199-207
199
Pratiwi, Penerapan Metode Storytelling Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara....
200
Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Vol. 1 No. 1, Desember 2016, hlm. 199-207
cerita yang berjudul ulat tidalik, setiap digunakan oleh guru. Sehingga tidak ada
siswa ditugaskan untuk menceritakan yang dapat merangsang pikiran, perasaan,
kembali isi cerita dengan menggunakan perhatian, dan minta siswa yang menjurus
kata-kata sendiri. Bukannya menceritakan ke arah terjadinya proses belajar.
kembali menggunakan kata-kata sendiri, Masalah rendahnya keterampilan
tetapi siswa cenderung menghafal setiap berbicara tersebut perlu dicarikan solusi
kata yang terdapat dalam buku mereka agar pembelajaran yang dilaksanakan
yang memuat cerita anak yang telah dapat memberikan hasil yang optimal
dibacakan oleh guru. Selain itu, siswa serta mampu meningkatkan keterampilan
juga masih tampak malu-malu bahkan berbicara bagi siswa. Salah satu solusi
terdapat siswa yang sama sekali tidak yang dipilih untuk mengatasi masalah
berbicara sepatah kata pun. rendahnya keterampilan berbicara siswa
Berdasarkan hasil wawancara dan adalah dengan menerapkan metode
pengamatan langsung di lapangan storytelling dalam pembelajaran bahasa
diketahui bahwa permasalahan ini Indonesia. Latif A (2012, hlm. 51)
disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor mengemukakan bahwa bercerita adalah
yang pertama adalah penggunaan model metode yang sangat baik dalam
atau metode pembelajaran yang pendidikan. Pada umumnya, cerita
dilakukan guru. Sebagaimana kita disukai oleh jiwa manusia karena
ketahui, guru mempunyai peranan besar memiliki pengaruh yang menakjubkan
dalam menentukan model atau metode untuk dapat menarik perhatian pendengar
pembelajaran yang akan diberikan kepada dan membuat seseorang bisa mengingat
siswa. Namun kenyataaan di lapangan kejadian-kejadian dalam sebuah kisah
menunjukan bahwa guru lebih sering dengan cepat.
menggunakan metode konvensional, yang Bercerita adalah suatu kegiatan
salah satunya adalah metode ceramah yang dilakukan seseorang secara lisan
yang membuat siswa merasa bosan dan kepada orang lain dengan alat tentang apa
pasif di dalam kelas. Guru sangat jarang yang harus disampaikan dalam bentuk
merencang metode yang lebih menarik pesan, informasi atau hanya sebuah
bagi siswa. Guru mengatakan bahwa guru dongeng yang dikemas dalam bentuk
tidak sempat untuk merancang metode cerita yang dapat didengarkan dengan
lainnya untuk pembelajaran di kelas dan rasa menyenangkan (Madyawati L, 2016,
penggunaan metode yang lebih inovatif hlm. 162). Nurgiyantoro (dalam
dianggap kurang efektif dan efisien dari Madyawati L, 2016, hlm. 162)
segi penggunaan waktu. Karena biasanya berpendapat bahwa bercerita merupakan
dalam metode yang lebih inovatif siswa kegiatan berbahasa yang bersifat
lebih sering diajak untuk berdiskusi produktif. Artinya, dalam bercerita
dalam kelompok yang membuat siswa seseorang melibatkan pikiran, kesiapan
bermain-main dan ribut pada saat proses mental, keberanian, perkataan yang jelas
pembelajaran. Aktivitas pembelajaranpun sehingga dapat dipahami oleh orang lain.
berpusat pada guru dan buku pelajaran.
Akibat dari proses pembelajaran tersebut, Bercerita dianggap cocok
keterampilan bebicara siswa juga tidak diterapkan dalam pembelajaran bahasa
akan meningkat karena siswa tidak Indonesia dengan tujuan untuk
pernah dilatih untuk berbicara atau meningkatkan kemampuan berbicara
diberikan kesempatan untuk siswa dengan alasan:
mengungkapkan pendapatnya. Faktor 1. Bercerita memberikan pengalaman
yang kedua adalah sangat minimnya psikologis dan linguistik pada siswa
media pembelajaran atau alat peraga yang sesuai minat, tingkat perkembangan
201
Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Vol. 1 No. 1, Desember 2016, hlm. 199-207
202
Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Vol. 1 No. 1, Desember 2016, hlm. 199-207
Catatan lapangan
204
Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Vol. 1 No. 1, Desember 2016, hlm. 199-207
205
Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Vol. 1 No. 1, Desember 2016, hlm. 199-207
206
Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Vol. 1 No. 1, Desember 2016, hlm. 199-207
tiap indikator yang telah digunakan oleh saat bercerita, dan tahapan menutup
peneliti sebagai berikut: cerita dan evaluasi
2. Keterampilan berbicara siswa dalam
Perbandingan Rata-rata Skor pembelajaran bahasa Indonesia pada
Tiap Aspek Siklus I dan II materi cerita anak dengan
menerapkan metode storytelling telah
25,00% mengalami peningkatan. Hal ini
20,00% 23,00% dibuktikan dari peningkatan dalam
21,00% 21,00%
20,00%
15,00% 19,00%
18,00% 18,40% setiap aspek penilaian keterampilan
17,00%
10,00% 13,00% 13,00% berbicara siswa dengan melihat
11,00% 10,00%
5,00% peningkatan rata-rata siklus I yaitu 71
0,00% dan meningkat pada siklus II menjadi
80,4. Sedangkan ketuntasan siswa
pada siklus I adalah 60,9% meningkat
pada siklus II menjadi 87%.
207