Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH SETTING PERON TERHADAP ADAPTABILITAS PERSEPSI

PENGGUNA KRL STUDI KASUS: STASIUN KERETA API DURI PADA JAM
SIBUK

PROPOSAL PRA THESIS


DOSEN PEMBIMBING

1. Dr.Ir. Djoko Indrosaptono, MT


2. Dr.Ir.R. Siti Rukayah, MT

Oleh
Annica Etenia – 21020118410005

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ 2


PENDAHULUAN .......................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian.......................................................................... 6
1.5 Batasan Penelitian .................................................................................... 7
1.6 Alur Pikir .................................................................................................... 8
KAJIAN TEORI ........................................................................................................... 9
2.1 Tinjauan Persepsi...................................................................................... 9
2.2 Tinjauan Persepsi Lingkungan .................................................................. 10
2.3 Tinjauan Persepsi Ruang .......................................................................... 12
2.4 Tinjauan Kereta Api ................................................................................... 14
2.5 Tinjauan Stasiun........................................................................................ 15
2.6 Tinjauan Perilaku....................................................................................... 16
2.7 Tinjauan Setting ........................................................................................ 16
2.8 Keleluasaan Pribadi (Privacy) ................................................................... 17
2.9 Teritoritas .................................................................................................. 18
METODE PENELITIAN .......................................................................................... 19
3.1 Metode Penelitian ..................................................................................... 19
3.2 Objek Penelitian......................................................................................... 19
3.3 Metode Merekam Data .............................................................................. 20
3.4 Metode Analisis Rekam Data .................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 21

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kereta api merupakan sarana transportasi dengan kendaraan dengan mesin
tenaga uap atau listrik, pada bagian badan terdiri atas rangkaian gerbong yang ditarik
oleh lokomotif dan berjalan di atas rel atau rentangan baja. (KBBI). Saat ini, kereta
api merupakan moda transportasi yang banyak digunakan masyarakat Indonesia. Di
Indonesia sendiri, Kereta Api merupakan transportasi darat yang biasa digunakan
oleh masyarakat terutama warga Ibukota Jakarta. Jakarta sendiri merupakan ibukota
dengan kepadatan penduduk lebih dari 10 juta populasi. Tidak hanya kota Jakarta,
kota yang berada disekitar Jakarta (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) berdatangan
Ke Kota Jakarta tiap hari, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada tahun
2014 terdapat 1.38 juta KRL.
Situasi ini membuat tinggi peminat untuk menggunakan moda transportasi
Kereta Api Listrik (KRL). KA Commuter Jabodetabek (atau disebut juga KRL
Commuter Line, dulu dikenal sebagai KRL Jabodetabek) merupakan moda
transportasi pilihan masyarakat ibukota Jakarta tidak hanya fasilitas yang cukup baik
dan murah, tetapi juga bebas dari kemacetan jalan raya ibu kota, sehingga banyak
kalangan baik menengah atas maupun kebawah dapan menikmati fasilitas moda
transportasi ini.
Kereta Api Listrik (KRL) telah beroperasi di wilayah Jakarta sejak tahun 1925
hingga sekarang melayani rute Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi
(Jabodetabek). Pada tahun 2008 PT Kereta Api membentuk anak perusahaan yaitu
PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ), yang kemudian berganti nama menjadi PT
Kereta Commuter Indonesia (KCI) pada tahun 2017. Tujuan dari terbentuknya KRL
yaitu untuk lebih fokus dalam memberikan pelayanan yang berkualitas yang menjadi
bagian dari solusi masalah transportasi perkotaan yang semakin kompleks pada
tahun 2008. Saat ini KRL telah beroperasi hingga wilayah Jabodetabek.

3
Hingga kini, rata-rata jumlah pengguna KRL per hari mencapai 1.001.438
pengguna pada hari kerja, dengan rekor jumlah pengguna terbanyak yang dilayani
dalam satu hari adalah 1.154.080. Sebagai operator sarana, kereta Commuter Line
yang dioperasikan KCI saat ini melayani 79 stasiun di seluruh Jabodetabek, Banten
dan Cikarang dengan jangkauan rute mencapai 418,5 km (PT KAI Commuter, 2019).
Tahun 2013 KRL Jabodetabek mampu mengangkut lebih dari 400 ribu penumpang
per hari, dan meningkat menjadi dari 500 ribu penumpang per hari pada tahun 2014
(Data Statistik BPN DKI Jakarta tahun 2015).
Jumlah ini selalu meningkat dari tahun ke tahun diiringi oleh peningkatan
pelayanan serta fasilitas yang diberikan oleh penyedia jasa. Salah satu stasiun
Commuter Line Jabodetabek ialah stasiun Duri. Stasiun Duri merupakan salah satu
stasiun KRL dengan akses terdekat di wilayah Tangerang yang dimana letaknya
paling ujung, yang melayani rute dari Tangerang ke Stasiun Duri.
Salah satu fasilitas yang dibutuhkan dalam stasiun kereta api adalah peron.
Peron adalah bagian dari stasiun yang menyediakan akses ke atau dari kereta api.
(Railway Group Standard, 2000). Keberadaan peron menjadi sangat penting karena
memudahkan pengguna KRL turun dan naik kereta api. Saat ini jumlah jam
perjalanan KRL Serpong Line hingga kini belum ada penambahan, sedangkan Peron
di Stasiun Duri dirancang sangat pendek sehingga menyulitkan penumpang ketika
hendak ingin transit ke Kereta menuju Tangerang maupun sebaliknya. Walaupun
sudah adanya renovasi / pemugaran Stasiun Duri, tetapi jumlah pengguna
transportasi ini semakin bertambah menyebabkan peron menjadi sesak yang akan
menimbulkan ketidak nyamanan dan mulai beradaptasi terhadap kondisi tersebut.
Bagaimanakah pengaruh setting peron yang telah disediakan mempengaruhi
pengguna KRL dari sudut pandang pengguna? Penelitian ini menggunakan
pendekatan behavioral mapping menekankan keterkaitan dialektik antara individu
manusia dengan lingkungannya.

4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ditemui di lapangan dan telah diuraikan
dalam latar belakang penelitian. Selain itu banyak hal dijumpai misalnya ketika jam
sibuk, pengguna KRL menjadi sangat padat, sehingga timbul berbagai masalah.
Pengaruh setting di Stasiun Duri Kota Jakarta akan sangat membantu dalam
memberikan masukan dan dapat menjadi acuan Pemerintah dan PT Kereta
Commuter Indonesia (KCI) untuk menindaklanjuti program pembangunan lainnya
yang berhubungan dengan Stasiun Kereta. Hal-hal tersebut merupakan
permasalahan awal yang dijumpai di lokasi tersebut.
Hal ini menyebabkan kemunculan sebuah pertanyaan. Bagaimanakah
pengaruh setting peron yang telah disediakan mempengaruhi pengguna KRL dari
sudut pandang pengguna? Pertanyaan tersebut menjadi dasar dalam penelitian ini,
sehingga memilih topik penelitian mengenai “PENGARUH SETTING PERON
TERHADAP ADAPTABILITAS PENGGUNA KRL STUDI KASUS: STASIUN KERETA
API DURI PADA JAM SIBUK”. Maka dapat dirumuskan pembahasan yang diangkat
adalah berkaitan dengan persepsi, tempat (setting), dan pengaruh dari pengguna
Stasiun KRL Duri.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini secara garis besar adalah untuk
mengetahui ada atau tidak adanya pengaruh setting yang telah direncanakan pada
Stasiun KRL Duri Jakarta Barat jika ditinjau dari persepsi perilaku pengguna.
Sehingga pada hasil dari penelitian ini dapat memberikan beberapa manfaat. Semua
hasil dan temuan penelitian ini ataupun data yang digunakan, diharapkan menjadi
sumbang di beberapa aspek, diantaranya ialah:
 Dunia Pendidikan
- Diharapkan dari hasil penelitian dapat menjadi sebuah kontribusi yang
berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum, maupun
sesuai dengan disiplin ilmu peneliti, yakni Arsitektur.

5
- Diharapkan, dapat menjadi inspirasi, masukan, ataupun embrio bagi
peneliti lain yang ingin melakukan riset dengan kajian yang serupa.
 Masyarakat Umum dan Pemerintah
- Data maupun hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi
pemerintah dan pihak Commuter Line PT.KAI, mengenai kondisi fisik
sehingga mendapatka beberapa masukan untuk mengevaluasi fasilitas
yang ada di Stasiun Duri.
- Diharapkan dapat menjadi wacana bagi pihak Commuter Line PT.KAI
untuk melakukan perbaikan / renovasi di area Stasiun Duri.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup dalam penelitian ini terdiri dari atas dua bagian, yakni ruang lingkup
spasial dan ruang lingkup substansial
- Ruang lingkup spasial
Adapun ruang lingkup spasial yang ditentukan sebagai lokasinya adalah
Stasiun Duri yang terletak di Jakarta Barat.
- Ruang lingkup substansial
Adapun ruang lingkup substansial pada penelitian ini adalah sesuai dengan
focus ilmu yang dikuasai oleh peneliti, yakni dari segi arsitektur. Dengan
demikian aspek yang akan dibahas hanya seputar ruang di sekitar Stasiun
Duri, sedangkan aspek lainnya hanyalah sebagai pendukung demi jalannya
penelitian dengan baik.

6
1.5 Batasan Penelitian
Agar penelitian berjalan dengan baik, maka perlu ditentukan batasan – batasan
dalam melakukan penelitian dan observasi, adapun batasan tersebut sebagai berikut:
 Batasan objek penelitian:
- Objek penelitian adalah Peron dari Stasiun KRL Duri,
- Objek penelitian harus mudah dalam melakukan pengambilan data-data
yang diperlukan
- Data – data dari objek penelitian yang diambil adalah yang berkaitan
dengan ruang dan peron Stasiun Duri.

 Batasan Kajian
Kajian yang dilakukan dalam penelitian ini hanya sebatas pada ilmu arsitektur.
Adapun kajian lain di luar konteks tersebut adalah sebagai informasi
pendukung.

7
1.6 Alur Pikir
Alur pikir dari penelitian bertujuan untuk membuktikan teori, dimana teori
digunakan sebagai alat pembuktian dan dilanjutkan dengan pembahasan /
pemaknaan.

PERMASALAHAN
DOMINAN PADA RUANG
STASIUN
(DIRUMUSKAN)

MAYORITAS PENDUDUK
DI JAKARTA YANG STASIUN DURI KEBIASAAN PARA
MENGGUNAKAN PENGGUNA KRL
FASILITAS KRL

KAJIAN TEORI

HIPOTESA

METODE PENELITIAN: ADA VARIABEL


SAMPEL : RANDOM
DATA : KUANTATIF / KUALITATIF

PENGGALIAN DATA ANGKET /


KUISIONER

PEMBUKTIAN HIPOTESA

KESIMPULAN INTERPRETASI
8
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Tinjauan Persepsi
Menurut Moskowitz dan Orgel 1969 dalam Walgito, B 1994, persepsi adalah
merupakan proses yang terintegrasi dari individu terhadap stimulus yang diterimanya,
yaitu sebagai proses perorganisasian, perinterpretasian terhadap stimulus yang
diterima oleh individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan
aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu.
Sedangkan menurut Atkinson, Rita, L, dkk 1983, pengertian persepsi adalah
sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran terhadap stimulus yang diberikan
lingkungan.
Menurut Sarwono, Sarlito Wirawan 1992. Perilaku manusia merupakan pusat
perhatian dalam hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Manusia
mengindrakan objek dilingkungannya, hasil pengindraanya akan diproses hingga
timbul makna tentang objek tersebut, ini dinamakan persepsi, yang selanjutnya
menimbulkan reaksi, proses hubungan manusia dengan lingkungannya sejak individu
berinteraksi melalui penginderaanya sampai terjadi reaksi digambarkan dalam skema
persepsi.

Dalam batas
Homeo
Objek optimal
statis Adaptasi / Efek
adjusment lanjutan
persepsi

Diluar batas
Stress Coping Efek
optimal
individu
lanjutan

Stress
berlanjut

Diagram 2: skema persepsi

9
Dalam skema terlihat bahwa tahap paling awal dari hubungan manusia
dengan lingkungannya adalah kontak fisik antara individu objek-objek di
lingkungannya. Objek tampil dengan kemanfaatannya masing-masing, sedangkan
individu tampil dengan sifat – sifat indivdunya, pengalaman masa lalunya, bakat,
minat, sikap, dan berbagai ciri kepribadiannya masing-masing.
Lebih lanjut Atkinson, Rita, L. dkk (1993) menuturkan individual sebagai faktor
internal dapat ditunjukan dengan adanya minat, respon, dan harapan dari individu
tersebut.
Hasil interaksi individu dengan objek menghasilkan persepsi, persepsi individu
tentang objek itu. Jika persepsi itu di dalam batas-batas optimal, makan individu
dikatakan dalam keadaan homeostatis, yaitu keadaan serba simbang, keadaan ini
sering dipertahankan oleh individu karena menimbulkan perasaan-perasaan yang
menyenangkan, tidak merasa tertekan (stress).
Sebaliknya, jika objek dipersepsikan sebgai diluar optimal, diluar kemampuan
individu, misal terlalu besar, terlalu kuat, kurang keras, kurang dingin, terlalu aneh
dan sebagainya, makan individu tersebut akan mengalami stress dalam dirinya,
perasaannya tidak enak, tidak nyaman, tekanan energy dalam dirinya meningkat,
sehingga orang perlu melakukan coping untuk menyesuaikan lingkungan pada
kondisi dirinya, penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya disebut sebagai
adaptasi, sedangkan penyesuaian lingkungan terhadap individu disebut adjustment
Bila individu tidak dapat menyesuaikan dirinya maka stress akan tetap
berlanjut.

2.2 Tinjauan Persepsi Lingkungan


Setiawan B. Haryadi (1995), menyatakan environmental perception atau
persepsi lingkungan adalah interpersepsi tentang suatu setting oleh individu,
berdasarkan latar belakang budaya, nalar dan pengalaman individu tersebut.
Setiap individu mempunyai persepsi lingkungan yang berbeda, karena latar
belakang budaya yang berbeda, namun dimungkinkan beberapa kelompok individu

10
tertentu mempunyai kecendrungan persepsi lingkungan yang sama atau mirip karena
kemiripan latar belakang budaya, nalar dan pengalamannya.
Tujuan utama kajian arsitektur lingkungan dan perilaku sebenarnya adalah
untuk memahami keragaman persepsi lingkungan agar perbendaharaan tentang
persepsi lingkungan semakin bertambah.
Menurut Rapoport (1986), dalam konteks kajian arsitektur perancangan
lingkungan menyatakan bahwa peran persepsi lingkungan sangat penting karena
keputusan-keputusan atau pilihan perancangan akan ditentukan persepsi lingkungan
perancang.
Di dalam konteks studi Antropologi lingkungan, yang dimaksud mengenai
persepsi lingkungan akan menyangkut dua hal aspek yaitu emic dan aspek etic.
Aspek emic, menggambarkan bagaimana suatu lingkungan dipersepsikan oleh
kelompok, sedangkan aspek etic menggambarkan tentang bagaimana atau outsider
(misalnya perancang) mempersepsikan lingkungan yang sama.
Dengan demikian apabila perancang kurang memahami persepsi lingkungan,
yang dia rencanakan lingkungannya, dimungkinkan akan terjadi kualitas perancangan
lingkungan yang kurang optimal.
Lebih lanjut B. Setiawan Haryadi (1995), menyatakan perceived environmental
atau lingkungan yang terpersepsikan adalah merupakan produk atau bentuk dari
persepsi lingkungan seseorang atau sekelompok orang.
Mempelajari persepi lingkungan berarti mempelajari tentang proses cognitive,
afeksi (avffective), serta kognisi seseorang atau sekelompok orang terhadap
lingkungannya.
Proses kognisi, adalah proses yang meliputi penerimaan (perceiving),
pemahaman (understanding) dan pemikiran (thinking) tentang suatu lingkungan.
Proses afeksi adalah meliputi proses perasaab (feeling) dan emosi (emotions),
keinginan (desires), serta nilai-nilai (velues) tentang lingkungan.
Proses kognisi, adalah meiputi muncul tindakan, perlakuan terhadap
lingkungan sebagai respon dari proses kognisi dan afeksi.

11
Keseluruhan proses ini menghasilkan lingkungan yang terpersepsikan
(perceived environmental), setiap orang atau sekelompok orang dapat mempunyai
gambaran atau bentuk lingkungan yang berbeda sesuai dengan proses persepsinya
masing-masing.

2.3 Tinjauan Persepsi Ruang


Menurut Hall, E (1966), kemampuan manusia didalam memahami ruang yang
dibuat untuk memenuhi kebutuhannya, sangat tergantung dari bagaimana interaksi
antara manusia dengan lingkungan binaan (dibuat untuk memenuhi kebutuhannya),
dan bagaimana pengaruh ruang atau lingkungan binaan tersebut terhadap sikap dan
tingkah laku manusia.
Ada faktor yang menyangkut pemahaman tentang ruang (tingkah laku), yaitu
faktor psikologi dari pemakai, bagaimana persepsinya mengenai suatu ruang,
bagaimana kebutuhan interaksi sosialnya.
Pengalaman pemahaman ruang dibentuk oleh:
1. Visual Space, terbentuk dari persepsi indera mata
2. Audial Space, terbentuk dari persepsi indera pendengaran
3. Olfactual Space, terbentuk dari persepsi indera penciuman.
4. Thermal Space, terbentuk dari persepsi temperature lingkungan
5. Tectile Space, terbentuk darp persepsi indera peraba.
6. Kinesthetic Space, terbentuk dari persepsi batas-batas keleluasaan bergerak
manusia

Pemahaman ruang dapat terbentuk, pemahaman karakteristik bidang. Zeizel


(1975), mengatakan karakteristik bidang dari seluruh tempat dapat merubah
kemampuan seseorang untuk bersatu atau berpisah, karakteristik bidang tidak seperti
pembatas, tetapi melalu kontaks fisik yang diubah, sedangkan faktor indera seperti
visual, aural, olfactory, tactile, dan hubungan persepsi ikut mengambil peranan.
Karakteristik bidang meiputi:

12
 Bentuk ruang, adalah ruang, selalu memiliki bentuk dan bentuk merupakan
bagian dari suatu keadaan yang dapat merubah pola interaksi manusia.
Bentuk memberikan pengaruh utama secara visual dan hubungan persepsi,
jika diinginkan bentuk dapat memberikan petunjuk yang menganggap area
dalam satu bagian menjadi bagian lain yang terpisahkan.
 Orientasi ruang, adalah penggunaan ruang untuk suatu kegiatan tertentu
seirng kali terkait dengan bagaimana ruang ditemukan. Orientasi ruang dapat
memberikan peluang agar ruang tersebut mudah ditemukan, dilihat diawasi
dan dicapai.
 Ukuran ruang, adalah hubungan kedekatan sosial antara manusia dapat
terlihat sebagai jarak sosial, jarak tersebut diarasemenkan oleh ukuran ruang.
Ruang yang memiliki ukuran lebih besar, orang akan lebih mudah melakukan
pemisahan diri, sedangkan ruang dalam ukuran sempti, orang berbeda dalam
suatu kebersamaan
 Pembatas Ruang, adalah semua elemen fisik yang dapat mempersatukan
atau memisahkan manusia kedalam suatu dimensi. Pembatas juga
menjelaskan perbedaan kepemilikan, antara suatu tempat yang diperbolehkan
dan tempat yang dilarang. Maka unsur pembatas ini sangat menentukan
dalam pengambilan keputusan tentang ruang yang digunakan. Elemen fisik
yang dimaksud dapat berupa dinding, pagar, tanaman atau fasilitas umum,
tiap elemen mempunyai sifat yang berbeda, oleh karenanya kegiatan yang
terjadi selalu menyesuaikan.
 Komponen ruang, adalah di dalam ruangan terdapat berbagai komponen yang
memiliki kekuatan sebagai magnet, berlangsungnya suatu fungsi, yang lain
disebut sebagai kegiatan bawaan sehingga akan meningkakan frekuensi dan
variasi bentuk kegiatan diruang tersebut
 Kondisi ruang, adalah kondisi ruang yang terkait dengan temperature, polusi
udara dan kebisingan. Pada ruang dengan suhu atau kebisingan yang
berlebihan, manusia cenderung menghindar menurut Sarwono, Sarlito

13
Wirawan (1992) sebaliknya manusia akan memanfaatkan jika kondisi ruang,
terasa nyaman, suhu teduh, tidak bising dan tidak polusif.

2.4 Tinjauan Kereta Api


Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga
gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang
bergerak di rel. Kereta api umumnya terdiri dari lokomotif yang dikemudikan oleh
tenaga manusia yang disebut masinis dengan bantuan mesin dan rangkaian kereta
atau gerbong sebagai tempat pengangkutan barang dan atau penumpang.
Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu
memuat penumpang atau barang dalam skala yang besar. Karena sifatnya sebagai
angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara
maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota,
antarkota,
maupun antarnegara.
Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan tenaga uap atau
listrik yang terdiri atas rangkaian gerbong yang ditarik oleh lokomotif dan berjalan di
atas rel atau rentangan baja. (KBBI). Dan menurut Peraturan Menteri Perhubungan
No. 32 Tahun 2011, Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak,
baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya
yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan
kereta api. Kereta api dibagi dalam berbagai macam, yaitu :
a. Kereta api penumpang
b. Kereta api barang
c. Kereta api campuran
d. Kereta api kerja
e. Kereta api pertolongan

14
2.5. Tinjauan Stasiun
Stasiun menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun 2011,
merupakan prasarana atau tempat bagi penumpang naik kereta api dan sebagai
tempat pemberhentian kereta api. Menurut Undang-undang Republik Indonesia
No.23 Tahun 2007 yang disebutkan dalam pasal 35 bahwa stasiun kereta api
berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani naik
turun penumpang, bongkar muat barang, dan/atau keperluan operasi kereta api.
Stasiun untuk keperluan naik turun penumpang sekurang-kurangnya dilengkapi
fasilitas :
1) Keselamatan,
2) Keamanan,
3) Kenyamanan,
4) Naik turun penumpang,
5) Penyandang cacat,
6) Kesehatan,
7) Fasilitas umum.
Stasiun dapat dibagi menurut apa saja yang harus diangkut atas dua jenis, yakni
(Soebianto, 1979) :
1) Stasiun penumpang terdiri atas gedung – gedung stasiun dengan peron –
peron dan kelengkapan – kelengkapan lain – lainnya, digunakan untuk
mengangkut orang,bagasi, pos, dan barang hantaran.
2) Stasiun barang terdiri atas gudang – gudang barang, tempat muat dan
bongkar dan kelengkapan – kelengkapan lainnya yang diperlukan untuk
mengangkut barang.

Stasiun dibedakan berdasarkan bentuknya sebagai berikut.


1) Stasiun Kecil, juga disebut perhentian, yang biasanya oleh kereta api cepat
dan kilat dilewati saja. Stasiun-stasiun yang paling kecil dikenal dengan nama
perhentian kecil hanya diperlengkapi buat menerima dan menurunkan
penumpang saja.

15
2) Stasiun sedang terdapat di tempat – tempat yang sedikit penting dan
disinggahi oleh kereta api cepat, dan sekali – kali juga oleh kereta api kilat.
3) Stasiun besar terdapat dalam kota – kota besar dan disinggahi semua kereta
api. Pengangkutan penumpang dan barang laimnya dipisahkan sedangkan
dapat pula terdapat suatu stasiun langsiran yang tersendiri.

2.6 Tinjauan Perilaku


Perilaku manusia timbul akibat adanya interaksi antara manusia dengan
lingkungannya (Kurt Lewin, 1951). Perilaku manusia ini adakalanya menye-suaikan
diri terhadap lingkungannya, karena manusia mempunyai kemampuan besar untuk
beradaptasi (Gump,1971). Di samping itu ada juga manusia merubah lingkungannya
supaya sesuai dengan perilakunya (Michelson,1977). Fasilitas umum sebagai sarana
kegiatan bersama, salah satunya dalam fasilitas transportasi pasti terjadi adanya
kegiatan interaksi sosial antar sesame pengguna KRL.
Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Notoadmodjo, 2003).
Kwick (1974), sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku adalah
tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat di amati dan bahkan dapat di
pelajari. Umum, perilaku manusia pada hakekatnya adalah proses interaksi individu
dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah mahluk hidup
(Kusmiyati dan Desminiarti,1991). Menurut penulis yang disebut perilaku manusia
adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung.

2.7 Tinjauan Setting


Penggunaan istilah setting dipakai dalam kajian arsitektur lingkungan (fisik)
dan perilaku, yang menunjuk pada hubungan integrasi antara ruang (lingkungan fisik
secara spasial) dengan segala aktivitas individu / sekelompok individu dalam kurun
waktu tertentu (Setiawan1995).

16
Menurut Schoggen dalam Sarwono, 2001, pengertian setting diartikan sebagai
tatanan suatu lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku manusia, artinya
ditempat yang sama, perilaku manusia dapat berbeda kalau settingnya (tatanannya)
berbeda.

2.8 Keleluasaan Pribadi (Privacy)


Keleluasaaan pribadi adalah kemampuan sesorang mengendalikan dan
mengatur kemungkinan kemungkinan didekati,dihubungi dan dicari informasi tentang
dirinya oleh pihak lain Westin (1970) membagi keleluasaan pribadi ke dalam
beberapa jenis yaitu :
 Solutide : keinginan untuk menyendiri, bebas dari pengamatan pihak luar
 Intimacy: keinginan intim bersama orang lain tertentu yang bebas dari pihak
lain
 Anonymity : tak mau dikenali oleh pihak lain, sekalipun ia berada dikeramaian
 Reserve : seseorang yang memakai batas psikologis untuk menanggulangi
gangguan pihak lain yang tak diingin Seseorang perlu keleluasaan pribadi
untuk memperoleh rasa otonom, membebaskan diri dari emosi, membantu
mengevauasi diri serta untuk membuat batas dan melindungi diri pada
waktu komunikasi.

2.9 Teritorialitas (Teritoriality)


Teritorialitas menunjukkan pada sekelompok rona perilaku bahwa seorang
ingin mempribadi, menyatakan diri, memiliki, dan bertahan. Teritori merupakan
daerah yang tetap atau tidak dapat dipindahkan. Ada lima ciri teritori, yaitu : Memuat
daerah ruang (spatial), dimiliki atau dikendalikan oleh individu atau kelompok,
memenuhi kebutuhan atau dorongan tertentu, ditandai secara konkrit maupun
simbolis, dan dipertahankan atau pemilik merasa terganggu bila ada orang lain
melanggarnya.
Erich Fromm (1974) berpendapat bahwa manusia dikuasai oleh naluri untuk
mempertahankan teritorinya.Teritori penting bagi manusia untuk menyatakan wilayah

17
kekuasaan yang menjadi hak miliknya, agar dapat melakukan berbagai kegiatan
dengan leluasa. Teritori ini menyangkut masalah kepemilikan, penggunaan,
pengawasan dan pemeliharaan suatu tempat/obyek.
Teritori dapat dibagi menjadi 3 bagian sebagai berikut :
1. Teritori Utama, misalnya; ruang tidur, ruang kerja, pekarangan suatu
rumah, dan lain lain
2. Teritori Sekunder, misalnya; ruang tamu, ruang keluarga, pintu masuk
pekarangan, jalan, taman suatu kota.
3. Teritori Umum, misalnya; jalan di muka rumah, taman.

Teritori ini penting untuk pemenuhan keleluasaan pribadi untuk memenuhi kebutuhan
akan identitas, kepemilikan, aktualisasi diri, rasa aman, memelihara hubungan atau
interaksi dengan pihak lain.

18
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Untuk pemecahan masalah, penelitian ini menggunakan pendekatan dengan
cara “Kuantitaif Rasionalistik”
Penelitian ini merupakan penelitian perilaku yang berkaitan dengan hubungan
antara manusia dan lingkungannya ( setting ), lewat pemahaman rasionalistik dengan
fenomenadan data yang terjadi dilapangan untuk menemukan suatu kesimpulan atau
rekomendasi serta temuan baru.
Paham / paradigma rasionalistik digunakan dalam penelitian ini dengan
penggalian data yang menjelaskan ciri dengan menggali fenomena lewat pemikiran
logic dengan kesesuaian yang digunakan menggunakan behavioral mapping.
Penelitian rasionalistik, dicapai dengan menggunakan konstruksi pemaknaan,
yang didasarkan pada tiga dimensi realitas, yaitu : empiris, sensual (realita indrawi),
empiric logic (realitas berdasarkan logika dan pengetahuan teori), dan empiric etik
(realitas berdasarkan penghayatan manusia terhadap sistem nilai-nilai budi pekerti )
Dalam penelitian ini, teori utama yang dibangun berdasarkan teori J Wiesman
(1981) tentang atribut, dan teori A Paul, Bell (1976) tentang persepsi, selanjutnya
teori utama ini diperlakukan sebagai variable bebas untuk melihat tuntutan

3.2 Objek Penelitian


Yang menjadi sasaran obyek peneltian adalah pengguna KRL Stasiun Duri,
khususnya tentang persepsi para pengguna KRL di Stasiun Duri terhadap setting
peron yang telah disediakan dan fenomena perilaku para pengguna KRL di Stasiun
Duri terhadap tuntutan atribut persepsi pengguna KRL yang keberadaannya
dipengaruhi oleh setting properti Peron KRL di Stasiun Duri.
Persepsi sebagai produk interaksi antara obyek dengan individu, berupa
minat, respon, dan harapan.

19
3.3 Metode Merekam Data
Secara umum data dibagi menjadi dua kelompok, yaitu data primer dan data
sekunder, Data primer didapat langsung ke objek penelitian melalui observasi
lapangan, kuisioner dan wawancara, sedangkan Data sekunder adalah data yang
didapat melalui dinas terkait atau instansi terkait.
Data primer dalam penelitian ini menggunakan metode “person centered
mapping” untuk mengetahui tingkat sirkulasi kerumunan orang, bagaimana pengguna
KRL tersebut menepi untuk menunggu kereta transit selanjutnya, serta wawancara,
pemberian kuisioner, yaitu meliputi aktivitas, aksesibilitas, kenyamanan, keamanan,
dan visibilitas, pada periode waktu tertentu dengan menerapkan prinsip kejenuhan
informasi.
Sedangkan untuk mengetahui / merekam setting peron pada Stasiun KRL
Duri, meliputi tempat, dimensi pada peron, karakteristik peron, dengan observasi
lapangan, mengukur, pengamatan visual.

3.4 Metode Analisis Rekam Data


Pada tahap analisis dari hasil rekaman data diawali dengan pengelompokkan
dan melakukan kategorisasi menurut setting properti peron, yang berupa minat,
respon dan harapan yang menurut tuntutan atribut persepsi pengguna KRL, yang
berupa aktivitas, aksesibilitas, kenyamanan, keamanan, dan visibilitas.
Dari hasil kategori tersebut, kemudian dilakukan metode analisis deskriptif
untuk melakukan interpretasi dan memberikan makna guna untuk menjawab
pertanyaan penelitian.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Bell, Paul A (1978): Environmental Psychology, WB. Saunders co,


Philadelphia.
2. Hall, E, 1966, The Hidden Dimention, New York Doubleday
3. Haryadi B, Setiawan, 1995, Arsitektur Lingkungan dan Perilaku, Dirjen Dikti,
Depdikbud, Jakarta
4. Lewin, Kurt 1951: Field Theory in social science, Harper & Brothers Publisher,
New York.
5. Rapoport Amos, 1977, Human Aspect Of Urban Form, Oxford: Pergamon
Press
6. Sarwono, Sarlito Wirawan, 1992 Psikologi Lingkungan, Grasindo PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
7. Rita L. Atnikson dkk, 1983, The Hidden Dimention, New York Doubleday
8. Weisman, Gerald D. (1981). Modelling Environment and Behavior System.
Pensylvania: Journal of Man Environmental Relation.
9. Data Statistik BPN DKI Jakarta tahun 2015
10. Peraturan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun 2011
11. Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2007, pasal 35

21

Anda mungkin juga menyukai