + H2O + CO2
reaksi kimia antar asam dengan dolomite yaitu :

4 HCl + CaMg(CO3)2 CaCl2 + MgCl2 + 2H2O + 2CO2


persamaan diatas menggambarkan stoichiometri dari reaksi antara
HCl dengan limestone dan dolomite, sebagai contoh kita lihat pada reaksi
pertama dimana 2 mole HCl bereaksi dengan 1 mole limestone (CaCO3)
untuk membuat 1 mole calsium chloride (CaCl2),satu mole air (H2O) dan
satu mole karbondioksida (CO2), begitu juga untuk reaksi antara HCl
dengan dolomite, yang menggambarkan jumlah mole yang dibutuhkan dan
yang dihasilkan dapat dilihat pada angka kesetimbangan.

2.3.4 Matrix acidizing Pada Batuan Karbonat

Berbeda dengan sandstone acidizing, pada carbonate acidizing laju


injeksi memegang peranan penting pada laju pelarutan karbonat. Pada batuan
karbonat, susunan batuan terlarutkan oleh asam , membentuk ruang kosong yang
saling berhubungan menjadi flow channel.

a. Mekanisme Pelarutan Oleh Asam


Ketika asam dipompakan ke batuan carbonate (limestone atau dolomite)
dengan tekanan injeksi dibawah tekanan rekah, asam akan masuk ke daerah
dengan permeabilitas yang tinggi (rekahan alami). Reaksi asam didaerah
dengan permeabilitas yang tinggi menyebabkan terbentuknya flow channel
dengan konduktivitas tinggi , disebut wormholes seperti pada Gambar 2.1.
Wormholes akan mempengaruhi aliran fluida reservoir karena
konduktivitasnya beberapa kali lebih besar dibanding dengan media berpori.
Terbentuknya wormholes sangat diharapkan pada proses acidizing karna
fungsinya sebagai bypass damage disekitar lubang sumur. Sebaliknya,
wormholes akan meningkatkan fluid leakoff selama acid fracturing dan
akibatnya akan membatasi kedalaman penetrasi asam. Keberhasilan dari
carbonate acidizing sangat bergantung pada pembentukan wormholes.
Struktur alur wormholes yang berbeda akibat kondisi aliran dan sifat
fluida/mineral, akan berpengaruh pada keefektikan dari matrix acidizing.
Fredd (2000) menggambarkan model dinamis dari wormholes
berdasarkan tabung kapiler yang merepresentasikan media berpori. Efek dari
struktur wormholes sudah dimasukkan melalui ketergantungan pada
Damkohler number dan parameter kinetis. Model ini memprediksikan
perubahan wormholes dan skin selama matrix acidizing treatment pada
kondisi lapangan tertentu.
Gambar 2.1
Wormholes Pada Core Batuan Karbonat
(Economides and Nolte, 1993)

Struktur pelarutan yang terbentuk selama transport dan reaksi di media


berpori sangat tergantung pada parameter seperti laju injeksi dan sifat
fluida/mineral. Berbagai struktur pelarutan digambarkan pada Gambar 2.2,
yang mengilustrasikan lima jenis utama struktur pelarutan , yaitu :
1. Face dissolution
2. Conical wormholes
3. Dominant wormholes
4. Ramified wormholes
5. Uniform wormholes
Perubahan dari struktur pelarutan face dissolution hingga uniform
dissolution yang teramati sebagai akibat dari laju injeksi yang semakin
meningkat. Pada laju injeksi yang rendah, reaktan “dimakan” pada inlet
muka core, menghasilkan face dissolution. Struktur ini memakan volume
reaktan yang besar dan menghasilkan kedalaman penembusan yang sangat
kecil. Pada laju injeksi yang lebih tinggi, reaktan dapat menembus
kedalaman matrik dan memperbesar flow channel. Namun, jumlah reaktan
yang cukup besar dimakan pada dinding flow channel, menghasilkan
formasi dengan struktur pelarutan conical wormholes. Pada laju injeksi
menengah, reaktan dialirkan ke ujung flow channel yang berkembang,
dimana reaktan akan melarutkan secara tersebar dan menghasilkan
dominan wormholes. Pada laju injeksi yang tinggi, struktur pelarutan akan
lebih bercabang sebagai akibat fluida dipaksa masuk ke pori yang lebih
kecil sehingga membentuk ramified wormholes. Pada laju injeksi yang
sangat tinggi, uniform dissolution teramati sebagai hasil dari reaktan yang
dialirkan ke bagian media yang sangat berpori.

Gambar 2.2.
Struktur Pelarutan
(Fredd, 2000)

2.4 Additive Yang Digunakan Dalam Acidizing


Semua asam yang digunakan dalam stimulasi sumur memerlukan
corrosion inhibitor untuk mengurangi laju reaksi asam pada peralatan dalam
sumur. Berikut merupakan additive yang ada di dalam acidizing:

a. Corrosion Inhibitor
Additive asam yang paling umum digunakan adalah corrosion
inhibitor (pencegah korosi), dimana fungsi utamanya adalah mencegah
terjadinya korosi.
Terdapat dua macam corrosion inhibitor dalam acidizing yaitu
inhibitor anorganik dan organik. Sebelum ditemukan inhibitor organik,
stimulasi sering menggunakan inhibitor anorganik seperti arsenic. Inhibitor
arsenic digunakan pada temperatur tinggi dan memiliki efektivitas yang
tinggi dan harga yang murah, namun banyak memiliki kerugian. Meskipun
inhibitor organik tidak seefektif arsenic, namun sangat berguna pada
temperatur di atas 250oF. Terkadang penggunaannya memerlukan
inhibitor extender, biasanya garam inorganic seperti potassium iodide yang
dapat meningkatkan penghambatan korosi, sehingga dapat menjadi
kombinasi inhibitor anorganik-organik. Walaupun kombinasi ini harganya
mahal, tetapi dapat digunakan pada temperatur sampai 400oF.

b. Surfactants
Surfactants atau surface active agents merupakan additive yang berfungsi
untuk :
1. Menaikkan atau menurunkan tegangan permukaan.
2. Membuat, merusak, melemahkan, atau menguatkan emulsi.
3. Merubah wetabilitas batuan reservoir, casing, tubing, atau flowline.
4. Menghamburkan atau flocculate (mendispersikan) clay dan material
lain.
Dari fungsinya tersebut, kegunaan utama dalam acidizing yaitu
mempercepat pembersihan, mencegah sludge (lumpur) dan emulsi pada
formasi, membuat formasi menjadi water wet, dan meningkatkan aliran
minyak dan gas. Biasanya asam ini digunakan untuk pembersihan setelah
acidizing.
c. Antisludge Agent

Anti sludge agent dipakai untuk menanggulangi masalah sludge


yang dapat menyumbat formasi dan mengurangi produktivitas sumur
setelah acidizing. Sludge adalah kondisi dimana fluida formasi (biasanya
minyak berat yang mengandung banyak aspal) berupa seperti lumpur,
dapat disebabkan oleh asam yang kontak dengan minyak.

Anti sludge agent mencegah terbentuknya sludge dengan cara


menjaga bahan-bahan kolodial agar tidak terdipersi. Terjadinya sludge
dalam formasi akan meningkat dengan naiknya konsentrasi asam.

d. Mutual Solvents
Mutual solvent merupakan material yang memiliki daya larut
(kelarutan) dalam air dan minyak. Mutual solvent dapat digunakan untuk
meminimalisir adsorpsi oil-wetting surfactant pada padatan formasi
sehingga mengurangi penurunan produktivitas setelah acidizing akibat
perubahan permeabilitas relatif atau emulsi yang distabilkan oleh padatan
formasi.
pada acidizing karbonat ethylene glycol monobutyl ether
(EGMBE) digunakan sebagai preflush bersama minyak pada formasi
tersebut, dan bertindak sebagai pembersih dan oil remover untuk
meningkatkan efektivitas stimulasi.

e. Friction Reducers
Friction reducer berfungsi untuk mengurangi kehilangan tekanan
akibat friksi (gesekan) fluida sepanjang peralatan. Ketika kehilangan
tekanan akibat friksi yang lebih diutamakan daripada fluid loss, maka
additive ini akan bekerja optimal dengan biaya yang lebih murah.
Kelemahan dari additive ini yaitu polymer-polymer ini akan terurai secara
cepat dalam asam, terutama dalam temperatur yang tinggi.

f. Acid Fluid-Loss Additives


Acid Fluid-Loss Additive adalah additive yang digunakan untuk
mencegah terjadinya fluid loss asam ke dalam batuan formasi. Additive ini
umumnya terdiri dari dua agent yaitu partikel inert, partikel padatan yang
dapat memasuki pori-pori formasi tetapi akan menjembatani permukaan
rekahan yang saling berdekatan dan material berbentuk gelatin (agar-agar)
yang akan menyumbat pori-pori.
g. Diverting Agents
Diverting agents merupakan salah satu metode penempatan asam
secara kimia serta material yang berfungsi untuk mengalihkan aliran fluida
stimulasi, sangat efektif digunakan pada beberapa zona produktif yang
berbeda serta pengganti penggunaan packer.
Penggunaan diverting agents dalam matrix acidizing yaitu agar
asam dapat bereaksi secara menyeluruh pada formasi meskipun dengan
permeabilitas yang berbeda pada tiap intervalnya. Dengan adanya
diverting agent ini, laju injeksi asam dapat sama untuk seluruh interval
yang berbeda permeabilitasnya.
h. Complexing Agents
Complexing agents adalah additive yang digunakan untuk
mencegah ion-ion besi mengendap selama pengasaman. Additive ini
biasanya terdiri dari asam organic dan beberapa asam lain. Kinerja
additive ini dipengaruhi oleh temperatur dan kehadiran ion-ion logam lain.

i. Cleanup Additive
Cleanup additive adalah additive yang digunakan untuk
membersihkan asam yang telah digunakan dari reservoir. Additive yang
biasa digunakan dalam pembersihan setelah acidizing yaitu gaseous
nitrogen, alcohol, atau surfactant. Fungsi utama dari additive ini yaitu
mempercepat proses pembersihan.

Anda mungkin juga menyukai