Anda di halaman 1dari 6

TUGAS STRATIGRAFI SEISMIK DAN SEKUEN

Besarnya fluktuasi eustatik diukur dari relatif terhadap titik pusat bumi. Untuk mengevaluasi
besarnya pengaruh tektonik vertikal, serta sedimentasi dan kompaksi sedimen, diberikan garis
imajiner yang berada di dekat water bottom/sea floor. Water bottom/sea floor dan datum yang
diperlihatkan pada Gambar 1 diletakkan tidak bertepatan dan dipisahkan oleh sedimen
akumulasi, hal ini bertujuan agar bisa memisahkan efek akibat tektonik, sedimentasi, sedimen
kompaksi (Catuneanu 2002).

Gambar 1 Eustatik, perubahan muka laut relatif, dan kedalaman air (modifikasi dari
Posamentier dkk, 1988 dalam Catuneanu, 2006)

Berdasarkan gambar di atas tersebut, dapat dijelaskan bahwa (Catuneanu, 2002):


a. Jika datum bergerak ke bawah relatif ke pusat bumi menandakan bahwa terjadi
penurunan dasar cekungan (tectonic subsidence), serta respon dari sedimen kompaksi.
b. Jika datum bergerak ke atas relatif terhadap pusat bumi, maka itu memberikan respon
adanya pengangkatan dasar cekungan (tectonic uplift).
c. Jika water bottom/sea floor bergerak ke atas relatif terhadap datum, menandakan
terjadinya akumulasi sedimen pada waktu tersebut.
d. Jika water bottom/sea floor bergerak ke atas relatif terhadap datum, menandakan
terjadinya erosi pada dasar laut.
e. Perubahan kolom air (water depth) merupakan jarak antara muka laut (sea level) dan
dasar laut (sea floor) yang dipengaruhi oleh besar/kecil akumulasi sedimen.
f. Perubahan muka laut relatif (relative sea level changes) merupakan jarak antara muka
laut (sea level) dan datum, dengan kata lain perubahan muka laut tidak dipengaruhi oleh
sedimentasi.

Perlu dicermati, perubahan base level sering diindikasikan sama dengan perubahan muka laut
relatif (relative sea level), hal ini dikarenakan pengaruh arus dan gelombang atau disebut
sebagai energy flux sering diabaikan pada perubahan base level. Sehingga dikatakan konsep
perubahan muka laut relatif (relative sea level) sama dengan perubahan base level.

Fluktuasi base level mengalami kenaikan maupun penurunan. Base level naik (meningkatnya
jarak vertikal antara muka laut dan datum) yang akan menghasilkan akomodasi, sedangkan
base level turun (menurunnya jarak vertikal antara muka laut dan datum) yang akan merusak
akomodasi. Faktor utama yang mempengaruhi naik/turunnya base level dipengaruhi oleh
eustatik dan tektonik, sehingga bisa dibuat rumus sebagai berikut (Catuneanu, 2006):

1. Base level naik

Gambar 2 Skenario base level naik dalam rangkaian eustatik dan tektonik (Catuneanu, 2006)
2. Base level turun

Gambar 3 Skenario base level turun dalam rangkaian eustatik dan tektonik (Catuneanu, 2006)

Perubahan base level jika dihubungkan dengan kontrol sedimen akan mempengaruhi fluktuasi
kolom air (water depth), serta pergesaran transgresif dan regresif yang mengakibatkan
maju/mundurnya garis pantai (shoreline).

Transgresif didefinisikan sebagai majunya garis pantai yang mengalami migrasi ke darat.
Migrasi ini memicu pergeseran fasies menuju ke darat, serta pendalaman air laut di sekitar garis
pantai. Transgresif akan menghasilkan pola penumpukan retrogradasi. Adapun regresif
didefinisikan sebagai mundurnya garis pantai yang mengalami migrasi lebih ke laut. Migrasi
ini memicu pergeseran fasies menuju ke laut, serta terjadi pendangkalan air laut di sekitar garis
pantai. Regresif ini akan menghaslikan pola penumpukan progradasi.

Pola regresif juga bisa mengalami pendalaman air laut di sekitar garis pantai, misalnya yang
terjadi pada area lepas pantai (offshore). Salah satu contohnya adalah Delta Mahakam di
Indonesia (Verdier dkk, 1980 dalam Catuneanu, 2002) yang menjelaskan studi kasus bahwa
progradasi (regresif) yang terjadi pada garis pantai diikuti dengan pendalaman air laut, hal ini
dikarenakan adanya interaksi antara sedimentasi dan tingkat penurunan cekungan yang tinggi.

Dalam hal ini, pola regresif dibagi dalam dua jenis, yakni: regresi normal dan regresi paksa.
Regresif normal terjadi ketika tahap awal dan akhir ketika base level naik, ketika tingkat
sedimentasi melebihi tingkat base level naik pada garis pantai. Sehingga pola penumpukan
yang terbentuk akan agradasi. Sedangkan regresi paksa (forced regressions) terjadi ketika base
level turun, ketika garis pantai maju menuju laut diikuti oleh kecepatan sedimen dan
menghasilkan pola penumpukan progradasi. Sebaliknya pada transgresif terjadi ketika
akomodasi yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan kecepatan sedimen sehingga
menghasilkan pola penumpukan retrogradasi. Hal ini bisa dilihat lingkungan pengendapan dan
singkapan yang memperlihatkan pola-pola transgresif, serta dua jenis pola regresif (Gambar 4
dan 5).

Gambar 4 Jenis-jenis lintasan garis pantai: lingkungan pengendapan saat ini. (A) regresi paksa
yang terjadi pada daerah Svalbard; (B) regresi normal pada daerah Delta Indus; (C) transgresif
yang terjadi pada daerah Florida.
Gambar 5 Jenis-jenis lintasan garis pantai: contoh singkapan. (A) regresi paksa yang terjadi
pada daerah Panther Tongue, Kapur Atas, Utah; (B) regresi normal pada daerah Delta Ferron,
Kapur Atas, Colorado; (C) transgresif yang terjadi pada Fornasi Muddy, Kapur Atas, Colorado.
Singkatan: WRS – wave-revinement surface; FC – facies contact; SU – subaerial
unconformity; TRS – tidal-ravinement surface.
DAFTAR PUSTAKA

Catuneanu, O. (2002): Sequences stratigraphy of clastic systems: concepts, merits, pitfalls,


Journal of African Earth Sciences, 35, 1 – 43.
Catuneanu, O. (2006): Principles of stratigraphy, Elsevier, Oxford, 84 – 85.
Catuneanu, O., Galloway, W. E., Kendall, C. G. St. C., Miall, A. D., Posamentier, H. W.,
Strasser, A., Tucker, M. E. (2011): Sequence stratography: methodology and
nomenclature, Newsletter on Stratigraphy, 44/3, 173 – 245.

Anda mungkin juga menyukai