Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Imunisasi Vaksin Human Papilloma Virus (HPV )

a. Pengertian

Imunisasi: suatu pemindahan atau transfer antibodi secara aktif

Vaksinasi: pemberian vaksin atau antigen yg dapat merangsang

pembentukan imunisasi atau antibody dari system imun didalam

tubuh (Hadinegoro, 2008).

Menurut Maharani (2012) bahwa: “Imunisasi vaksin Human

Papilloma Virus adalah: salah satu upaya pencegahan primer untuk

mencegah kanker serviks, yang dapat meningkatkan sistem imun

untuk mengenali dan menghancurkan virus ketika masuk ke dalam

tubuh sebelum terjadi infeksi”.

Vaksinasinasi Human Papilloma Virus merupakan upaya

pencegahan primer yang diharapkan akan menurunkan terjadi

infeksi HPV risiko tinggi, menurunkan kejadian karsinogenesis

kanker serviks dan pada akhirnya menurunkan kejadian kanker

serviks uterus (Andrijono, 2007).

b. Klasifikasi

Menurut Hardinegoro (2008): Terdapat 2 jenis Vaksin HPV

1) Vaksin bivalen (tipe 16 dan 18 , Cervarix)

2) Vaksin quadrivalen (tipe 11, 16, dan 18 , Gardasil)

8
Vaksin HPV mempunyai efikasi 96% - 100% untuk mencegah

kanker leher Rahim yang disebabkan oleh HPV tipe 16/18 . Vaksin

HPV telah disahkan oleh Food and Drug Adminnistration (FDA)

dan Adwisory Committee on Immunization practices atau ACIP

dan di Indonesia salah satu mendapat izin edar dari Badan POM

RI.

c. KIPI Vaksin HPV

1) Efek samping lokal vaksin HPV bivalen dan kuadrivalen

adalah nyeri, reaksi kemerahan, dan bengkak pada tempat

suntikan

2) Efek samping sistemik vaksin HPV bivalen dan kuadrivalen

adalah demam dan nyeri (Hadinegoro, 2008).

d. Rekomendasi Satgas Imunisasi IDAI

1) Imunisasi vaksin HPV diperuntukan pada anak perempuan

sejak > 10 tahun

2) Dosis 0,5 mL, diberikan secara IM pada deltoid

3) Jadwal vaksin

Vaksin HPV bivalen, jadwal 0,1 dan 6 bulan

Vaksin HPV kuadrivalen, jadwal 0,2 dan 6 bulan (Hadinegoro,

2008).
Tabel 2.1 Spesifikasi vaksin bivalen dan quadrivalen

Jenis Vaksin HPV 16/18 VaksinHPV 6/11/16/18


Volume Perdosis 0,5 mL Perdosis 0,5 mL
Adjuvant A SO4 Garam aluminium 225 ug
Al(OH)3 500 ug
MPL 50 ug
Antigen L1 HPV 16 20 ug L1 HPV 6 40 ug
L1 HPV 18 20 ug L1 HPV 11 20ug
L1 HPV 16 40ug
L1 HPV 18 20 ug

Expression Hi- 5 Baculovirus Ragi / yeast


system
Jadwal 0,1,6 bulan IM umur pra 0,2,6 bulan IM umur pra
pemberian remaja (> 10 th) remaja > 10 th
Sumber: Hardinotonegoro, 2008

Sedangkan berdasarkan pustaka vaksin dapat diberikan

pada wanita usia 10-26 tahun (rekomendasi Food and Drug

Adminnistration atau FDA-US).

Menurut Tilong (2012) “Imunisasi Vaksin Human

Papilloma Virus (HPV) sebaiknya dipakai pada orang – orang

sebelum mereka menjadi aktif secara seksual”.

2. Human Papilloma Virus ( HPV )

a. Pengertian

Human Papilloma Virus (HPV) merupakan virus yang

menyebabkan keganasan kanker serviks. Virus ini

bersifatonkogenik yang berpotensi menyebabkan kanker serviks.

Angka prevalensi di dunia mengenai karsinoma servik adalah

99,7% (Sukaca, 2009).


b. Ciri-ciri Human Papilloma Virus

Adapun ciri-ciri Human Papilloma Virus adalah:

1) Berdiameter 55 ym

2) Birus ini mempunyai kapsul isohedral

3) Telanjang dengan 72 kapsomer

4) Mengandung DNA sirkuler dengan untaian ganda

5) Berat molekulnya 5 x 106 dalton.

Saat ini telah diindentifikasikan sekitar 100 tipe HPV. Masing-

masing tipe mempunyai sifat tertentu pada kerusakan epitel dan

perubahan morfologi yang ditimbulkan. Kurang lebih 23 tipe HPV

dapat menimbulkan infeksi pada alat kelamin wanita dan laki – laki

yaitu HPV tipe 6, 11, 16, 18, 30, 31, 33, 34, 35, 39, 40, 42, 45, 52,

dan 58 ( Sukaca, 2009).

c. Keterlibatan virus HPV pada kanker dipengaruhi beberapa

faktor, yaitu

1) Timbulnya keganasan yang diinduksi dengan virus papilloma

2) Terlihat adanya perkembangan menjadi karsinoma pada

kondiloma akuminata

3) Pada penelitian epidemiologi infeksi HPV ditemukan angka

kejadian kanker serviks yang meningkat.

4) DNA HPV sering ditemukan pada LIS (Lesi Intrapitel Serviks)

(Sukaca, 2009).
d. Klasifikasi HPV

Berdasarkan tingkat resiko HPV dibagi menjadi 3 yaitu:

1) HPV risiko rendah yaitu HPV tipe 6, 11, dan 46 jarang

ditemukan pada karsinoma invasive.

2) HPV risiko sedang yaitu HPV 33, 35, 40, 43, 51, 56, dan 58

3) HPV risiko tinggi yaitu HPV tipe 16, 18, 31 (Sukaca, 2009).

Sedangkan menurut Andrijono, 2007 klasifikasi HPV adalah:

1) HPV risiko tingkat rendah yaitu : HPV tipe 6, 11, 42, 43, dan 44

2) HPV risiko tingkat tinggi yaiitu : HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39,

45, 51, 52, 56, dan 58.

HPV terdapat lebih dari 40 tipe yang mempengaruhi saluran

genetalia. Tipe yang resiko tinggi HPV 16,18, 31, 33, dan 35

dikaitkan dengan displasian serviks yang dapat menyebabkan

pekembangan kanker serviks, anus, penis dan vulva dan tipe yang

lain dapat menyebabkan kutil genetelia (Farley dan Tharpe, 2012).

e. Cara Penularan Virus HPV ( Human Papilloma Virus )

Menurut Sukaca (2009) Cara penularan virus HPV dengan

berbagai jalur yaitu:

1). Melalui seksual

Wanita yang telah berhubungan intim berisiko terinveksi

HPV, apalagi yang sering berganti pasangan dan kehidupan

seksual tidak bersih, maka lebih dar 75% pernah terinveksi HPV.
2). Melalui jalur non seksual

Penularan jalur non seksual adalah dengan cara penularan

langsung. Misalnya yaitu dari ibu kebayinya pada saat

persalinan. Tentu saja ini pada ibu yang telah tertular virus HPV.

3). Tidak melalui kelamin

Penularan tidak melalui kelamin misalnya pakaian dalam,

alat-alat kedokteran yang tidak steril.

f. Perkembangan dari HPV menuju kanker serviks

Menurut Sukaca (2009) ada tiga pola utama pada pra kanker yaitu:

1) Tahap I yaitu Cervical Intraepithelial Neoplasia I (CIN I) atau

Low Grade Squamous Intraepithelial Lesions (LSILs). Dimulai

dengan infeksi pada sel serta perkembangan sel-sel abnormal.

Tahapan ini terjadi perubahan yaitu sel yang terinfeksi HPV

onkogenik akan membuat partikel-partikel virus baru.

2) Tahap II yaitu Cervical Intraepithelial Neoplasia II (CIN II) atau

High Grade Squamous Intraepithelial Lesions (HSILs). Berlanjut

menjadi Intrapithelial Neoplasia. Dalam tahap ini sel-sel semakin

menunjukan abnormal pra kanker.

3) Tahap III yaitu Cervical Intraepithelial Neoplasia III (CIN III).

Dalam tahap ini lapisan permukaan serviks dipenuhi dengan sel -

sel abnormal dan semakin menjadi abnormal. Infeksi parsisten

dengan HPV onkogenik dapat berkembang menjadi atau

menunjukkan kehadiran lesi pra kanker seperti CNI I, II dan II


dan Carcinoma In Situ (CIS). Kanker serviks yang semakin

invatif yang berkembang dari CIN III, akhirnya menjadi kanker

serviks.

3. Kanker Serviks

a. Pengertian

Kanker serviks merupakan: sebuah tumor ganas yang tumbuh

didalam leher rahim atau serviks. Serviks adalah bagian terendah

dari Rahim yang menempel pada puncak vagina (Sukaca, 2009).

Menurut Tilong (2012) “ Kanker Serviks adalah suatu penyakit

yang disebabkan oleh HPV atau Human Papilloma Virus

onkogenik, mempunyai persentase yang cukup tinggi dalam

menyebabkan kanker serviks yaitu sekitar 99,7% ”.

Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus,

suatu daerah organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk

kearah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang

senggama (vagina). Kanker ini biasanya terjadi pada wanita yang

telah berumur, tetapi bukti statistik menunjukan bahwa kanker

serviks dapat menyerang wanita berumur 20 sampai 30 tahun

(Shadine, 2012).

b. Mekanisme kanker serviks

1) Displasi

Displasia adalah keganasan pra keganasan sebelum terjadi

kanker serviks.
a) Displasia terbagi menjadi dua yaitu :

(1). Low Grade squamous Intraepileal Lesion ( LGSIL )

atau dislasia ringan

(2). Hight Grade Sil (HIS) atau dysplasia sedang dan berat.

Lebih dari 70% dysplasia ringan akan kembali ke sel

normal tanpa adanya pengobatan. Namun tetap saja dysplasia

ringan ini dapat berkembang menjadi kanker sedangkan

dysplasia sedang dan berat harus diobati sebab ini sengat

berisiko lebih besar untuk menjadi kanker. Beberapa penelitian

terjadi karsinoma serviks pasca displasia adalah:

(a). 12% setelah 5 tahun

(b). 18% setelah 10 tahun

(c). 30% setelah 20 tahun

2) Penyebab Displasia

Menurut Sekaca (2009) : Penyebab keganasan kanker atau

dysplasia adalah:

a) HPV ( Human Papilloma Virus )

b) Pertumbuhan sel kanker yang tidak normal

Sel-sel yang seharusnya belum matang akan dipaksa

untuk matang sehingga akan menyebabkan sel abnormal.


c. Faktor yang penyebab kanker serviks

Menurut Sukaca (2009): faktor penyebab kanker leher rahim

adalah:

1) Faktor Risiko

a) Makanan

Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa

defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya

displasia ringan atau sedang. Makanan yang mungkin juga

meningkatkan risiko terjadi kanker serviks pada wanita

adalah makanan yang rendah : Beta karoten, retinol

(vitamin A), vitamin C, vitamin E, sedangkan makanan

yang dapat berkhasiat dalam pencegahan kanker adalah

bahan-bahan antioksidan seperti: advokat, brokoli, kol,

wortel, jeruk, dan lain-lain. Antioksidan merupakan bahan

yang dapat melindungi DNA atau RNA terhadap pengaruh

buruk radial bebas yang terbentuk akibat oksidasi

karsinogen bahan kimia.

b) Gangguan Sistem Kekebalan

Wanita yang terkena gangguan kekebalan atau kondisi

imunosupres (penurunan kekebalan tubuh) dapat terjadi

peningkatan terjadi kanker serviks. Pada wanita

imunokompromise (penurunan kekebalan tubuh) seperti

transplasi ginjal, dan HIV, dapat mengakselerasi


(mempercepat) pertumbuhan sel kanker dari nonivasif

menjadi invasive (tidak ganas menjadi ganas).

c) Pemakaian kontrasepsi

Penggunaan kontrasepsi pil dalam jangka waktu lama

yaitu lima tahun lebih menigkatkan risiko kanker servik

sebanyak 2 kali. Menurut penelitian jika menggunakan

metode kontrasepsi barrier (penghalang), terutama yang

menggunkan kombinasi mekanik dan hormon

memperlihatkan penurunan angka kejadian kanker servik

yang diperkirakan karena penurunan paparan terhadapat

agen penyebab infeksi sedangkan jika memakai kontrasepsi

oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5

tahun dapat menigkatkan risiko 1,53 kali. WHO

melaporkan risiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral

sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya

pemakaian.

d) Ras

Ras dapat menyebabkan risiko kanker serviks karena

pada ras Afrika-Amerika kejadian kanker serviks

meningkat sebanyak 2 kali dari Amerika Hispanik.

Sedangkan untuk ras Asia-Amerika memiliki angka

kejadian yang sama dengan warga Amerika. Hal ini

berkaitan dengan faktor sosioekonomi.


e) Polusi Udara menyebabkan kanker leher rahim

Polusi udara ternyata dapat juga memicu penyakit

kanker serviks. Sumber dari polusi udara ini disebut oleh

dioksin. Zat dioksin ini tentu merugikan tubuh.

Adapun sumber dioksin berasal dari beberapa faktor

antara lain:

(1). Pembakaran limbah padat dan cair

(2). Pembakaran sampah, asap, kendaraan bermotor

(3). Asap hasil industri

(4). Kebakaran hutan dan asap rokok

f) Pemakaian DES

Pemakaian DES (dietilstilbestrol) adalah untuk wanita

hamil yang bertujuan untuk mencegah keguguran (banyak

digunakan pada tahun 1940-1970). Hal tersebut dapat

memicu terjadi kanker serviks.

g) Golongan ekonomi lemah

Golongan ekonomi lemah dapat menigkatkan risiko

terkenanya kanker serviks karena tidak mampu melakukan

Pap smear secara rutin. Pengetahuan mereka mengenai

risiko kanker serviks juga sangat minim. Oleh sebab itu

mereka banyak terjangkit penyakit ini.


h) Terlalu sering membersihkan vagina

Terlalu sering membersihkan vagina dengan

menggunakan antiseptik dapat menyebabkan iritasi di

serviks. Iritasi ini akan merangsang terjadinya perubahan

sel yang akhirnya berubah menjadi kanker.

2) Faktor Individu

a) HPV

Penelitian mempelihatkan bahwa infeksi HPV dapat

menyebabkan kanker serviks. Hal ini terdeteksi

menggunakan penelitian molecular. Pada 99,7% wanita

dengan karsinoma sel skuamosa karena infeksi HPV

merupakan penyebab mutasi neoplasma (perubahan sel

normal menjadi sel ganas).

b) Faktor Etologik

Penelitian saat ini menfokuskan virus sebagai

penyebab penting kanker serviks. Sebab infeksi protozoa,

jamur, dan bakteri tidak potensial onkogenik. Tidak semua

virus memang dapat menyebabkan kanker, namun paling

penting dalam kejadian kanker pada binatang. Sepertiga

diantaranya adalah dapat bersatu ke dalam gen dan DNA

sel tuan rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi

sel.
c) Herpes Simpleks Virus (HSV) Tipe 2

Pada awal tahun 1970 herpes simpleks tipe 2 banyak

dibicarakan, lantaran sebagai timbulnya kanker serviks.

Namun ternyata virus itu tidak berperan besar dalam

timbulnya kanker serviks. Virus ini hanya diduga sebagai

faktor pemicu terjadinya kanker.

d) Perubahan Fisiologik Epitel Serviks

Jaringan epitel pada serviks ada dua jenis yaitu epitel

skumosa dan epitel kolumnar. Kedua epitel tersebut

dibatasi oleh Sambungan Skuamosa Kolumnar (SSK).

Namun letaknya menyesuaikan umur, aktivitas, seksual

dan paritas.

e) Perubahan Neoplastik Epitel

Proses terjadi kanker serviks begitu erat dengan proses

metaplasia. Akibat pH rendah maka bahan-bahan pemicu

kanker dapat bermutasi dan dapat mengubah sel aktif

metaplasia. Ini menimbulkan sel-sel berpotensi ganas.

f) Merokok

Tembakau adalah bahan pemicu kaeriogenik yang

paling baik. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic

hydrocarbon heteroyclic nitrosamines. Wanita perokok

memilih risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks

dibanding dengan wanita yang tidak merokok. Efek


langsung bahan-bahan tersebut pada serviks adalah

menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi

kokarsinogen infeksi virus.

Sebuah penelitian menunjukkan, lendir serviks pada

wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya

yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan

menurunkan daya tahan serviks disamping merupakan

kokarsinogen infeksi virus.

g) Penggunaan celana ketat

Bahan celana yang dapat menghambat pernafasan

daerah vulva dan vagina misalnya nilon. Penggunaan

celana yang ketat dengan waktu yang lama akan

mengakibatkan kanker serviks karena didalam vagina

banyak mikroorganisme yang sebagian besar tidak

membahayakan tubuh. Hanya sekitar 5% saja pathogen

yang berkeliaran dalam vagina. Namun jika ada bakteri

dari luar yang menyerang maka bakteri tersebut dapat

berkembang.

h) Umur

Pada usia 35-55 tahun memiliki risiko 2-3 kali lipat

untuk menderita kanker serviks. Semakin tua umur

seseorang akan mengalami proses kemunduran.


i) Paritas

Paritas yang berbahaya adalah dengan memiliki jumlah

anak lebih dari 2 orang atau jarak persalinan terlampau

dekat. Sebab dapat menyebabkan timbulnya perubahan

sel-sel abnormal pada kanker serviks. Jika jumlah anak

yang dilahirkan melalui jalan normal banyak dapat

menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal dari

epitel pada serviks dan dapat berkembang menjadi ganas.

j) Usia wanita saat menikah

Dalam kenyataan menikah dini mempunyai beberapa

risiko. Selain perubahan sel-sel serviks. Hal ini karena

pada saat usia muda, sel-sel rahim masih belum matang.

Sel-sel tersebut tidak rentan terhadap zat-zat yang dibawa

oleh sperma.

3) Faktor Pasangan

a) Hubungan pada usia muda

Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang

melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun

mempunyai risiko 3 kali besar dari pada yang menikah

usia lebih dari 20 tahun.

b) Pasangan Seksual lebih dari satu (Multipatner Sex)

Ditemukan berbagai penelitian epidemiologi

menunjukkan bahwa golongan wanita yang mulai


mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti berisiko

untuk menderita kanker serviks. Sebab wanita yang

berganti-ganti pasangan akan rentan terkena virus HPV.

Tinjauan kepustakaan mengenai etiologi kanker serviks

menunjukkan bahwa faktor risiko lain yang penting adalah

hubungan seksual suami dengan Wanita Tuna Susila

(WTS), dari WTS itu suami dapat membawa virus dan

menularkan pada isterinya.

Adapun menurut pendapat lain faktor resiko terjadi kanker

serviks adalah:

1) Sosial ekonomi rendah

Makanan kekurangan gizi, protein, vitamin dan asam folat,

menurunya pH serviks dan menimbulkan perubahan neoplastic

sel skuamosa serviks. Bentuk infeksi servik penyakit menular

seksual (trikomonas vaginitis, candidas albicans, infeksi

gonore, infeksi human papilloma virus).

2) Peningkatan infeksi makin besar pada keadaan frekuensi

hubungan seks tinggi, multipartner, kehamilan dan persalinan.

pemakaian IUD karena iritasi tali IUD, pemakaian pil oral yang

dapat menurunkan asam folat, perkawinan usia muda karena

servik belum seluruhnya tertutup oleh skuamosa, sehingga

mudah mengalami perlukaan (Chandranita dkk, 2008).


Dinegara berkembang, penyakit kanker makin banyak

jumlahnya seiring dengan makin tingginya usia harapan hidup,

tetapi kedatangannya dalam keadaan stadium lanjut. Hal ini

disebabkan karena rendahnya pengetahuan dan kemiskinan

sosial ekonomi. Tinggi kejadian kanker serviks yang

dihubungkan dengan infeksi virusm dianggap sebagai

kelanjutan perubahan menjadi neoplastik (Chandranita dkk,

2008)

3) Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kanker serviks

dan keengganan untuk melakukan deteksi dini menyebabkan

lebih dari 70 persen pasien mulai menjalani perawatan medis

justru ketika sudah berada kondisi parah dan sulit

disembuhkan. Hanya sekitar 2% pasien dari perempuan di

Indonesia yang mengetahui kaker serviks (Maharani, 2012).

4) Tidak adanya Tes Pap yang teratur (Maharani, 2012).

5) Sistem imun yang lemah (Maharani, 2012).

6) Riwayat keluarga yang terkena kanker serviks (Tilong, 2012)

7) Seringnya menaburi vagina dengan bedak sehingga timbul

iritasi (Tilong, 2012).

8) Gaya hidup yang buruk (Tilong, 2012).

9) Riwayat infeksi berulang di daerah kelamin atau radang

panggul (Tilong, 2012).

10) Pembalut berkualitas buruk (Tilong, 2012).


d. Gejala kanker serviks

Menurut Sukaca (2009) gejala kanker servik adalah :

1) Perdarahan pada vagina dan tidak normal

Hal ini dapat ditandai dengan perdarahan diantara periode

menstruasi yang regular, periode menstruasi yang lama dan

lebih banyak dari biasanya. Perdarahan setealah berhubungan

seksual atau pemeriksaan panggul.

2) Rasa sakit saat berhubungan seksual

3) Jika kanker berkembang makin lanjut maka dapat timbul

gejala- gejala seperti kurang nafsu makan, penurunan BB,

kelelahan, nyeri panggul, punggung, dan tungkai, keluar air

kemih, dan tinja dari vagina, patah tulang.

Tabel 2.2 Data daftar gejala dari 348 penderita yang belum menyebar

Gejala / keluhan I II
Jumlah % Jumlah %
Tidak ada keluhan 69 76 201 78
Perdarahan Vagina - - 5 2
(Menometrorragi)
Perdarahan 7 8 22 9
pasca menopause
Perdarahan waktu 13 14 12 5
bersenggama
Keluhan sakit bersamar 1 1 5 2
pada bagian bawah perut
Kombinasi - - 13 5
Total 90 258
Sumber : Cermin Dunia Kedokteran
Keterangan:

I : dari survey penduduk 90 penderita

II : dari data dokter keluarga 258 penerita.


e. Klasifikasi kanker serviks

Menurut FIGO (International Federation of Gynecology and

Obstetrics). Semakin besar angkanya, maka kanker semakin serius

dan dalam tahap lanjut. Yaitu:

1) Stadium 0

Stadium ini disebut juga Carcinoma In Situ (CIS). Tumor ini

masih dangkal, hanya tumbuh dilapisan sel serviks.

2) Stadium I

Kanker telah tumbuh dalam serviks, namun belum menyebar

kemanapun. Stadium I dibagi menjadi:

a) Stadium IA1, dokter tidak dapat melihat kanker tanpa

mikroskop kedalamnya kurang dari 3mm dan besarnya

kurang dari 7 mm.

b) Stadium IA2, dokter tidak dapat melihat kanker tanpa

mikroskop. Kedalamannya 3-5 mm dan besarnya kurang dari

7 mm.

c) Stadium IB1, dokter dapat melihat kanker dengan mata

telanjang. Ukuran tidak lebih dari 4 cm.

d) Stadium IB2, dokter dapat melihat kanker dengan mata

telanjang. Ukuran lebih dari 4 cm.

3) Stadium II

Kanker berada dibagian dekat serviks tapi bukan diluar

panggul. Stadium ini dibagi II yaitu:


a) Stadium IIA

Kanker meluas sampai ke atas vagina, tapi belum

menyebar ke jaringan yang lebih dalam dari vagina.

b) Stadium IIB

Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan

serviks, namun belum sampai ke dinding panggul.

4) Stadium III

Kanker telah menyebar kejaringan lunak sekitar vagina dan

servik sepanjang dinding panggul. Mungkin dapat menghambat

aliaran urin ke kandung kemih.

5) Stadium IV

Pada stadium ini, kanker telah menyebar ke bagian lain

tubuh, seperti kandung kemih, rektum, atau paru-paru

a) Stadium IVA kanker telah menyebar ke organ terdekat,

seperti kandung kemih dan rektum

b) Stadium IVB kanker telah menyebar ke organ yang lebih

jauh, seperti paru-paru.

f. Cara deteksi dini kanker serviks

Menurut Tilong (2012) cara deteksi dini kanker serviks adalah

1) Pap Smear Test

Pap Smear Test adalah pemeriksaan serviks menggunakan

alat speculum yang dilakukan oleh bidan ataupun ahli


kandungan. Pemeriksaan ini bermanfaat mengetahui adanya HPV

ataupun sel karsinoma penyebab kanker serviks.

2) Thin Prep ( Liquid Base Cytology)

Thin Prep adalah screening sel – sel abnormal dengan cara

visualisasi sama halnya pap smear. Thip Prep berfungsi

mendeteksi kelainan pada servik dengan berbasis cairan.

3) IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)

IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) merupakan metode baru

deteksi dini kanker serviks dengan mengoleskan asam asetat

(cuka) kedalam serviks bila terdapat lesi kanker, maka akan

terjadi perubahan warna menjadi agak keputihan pada serviks

yang diperiksa.

4) Kolposkopi

Kolposkopi adalah sebuah alat diagnosik dari jarak hingga 30

cm untuk melihat abnormalitas serviks, kolkospi menggunakan

sinar kuat dan mikroskop binokuler.

g. Cara menghindari kanker serviks

1) Menunda waktu untuk menjadi wanita yang memiliki aktivitas

seksual tinggi Semakin muda seseorang memulai hubungan

seksual maka semakin besar kemungkinan berkembangnya

kanker serviks. Untuk menghindari hal ini maka membutuhkan

kesadaran yang tinggi.


2) Jangan berganti-ganti pasangan

Berganti-ganti pasangan juga dapat menyebabkan kanker

servik berkembang dengan cepat. Karena jika berganti pasangan

kita dapat tertular virus HPV. Menurut stastistik ”Samakin

banyak seseorang wanita memiliki partner seks maka semakin

besar pula penularan virus HPV ”.

3) Melakukan Vaksinasi HPV

Vaksin HPV dapat dilakukan sebelum remaja. Bisa

dilakukan saat umur 9 tahun. Hal ini dilakukan agar dapat

terhindar dari kanker yang mematikan.

4) Melakukan Pemeriksaaan rutin

5) Hindari merokok

6) Jangan mencuci vagina sering dan jangan menaburi bedak

disekitar vagina

7) Hindari lemak yang tinggi

8) Hindari hubungan seks terlalu dini

9) Jangan terlambat menikah

10) Makanlah makanan yang mengandung Vitamin C, beta karoten

dan asam folat (Sukaca, 2009).

Virus HPV dan Virus Herpes simpleks diduga sangat erat

kaitanya dengan kejadian CIN dan kanker serviks, sehingga untuk

menurunkan kejadian tersebut perlu upaya:


1). Upaya promotif utama:

a) Pendidikan seks remaja untuk mengurangi kemungkinan

infeksi virus papilloma manusia atau HPV

b) Menunda hubungan seks remaja atau pendidikan seks yang

bersih

c) Mengembangkan vaksin HPV

d) Mengobati infeksi vaginal sehingga pH tetap dapat

dipertahankan.

2). Upaya preventif

a) Mengembangkan obat antivirus yang efektif

b) Meningkatkan skrining terhadap kemungkinan karsinoma

atau kanker serviks.

Meningkatkan pendidikan dan skrining masyarakat yang

dianggap menjadi sumber kemungkinan karsioma servik uteri

atau kanker serviks (Chandranita dkk, 2008)

h. Pengobatan Kanker Serviks:

1) Tindakan darurat

Perdarahan pervaginam yang berasal dari ulseri luas dan

kavitas pada karsinoma serviks stadium II-IV. Ligasi titik

perdarahan dan penjahitan tidak Pratik dilakukan. Obat

penghenti perdarahan seperti negatol (Negatan), larutan perak

nitrat 10% atu aseton efektif meskipun pengelupasan jaringan


nekrotik berikutnya dapat menyebabkan perdarahan lebih lanjut.

Tempon atau radiasi vagina (Benson dan Pernoll, 2008)

2) Tindakan Umum

Kirim pasien ke rumah sakit untuk pemeriksaan

menyeluruh dan berikan istirahat sebelum terapi dimulai. Dasar

perencanaan pemeriksaan kanker serviks meliputi: hemogram

(anemia atau infeksi), uji fungsi hati (metastasis atau penyakit

hati), BUN (gangguan fungsi ginjal atau sumbatan ureter),

sistoskopi (invasi ke kandung kemih), sigmoidoskopi (invasi ke

usus), ultrasonografi (untuk mendeteksi tumor), sinar X dada

(penyakit atau metastasis ke paru), urogram intravena

(sumbatan), pemeriksaan tulang (metastatis) dan barium enema

(invasi atau penyakit usus). Selain itu CT scan abdomen dan

pelvis atau MRI akan membantu memperjelas adanya metastasis

lokal. Atas infeksi panggul, vagina atau kemih sebelum

dilakukan pembedahan dan radiasi. Koreksi anemia dan perbaiki

gizi. Pasien yang lemah harus tetap tinggal di rumah sakit untuk

mendapatkan pengobatan suportif selama pengobatan radiasi

dan rawat kembali pasien yang sudah pulang dari rumah sakit

jika toleransi terhadap radiasi buruk (Benson dan Pernoll, 2008).

Atas rasa sakit dengan pemberian analgeltik seperti

asateminofen dengan 8-15 mg kodein empat kali sehari jika

perlu. Berikan difenoksilat (Lomotil) 2,5 mg, loperamid


(Imodium) 2 mg atau larutan paregonic 4-8 ml empat kali sehari

jika perlu untuk diare. Untuk keluhan frequency dan disria

berikan pyidium 100 mg setiap 6 jam jika perlu.

3) Tindakan Lokal

Selama tetapi radiasi, menyemprot permukaan dengan air

hangat dapat membantu memberi rasa nyaman dan bersih.

Pengobatan Menurut Stadium

a) Stadium IA (karsinoma mikroinvasif) (kedalaman invasi <

3 mm).

Histerektomi abdominal ekstra fasia total dengan

invasi > 3 mm mempunyai kemungkinan kecil tetapi pasti

terjadi metastasis ke nodus limfe. Karena itu harus diobati

seperti untuk stadium IB.

b) Stadium IB.

Radiasi eksterna tegangan tinggi dan terapi radium

atau cerium intrakaviter dan forniks atau histerektomi

radikal dan limfa denektomi pelvis mungkin sama

efektifnya dalam pengobatan deneknoma pelvis mungkin

sama efektifnya dalam pengobatan karsinoma stadium IB.

Histerektmin radikal dan limfa denektomi pelvis lebih

dipilih untuk pasien yang masih muda, sehat dan ramping.

Ovarium tidak perlu diangkat kecuali terdapat kelainan atau

wanita tersebut sudah perimenopause. Pasien yang lebih


tua, obese dan yang mempunyai masalah medis serius

paling baik diobati dengan radiasi.

c) Stadium IIA dan IIB

Stadium II diobati dengan radiasi dan ada sebagian

di tenaga kesehatan dengan laparotomy untuk biopsy

nodus limfe, paraaorta dapat dikerjakam pada pasien

stadium IIB.

d) Stadium III A dan IIIB.

Terapi radiasi digunakan untuk semua kasus sadium

III. Pengambilan sampel awal nodus limfe paraaorta

penting namun nodus ini akan positif 30%-50% pasien.

Karena itu terapi lapangan diperluas mungkin

menguntungkan.

e) Stadium IV

Terapi radiasi eksterna tegangan tinggi pada seluruh

pelvis paling baik untuk hampir semua pasien stadium IV.

Jika kanker sudah meluas ke anterior atau posterior tanpa

penyebaran ke tempat lain, eksenterasi anterior atau

posterior dapat dipilh sebagai terapi primer.

Pengobatan harus secara perorangan untuk kanker

serviks ujung serviks kanker serviks yang besar sekali

atau berbentuk rong dan lesi yang kambuh kearah lateral.


4) Terapi Radiasi

Radiasi biasanya dianggap pengobatan terbaik untuk

karsinoma serviks invasive. Radiasi sinar X, 60 Co, siklotron,

akselerator linear dan sumber radiasi lainnya yang dapat

digunakan.

5) Tindakan Pembedahan

Histerektomi total dengan pengangkatan luas vagina

merupakan terapi pembedahan pilihan untuk wanita berumur

lebih dari 40 tahun dengan karsinoma serviks in situ.

Konisasasi dalam serviks dapat diberikan untuk wanita-wanita

usia muda yang masih menginginkan untuk memiliki lebih

banyak anak tetapi ini merupakan risiko yang patut

diperhitungkan sekalipu pasien sudah mengerti perlunya

apusan sitology vagina setiap 6 bulan selama waktu tertentu.

Histerektomi total radikal dan limfadenektomi pelvis sering

digunakan sebagai pengobatan pasti kanker serviks jika:

a) Pasien hamil

b) Terdapat adneksa atau uterus besar

c) Pasien menderita salpingitis kronis

d) Ada usus besar atau usus kecil ke pelvis dinding perut

e) Usia pasien kurang dari 35 tahun dan ingin tetap memiliki

ovarium
f) Pasien menolak terapi radiasi terapi mempunyai risiko

pembedahan yang baik (Benson dan Pernoll, 2008).

4. Remaja

a. Pengertian

Istilah adolescentia berasal dari kata latin adolescere (kata

bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh”

atau tumbuh menjadi dewasa (Al- Mighwar, 2011).

Istilah adolescence juga mempunyai arti yang lebih luas,

mencakup kemantangan mental, emosional, social, dan fisik.

Secara psikologi, masa remaja adalah usia saat individu

berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia saat anak tidak lagi

merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan

berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam

masalah hak (Al- Mighwar, 2011).

Remaja atau Adolesens adalah periode perkembangan dimana

indivudu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju

masa dewasa, biasanya usia 13-20 tahun (Patricia. A, 2005).

Menurut Departemen Kesehatan remaja adalah mereka yang

berusia 10 tahun sampai 19 tahun atau belum kawin (Novita dan

Franciska, 2012).
b. Tahap Operasional Formal Remaja

1). Remaja Awal

Pada tahap ini remaja mulai focus pada pengambilan

keputusan, baik didalam rumah ataupun di sekolah. Remaja

mulai menunjukkan cara berfikir logis, sehingga sering

menanyakan kewenangan dan standar di masyarakat maupun di

sekolah. Remaja juga mulai menggunkan istilah sendiri-sendiri

dan mempunyai pandangan, seperti: olah raga yang lebih baik

untuk bermain, memilih kelompok bergaul, pribadi seperti apa

yang diinginkan (Tarwoto dkk, 2010).

2). Remaja menengah

Pada tahap ini terjadi peningkatan interaksi dengan

kelompok, sehingga tidak selalu tergantung pada keluarga dan

terjadi eksploasi seksual. Dengan menggunakan pengalaman

dan pemikiran yang lebih kompleks, pada tahap ini remaja

sering mengajukan pertanyaan, menganalisa secara

menyeluruh, dan berfikir tentang bagaimana cara

mengembangkan identitas ”Siapa Saya” Pada masa ini remaja

juga mulai mempertimbangkan kemungkinan masa depan,

tujuan, dan membuat rencana sendiri (Tarwoto dkk, 2010).

3). Remaja Akhir

Pada tahap ini remaja lebih berkonsentrasi pada rencana

yang akan datang dan meningkatkan pergaulan. Selama remaja


akhir, proses berfikir secara kompleks digunakan untuk

memfokuskan dari masalah-masalah idealism, toleransi,

keputusan untuk karier dan pekerjaan, serta peran orang dewas

dan masyarakat (Tarwoto dkk, 2010).

c. Batasan Usia Remaja

1). Menurut WHO remaja diklasifikasikan berdasarkan usia yaitu:

a). Masa remaja awal usia 10 tahun sampai 13 tahun

b). Masa remaja tengah usia 14 tahun sampai 16 tahun

c). Masa remaja akhir usia 17 tahun sampai 19 tahun.

2). Berdasarkan bentuk perkembangan dan pola perilaku yang

tampak khas bagi usia- usia tertentu, masa remaja berdasarkan

usia versi Hurlock dibagi menjadi 2 yaitu :

a). Masa remaja awal : 13 atau 14 tahun sampai 17 tahun

b). Masa remaja akhir : 17 tahun sampai 21 tahun (Al-

Mighwar, 2011 ).

d. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Remaja

Menurut Gunarsa, (1991) dalam Dariyo, (2004) faktor – faktor

yang mempengaruhi perkembangan remaja adalah:

1) Faktor endogen (nature)

Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan fisik

maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat

herediter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya, misalnya:


postur tubuh (tinggi badan), bakat-minat, kecerdasan dan

sebagainya.

2) Faktor exsogen (nurute)

Dalam pandangan ini menyatakan bahwa perubahan dan

perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor

yang berasal dari luar diri individu itu. Faktor ini diantaranya

berupa lingkungan fisik (sarana dan fasilitas, letak geografi,

cuaca, iklim dan lain-lain) maupun lingkungan sosial (keluarga,

tetangga, teman, lembaga pendidikan, lembaga kesehatan dan

lain-lain).

5. Penyuluhan Kesehatan

a. Pengertian

Menurut Fitriani (2011) “Penyuluhan Kesehatan adalah:

Kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan

pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja

sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan

suatu anjuran yang ada hubunganya dengan kesehatan”.

b. Tujuan Penyuluhan

1) Tujuan jangka panjang adalah status kesehatan yang optimal,

2) Tujuan Menengah adalah Perilaku sehat

3) Tujuan jangka Pendek : terciptanya pengertian, sikap, norma

dan sebagainya.
Perlu diingat bahwa terciptanya pengertian, sikap, dan norma

tersebut tidak selalu akan menuju kepada terciptanya perilaku

sehat (Machfoedz, 2005).

c. Sasaran Penyuluhan:

1) Masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat

pedesaan.

2) Masyarakat dalam kelompok tertentu, seperti wanita, pemuda,

remaja. Termasuk dalam kelompok khusus ini adalh kelompok

lembaga pendidikan mulai dari TK sampai perguruan tinggi,

sekolah agama swasta maupun negeri.

3) Sasaran individu dengan teknik pendidikan kesehatan individual

(Machfoedz, 2005).

d. Media Promosi Kesehatan

Media Promosi Kesehatan adalah alat bantu pendidikan (AVA)

atau alat saluran (channel) untuk menyampaikan informasi

kesehatan yang berfungsi sebagai penyalur pesan-pesan kesehatan

pada klien (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Notoatmodjo, 2007 Media Promosi Kesehatan terdiri

dari 3 macam yaitu:

1) Media Cetak

Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan

kesehatan sangat bervariasi, seperti: booklet, leaflet, flyer, flif

chart (lembar balik), poster dan lain-lain.


2) Media Elektronik

Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-

pesan atau informasi kesehatan berbeda-beda jenisnya, seperti

televisi, radio, video, slide dan film strip.

3) Media Papan (Billboard)

Papan (billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat

diisi dengan pesan-pesan atau informasi kesehatan.

6. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni: indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata, dan telinga

(Notoatmodjo, 2012 ).

b. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2012) yaitu:

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang

telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya:

tahu bahwa buah tomat mengandung vitamin C (Notoatmodjo,

2012).
2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan

dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham terhadap objek atau harus dapat menjelaskan.

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramaikan dan

sebagainya. Terhadap objek yang telah dipelajari. Misalnya

dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan bergizi

(Notoatmodjo, 2012).

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi

atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya

dapat mengggunakan rumus statistik dalm perhitungan-

perhitungan hasil penelitian (Notoatmodjo, 2012).

4) Analisis ( Analysis)

Analis adalah: suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau objek kedalam komponen-komponen tetapi masih

didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada

kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dililhat

dari penggunaan kata - kata kerja seperti dapat menggambarkan


(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompok-

kan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

5) Sistensi (Systestis)

Sistensis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru dengan kata lain sintesis adalah

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun,

dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya

terhadap suatu teori yang ada. (Notoatmodjo, 2012).

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan sesesorang

untuk melakukan jusitifikasi atau penilaian terhadap suatu

materi atau objek. Penilaiam-penilaina ini berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-

kriteria yang telah ada. Misalnya: seseorang yang dapat menilai

manfaat imunisasi HPV Human Papilloma Virus bagi dirinya

sendiri (Notoatmodjo, 2012).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi

yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden

kedalam pengetahuan uang ingin kita ukur dapat kita


seseuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas. (Notoadmodjo,

2012).

c. Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan

1) Pengalaman

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman baik dari

pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain.

Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh

kebenaran suatu pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

2) Ekonomi (pendapatan)

Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun

kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan

lebih tercukupi bila dibandingkan keluarga dengan status

ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan

kebutuhan akan informasi pendidikan yang termasuk kedalam

kebutuhan sekunder (Notoatmodjo, 2007).

3) Lingkungan sosial ekonomi

Manusia adalah makhluk sosial dimana didalam kehidupan

saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Individu yang

dapat berinteraksi lebih banyak dan baik, maka akan lebih

besar ia terpapar informasi (Notoatmodjo, 2007).

4) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam

pemberian respon terhadap suatu yang datangnya dari luar.


Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon

yang lebih rasional terhadap informasi yang akan datang dan

akan berfikir sejauh mana keuntungan yang akan mereka

dapatkan (Notoatmodjo, 2007).

5) Paparan media massa atau informasi

Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik

berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga

seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio,

majalah, dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih

banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar

informasi media massa (Notoatmodjo, 2007).

6) Akses layanan kesehatan atau fasilitas kesehatan

Mudah atau sulit dalam mengakses layanan kesehatan

tentunya akan berpengaruh terhadap pengetahuan khususnya

dalam hal kesehatan.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menyatakan isi materi yang ingin

diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo,

2007).

7. Sikap

a. Pengertian

Sikap merupakan reaksi atau responden seseorang yang masih

tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2010).


Menurut New Comb salah satu ahli psikologi sosial

menyatakan sikap itu merupakan suatu kesiapan atau kesediaan

untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu

(Notoatmodjo, 2007).

b. Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo, tingkatan sikap terbagi menjadi 4

yaitu:

1) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan objek

(Notoatmodjo, 2010).

2) Merespon (Responding)

Memberi jawaban bila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan atau suatu indikasi dari

sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab

pertanyaan atau mengerjakan tugas diberikan, terlepas dari

pekerjaan itu benar atau salah, berarti bahwa orang menerima

ide itu (Notoatmodjo, 2010).

3) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah atau suatu indikasi sikap

tingkat 3 (Notoatmodjo, 2010).


4) Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala suatu yang telah

dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling

tinggi (Notoadmodjo, 2010).

c. Komponen Sikap

Menurut Azwar, 2010: struktur sikap terdiri dari 3 komponen

yang saling menunjang yaitu:

1) Komponen kognitif (cognitive) disebut juga komponen

perceptual, yang berisi kepercayaan individu yang

berhubungan dengan hal-hal bagaimana individu bersepsi

terhadap obyek sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui

(pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman

pribadi, kebutuhan emosional, dan informasi dari orang lain.

2) Komponen efektif (affective) merupakan perasaan yang

menyangkut aspek emosional dan subyektivitas individu

terhadap objek sikap, baik yang positif (rasa senang) maupun

negative (rasa tidak senang).

3) Komponen konatif (konative) merupakan aspek

kecendurungan berperilaku yang ada dalam diri seserorang,

berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.


d. Cara pengukuran sikap

Sikap dapat diukur dengan wawancara atau angket (Azwar,

2010) :

Sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas

pertanyaan favorable dan unfavorable dalam jumlah yang

seimbang. Dengan demikian pertanyaan disajikan tidak semua

negative yang seolah-olah isi skala memihak atau tidak

mendukung sama sekali objek sikap (Azwar, 2010).


B. Kerangka Teori

Berdasarkan landasaran tinjauan teori pada Bab II maka didapatkan

kerangka teori sebagai berikut:

Faktor Prediposisi:
- Pengetahuan
- Sikap
- Pendidikan
- Umur

Faktor Pendukung:
Penyuluhan tentang - Pelayanan Perilaku
imunisasi Human tenaga pencegahan
Papilloma Virus kesehatan yang dini kanker
(HPV) memadai serviks
- Penyuluhan

Faktor Pendorong :
- Dukungan
keluarga
- Tenaga
kesehatan
- Masyarakat

Sumber: Modifikasi Teori Lawrence Green (1980) dalam Notoadmodjo,(2007)

Gambar 2.1 Kerangka Teori


C. Kerangka Konsep

Penyuluhan kesehatan Pengetahuan dan sikap remaja


tentang imunisasi putri tentang imunisasi vaksin
vaksin HPV Human Papilloma Virus.

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

D. Hipotesis

1. Ada pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan remaja putri sebelum

dengan sesudah penyuluhan tentang imunisasi vaksin Human

Papilloma Virus (HPV).

2. Ada pengaruh penyuluhan terhadap sikap remaja putri sebelum dengan

sesudah penyuluhan tentang imunisasi Human Papilloma Virus (HPV).

Anda mungkin juga menyukai