PENGGUNA KRL STUDI KASUS: STASIUN KERETA API DURI PADA JAM
SIBUK
Oleh
Annica Etenia – 21020118410005
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Hingga kini, rata-rata jumlah pengguna KRL per hari mencapai 1.001.438
pengguna pada hari kerja, dengan rekor jumlah pengguna terbanyak yang dilayani
dalam satu hari adalah 1.154.080. Sebagai operator sarana, kereta Commuter Line
yang dioperasikan KCI saat ini melayani 79 stasiun di seluruh Jabodetabek, Banten
dan Cikarang dengan jangkauan rute mencapai 418,5 km (PT KAI Commuter, 2019).
Tahun 2013 KRL Jabodetabek mampu mengangkut lebih dari 400 ribu penumpang
per hari, dan meningkat menjadi dari 500 ribu penumpang per hari pada tahun 2014
(Data Statistik BPN DKI Jakarta tahun 2015).
Jumlah ini selalu meningkat dari tahun ke tahun diiringi oleh peningkatan
pelayanan serta fasilitas yang diberikan oleh penyedia jasa. Salah satu stasiun
Commuter Line Jabodetabek ialah stasiun Duri. Stasiun Duri merupakan salah satu
stasiun KRL dengan akses terdekat di wilayah Tangerang yang dimana letaknya
paling ujung, yang melayani rute dari Tangerang ke Stasiun Duri.
Salah satu fasilitas yang dibutuhkan dalam stasiun kereta api adalah peron.
Peron adalah bagian dari stasiun yang menyediakan akses ke atau dari kereta api.
(Railway Group Standard, 2000). Keberadaan peron menjadi sangat penting karena
memudahkan pengguna KRL turun dan naik kereta api. Saat ini jumlah jam
perjalanan KRL Serpong Line hingga kini belum ada penambahan, sedangkan Peron
di Stasiun Duri dirancang sangat pendek sehingga menyulitkan penumpang ketika
hendak ingin transit ke Kereta menuju Tangerang maupun sebaliknya. Walaupun
sudah adanya renovasi / pemugaran Stasiun Duri, tetapi jumlah pengguna
transportasi ini semakin bertambah menyebabkan peron menjadi sesak yang akan
menimbulkan ketidak nyamanan dan mulai beradaptasi terhadap kondisi tersebut.
Bagaimanakah pengaruh setting peron yang telah disediakan mempengaruhi
pengguna KRL dari sudut pandang pengguna? Penelitian ini menggunakan
pendekatan behavioral mapping menekankan keterkaitan dialektik antara individu
manusia dengan lingkungannya.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ditemui di lapangan dan telah diuraikan
dalam latar belakang penelitian. Selain itu banyak hal dijumpai misalnya ketika jam
sibuk, pengguna KRL menjadi sangat padat, sehingga timbul berbagai masalah.
Pengaruh setting di Stasiun Duri Kota Jakarta akan sangat membantu dalam
memberikan masukan dan dapat menjadi acuan Pemerintah dan PT Kereta
Commuter Indonesia (KCI) untuk menindaklanjuti program pembangunan lainnya
yang berhubungan dengan Stasiun Kereta. Hal-hal tersebut merupakan
permasalahan awal yang dijumpai di lokasi tersebut.
Hal ini menyebabkan kemunculan sebuah pertanyaan. Bagaimanakah
pengaruh setting peron yang telah disediakan mempengaruhi pengguna KRL dari
sudut pandang pengguna? Pertanyaan tersebut menjadi dasar dalam penelitian ini,
sehingga memilih topik penelitian mengenai “PENGARUH SETTING PERON
TERHADAP ADAPTABILITAS PENGGUNA KRL STUDI KASUS: STASIUN KERETA
API DURI PADA JAM SIBUK”. Maka dapat dirumuskan pembahasan yang diangkat
adalah berkaitan dengan persepsi, tempat (setting), dan pengaruh dari pengguna
Stasiun KRL Duri.
5
- Diharapkan, dapat menjadi inspirasi, masukan, ataupun embrio bagi
peneliti lain yang ingin melakukan riset dengan kajian yang serupa.
Masyarakat Umum dan Pemerintah
- Data maupun hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi
pemerintah dan pihak Commuter Line PT.KAI, mengenai kondisi fisik
sehingga mendapatka beberapa masukan untuk mengevaluasi fasilitas
yang ada di Stasiun Duri.
- Diharapkan dapat menjadi wacana bagi pihak Commuter Line PT.KAI
untuk melakukan perbaikan / renovasi di area Stasiun Duri.
6
1.5 Batasan Penelitian
Agar penelitian berjalan dengan baik, maka perlu ditentukan batasan – batasan
dalam melakukan penelitian dan observasi, adapun batasan tersebut sebagai berikut:
Batasan objek penelitian:
- Objek penelitian adalah Peron dari Stasiun KRL Duri,
- Objek penelitian harus mudah dalam melakukan pengambilan data-data
yang diperlukan
- Data – data dari objek penelitian yang diambil adalah yang berkaitan
dengan ruang dan peron Stasiun Duri.
Batasan Kajian
Kajian yang dilakukan dalam penelitian ini hanya sebatas pada ilmu arsitektur.
Adapun kajian lain di luar konteks tersebut adalah sebagai informasi
pendukung.
7
1.6 Alur Pikir
Alur pikir dari penelitian bertujuan untuk membuktikan teori, dimana teori
digunakan sebagai alat pembuktian dan dilanjutkan dengan pembahasan /
pemaknaan.
PERMASALAHAN
DOMINAN PADA RUANG
STASIUN
(DIRUMUSKAN)
MAYORITAS PENDUDUK
DI JAKARTA YANG STASIUN DURI KEBIASAAN PARA
MENGGUNAKAN PENGGUNA KRL
FASILITAS KRL
KAJIAN TEORI
HIPOTESA
PEMBUKTIAN HIPOTESA
KESIMPULAN INTERPRETASI
8
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Tinjauan Persepsi
Menurut Moskowitz dan Orgel 1969 dalam Walgito, B 1994, persepsi adalah
merupakan proses yang terintegrasi dari individu terhadap stimulus yang diterimanya,
yaitu sebagai proses perorganisasian, perinterpretasian terhadap stimulus yang
diterima oleh individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan
aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu.
Sedangkan menurut Atkinson, Rita, L, dkk 1983, pengertian persepsi adalah
sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran terhadap stimulus yang diberikan
lingkungan.
Menurut Sarwono, Sarlito Wirawan 1992. Perilaku manusia merupakan pusat
perhatian dalam hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Manusia
mengindrakan objek dilingkungannya, hasil pengindraanya akan diproses hingga
timbul makna tentang objek tersebut, ini dinamakan persepsi, yang selanjutnya
menimbulkan reaksi, proses hubungan manusia dengan lingkungannya sejak individu
berinteraksi melalui penginderaanya sampai terjadi reaksi digambarkan dalam skema
persepsi.
Dalam batas
Homeo
Objek optimal
statis Adaptasi / Efek
adjusment lanjutan
persepsi
Diluar batas
Stress Coping Efek
optimal
individu
lanjutan
Stress
berlanjut
9
Dalam skema terlihat bahwa tahap paling awal dari hubungan manusia
dengan lingkungannya adalah kontak fisik antara individu objek-objek di
lingkungannya. Objek tampil dengan kemanfaatannya masing-masing, sedangkan
individu tampil dengan sifat – sifat indivdunya, pengalaman masa lalunya, bakat,
minat, sikap, dan berbagai ciri kepribadiannya masing-masing.
Lebih lanjut Atkinson, Rita, L. dkk (1993) menuturkan individual sebagai faktor
internal dapat ditunjukan dengan adanya minat, respon, dan harapan dari individu
tersebut.
Hasil interaksi individu dengan objek menghasilkan persepsi, persepsi individu
tentang objek itu. Jika persepsi itu di dalam batas-batas optimal, makan individu
dikatakan dalam keadaan homeostatis, yaitu keadaan serba simbang, keadaan ini
sering dipertahankan oleh individu karena menimbulkan perasaan-perasaan yang
menyenangkan, tidak merasa tertekan (stress).
Sebaliknya, jika objek dipersepsikan sebgai diluar optimal, diluar kemampuan
individu, misal terlalu besar, terlalu kuat, kurang keras, kurang dingin, terlalu aneh
dan sebagainya, makan individu tersebut akan mengalami stress dalam dirinya,
perasaannya tidak enak, tidak nyaman, tekanan energy dalam dirinya meningkat,
sehingga orang perlu melakukan coping untuk menyesuaikan lingkungan pada
kondisi dirinya, penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya disebut sebagai
adaptasi, sedangkan penyesuaian lingkungan terhadap individu disebut adjustment
Bila individu tidak dapat menyesuaikan dirinya maka stress akan tetap
berlanjut.
10
tertentu mempunyai kecendrungan persepsi lingkungan yang sama atau mirip karena
kemiripan latar belakang budaya, nalar dan pengalamannya.
Tujuan utama kajian arsitektur lingkungan dan perilaku sebenarnya adalah
untuk memahami keragaman persepsi lingkungan agar perbendaharaan tentang
persepsi lingkungan semakin bertambah.
Menurut Rapoport (1986), dalam konteks kajian arsitektur perancangan
lingkungan menyatakan bahwa peran persepsi lingkungan sangat penting karena
keputusan-keputusan atau pilihan perancangan akan ditentukan persepsi lingkungan
perancang.
Di dalam konteks studi Antropologi lingkungan, yang dimaksud mengenai
persepsi lingkungan akan menyangkut dua hal aspek yaitu emic dan aspek etic.
Aspek emic, menggambarkan bagaimana suatu lingkungan dipersepsikan oleh
kelompok, sedangkan aspek etic menggambarkan tentang bagaimana atau outsider
(misalnya perancang) mempersepsikan lingkungan yang sama.
Dengan demikian apabila perancang kurang memahami persepsi lingkungan,
yang dia rencanakan lingkungannya, dimungkinkan akan terjadi kualitas perancangan
lingkungan yang kurang optimal.
Lebih lanjut B. Setiawan Haryadi (1995), menyatakan perceived environmental
atau lingkungan yang terpersepsikan adalah merupakan produk atau bentuk dari
persepsi lingkungan seseorang atau sekelompok orang.
Mempelajari persepi lingkungan berarti mempelajari tentang proses cognitive,
afeksi (avffective), serta kognisi seseorang atau sekelompok orang terhadap
lingkungannya.
Proses kognisi, adalah proses yang meliputi penerimaan (perceiving),
pemahaman (understanding) dan pemikiran (thinking) tentang suatu lingkungan.
Proses afeksi adalah meliputi proses perasaab (feeling) dan emosi (emotions),
keinginan (desires), serta nilai-nilai (velues) tentang lingkungan.
Proses kognisi, adalah meiputi muncul tindakan, perlakuan terhadap
lingkungan sebagai respon dari proses kognisi dan afeksi.
11
Keseluruhan proses ini menghasilkan lingkungan yang terpersepsikan
(perceived environmental), setiap orang atau sekelompok orang dapat mempunyai
gambaran atau bentuk lingkungan yang berbeda sesuai dengan proses persepsinya
masing-masing.
12
Bentuk ruang, adalah ruang, selalu memiliki bentuk dan bentuk merupakan
bagian dari suatu keadaan yang dapat merubah pola interaksi manusia.
Bentuk memberikan pengaruh utama secara visual dan hubungan persepsi,
jika diinginkan bentuk dapat memberikan petunjuk yang menganggap area
dalam satu bagian menjadi bagian lain yang terpisahkan.
Orientasi ruang, adalah penggunaan ruang untuk suatu kegiatan tertentu
seirng kali terkait dengan bagaimana ruang ditemukan. Orientasi ruang dapat
memberikan peluang agar ruang tersebut mudah ditemukan, dilihat diawasi
dan dicapai.
Ukuran ruang, adalah hubungan kedekatan sosial antara manusia dapat
terlihat sebagai jarak sosial, jarak tersebut diarasemenkan oleh ukuran ruang.
Ruang yang memiliki ukuran lebih besar, orang akan lebih mudah melakukan
pemisahan diri, sedangkan ruang dalam ukuran sempti, orang berbeda dalam
suatu kebersamaan
Pembatas Ruang, adalah semua elemen fisik yang dapat mempersatukan
atau memisahkan manusia kedalam suatu dimensi. Pembatas juga
menjelaskan perbedaan kepemilikan, antara suatu tempat yang diperbolehkan
dan tempat yang dilarang. Maka unsur pembatas ini sangat menentukan
dalam pengambilan keputusan tentang ruang yang digunakan. Elemen fisik
yang dimaksud dapat berupa dinding, pagar, tanaman atau fasilitas umum,
tiap elemen mempunyai sifat yang berbeda, oleh karenanya kegiatan yang
terjadi selalu menyesuaikan.
Komponen ruang, adalah di dalam ruangan terdapat berbagai komponen yang
memiliki kekuatan sebagai magnet, berlangsungnya suatu fungsi, yang lain
disebut sebagai kegiatan bawaan sehingga akan meningkakan frekuensi dan
variasi bentuk kegiatan diruang tersebut
Kondisi ruang, adalah kondisi ruang yang terkait dengan temperature, polusi
udara dan kebisingan. Pada ruang dengan suhu atau kebisingan yang
berlebihan, manusia cenderung menghindar menurut Sarwono, Sarlito
13
Wirawan (1992) sebaliknya manusia akan memanfaatkan jika kondisi ruang,
terasa nyaman, suhu teduh, tidak bising dan tidak polusif.
14
2.5. Tinjauan Stasiun
Stasiun menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun 2011,
merupakan prasarana atau tempat bagi penumpang naik kereta api dan sebagai
tempat pemberhentian kereta api. Menurut Undang-undang Republik Indonesia
No.23 Tahun 2007 yang disebutkan dalam pasal 35 bahwa stasiun kereta api
berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani naik
turun penumpang, bongkar muat barang, dan/atau keperluan operasi kereta api.
Stasiun untuk keperluan naik turun penumpang sekurang-kurangnya dilengkapi
fasilitas :
1) Keselamatan,
2) Keamanan,
3) Kenyamanan,
4) Naik turun penumpang,
5) Penyandang cacat,
6) Kesehatan,
7) Fasilitas umum.
Stasiun dapat dibagi menurut apa saja yang harus diangkut atas dua jenis, yakni
(Soebianto, 1979) :
1) Stasiun penumpang terdiri atas gedung – gedung stasiun dengan peron –
peron dan kelengkapan – kelengkapan lain – lainnya, digunakan untuk
mengangkut orang,bagasi, pos, dan barang hantaran.
2) Stasiun barang terdiri atas gudang – gudang barang, tempat muat dan
bongkar dan kelengkapan – kelengkapan lainnya yang diperlukan untuk
mengangkut barang.
15
2) Stasiun sedang terdapat di tempat – tempat yang sedikit penting dan
disinggahi oleh kereta api cepat, dan sekali – kali juga oleh kereta api kilat.
3) Stasiun besar terdapat dalam kota – kota besar dan disinggahi semua kereta
api. Pengangkutan penumpang dan barang laimnya dipisahkan sedangkan
dapat pula terdapat suatu stasiun langsiran yang tersendiri.
16
Menurut Schoggen dalam Sarwono, 2001, pengertian setting diartikan sebagai
tatanan suatu lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku manusia, artinya
ditempat yang sama, perilaku manusia dapat berbeda kalau settingnya (tatanannya)
berbeda.
17
kekuasaan yang menjadi hak miliknya, agar dapat melakukan berbagai kegiatan
dengan leluasa. Teritori ini menyangkut masalah kepemilikan, penggunaan,
pengawasan dan pemeliharaan suatu tempat/obyek.
Teritori dapat dibagi menjadi 3 bagian sebagai berikut :
1. Teritori Utama, misalnya; ruang tidur, ruang kerja, pekarangan suatu
rumah, dan lain lain
2. Teritori Sekunder, misalnya; ruang tamu, ruang keluarga, pintu masuk
pekarangan, jalan, taman suatu kota.
3. Teritori Umum, misalnya; jalan di muka rumah, taman.
Teritori ini penting untuk pemenuhan keleluasaan pribadi untuk memenuhi kebutuhan
akan identitas, kepemilikan, aktualisasi diri, rasa aman, memelihara hubungan atau
interaksi dengan pihak lain.
18
BAB III
METODE PENELITIAN
19
3.3 Metode Merekam Data
Secara umum data dibagi menjadi dua kelompok, yaitu data primer dan data
sekunder, Data primer didapat langsung ke objek penelitian melalui observasi
lapangan, kuisioner dan wawancara, sedangkan Data sekunder adalah data yang
didapat melalui dinas terkait atau instansi terkait.
Data primer dalam penelitian ini menggunakan metode “person centered
mapping” untuk mengetahui tingkat sirkulasi kerumunan orang, bagaimana pengguna
KRL tersebut menepi untuk menunggu kereta transit selanjutnya, serta wawancara,
pemberian kuisioner, yaitu meliputi aktivitas, aksesibilitas, kenyamanan, keamanan,
dan visibilitas, pada periode waktu tertentu dengan menerapkan prinsip kejenuhan
informasi.
Sedangkan untuk mengetahui / merekam setting peron pada Stasiun KRL
Duri, meliputi tempat, dimensi pada peron, karakteristik peron, dengan observasi
lapangan, mengukur, pengamatan visual.
20
DAFTAR PUSTAKA
21