HORMON
Disusun oleh :
Jaidah Muharimmah
Justica
Novaulina Sitohang
Kelompok : 5 (lima)
Kelas : IV C
JURUSAN FARMASI
FFK
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.3 Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hormone
2. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme kerja hormone
3. Untuk mengetahui Kelenjar yang berfungsi sebagai penghasil hormon
4. Untuk mengetahui beberapa gangguan yang terjadi pada system hormone
serta terpi farmakologinya
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
dalam air bekerja melalui system messenger-kedua, sementara hormon steroid
dapat menembus membran sel dengan bebas.
Meskipun setiap hormon adalah unik dan mempunyai fungsi dan struktur
tersendiri, namun semua hormone mempunyai karakteristik berikut. Hormon
disekresi dalam salah satu dari tiga pola berikut :
1. Sekresi diurnal adalah pola yang naik dan turun dalam periode 24 jam.
Kortisol adalah contoh hormone diurnal. Kadar kortisol meningkat pada
pagi hari dan menurun pada malam hari.
2. Pola sekresi hormonal pulsasif dan siklik naik dan turun sepanjang waktu
tertentu, seperti bulanan. Estrogen adalah hormone siklik dengan puncak
dan lembahnya menyebabkan siklus menstruasi.
3. Tipe sekresi hormonal variable dan tergantung pada kadar substrat
lainnya. Hormone paratiroid di sekresi dalam berespos terhadap kadar
kalsium serum.
4. Hormon bekerja dalam sistem umpan balik. Loop umpan balik dapat suatu
lingkungan positif atau negatif dan memungkinkan tubuh untuk
dipertahankan dalam suatu lingkungan optimal. Hormone mengontrol laju
aktivitas seluler. Hormone tidak mengawali perubahan kimia. Hormone
hanya mempengaruhi sel-sel yang mengandung reseptor yang sesuai, yang
melakukan funsi spesifik. Hormone mempunyai fungsi dependen dan
interdependen.
5
determinan (penentu) pertama apakah jaringan akan memberikan respon terhadap
hormon. Namun, molekul yang berpartisipasi dalam peristiwa pasca-reseptor juga
penting; hal ini tidak saja menentukan apakah jaringan akan memberikan respon
terhadap hormon itu tetapi juga kekhasan dari respon itu. Hal yang terakhir ini
memungkinkan hormon yang sama memiliki respon yang berbeda dalam jaringan
yang berbeda.
2. Interaksi Hormon-Reseptor
Hormon menemukan permukaan dari sel melalui kelarutannya serta
disosiasi mereka dari protein pengikat plasma. Hormon yang berikatan dengan
permukaan sel kemudian berikatan dengan reseptor. Pada beberapa kasus
(contohnya, estrogen), hormon juga perlu untuk mempenetrasi inti sel
(kemungkinan melalui pori-pori dalam membrana inti) untuk berikatan dengan
reseptor inti-setempat. Umumnya hormon berikatan secara reversibel dan non-
kovalen dengan reseptornya. Ikatan ini disebabkan tiga jenis kekuatan. Pertama,
terdapat pengaruh hidrofobik pada hormon dan reseptor berinteraksi satu sama
lain dengan pilihan air. Kedua, gugusan bermuatan komplementer pada hormon
dan reseptor mempermudah interaksi. Pengaruh ini penting untuk mencocokkan
hormon ke dalam reseptor. Ketiga, daya van der Waals, yang sangat tergantung
pada jarak, dapat menyumbang efek daya tarik terhadap ikatan.
Pada beberapa kasus, interaksi hormon-reseptor lebih kompleks. Hal ini
sebagian besar terjadi jika hormon yang berinteraksi dengan suatu kompleks
reseptor dengan subunit yang majemuk dan di mana pengikatan dari hormon
dengan sub unit pertama mengubah afinitas dari subunit lain untuk hormon. Hal
ini dapat meningkat (kerjasama positif) atau menurun (kerjasama negatif) afinitas
dari hormon untuk reseptor itu.
3. Hormon Agonis, Antagonis dan Agonis Parsial
Suatu agonis sepenuhnya menginduksi reseptor untuk memicu peristiwa
pascareseptor. Suatu antagonis mampu untuk berikatan dengan reseptor dan
memblokir pengikatan dari agonis, tetapi tidak memicu respon pascareseptor.
Dengan cara ini, ia tidak menimbulkan suatu respons tetapi memblokir respons
terhadap agonis, asalkan ia ditemukan dalam konsentrasi yang cukup untuk
memblokir pengikatan agonis. Pada umumnya, antagonis berikatan dengan tempat
yang sama pada reseptor seperti agonis , namun pada beberapa keadaan, antagonis
6
dapat berikatan dengan reseptor pada tempat yang berbeda dan memblokir
pengikatan agonis melalui perubahan alosterik dalam reseptor. Suatu agonis
parsial (antagonis parsial) merupakan suatu perantara; ia berikatan dengan
reseptor tetapi hanya menimbulkan suatu perubahan parsial , sehingga walaupun
reseptor diduduki secara penuh oleh agonis parsial, respon hormon akan tidak
sepenuhnya.
4. Pengikatan Hormon Non-Reseptor
Reseptor bukan merupakan satu-satunya protein yang mengikat hormon-
banyak protein lain juga mengikatnya. Dalam hal ini termasuk protein pengikat
plasma dan molekul seperti alat transpor lainnya yang lazim ditemukan dalam
jaringan perifer, enzim yang terlibat dalam metabolisme atau sintesis dari steroid,
dan protein lain yang belum diidentifikasi hingga sekarang. Protein ini dapat
mengikat hormone seketat atau tebih ketat ketimbang reseptor; namun, mereka
berbeda dari reseptor di mana mereka tidak mentransmisikan informasi dari
pengikatan ke dalam peristiwa pasca reseptor.
Yang paling diteliti secara luas adalah "reseptor" lipoprotein berdensitas-
rendah (LDL) yang mengikat partikel LDL pembawa-kolesterol dan
menginternalisasinya . Reseptor ini penting untuk ambilan kolesterol, contohnya,
dalam sel-sel dari adrenal untuk biosintesis steroid dan dalam hati untuk
membersihkan plasma dari kotesterol. Cacat genetik reseptor ini menimbulkan
hiperkolesterolemia. Partikel LDL yang diinternalisasi dapat memberikan
kolesterol untuk sintesis steroid atau penyisipan ke dalam membran sel. Di
samping itu, kolesterol yang dilepaskan dari partikel menghambat umpan balik
sistesis kolesterol. Dengan demikian, reseptor IDL, secara tepat, bukan reseptor
tetapi LDL yang mengambil protein.
Molekul reseptor dan non-reseptor pengikat hormon biasanya dibedakan
melalui sifat-sifat pengikatannya serta kemampuan untuk memperantarai respon
pascareseptor. Reseptor akan mampu untuk mentransfer responsivitas hormon
dengan eksperimen transfer gen.
7
yang tidak memiliki saluran pembuangan (buntu), tapi masuk ke peredaran darah.
Cara kerja hormon di dalam tubuh tidak dapat diketahui secara cepat
perubahannya, akan tetapi memerlukan waktu yang lama. Tidak seperti sistem
saraf yang cara kerjanya dengan cepat dapat dilihat perubahannya. Hal ini karena
hormon yang dihasilkan akan langsung diedarkan oleh darah melalui pembuluh
darah, sehingga memerlukan waktu yang panjang.
Beberapa organ memiliki fungsi ganda: memproduksi hormone dari satu
kelompok sel dan zat lain dari kelompok sel lain (misalnya, pankreas
memproduksi insulin dan glukagon, dua hormone, dan juga getah pancreas).
Kelenjar endokrin pada manusia terdiri atas kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid dan
kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal, kelenjar timus, kelenjar pencernaan dan
pancreas, kelenjar pinealis dan kelenjar kelamin.
A. Kelenjar Hipofisis
Kelenjar hipofisis terletak dalam fossa hypophysialis (sella tursica),
cekungan dalam pada permukaan atas corpus os spenoidale. Lembaran dura mater
menutupi lubang fosa. Infundibulum hypofisis menghubungkan hipotalamus
dengan kelenjar, berjalan melalui lubang pada dura mater. Kelenjar ini terdiri dari
dua lobus yaitu anterior dan posterior. Lobus anterior terdiri dari kolom sel-sel,
yang bercabang tidak teratur dan dipisahkan oleh sinusoid tempat darah
bersirkulsi. Lobus posterior lebih kecil daripada anterior dan terdiri dari serat
saraf, neuroglia, dan pembuluh darah.
Hipofisis lobus anterior disebut juga sebagai kelenjar utama system
endokrin karena efek dari hormone ini pada kelenjar endokrin lain. Hormon yang
dihasilkan oleh hiposis lobus anterior yaitu :
1. Hormone pertumbuhan (GH) : menyebabkan retensi nitrogen dalam tubuh
dan sangat penting untuk pertumbuhan. GH disekresi pada orang dewasa,
anak-anak dan remaja dan memiliki efek pada metabolism karbohidrat dan
lemak dan sifat anti insulin.
2. Thyroid-stimulating hormone (TSH) : merangsang kelenjar tiroid untuk
menghasilkan tiroksin dan tri-yodotironin. Produksi hormone ini oleh
hipotalamus dan pelepasannya dari kelenjar dikendalikan oleh kadar
tiroksin dalam darah.
8
3. Hormone adrenokortikotropik (ACTH) : merangsang korteks kelenjar
adrenal menghasilkan glukokortikoid. Sekresinya dikendalikan oleh
jumlah kortisol dalam darah.
4. Hormone gonadotropik (gonadotropin) : bekerja pada kelenjar seks. Pada
pria interstitial cells-stimulating hormone (ICSH) merangsang sel-sel
interstisial testis untuk menghasilkan androgen. Pada wanita ada dua.
Yang pertama follicle-stimulating hormone (FSH) menyebabkan
pematangan folikel ovarium tempat ovum berkembang dan yang kedua
yaitu luteinizing hormone (LH), yang sama dengan ICSH, berkombinasi
dengan FSH untuk menyempurnakan pematangan folikel dan merangsang
perkembangan korpus luteum. Pada titik kritis FSH menghilang dan LH
meningkat, terjadi ovulasi. Pematanagn folikel menyekresi estrogen, dan
setelah ovulasi, korpus luteum menyekresi estrogen dan progesterone.
5. Prolaktin : hormone ini, diproduksi dalam kelenjar hipofisis dan tidak
dalam hipotalamus, terlibat dalam stimulasi dan memperthankan laktasi
payudara.
Hipofisis lobus posterior, hormone diproduksi didalam hipotalamus dan
mengalir melalui serat saraf ke lobus posterior kelenjar hipofisis. Hormn yang
dihasilkan yaitu :
Hormone antidiuretik : merangsang tubulus distal ginjal untuk
mereabsorbsi air dari cairan didalamnya.
Oksitosin : terlibat dalam kerja uterus saat melahirkan (fungsinya belum
jelas) dan kontraksi otot saluran payudara, menyebabkan susu diperas dari
saluran dalam ke saluran superfisial.
B. Kelenjar Tiroid Dan Klenjar Paratiroid
Kelenjar tiroid adalah kelenjar gondok yang terletak di depan trakea di
bawah jakun. Kelenjar tiroid memproduksi dua jenis hormone aktif, yaitu
levotiroksin (T4 ) dan triiodotironin (T3). Kedua hormon tiroid tersebut disintesis
oleh kelenjar tiroid akibat stimulasi hormone penstimulasi tiroid (TSH). Sebagian
besar (±85%) hormon tiroid yang disekresikan dalam peredaran darah oleh
kelenjar tiroid adalah T4, selebihnya (±15%) adalah T3. Di dalam hepar, ginjal
dan otot skelet, T4 diubah oleh 5’-monodeiodinase menjadi T3. Selain T4 dan T3,
baru-baru ini diidentifikasi adanya derivate hormon tiroid yang disebut tironamin
9
(TAM) yang juga mempunyai aktivitas fi siologis. TAM merupakan hormon
tiroid hasil proses dekarboksilasi T4 yang berlangsung dalam sitoplasma.
Kelenjar paratiroid adalah kelenjar anak gondok yang berjumlah 4 buah dan
menempel di belakang kelenjar tiroid. Terdapat empat kelenjar paratiroid kecil.
Setiap kelenjar berdiameter sekitar 3 mm, terletak dibelakang kelenjar tiroid atau
terbenam dalam kapsul kelenjar tiroid, sepasang diatas dan sepasang di bawah.
Kelenjar ini dapat mempunyai ukuran dan jumlah yang bervariasi dan kadang-
kadang ditemukan di bagian dalam kelenjar tiroid atau dibelakang faring atau
dalam toraks.
Hormone paratiroid meningkatkan jumlah kalsium dalam plasma darah
dengan mentransfer kalsium dari tulang ke dalam plasma, meningkatkan
reabsorpsi kalsium oleh tubulus ginjal, sehingga sekresi dalam urin berkurang,
dan meningkatkan absorpsi kalsium oleh usus. Peningkatan kalsium plasma
menurunkan sekresi hormone paratiroid dan meningkatkan tirokalsitonin yang
disekresi oleh kelenjar tiroid.
C. Kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal (suprarenalis) terletak pada bagian belakang abdomen dan
tepat diatas ginjal, meliputi kutb atas ginjal. Kelenjar ini mempunyai tinggi sekitar
5 cm, lebar 2,5 cm pada dasarnya dan tebal 1 cm, sisi kiri lebih pipih daripada sisi
kanan dan lebih berbentuk bulan sabit. Setiap kelenjar terdiri dari korteks kuning
dan medulla yang berwarna merah keabuan.
Korteks menghasilkan tiga kelompok hormone dengan struktur dasar yang
sama, yaitu :
1. Glukokortikoid
Sekresi glukokortikoid diatur oleh ACTH dari kelenjar hipofisis. Kortisol
(hidrokortison) adalah yang paling penting (i) antagonis insulin,
menyebabkan glikogen dideposit dalam hati, meningkatkan gula darah dan
mengambat ambilan glukosa oleh jaringan, (ii) memecah protein jaringan,
yang diubah dalam hati menjadi glikogen, (iii) terlibat dalam control
pertukaran air dan elektrolit antara sel dan ruang ekstraselular.
2. Mineralokortikoid
Aldosteron mengatur keseimbangan natrium dalam tubuh dengan bekerja
pada tubulus ginjal. Hormone ini menigkatkan ekskresi kalium. Sekresinya
10
diatur oleh kadar kalium plasma dan produksi rennin oleh ginjal.
Kortikosteroid adalah istilah untuk menggambarkan glukortikoid dan
mineralokortikoid.
3. Androgen
Diproduksi pada pria, bertanggung jawab untuk perkembangan cirri
seksual sekunder pria (pertumbuhan rambut wajah, suara menjadi berat).
Kerjanya lebih lemah daripada testosterone. Medulla menghasilkan
adrenalin dan noradrenalin. Secara kimia adrenalindan noradrenalin hanya
sedikit berada dan memiliki kerja yang serupa tetapi tidak identik.
Sekresinya menyebabkan respon terhadap stress, bekerja sebagai
perangsang system simpatis dan membuat tubuh mampu mengambil kerja
efektif dalam menghadapi situasi berbahaya atau potensial berbahaya.
D. Kelenjar Pancreas Dan Pencernaan
11
Sekretin adalah hormone yang dihasilkan oleh sel-sel duodenum akibat
masuknya asam dari lambung ke dalam duodenum. Hormone ini merangsang
sekresi getah pancreas. Kolesistokini pankreozim (dihasilkan oleh sel-sel usus
halus terhadap masuknya makanan) merangsang sekresi getah pancreas dan
menyebabkan kontraksi kandung empedu.
12
a. Somatrem yaitu hormone pertumbuhan yang dihasilkan dengan cara
rekayasa genetik. Dindikasikan untuk defisiensi hormone pertumbuhan
pada anak. Suntikan lepas lambat yang melepas obat perlahan-lahan dapat
diberikan secara subutan sebulan sekali. Sediaan ii dapat menyebabkan
terjadinya hiperglikemia dan ketosis pada pasien dengan riwayat diabetes
mellitus.
b. Somatomedin alah sekelompok mediator factor pertumbuhan yang
terdapat dalam serum manusia. Zat ini bertambah pada akromegali dan
menghilang pada pituitarisme. Somatomedin dibuat terutama di hepar,
selain itu juga di ginjal dan otot. Somatomedin menghambat hormone
pertumbuhan melalui mekanisme umpan balik.sejumlah kecil pasien
dengan gangguan pertumbuhan familial tak memiliki cukup somatomedin
meskipun kadar pertumbuhannya normal, dan pemberian hormone
pertumbuhan pada pasien ini tidak memperbaiki gangguan pertumbuhan.
c. Mekasermin, diindikasikan untuk kasus defisiensi IGF-1 yang tidak
responsif terhadap GH karena terjadi mutasi pada reseptor dan
terbentuknya antibody yang menetralisir GH. Efek samping yang utama
yaitu hipoglikemia. Untuk mencegah efek samping ini harus makan dulu
20 menit sebelum atau sesudah pemberian mekasermin subkutan.
2. Gangguan pada hormon tiroid
Gangguan pada hormone tiroid ada dua yaitu hipofungsi tiroid dan
hiperfungsi tiroid.
a. Hipofungsi tiroid
Hipotiroidisme, bila hebat disebut miksedema merupakan penyakit
gangguan tiroid yang paling umum. Hampir diseluruh dunia, hal ini disebabkan
karena defisiensi yodium pada daerah non endemik dimana yodium cukup
tersedia, umumnya disebabkan karena tiroiditis auto imun yang kronik (tiroiditis
hashimto). Penyakit ini ditandai oleh tingginya antibody terhadap peroksidase
tiroid di sirkulasi, dan mungkin juga dengan kadar trioglobulin yang tinggi meski
ini lebih jarang terjadi. Dapat juga terjadi hambatan antibodi terhadap reseptor
TSH, terjadi eksaserbasi hipotiroidisme.
Tiroksin (Na-levotiroksin, L-T4) merupakan obat pilihan utama untuk
replacement therapy pada hipotiroidisme atau kretinisme, karena potensinya
13
konsisten dan lama kerjanya panjang. Absorpsinya di usus halus bervariasi dan
tidak lengkap. Levotiroksin juga digunakan untuk menormalkan TSH.
Peningkatan TSH merupakan suatu hipotioidismedengan sedikit gejala klinis.
Koma miksedema yaitu sidroa yang jarang terjadi dan diakibatkan oleh
hipotiroidisme yang hebat dan berlangsung lama. Keadaan ini termasuk gawat
darurat, meskipun segera diobati, mortalitasnya 60%. Pemberian IV 200-300 µg
levotiroksin, sesudah 24 jam diberka lagi 100 µg. pada pasien dengan usia kurang
dari 50 tahun tanpa penyakit jantung dapat diberikan bolus tiroksin 500 µg oral
atau melalui nasogastric tube.
Hiperfungsi tiroid
Tirotoksikosis adalah keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya
hormone tiroid bebas dalam darah. Sindroma ini dapat disebabkan oleh berbagai
hal. Hipertiroidisme adalah keadaan dimana produksi dan sekresi hormone tiroid
meningkat akibat hiperfungsi kelenjar tiroid. Pada keadaan ini uptake yodium
oleh kelenjar meningkat, ini di buktikan dengan tes uptake yodium radioaktif
(radioactive iodine uptake= RAIU) selama 24 jam.
Pada destruksi kelenjar tiroid dan tiroksikosis akibat penggunaan hormon
tiroid eksogen akan didapati kadar RAIU yang rendah. Tiroksikosis dengan RAIU
rendah akibat tiroiditis subakut disertai rasa sakit dan troiditis tanpa rasa sakit
(silent) terjadi sekitar 5% sampai 20% dari seluruh kasus. Hampir semua keluhan
dan gejala tiroksikosis terjadi karena pembentukan panas yang berlebihan,
peningkatan aktivitas motorik dan aktivitas saraf simpatis. Kulit kemerahan,
panas, lembab, otot lemah dan terlihat tremor, frekuensi denyut nadi dan jantung
cepat.
Penghambat ion yodida adalah obat yang dapat mnghambat transport aktif
ion yodida ke dalam kelenjar tiroid. Obat tresebut anion monovalen yang bentuk
hidratnya mempunyai ukuran hamper sebesar hidrat ion yodida. Mekanisme kerja
obat ini denga menghambat secara kompetitif sodium-iodide symporter
(natriumpiodide sympoter= NIS) yang dapat enghambat masuknya yodium.
Perklorat kekuatanya kira-kira 10 kali kekuatan tiosianat. Perklorat meskipun
ditimbun dalam tiroid, tidak dimetabolisme dalam kelenjar tersebut dan diekskresi
dalam bentuk utuh. Natrium dan kalium perklorat memang bermanfaat sekali
14
untuk pengobatan hipertiroidisme terutama yang diinduksi oleh amiodaron atau
yodium.
Yodida merupakan obat tertua yang digunakan untuk pengobatan
hipertiroidisme sebelum ditemukan berbagai macam antitiroid. Pemberian yodida
pada pasien hipertiroidisme menghasilkan efek terapi yang nyata, dalam hal ini
yodida menekan fungsi tiroid. Yodida terutama digunakan pada persiapan operasi
tiroid pada hipertiroidisme. Biasanya yodida tidak diberikan sendiri tetapi
diberikan setelah gejala hipertiroidisme diatasi dengan antitiroid, yaitu diberikan
10 hari sebelum operasi dilakukan. Yodida sebaiknya tidak digunakan sebagai
terapi tunggal karena terapi yodida saja tidak dapat sepenuhnya mengendalika
gejala hiperteroidisme.
3. Gangguan pada hormone paratiroid
Gangguan pada fungsi hormone paratiroid yaitu hipoparatiroidisme dan
hiperparatiroidisme. Pengangkatan atau hipofungsi kelenjar paratiroid yang tidak
diketahui sebabnya (hipoparatiroidisme idiopatik) data menyebabkan suatu
sindroma akibat langsung hipokalesemia atau akibat penurunan ambang rangsang
membran yang terpolarisasi. Gejala klinik hipoparatiroidisme antara lain tetani,
parestesia, spasme laring, spasme otot dan konvulsi. Keadaan ini disebabkan
karena defisiensi ca dan vitamin D, misalnya akibat gangguan absorpsi atau
jumlahnya yang tidak cukup dalam diet.
Hiperpartiroidisme primer, dapa disebabkan hipersekresi kelenjar paratiroid
(hyperplasia, adenoma atau karsinoma) atau karena sekresi polipeptida yang
menyerupai HPT yang berasal dari suatu tumor. Hiperparatiroidisme sekunder
terhadap menurunnya Ca2+ plasma, dapat merangsang sekresi HPT. Keadaan ini
dapat terjadi pada gangguan absorpsi Ca2+ atau gangguan fungsi ginjal.
Terapi paratiroidisme primer dilakukan dengan reseksi kelenjar yang
hiperplastik atau adenoma. Pembedahan ini akan mengembalikan pasien ke
keadaan euparatiroid dan mencegah kerusakan ginjal dan disolusi tulang lebih
lanjut. HPT hanya dapat diberikan secara parenteral, pemberian oral akan dirusak
ezim saluran cerna. Masa paruhnya sekitar 20 menit, degradasinya terjadi dihepar
dan ginjal.
15
4. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuri,
polidipsi dan polifagi, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau
hiperglikemia (glukosa puasa ≥ 126 mg/dL atau postprandial ≥ 200 mg/dL atau
glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dL). Pada DM defisiensi insulin menyebabkan
hambatan transport asam amino ke dalam sel serta inkorporasinya menjadi
molekul protein. Meliha etiologinya DM dapat dibedakan menjadi: DM tipe 1,
adanya gangguan produksi insulin akibat penyakit autoimun atau idiopatik. Tipe
ini sering disebut insulin dependent diabetes mellitus atau IDDM karena pasien
mutlak memerlukan insulin. DM tipe 2, akibat resistensi insulin atau gangguan
sekresi insulin. Pada tipe 2 ini tidak selalu dibutuhkan insulin, kadang-kadang
cukup dengan diet dan antidiabetik oral. Karenanya tipe ini juga disebut
noninsulin dependent diabetes mellitus atau NIDDM.
Insulin masih erupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa jenis DM
tipe 2, tetap banyak pasien DM yang enggan disuntik insulin, kecuali dalam
keadaan terpaksa. Suntikan insulin dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain intravena, intramuscular dan umumnya pada penggunaan jangka panjang
lebih disukai pemberian subkutan (SK). Insulin subkutan terutama diberikan pada
DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan atau
antidiabetik oral, pasien DM pascapankreatektomi atau DM dengan kehamilan,
DM dengan ketoasidosis, koma nonketosis atau komplikasi lain, sebeum tindakan
operasi (DM tipe 1 dan 2). Tujuan pemberian insulin pada semua keadaan tersebut
bukan saja untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga memperbaiki semua
aspek metabolisme.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan dari
makalah ini yaitu :
1. Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar
atau organ, yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel-sel.
2. Mekanisme kerja hormon yaitu :
a. Reseptor Hormon : Hormon bekerja melalui pengikatan dengan reseptor
spesifik
b. Interaksi hormon-reseptor : Hormon yang berikatan dengan permukaan sel
kemudian berikatan dengan reseptor
c. Hormon Agonis, Antagonis dan Agonis Parsial
Agonis sepenuhnya menginduksi reseptor untuk memicu peristiwa
pascareseptor
Antagonis mampu untuk berikatan dengan reseptor dan memblokir
pengikatan dari agonis, tetapi tidak memicu respon pascareseptor
Agonis parsial (antagonis parsial) merupakan suatu perantara; ia
berikatan dengan reseptor tetapi hanya menimbulkan suatu perubahan
parsial
Pengikatan Hormon Non-Reseptor : Bukan hanya reseptor yang dapat
mengikat hormone tetapi protein lain juga dapat mengikat hormon seperti
protein pengikat plasma. Protein ini dapat mengikat hormone seketat atau
tebih ketat ketimbang reseptor.
3. Kelenjar endokrin, adalah kelenjar penghasil hormon yang tidak memiliki
saluran pembuangan (buntu), tapi masuk ke peredaran darah.
4. Gangguan pada system hormone
Gangguan pada Hormon pertumbuhan (GH=Somatotropin)
Dwarfisme (kekerdilan)
Gigantisme (keraksaan)
Gangguan pada hormone tiroid
Hipertiroidisme
17
Hipotiroidisme
Gangguan pada hormone paratiroid
Hiperparatiroidisme
Hipoparatiroidisme
Diabetes mellitus (DM)
18
PERTANYAAN DAN JAWABAN
19