Rina Arlianti
Joy Miller Del Rosso
Indonesia
Kesehatan dan
Investasi untuk
Gizi Sekolah di
51935
OKtober 2009
Daftar Isi
Daftar Isi i
Daftar Tabel, Gambar, Kotak, dan Peta ii
Ucapan Terima Kasih iii
Akronim iv
Daftar Propinsi v
1. Ringkasan Eksekutif 1
Kesehatan dan Gizi Buruk pada Anak-anak Usia Sekolah di Indonesia 2
Keuntungan Potensial dari Perbaikan Kesehatan dan Gizi Anak Usia Sekolah 3
Tahapan untuk Investasi Kesehatan dan Gizi Sekolah di Indonesia 4
2. Ringkasan Rekomendasi dan Langkah Selanjutnya 6
3. Pendahuluan 8
KGS dan Tujuan Pembangunan Milenium 10
4. Dampak Buruknya Kesehatan dan Gizi pada Pendidikan 11
Penyakit Menular pada Anak Usia Sekolah 12
- Diare dan Tifus 12
- Infeksi Saluran Pernapasan Akut 13
- Malaria 14
- Infeksi Parasit Usus 14
Kelaparan dan Gizi Buruk pada Anak Usia Sekolah 16
- Gagal Tumbuh pada Anak Usia Sekolah 16
- Defisiensi Mikronutrien 20
> Defisiensi Zat Besi 20
> Defisiensi Yodium 21
Gangguan Pancaindera 22 I
Penyusunan laporan ini didanai Air dan Sanitasi 22
sebagian oleh Pemerintah Belanda 5. Potensi Keuntungan dari Perbaikan Kesehatan dan Gizi Anak Usia 23
Daftar Gambar
Nasional. Narasumber dari Bappenas adalah Suharti, Kepala Sub Direktorat Pendidikan
Dasar dan Anak Usia Dini, dan Yosi Diani Tresna, Kepala Sub Direktorat Promosi
Kesehatan dan Gizi Masyarakat. Narasumber lainnya datang dari Kementerian
Gambar 1: Prevalensi Diare pada Anak Sekolah Berusia 5-14 Tahun per Propinsi 12 Kesehatan; Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Agama; Direktorat Pengembangan
Gambar 2: Prevalensi Tifus pada Anak Berusia 5-14 Tahun per Propinsi 13 TK &SD dan Direktorat Pengembangan SMP; mitra donor utama di sektor Kesehatan
dan Gizi Sekolah, termasuk UNICEF, Program Pangan Dunia (WFP), Organisasi
Gambar 3: Persentase ISPA pada Anak Berusia 5-14 Tahun per Propinsi 13
Kesehatan Dunia (WHO), Micronutrient Initiative (MI), Proyek Layanan Lingkungan
Gambar 4: Persentase Malaria pada Anak Berusia 5-14 Tahun per Propinsi 14 Hidup USAID, dan satu lembaga swadaya masyarakat yang bekerja di bidang kesehatan
Gambar 5: Gagal Tumbuh pada Anak Berusia 6-15 Tahun per Propinsi 17 dan gizi sekolah: Yayasan Kusuma Buana.
Gambar 6: Gagal Tumbuh Berdasarkan Usia dan Tempat Tinggal 17 Dalam kegiatan ini, Kota Malang direkomendasikan sebagai salah satu kabupaten/
Gambar 7: Tren Gagal Tumbuh di Tahun 1993-2007 Berdasarkan Usia 18 kota terbaik dalam pengelolaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Di Malang, para
narasumber datang dari Dinas Pendidikan Kota, Puskesmas, serta kepala sekolah dan
Gambar 8: Tren Gagal Tumbuh di Tahun 1993-2007 Berdasarkan Tempat Tinggal 18
II guru dari beberapa SD dan SMP. Narasumber di Batu datang dari Dinas Pendidikan Kota, III
Gambar 9: Tingkat Anemia Karena Defisiensi Zat Besi berdasarkan Usia, Gender 19 Puskesmas, serta kepala sekolah dan guru dari beberapa SD dan SMP.
dan Waktu
Bank Dunia menyediakan dukungan teknis dan keuangan di bawah pengawasan
INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA
Daftar Kotak
Kotak 1: Beban Ganda dari Gizi Buruk pada Anak Usia Sekolah 19
Kotak 2: Pencegahan Penyebaran HIV/AIDS 26
Kotak 3: Perbaikan Kantin Sekolah 29
Daftar Peta
Peta 1: Presentase Rumah Tangga dengan Garam Beryodium yang Cukup 21
Peta 2: Angka Partisipasi Murni di Sekolah Menengah Tingkat Pertama 25
Akronim Daftar Propinsi
ARI Angka Partisipasi Murni (Net Enrollment Rate) Singkatan Nama Propinsi
BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (National Development Aceh Nanggroe Aceh Darussalam
Planning Agency) Sulut Sulawesi Utara
BIAS Bulan Imunisasi Anak Sekolah (School Immunization Program) Sumbar Sumatera Barat
Depag Departemen Agama Riau Riau
Depdagri Departemen Dalam Negeri Jambi Jambi
Depdiknas Departemen Pendidikan Nasional Sulsel Sulawesi Selatan
Depkes Departemen Kesehatan Bengk Bengkulu
DS Deviasi Standar (Standard Deviation) Lampung Lampung
EPI Expanded Program on Immunization (Perpanjangan Program Imunisasi) Babel Kepulauan Bangka Belitung
FRESH Focusing Resources on Effective School Health (Pemfokusan Sumber Kepri Kepulauan Riau
Daya pada Kesehatan Sekolah yang Efektif) Jakarta DKI Jakarta
IDD Iodine Deficiency Disorders (Gangguan Kekurangan Yodium) Jabar Jawa Barat
IQ Intelligence Quotient Jateng Jawa Tengah
IRD International Relief and Development Yogya DI Yogyakarta
ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Acute Respiratory Infection) Jatim Jawa Timur
KGS Kesehatan Gizi dan Sekolah (School Health and Nutrition) Banten Banten
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat (Non-Governmental Organization) Bali Bali
MDG Millennium Development Goal (Tujuan Pembangunan Milenium) NTB Nusa Tenggara Barat
MOU Memorandum of Understanding (Nota Kesepakatan) NTT Nusa Tenggara Timur
IV V
NHHS National Health and Household Survey (Survei Kesehatan dan Rumah Kalbar Kalimantan Barat
Tangga Nasional) Kalteng Kalimantan Tengah
INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA
1
Anak usia sekolah yang kelaparan dan bergizi buruk kebijakan dan program Kesehatan dan Gizi Sekolah yang
memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah; dimulai pada tahun 2000 pada Forum Pendidikan Untuk
di Indonesia
air dan fasilitas sanitasi, sementara siswa tidak memiliki
nasional pada tahun 2001 adalah 66 persen; hasil tingkat
kebiasaan kebersihan diri yang baik, munculnya
kabupaten menunjukkan penggunaan garam beryodium
penyakit yang serius di masa kanak-kanak akan semakin
meningkat dan akan mempengaruhi partisipasi siswa dan
kapasitas belajar mereka. Indonesia masih perlu terus
melakukan perbaikan dalam hal akses ke air minum yang
Banyak penyakit yang diderita anak-anak pada masa awal pertumbuhannya bersih dan sanitasi yang lebih baik.
(0-5 tahun) dapat muncul kembali pada masa sekolah, terutama di awal-awal
masa sekolah (6-8 tahun). Malaria, ISPA (infeksi saluran pernafasan akut) Potensi Keuntungan
dari Perbaikan
dan diare akan terus menjadi resiko penyakit yang serius dan dalam beberapa
kasus dapat menjadi penyebab kematian anak usia sekolah. Berbagai
penyakit lainnya juga dapat lebih sering menjangkiti anak usia sekolah. Kesehatan dan Gizi
Anak Usia Sekolah
Data tentang laporan prevalensi diare and tifus non- dimana infeksi cacing merupakan masalah kesehatan
spesifik di antara anak usia sekolah di Indonesia masyarakat; WHO memperkirakan lebih dari 17 juta
menunjukkan bahwa proporsi anak-anak yang terkena orang beresiko menderita infeksi tersebut dan hanya
2 penyakit ini per propinsi berkisar antara 2 sampai 20 sedikit sekali yang mendapatkan perawatan. Status pendidikan dan ekonomi sebuah negara berkaitan erat dengan sta- 3
persen untuk diare dan antara kurang dari 1 persen
sampai sedikit lebih dari 3 persen untuk tifus. Rata–rata
Gizi rendah kronis yang diukur dari tinggi badan
tus kesehatannya: dengan memperbaiki gizi dan kesehatan, maka pendidi-
berdasarkan usia anak, yang merupakan indikator
INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA
Tahapan untuk
sanitasi yang memadai khususnya untuk cuci tangan tambahan di sekolah terus dilakukan di bawah naungan
dan toilet. Beberapa upaya sedang dilakukankan oleh World Food Program (WFP). Beberapa organisasi nirlaba
INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA
Indonesia
2. Ringkasan
anak perempuan.
Perkuat kerja sama dalam sektor pendidikan antara Depdiknas dan Depag serta antara
kesehatan dan pendidikan — Tujuan utama dan yang terpenting dari KGS adalah untuk
Rekomendasi dan
membantu mencapai sasaran pendidikan, sehingga Depdiknas dan Depag sebaiknya terus
memimpin dalam KGS. Kerja sama dengan sektor kesehatan merupakan hal yang penting
karena intervensi tersebut membutuhkan bimbingan dan dukungan dari sektor kesehatan.
Langkah Selanjutnya
Ambil manfaat dari intervensi KGS yang hemat biaya dengan mengidentifikasi dan
melaksanakan pendekatan tingkat kabupaten untuk penyelesaiannya — Penyediaan
pelayanan masal untuk beberapa pelayanan KGS di tingkat kabupaten akan lebih masuk akal
apabila permasalahan kesehatan telah mempengaruhi sebagian besar dari populasi anak
usia sekolah di daerah/kabupaten tertentu.
Identifikasi dan kembangkan satu set “paket/model” yang mempertimbangkan tiga
konteks utama di Indonesia; perkotaan, pedesaan, daerah kepulauan/daerah pinggir laut
dan juga tipe sekolah (contohnya, sekolah berasrama) — Kerangka kerja FRESH untuk
KGS memberikan panduan menyeluruh untuk intervensi KGS. Namun di saat yang sama
suatu model spesifik untuk konteks Indonesia secara umum perlu dikembangkan.
Lanjutkan dan perluas upaya yang ada saat ini untuk menjamin adanya air bersih dan
sanitasi yang baik di semua sekolah — Dukungan untuk solusi jangka panjang untuk
air dan sanitasi di sekolah harus dilengkapi dengan teknologi alternatif untuk menjamin
tersedianya air bersih (contohnya penyaringan air) dan WC murah di sekolah.
Perbaiki kualitas komunikasi yang berfokus pada pendidikan dan tingkah laku kesehatan
— Kesehatan, kebersihan, gizi dan pendidikan lainnya yang efektif dibutuhkan untuk
mempromosikan praktik–praktik yang dihubungkan dengan layanan di sekolah (contohnya
6 air bersih, mencuci tangan, dll.) dan untuk membentuk tingkah laku sehat lainnya. 7
Status kesehatan dan gizi anak usia sekolah di Indonesia Bentuk model yang terpisah untuk membendung naiknya angka kelebihan berat
INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA
Langkah Selanjutnya
dapat memenuhi misi utamanya dalam menyediakan
pendidikan yang efektif, efisien dan adil. Beberapa
permasalahan utama dalam kesehatan dan gizi dapat • Gunakan mekanisme “praktik yang baik dalam pendidikan dasar” yang sedang
berjalan untuk mengidentifikasi intervensi/program kesehatan dan gizi di sekolah
menghambat proses belajar. Intervensi untuk menjawab yang dilalukan oleh sektor swasta, LSM dan/atau didukung oleh pemerintah yang
menawarkan potensi untuk menciptakan “model praktik yang baik” dalam konteks
permasalahan-permasalahan tersebut sangat hemat biaya yang spesifik untuk KGS. Dokumentasikan dan kemaslah “praktik yang baik” ini dengan
dan lebih memberikan manfaat bagi anak-anak miskin dan mengaitkannya dengan konteks yang spesifik.
anak-anak yang kurang beruntung dibandingkan dengan • Buat sebuah “tool kit” KGS dan modul pelatihan yang dibangun dari “praktik baik” dan
pengalaman internasional. Tool kit ini dapat digunakan di tingkat kabupaten dan sekolah
intervensi pendidikan lainnya. Intervensi ini pada saat untuk meningkatkan kesadaran dan membangun kapasitas dalam mengidentifikasi dan
yang sama juga mengurangi ketidaksetaraan gender. menjawab permasalahan kebutuhan kesehatan dan gizi untuk anak usia sekolah dalam
konteks yang berbeda-beda.
• Lakukan sebuah penilaian kapasitas institusi yang mendalam pada berbagai tingkatan
termasuk di tingkat nasional, kabupaten, kecamatan dan sekolah untuk mengidentifikasi
pendekatan dan kebutuhan untuk pembangunan kapasitas dalam mendukung promosi
tambahan dan pelaksanaan intervensi Kesehatan dan Gizi Sekolah.
Setelah masa tersebut terlewati, pertumbuhan dan masuk sekolah pada usia yang lebih tua dan berhenti
perkembangan akan terus terjadi selama masa sekolah. sekolah beberapa tahun lebih cepat. Kehadiran sekolah
Pada masa remaja saja, anak-anak akan mencapai paling yang tidak teratur dari anak-anak yang mengalami gizi
tidak 15 persen dari tinggi masa dewasa mereka dan 50 buruk dan tidak sehat adalah salah satu faktor kunci
persen berat dewasa mereka. Sebelum periode tersebut, dalam kinerja mereka yang buruk.
anak-anak terus menambah berat dan tinggi.
Meskipun begitu, kebanyakan penyakit dan gizi buruk
Anak usia sekolah yang kelaparan dan bergizi buruk yang berdampak bagi anak usia sekolah dapat dihindari
mempunyai kemampuan kognitif yang rendah. Rendahnya atau dirawat. Sekolah menawarkan infrastruktur yang
kemampuan kognitif ini jauh di luar hilangnya kognitif telah tersedia untuk menjangkau anak-anak tersebut
yang disebabkan oleh kekurangan gizi dan kesehatan dan karena beberapa jenis perawatan tidak mahal,
3. Pendahuluan
yang buruk yang dialami selama masa kanak–kanaknya intervensi KGS adalah salah satu intervensi kesehatan
atau pada masa yang lebih awal. Anak dengan kapasitas yang efektif dalam segi biaya (lihat Tabel 1). Perlu diingat
belajar yang kurang dan gangguan panca indera bahwa perkiraan nilai hemat biaya yang ada di bawah ini
secara alamiah tidak berkinerja baik dan lebih mungkin dihitung tanpa mempertimbangkan efektivitas KGS dalam
mengulang kelas dan berhenti sekolah dibandingkan memperbaiki hasil pendidikan yang, jika dimasukkan,
mereka yang tidak memiliki gangguan. Mereka juga akan lebih meningkatkan efektivitas biaya KGS.
Tabel 1:
Efektivitas Biaya dari Kesehatan dan Gizi Sekolah
* Masa Hidup yang disesuaikan dengan ketidak-mampuan (Disability Adjusted Life Year, DALY) - sebuah unit yang
8 digunakan untuk mengukur beban global dari penyakit dan efektivitas dari intervensi kesehatan, seperti yang 9
diindikasikan dengan pengurangan dalam beban penyakit. (World Development Report, 1993)
Anak-anak usia sekolah (5-18 tahun) mewakili sebuah 1
**Termasuk perawatan infeksi cacing, kekurangan mikronutrien dan pengadaan kesehatan.
INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA
vensi kesehatan dan gizi. Anak yang telah merayakan Intervensi KGS juga menarik dalam hal kemampuanya atau yang lainnya yang cenderung lebih menguntungkan
ulang tahun kelimanya telah melewati periode resiko dalam memperbaiki keadilan. Penyakit dan beberapa jenis siswa yang memiliki prestasi baik, sehingga makin
gizi buruk lebih diderita mereka yang miskin daripada meningkatkan ketidaksetaraan dalam sistem pendidikan,
tinggi kematian anak. Selain itu masalah kesehatan dan mereka yang tidak miskin. Selain itu, anak–anak dari KGS akan lebih menguntungkan anak-anak yang
gizi yang pernah diderita sebelum ulang tahun kelimanya, keluarga yang lebih miskin tidak saja lebih mungkin termiskin dan memberi mereka yang tidak beruntung
menderita penyakit tersebut, tetapi mereka juga kurang kesempatan untuk memanfaatkan kesempatan
khususnya dalam dua tahun pertama hidupnya, dapat mampu mengatasi penyakit tersebut karena tidak pendidikan mereka.3 Kesimpulannya, memperbaiki
menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. adanya akses ke atau tidak mampu membiayai perawatan. dan merawat kesehatan dan gizi yang baik pada usia
Intenvensi/program KGS bisa mengubah ketidakadilan sekolah akan memberikan manfaat yang banyak bagi
Kerusakan tersebut dapat mempengaruhi kapasitas anak dalam akses pada layanan kesehatan dan gizi ini. kesehatan dan pendidikan melalui sebuah gabungan dari
Selanjutnya, tidak seperti kebanyakan intervensi keuntungan jangka menengah dan panjang bagi anak–
tadi dalam mencapai potensi sepenuhnya dalam hal pendidikan lainnya seperti buku teks, pelatihan guru anak itu sendiri, keluarga dan bangsa.
pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mentalnya. 2
4. Dampak Buruknya
Singkatnya, Kesehatan dan Gizi Sekolah (KGS) terdiri dari kelaparan jangka pendek. Pada sisi kesehatan (belajar
intervensi atau program-program yang bertujuan untuk untuk sehat), sekolah adalah forum yang penting untuk
menjamin anak-anak menjadi ‘sehat untuk belajar dan pendidikan kesehatan dan gizi, termasuk pencegahan
belajar untuk sehat’ (lihat Tabel 2). Pada sisi pendidikan, HIV/AIDS dan juga intervensi lainnya untuk memperbaiki
pada Pendidikan
yang terkait, khususnya sasaran-sasaran yang menjawab pada anak perempuan remaja dan berpotensi memainkan
permasalahan akses, pemerataan gender dan kualitas peran dalam meraih MDG #5 yang berhubungan dengan
pendidikan dasar. Pendidikan adalah bagian yang penting kesehatan ibu. Singkatnya, kaitan antara KGS dan MDGs
dalam meraih MDG #1 (mengurangi kemiskinan dan adalah melalui gabungan dampak program KGS pada
kelaparan) dan pemberian makanan tambahan di sekolah pendidikan dan kesehatan.
secara spesifik berkontribusi terhadap pengurangan
Tabel 2:
Sekilas tentang Kesehatan dan Gizi Sekolah
Bergizi baik
Tingkah laku yang baik yang berhubungan dengan kesehatan,
Tidak lapar gizi, sanitasi, dll untuk mempertahankan kesehatan yang ada
Bebas dari penyakit pada saat ini dan di masa depan
3,5
3
Anak-anak usia sekolah (5-14 tahun) di Indonesia begitu terpengaruh dibandingkan dengan anak yang
mempunyai angka kematian terendah di antara semua lebih muda, penyakit menular pada anak usia sekolah 2,5
kelompok usia. Mereka ini mewakili 1,9 persen dari total akan terus ada dan pasti memberikan dampak negatif 2
angka kematian jika dibandingkan dengan 2,6 persen bagi hasil pendidikan. Informasi prevalensi pada tingkat 1,5
untuk anak 1-4 tahun dan 9 persen untuk anak berusia propinsi juga menyembunyikan variasi dalam tingkat
1
kurang dari 1 tahun.4 Data tingkat kematian nasional ini penyakit pada tingkat kabupaten dan kecamatan yang
mungkin saja menunjukkan daerah-daerah tertentu di 0,5
menyembunyikan kemungkinan besar adanya varisasi
angka pada tingkat daerah dan kabupaten, bahkan pada dalam propinsi yang memiliki tingkat penyakit menular 0
Babel
Kalsel
Jambi
Sumbar
Jabar
Sulut
Sumsel
Sulbar
Lampung
Pabar
Jakarta
Bali
Banten
Kalteng
Kepri
Kaltim
Riau
Sumut
Malut
Kalbar
Sulsel
Yogya
Jatim
Jateng
Bengk
Papua
Sultra
Sulteng
NTB
Aceh
Goron
NTT
Maluku
anak-anak usia sekolah. Untuk morbiditas, pola yang yang tinggi pada anak usia sekolah.
sama juga terjadi; sementara anak usia sekolah tidak
Data tentang laporan prevalensi diare yang tidak spesifik begitu miskin seperti Kalimantan Selatan dan Banten,
Sumbar
Bali
Banten
Kalsel
Kalteng
Jambi
Kepri
Kaltim
Riau
Sumut
Malut
Jabar
Sulut
Sumsel
Lampung
Yogya
Sulbar
Sulsel
Jatim
Bengk
Jateng
Sultra
Sulteng
Pabar
NTB
Aceh
Goron
NTT
Papua
Maluku
Jakarta
50
40
30
Sumber: Laporan Riskesdas Propinsi, 2007 20
* Propinsi ditampilkan dari kiri (terendah) ke kanan (tertinggi) berdasarkan tingkat kemiskinan; lihat Annex 1 untuk nama lengkap dari Propinsi
10
0
Kalsel
Sumbar
Banten
Babel
Jambi
Pabar
Papua
Jakarta
Bali
Kalteng
Kepri
Kaltim
Kalbar
Jabar
Sumsel
Sulsel
Lampung
Riau
Sumut
Malut
Sulut
Yogya
Sulbar
Jatim
Jateng
Sulteng
Sultra
Bengk
NTB
Aceh
Goron
NTT
Maluku
Sumber: Laporan Riskesdas Propinsi, 2007
* Propinsi ditampilkan dari kiri (terendah) ke kanan (tertinggi) berdasarkan tingkat kemiskinan
4 Riskesdas, 2007
Malaria Indonesia diidentifikasi oleh WHO sebagai salah satu tahun berjalan, dengan perawatan yang selektif,10 tingkat
negara dimana infeksi cacing merupakan masalah prevalensi menurun sampai dengan kurang dari 50
Malaria telah diidentifikasi sebagai penyebab utama dengan 70 persen (Papua) anak usia sekolah menderita kesehatan masyarakat; WHO memperkirakan lebih dari persen di sekolah yang sama, dan akhirnya, perawatan
ketidakhadiran di sekolah dan prestasi sekolah yang Malaria (lihat Gambar 4). Malaria dapat dicegah melalui 17 juta orang beresiko menderita infeksi tersebut dan selektif selama 20 tahun berhasil menurunkan angka
rendah. Di Indonesia, malaria bukanlah sebuah masalah penggunaan kelambu tidur yang telah diberi pestisida hanya sedikit sekali yang mendapatkan perawatan.9 Profil infeksi sampai dengan kurang dari 10 persen. Dalam
yang universal karena sebagian besar daerah tidak dan dapat disembuhkan dengan obat anti-malaria, yang Kesehatan Indonesia tahun 2006 menunjukkan tingkat jangka waktu yang lebih pendek, program pemberantasan
terpengaruh oleh penyakit tersebut. Pengecualian kadang-kadang diberikan kepada anak-anak sekolah prevalensi pada anak sekolah adalah lebih dari 30 sampai cacing dalam skala yang kecil yang dilaksanakan melalui
terjadi pada tiga propinsi, yaitu Papua, Papua Barat melalui sekolah. 40 persen berdasarkan pemeriksaan di 27 propinsi Mercy Corps dalam konteks pemberian makanan
dan NTT, di mana rata-rata 15 persen (NTT) sampai selama periode tahun 2002-2006. tambahan di sekolah menunjukkan bahwa angka infeksi
cacing usus sebelum program dimulai adalah 20 sampai
Sejumlah inisiatif program dengan skala lebih kecil
Gambar 4: 50 persen (lihat Tabel 3). Sementara data ini tidak
memberikan masukan yang lebih jauh tentang kasus
Presentase Malaria pada Anak Berusia 5-14 tahun per Propinsi* mewakili gambaran yang komprehensif dari cakupan
kejadian infeksi cacing. Sebuah program pengontrolan
dan besarnya masalah infeksi cacing pada anak usia
parasit di sekolah yang telah cukup lama dilakukan yang
sekolah di Indonesia, data ini cukup untuk menyimpulkan
70.0 didukung oleh Yayasan Kusuma Buana (YKB), para
bahwa dimana sistem sanitasi dan air tidak memadai,
60.0
donor dan pemerintah lokal DKI Jakarta dan juga di luar
infeksi cacing sangat mungkin terjadi pada anak
Jakarta (Yogyakarta, Semarang dan Denpasar) telah
50.0 sekolah. Tingkat dan jenis cacing yang akurat tidaklah
mencatat tingkat infeksi dan mengobati infeksi cacing
40.0
diketahui dengan pasti dan diperlukan survei tambahan
pada beberapa sekolah dasar terpilih selama 20 tahun
untuk mengidentifikasi daerah prioritas utama untuk
30.0 terakhir. Tingkat awal infeksi sebelum program mencapai
pengontrolan cacing usus.
20.0
hampir 100 persen di beberapa sekolah. Dalam 5-6
10.0
0.0 Tabel 3:
Tingkat Infeksi Cacing Usus Sebelum dan Sesudah Program
Kalteng
Jateng
Sulteng
Kalsel
Babel
Sumbar
Kalbar
Lampung
Aceh
Jambi
Riau
Sumut
Jabar
Sulut
Sulbar
Bengk
Pabar
Papua
Jakarta
Bali
Banten
Kepri
Malut
Sumsel
Kaltim
Yogya
Sulsel
Jatim
Sultra
NTB
Goron
NTT
Maluku
Lokasi/Sampel Tingkat Infeksi Sebelum Perawatan Tingkat Infeksi Sesudah Perawatan
Sumber: Laporan Riskesdas Propinsi, 2007
* Propinsi ditampilkan dari kiri (terendah) ke kanan (tertinggi) berdasarkan tingkat kemiskinan
Jakarta (40-500 sekolah) 80% <5%
Kep. Seribu (18 sekolah) 96% 50%
Sumatra (2000+siswa) 20-48% NA
Infeksi Parasit Usus
14 Referensi: Yayasan Kusuma Buana (YKB), 1986-2007; Mercy Corps, 2005 15
Infeksi cacing telah dikenal dan dicatat memiliki angka meningkatkan gejala dari penyakit), sekolah menawarkan
tertinggi pada anak usia sekolah di negara-negara yang sebuah infrastruktur yang tersedia untuk pemberantasan
INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA
9 www.who.int/neglected_diseases/preventive_chemotherapy
10 Perawatan selektif termasuk pemeriksaan tinja sebelum perawatan;
hanya anak yang terinfeksi yang menerima perawatan. Biasanya
5 www.dewormtheworld.org 8 Di Kepulauan Karibia, Montserrat, contohnya, lebih dari 90 persen anak pendekatan ini tidak direkomendasikan karena mahal sementara
sekolah berusia 4 sampai 12 tahun diberikan pengobatan cacing setiap protokol perawatan masal dianggap aman dan efektif. Perawatan
6 Hall and Horton, 2009
empat bulan selama dua setengah tahun. Kurang dari 4 persen orang selektif YKB dibangun atas pemikiran bahwa pemeriksaan akan
7 Nokes et al., 1992; Simeon et al., 1995; Grigorenko et al., 2006. dewasa menerima perawatan pada periode yang sama. Seperti yang memberikan sebuah landasan untuk mengembangkan program
telah diharapkan, kasus infeksi parasit pada populasi sekolah menurun pendidikan dan promosi mengenai kebersihan yang baik. Biaya per
sampai hampir nol. Dan infeksi pada orang dewasa menurun dengan unit untuk diagnosa parasit sangatlah rendah karena jumlah diagnosa
jumlah yang hampir sama karena berkurangnya transmisi dari populasi yang diproses cukup banyak. Dilangsungkannya program secara cukup
anak usia sekolah. (Bundy, et al., 1990) lama telah menciptakan timbulnya permintaan masyarakat dan dapat
menjawab isu kepatuhan (compliance).
Kelaparan dan Gizi Buruk pada Anak Usia Sekolah
Gambar 5:
Gagal Tumbuh pada Anak Berusia 6-15 tahun (tinggi badan berdasarkan usia < 2 DS) per Propinsi
60
Kebanyakan dari hal-hal yang telah diketahui tentang kinerja sekolah — prestasi yang lebih rendah pada 50
dampak kelaparan dan gizi buruk pada anak usia sekolah anak dengan gagal tumbuh — telah didokumentasikan 40
dipelajari di dalam konteks program pemberian makanan secara luas. Meskipun kemiskinan adalah salah satu
30
tambahan di sekolah. Kelaparan jangka pendek telah faktor yang menyebabkan gagal tumbuh, namun tidak
dipelajari secara luas di negara maju dan berkembang bisa disimpulkan adanya hubungan kausal antara gagal 20
dengan melihat efek dari tidak makan pagi terhadap tumbuh dan hasil belajar.15 10
kognisi dan kinerja. Mengurangi kelaparan jangka pendek
Bila dilihat bersama, menjawab permasalahan kekurangan 0
di sekolah dapat menolong anak-anak untuk menjadi
Sumbar
Lampung
Pabar
Banten
Babel
Jambi
Jakarta
Bali
Kalsel
Kalteng
Kepri
Kaltim
Riau
Sumut
Malut
Kalbar
Jabar
Sulut
Sumsel
Sulbar
Sulsel
Sulteng
Papua
Yogya
Jatim
Jateng
Sultra
Bengk
NTB
Aceh
Goron
NTT
Maluku
gizi dan kelaparan dapat membantu meningkatkan
lebih memperhatikan pelajaran dan untuk meningkatkan
kapasitas anak untuk belajar meskipun ukuran dan sifat
kemampuan kognitif mereka. Memperbaiki kognisi anak
dari dampak tersebut sangat bervariasi tergantung dari
dapat membantu meningkatkan hasil pendidikan lainnya
disain program, tingkat dan jenis mikronutrien yang * Propinsi ditampilkan dari kiri (terendah) ke kanan (tertinggi) berdasarkan tingkat kemiskinan
termasuk prestasi sekolah (hasil test) dan kemajuan
diberikan, serta pengukuran yang digunakan untuk Sumber: Laporan Riskesdas, 2007, Standar WHO 2006
sekolah (kemajuan secara teratur, kenaikan dari satu kelas
menilai kognisi.16 Telah terdokumentasi bahwa adanya
ke kelas lainnya sampai penyelesaian pendidikan dasar).11
perbaikan sebanyak kurang lebih 1/3 dari Standar
Kekurangan gizi yang kronis yang diukur dengan tinggi Deviasi (5 poin) dalam sebuah test IQ di antara anak- Sebagaimana pola yang tipikal di seluruh dunia, gagal propinsi, kabupaten dan kecamatan dapat berguna untuk
badan berdasarkan usia, sebuah indikasi dari kurangnya anak yang berpartisipasi dalam program pemberian tumbuh terus memburuk ketika anak menjadi lebih mentargetkan dan memantau intervensi KGS. Mungkin
makanan yang dialami selama jangka waktu tertentu, makanan tambahan di sekolah; dibandingkan dengan dewasa. Tingkat ganguan pertumbuhan ini di perkotaan juga dapat diharapkan adanya manfaat sampingan
dan defisiensi mikronutrien tertentu sering diasosiasikan perbedaan kenaikan IQ antara anak yang diberi ASI dan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan dari perbaikan dalam tinggi badan berdasarkan usia
dengan kinerja sekolah yang rendah.12 Dalam mengatasi tidak.17 Hanya sedikit ditemukan dampaknya terhadap (lihat Gambar 6). Intervensi KGS tidak dirancang (height-for-age), terutama di masa awal sekolah (taman
permasalahan defisiensi mikronutrien, hampir semuanya perkembangan anak. Pemberian makanan tambahan di secara khusus untuk mengurangi gagal tumbuh apalagi kanak-kanak dan sekolah dasar) atau masa pertumbuhan
menunjukkan perbaikan dalam kognisi dan prestasi sekolah menghasilkan efek kenaikan berat yang berarti, kebanyakan gagal tumbuh telah terjadi saat mereka remaja dengan mengatasi masalah kekurangan makanan
meskipun beberapa program hanya menunjukkan positif dan konsisten yang diperkirakan antara sekitar 1.3 berusia 2 tahun. Tingkat gagal tumbuh di tingkat pada saat usia sekolah.
dampak pada anak-anak yang bergizi buruk.13 Dampak sampai 4.5 kilogram selama periode 6 tahun.18 Dampak
dari intervensi mikronutrien lebih terlihat dengan jelas program ini pada tinggi badan anak-anak menunjukkan Gambar 6:
pada anak-anak dengan status mikronutrien awal yang hasil yang bervariasi dan sampai saat ini hanya terlihat Gagal Tumbuh (< 2 DS tinggi badan berdasarkan usia) Berdasarkan Usia dan Tempat Tinggal
rendah.14 Hubungan antara gizi buruk yang kronis dan signifikan pada anak yang lebih muda.19
16 45 17
40
35
Gagal Tumbuh pada Anak Usia Sekolah 30
INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA
40 Ko-eksistensi dari problem kekurangan gizi pada anak peningkatan penyakit tidak menular ini. Proporsi anak
dengan kelebihan berat badan pada anak (dan orang usia sekolah dengan Body Mass Index (BMI)21 tinggi ter-
Presentase
30
1993 dewasa) telah muncul sebagai isu penting dalam peta masuk agak tinggi di beberapa propinsi (lihat Gambar 1)
20 2000 gizi di Indonesia. Kenaikan berat badan yang berlebihan dan terlihat meningkat secara dramatis selama tujuh
10 2007 sekarang dipahami sebagai faktor penting yang berkon- tahun terakhir (lihat Gambar 2). Sementara Indonesia
tribusi pada perkembangan penyakit tidak menular terus berjuang untuk mengatasi masalah utama gizi,
0
(diabetes, darah tinggi, penyakit jantung, serangan yaitu gangguan pertumbuhan, pentingnya memantau
5-<6 6-<13 13-<16 16-<19 Total
jantung, dan beberapa jenis kanker utama) yang saat pertumbuhan dan perkembangan anak dalam hal
Kelompok Umur
ini termasuk penyebab utama kematian di Indonesia. kelebihan berat badan dan mengidentifikasi strategi
Praktik gizi yang tidak baik dan ketidakaktifan fisik untuk mengatasi masalah ini juga harus menjadi
Sumber: Survei Kehidupan Keluarga Indonesia, 1993-2007
(termasuk penggunaan rokok) merupakan alasan utama prioritas utama dalam agenda gizi nasional.
Gambar 8:
Tren Gagal Tumbuh (<2 DS tinggi badan berdasarkan usia) Tahun 1993-2007 Berdasarkan Tempat Tinggal Gambar 9:
Presentase BMI > +1 DS Anak Berusia 6-15 tahun per Propinsi
60
30
50 25
20
40
15
Presentase
30 1993 10
5
20 2000
0
2007
Kalteng
Jateng
Sulteng
Kalsel
Aceh
Babel
Sumut
Sumbar
Kalbar
Lampung
Jabar
Sulut
Sulbar
Bali
Banten
Jambi
Kepri
Riau
Sumsel
Bengk
Pabar
Papua
10
Malut
Kaltim
Yogya
Sulsel
Jatim
Sultra
NTB
Goron
NTT
Maluku
0
Perkotaan Pedesaan Total
Presentase
8
6 1993
4 2000
2 2007
0
Perkotaan Pedesaan Total
Defisiensi mikronutrien adalah elemen lain dari gizi berhubungan secara langsung dengan gangguan kognitif
60
buruk yang diderita oleh semua populasi usia, termasuk jika diderita saat berada dalam kandungan dan efek
50
usia sekolah. Di antara kasus defisiensi mikronutrien kognitif bisa menjadi sangat parah ketika kekurangan
40
yang paling kritis pada anak usia sekolah adalah anemia tersebut dialami pada masa kanak-kanak sampai selama Laki-laki 1995
30
akibat kekurangan zat besi dan gangguan kekurangan masa sekolah. Defisiensi seng (zinc) dan vitamin A
20 Perempuan 1995
yodium (Iodine Deficiency Disorders, IDD). Anemia akibat pada usia sekolah juga diakui memiliki dampak negatif
10 L+P 2001
kekurangan zat besi sangatlah penting pada usia sekolah terhadap kognisi yang berkontribusi terhadap kesehatan
0
karena hal ini dapat mempengaruhi perkembangan buruk yang dapat menyebabkan ketidakhadiran di sekolah 0-4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun Wanita Hamil
mental dan kemampuan kognitif anak. Pada masa dan hilangnya kesempatan belajar. Lihat Tabel 4 untuk
kehamilan, IDD dapat memberikan resiko tinggi adanya ringkasan dari akibat defisiensi mikronutrien pada anak.
komplikasi bagi anak perempuan/wanita. IDD juga Sumber: NHHS, 1995, 2001; diadaptasi dari Atmarita, 2005
Tabel 4:
Akibat dari Defisiensi Mikronutrien bagi Kesehatan, Perkembangan dan Pendidikan > Defisiensi Yodium
Akibat Vit A Zat Besi Yodium Seng Keseluruhan angka prevalensi penyakit gondok, pertanda sampai 100 persen dengan 21 persen dari kabupaten
adanya gangguan defisiensi yodium, telah menurun dari melaporkan kecukupan konsumsi rumah tangga hanya
Fungsi kekebalan tubuh yang X X X 30 persen di tahun 1980 menjadi 11 persen pada tahun berada di bawah 50 persen.24 Data pada tingkat propinsi
tidaksempurna/lebih sering sakit 2003 yang sebagian besar dikarenakan keberhasilan yang terbaru menunjukkan bahwa cakupan garam
Absen dari sekolah X X usaha untuk menjamin tersedianya garam beryodium.23 beryodium tetap tidak baik di banyak daerah. Kurang dari
Pertumbuhan yang terganggu X X X Angka cakupan garam beryodium pada tahun 2001 50 persen rumah tangga di sembilan propinsi dan kurang
adalah sekitar 82 persen dan data menunjukkan sekitar dari 80 persen di lebih dari setengah jumlah keseluruhan
Kinerja akademis yang rendah X X
58 persen dari kabupaten memiliki angka cakupan 90 propinsi mempunyai cukup garam beryodium (lihat
IQ rendah/Perkembangan mental kurang X X persen atau lebih tinggi. Meskipun demikian, beberapa Peta 1 di bawah). Secara minimal, hal ini menunjukkan
kabupaten hanya memiliki cakupan sekitar 13 persen. kurangnya kemajuan dalam meraih konsumsi menyeluruh
Sumber Kunci: Jukes, Drake and Bundy, SHN and Education for All, 2008; Del Rosso and Marek, Class Action, 1996 Penggunaan garam beryodium secara nasional pada dari garam beryodium atau bahkan merefleksikan
tahun 2001 adalah sekitar 66 persen tetapi hasil tingkat penurunan dalam konsumsi. Anak usia sekolah akan juga
kabupaten menunjukkan penggunaan garam beryodium terpengaruh seperti seluruh anggota keluarga lainnya jika
pada tingkat kabupaten sangat bervariasi yaitu dari 9 terdapat kekurangan garam beryodium di rumah tangga.
20 > Defisiensi Zat Besi 21
Data tentang anemia karena defisiensi zat besi pada anemia dalam kelompok usia 15-44 tahun dari sekitar Peta 1
INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA
23 Survei Evaluasi IDD Nasional tahun 2003, yang dikutip dari Atmarita. 2005
24 Data SUSENAS 2001 yang dikutip dari Semba et al., 2008
22 Laporan yang tidak diterbitkan dari Mercy Corps dan YKB
Gangguan Pancaindera
Kurangnya kemampuan penglihatan dan pendengaran Data mengindikasikan bahwa kemampuan penglihatan
5. Potensi
dapat dengan signifikan memberikan dampak pada rendah (20/60) berkisar antara kurang lebih 2 sampai
kapasitas seorang anak untuk belajar dan maka dari itu, 10 persen dan dengan penglihatan kurang dari 20/60
menjadi isu yang penting yang perlu diidentifikasi dan adalah dari 0,3 sampai 2,6 persen di seluruh propinsi.
Keuntungan dari
diatasi pada anak sekolah. Tidak terdapat informasi yang Rata-rata 5 persen dari anak-anak menunjukkan adanya
memadai mengenai masalah gangguan pendengaran. kemampuan penglihatan yang rendah dan hanya 1
Data yang tersedia terbatas pada masalah penglihatan persen yang memiliki gangguan penglihatan yang lebih
dan mata. Alat untuk memeriksa penglihatan anak-anak serius.25
Perbaikan Kesehatan
untuk anak di atas usia 6 tahun adalah the Snellen chart.
Anak–anak menghabiskan banyak waktunya di dalam Dibutuhkan lebih banyak kemajuan di Indonesia untuk dan Gizi Anak
Usia Sekolah
dan di sekitar sekolah mereka. Fasilitas yang memadai memperbaiki akses terhadap air minum yang bersih dan
di sekolah dapat mendukung atau tidak mendukung sanitasi yang lebih baik. Indonesia khususnya tertinggal
kehadiran mereka di sekolah. Anak perempuan, dalam akses sanitasi yang lebih baik karena hanya 52
khususnya, dapat memilih untuk tidak pergi sekolah persen dari populasi yang memiliki akses. Meskipun 80
daripada harus menggunakan fasilitas yang kurang baik. persen memiliki akses terhadap air bersih, yang relatif
Ketika sebuah sekolah kekurangan akses akan suplai sama dengan negara lain di kawasan ini, Indonesia masih
air dan fasilitas sanitasi serta siswa sekolah tersebut berada di ranking yang rendah pada indikator ini (lihat
tidak memiliki kebiasaan higienis yang baik, munculnya Tabel 5). Angka tepatnya mengenai akses terhadap air
penyakit yang serius di masa kanak-kanak akan semakin bersih dan sanitasi yang baik di sekolah tidak diketahui;
meningkat dan akan mempengaruhi partisipasi siswa tetapi, survei kualitatif mengkonfirmasi bahwa kondisi
dan kapasitas belajar mereka. Kondisi tidak higienis sekolah di daerah pedesaan lebih parah dari sekolah
yang terdapat secara umum di toilet sekolah juga di daerah perkotaan. Tidak seperti sekolah pedesaan,
22 mengirimkan pesan yang salah kepada siswa mengenai sekolah perkotaan mempunyai kecenderungan untuk 23
pentingnya sanitasi. Menjamin adanya air bersih dan mempunyai fasilitas sanitasi walau kadangkala kondisinya Status pendidikan dan ekonomi sebuah negara berhubungan erat dengan
fasilitas sanitasi yang baik di sekolah dapat merupakan tidak cukup baik dan tidak higienis.
INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA
Statistik penerimaan siswa yang secara relatif menjaga adik-adik mereka, ketidakhadiran guru juga
menguntungkan sepertinya menutupi sebagian realitas menyebabkan penurunan partisipasi sekolah karena bila
Sektor pendidikan di Indonesia merupakan yang partisipasi siswa perempuan lebih dari 50 persen. pada sektor pendidikan. Sementara data tidak tersedia guru tidak hadir, maka pelajaran tidak dilangsungkan.
keempat terbesar di dunia dengan lebih dari 40 juta Banyak dari madrasah-madrasah ini yang didukung pada tingkat nasional dan kabupaten mengenai hal ini, Ketidakhadiran guru yang juga dinilai dalam studi ini
siswa, 2,6 juta guru dan lebih dari 200.000 sekolah. oleh masyarakat miskin dan mayoritas orang tua yang penerimaan siswa tidak lantas berarti kehadiran rutin. dapat disimpulkan bahwa angka ketidakhadiran di antara
Dua kementerian bertanggung jawab untuk mengelola menyekolahkan anaknya ke madrasah hidup di bawah Sebuah survei akhir-akhir ini yang bertujuan untuk guru membaik secara keseluruhan pada tahun 2008
sektor pendidikan, yaitu Departmen Pendidikan Nasional garis kemiskinan.26 mengetahui dampak dari tunjangan khusus untuk guru (rata–rata 14,8 persen) dibanding dengan tahun 2003
(Depdiknas) dan Departemen Agama (Depag). Sekolah di daerah miskin dan daerah konflik mendokumentasikan (rata–rata 20,1 persen), sementara angka yang sangat
Tanggung jawab pemerintah untuk memberikan ketidakhadiran siswa yang berkisar antara 4,1 persen tinggi terus bertahan di beberapa daerah dengan kisaran
swasta juga merupakan bagian penting dalam sistem
pendidikan dasar dan menengah terbagi antara pusat, sampai 26,4 persen. Tingkat ketidakhadiran yang 33,5 persen di Kota Pekanbaru. Tiga puluh enam persen
pendidikan di Indonesia khususnya pada tingkat sekolah
propinsi, kabupaten dan kecamatan, dengan peran yang dipengaruhi oleh status sosial ekonomi daerah, akibatnya ketidakhadiran guru tidak disertai dengan alasan yang
menengah pertama dan sekolah menengah atas dimana
penting dipegang oleh pemerintah kabupaten. Penetapan daerah dengan status yang lebih rendah cenderung jelas. Sekolah dengan infrastruktur yang kurang baik,
mereka bertanggung jawab atas 56 dan 67 persen dari
kebijakan, strategi dan standar dikonsentrasikan pada memiliki ketidakhadiran yang tinggi.28 Tidak hanya termasuk air dan sanitasi, memiliki tingkat ketidakhadiran
jumlah sekolah dalam sistem. Sub-sektor pendidikan
tingkat nasional; propinsi bertanggung jawab untuk anak-anak kehilangan hari sekolahnya karena sakit dan/ guru yang lebih tinggi.29
Islam memberikan pelayanan pendidikan dasar melalui
merencanakan dan memberikan jaminan kualitas; atau orang tua membutuhkan mereka untuk bekerja atau
madrasah dan pesantren (madrasah dengan fasilitas
kabupaten mengelola sumber daya dan penyelenggaraan
asrama) dan terdapat sekitar 40.000 madrasah di
pendidikan. Karena desentralisasi telah berevolusi,
Indonesia yang terdaftar di Depag, dengan 4.000 Peta 2:
pemerintah propinsi dan kabupaten telah diberi tanggung
di antaranya merupakan madrasah negeri. Secara Angka Partisipasi Murni pada Sekolah Menengah Tingkat Pertama
jawab untuk menyelenggarakan pendidikan yang
keseluruhan, sekolah-sekolah ini mengakomodasi sekitar
menjawab kebutuhan lokal di daerah mereka sendiri.
6 juta anak usia sekolah. Di sekolah Islam, tingkat
NANGRO ACEH DARUSALAM
GORONTALO N
SUMATE
M TE
ERA
ER UTARA KALIMANTAN TIMUR
MALUKU UTARA
M
RIAU
SU
SU
ULAWESI
UL TENGAH
A
BENGKULU
U KALIMANTAN TENGAH
SULAWESI
SI BA
ARAT
A RAT
Angka Partisipasi Murni (APM) di sekolah dasar telah (142.000 laki- laki; 544.000 perempuan) anak sekolah SUMATERA SELATAN
LA
DK
KI JAKARTA
K
KALIMANTAN SELATAN SULAWESI
SULAW
LAW
WE TENGGARA MALUKU
JJAWA TE
TENGAH
meningkat secara signifikan meningkat dari 72 persen di dasar tidak berada di sekolah. Perbedaan antar daerah LAMPUNG SULAWESIS SELATAN
tahun 1975 sampai 94,9 persen di tahun 2007. APM di juga ada; Papua jauh tertinggal dengan APM di tingkat Partisipasi Murni di SMP
24 < 50%
BANTEN
JAWA TIMUR 25
sekolah menengah tingkat pertama bahkan meningkat sekolah dasar sekitar 80 persen dan sekitar 47 persen 50 - 55%
JAWA BARAT BALI NUSA TENGGARA TIMUR
55-60%
lebih cepat mulai dari tingkat yang rendah yaitu 18 persen di sekolah menengah pertama. Propinsi lain yang juga 60-75%
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NUSA TENGGARA BARAT
INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA
Penerimaan siswa di sekolah menengah tingkat atas menengah pertama adalah Maluku, NTT (keduanya
Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS), 2008
meningkat dengan lambat dengan APM pada angka 50,19 berada pada 47 persen) dan Gorontalo (52 persen).27
persen di tahun 2007. Diperkirakan sekitar 686.000
Meskipun ada kemajuan dalam transisi dari sekolah biaya kesempatan dan pengeluaran di luar uang sekolah,
Tabel 6:
dasar ke sekolah menengah pertama, hanya sekitar seperti seragam, buku, dll. adalah beban yang cukup
Statistik Pendidikan Dasar 55 persen dari anak-anak yang berasal dari keluarga berat bagi kaum miskin dan merupakan halangan untuk
dengan pendapatan rendah masuk ke sekolah menengah masuk ke sekolah serta untuk melanjutkan sekolah.
Total Jumlah Siswa 46,5 juta pertama. Data di tingkat propinsi tentang tingkat Sebagai tambahan, beberapa isu kesehatan, higiene
Total Jumlah Guru 2,78 juta penerimaan siswa di sekolah menengah pertama dan sanitasi yang berhubungan dengan lingkungan
Total Jumlah Sekolah 258.047 (16% Depag) (lihat Peta 2 di atas) mengindikasikan dengan jelas sekolah dan juga individu anak sekolah berperan sebagai
bahwa upaya pendukung untuk membantu anak-anak penghalang bagi anak untuk masuk dan berkembang
Total Laki-laki Perempuan masuk sekolah dan menyelesaikan siklus pendidikan di sekolahnya. Menjamin bahwa sekolah menyediakan
dasarnya tetap merupakan prioritas tertinggi dari sektor sebuah lingkungan yang sehat untuk anak-anak dan
Angka Partisipasi Murni SD (2006) 95,4% 97,1% 93,7% pendidikan. mengatasi segala hambatan kesehatan dan/atau gizi
Angka Tamat SD (2006) 98,8% 98,7% 98,9% (kelaparan) bagi masuknya ke dan berpartisipasinya
Meskipun tidak ada biaya yang dibebankan untuk
Anak Usia SD Tidak Bersekolah 686.000 142.000 544.000 anak-anak tersebut di sekolah adalah hal yang penting
pendidikan dasar pada sekolah negeri di Indonesia,
untuk memenuhi tujuan pendidikan.
Sumber: World Bank EdStats, berdasarkan tahun yang terakhir yang tersedia, 2005-2007
26 World Bank, 2008 28 Toyamah, et al., The SMERU Research Institute, April 2009
27 Data dari Susenas 2006 dan Depdiknas 2006-07 dikutip dari dokumen 29 Ibid
proyek BOS-KITA World Bank
Sektor Kesehatan
Anak usia sekolah bukan kelompok beresiko tinggi untuk dengan berat di bawah rata-rata, cacat lahir pada
kematian dan anak perempuan dalam usia sekolah, anak-anak mereka, serta mengurangi resiko kematian
6. Tahapan untuk
biasanya, belum termasuk dalam tahapan mengandung selama proses kelahiran. Sekolah dapat menyediakan
anak yang dianggap sangat beresiko. Dari pandangan infrastruktur yang dengan mudah dapat menjangkau
sektor kesehatan, hal ini menjadikan populasi anak usia anak-anak perempuan dengan prioritas pendidikan yang
Investasi KGS
sekolah tidak diprioritaskan dalam kebanyakan intervensi tinggi serta pelayanan kesehatan dan gizi.
sektor kesehatan dengan beberapa pengecualian. Untuk
Kebanyakan dari resiko masa remaja (lihat Tabel 7)
anak usia sekolah, terutama di masa remaja, kaum muda
adalah masalah universal — seperti merokok, alkohol,
mulai membuat keputusan mandiri mengenai kesehatan
kesehatan reproduksi dan seksual, termasuk HIV/
di Indonesia
mereka serta membentuk dan mengadopsi perilaku
AIDS — dan kaum muda perlu memiliki akses terhadap
yang akan mempengaruhi kesehatan mereka pada saat
informasi dan keterampilan agar dapat melindungi diri
tersebut dan di masa depan, demikian juga dengan
mereka sendiri dari perilaku beresiko tinggi. Sekolah dapat
kesehatan calon anak-anak mereka. Anak perempuan,
menjadi salah satu tempat terbaik untuk menjangkau
khususnya anak perempuan remaja, merupakan kunci
kaum muda dan menyediakan mereka informasi dan
kesehatan dari generasi mendatang. Perkembangan
pendidikan yang akan menolong mereka mendapatkan
fisiologis yang baik selama masa remaja mempersiapkan
kehidupan yang lebih sehat dan aman. Selain itu,
anak-anak perempuan untuk masa kehamilan, melahirkan
sekolah juga menyediakan kesempatan terbaik untuk
anak serta menjadi ibu. Menjamin bahwa anak-anak
mempromosikan gizi seimbang, pilihan makanan dan
perempuan tersebut mendapatkan gizi yang baik dan
aktivitas fisik untuk membantu mencegah kelebihan berat
sehat — terutama mengingat terus meningkatnya
badan pada anak–anak. Promosi yang efektif akan praktik
kebutuhan mereka akan zat besi dan akan nutrisi untuk
utama dalam kesehatan, gizi dan aktivitas fisik sangatlah
pertumbuhan sebelum tahun-tahun reproduksi mereka
penting untuk mengurangi beban dari kelebihan berat
dimulai — akan mengurangi terjadinya kelahiran anak
badan, obesitas dan penyakit tidak menular.
Tabel 7:
Perilaku Anak Remaja yang Beresiko di Indonesia - Hasil dari Survei Global Kesehatan Siswa yang Berpusat di Sekolah WHO, 2007
Pendahuluan
26 27
Siswa yang... Persen
INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA
KGS
Puskesmas 4 kementerian: Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas), Departemen Agama (Depag), Departemen
Kotak 2:
Pencegahan Penyebaran HIV/AIDS
Kesehatan (Depkes), dan Departemen Dalam Negeri
(Depdagri) untuk mewujudkan program kesehatan
Kasus kejadian HIV/AIDS pada orang dewasa di Indo- Semua 33 propinsi sekarang telah melaporkan adanya sekolah yaitu Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Pada
Pemberian Layanan
nesia adalah rendah (0,16 persen) dengan pengecualian kasus HIV/AIDS. Upaya yang terprogram khususnya Makanan Kesehatan tahun 2003, Keputusan Bersama tersebut direvisi dan
Tambahan dari Sekolah oleh suatu tim pembina dibentuk. Selain dari program UKS,
Tanah Papua yang mempunyai tingkat prevalensi 2,4 terkonsentrasi pada populasi dengan resiko tinggi. Pemerintah atau LSM dan
persen pada orang dewasa dilihat sebagai sebuah Namun, pencegahan akan menjadi sangat penting untuk Donor Perusahaan Indonesia mempunyai beberapa tingkatan pengalaman
epidemi umum yang rendah dan lebih terkonsentrasi membendung penyebaran epidemik. Sekolah dapat pada masa lalu dan pada saat ini dengan beberapa
pada ‘kelompok beresiko’, yaitu pengguna obat-obatan menawarkan sebuah mekanisme bagi pengarusutamaan elemen KGS lainnya termasuk air dan sanitasi di sekolah,
terlarang dan wanita pekerja seks. Tetapi Indonesia juga pendidikan pencegahan HIV/AIDS untuk melindungi dan kerjasama sekolah dengan puskesmas, pemberian
mengalami perkembangan epidemi tercepat di Asia. mencegah infeksi pada anak usia sekolah. makanan tambahan di sekolah, dan layanan kesehatan
berbasis sekolah lainnya yang disediakan melalui LSM-
LSM dan/atau perusahaan atau donor lainnya
Program UKS Struktur Institusional UKS
Sebuah Tim Pembina UKS, dengan perwakilan dari terutama Depdiknas, berperan dalam menetapkan
Departemen Pendidikan Nasional, Departemen standar, memberikan pedoman dan menetapkan harapan
Tujuan dari UKS adalah “untuk meningkatkan mutu pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis Kesehatan, Departemen Agama dan Departemen Dalam untuk program UKS. Sebagai tambahan, tingkat nasional
pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan dan optimal dalam rangka pembentukan manusia Negeri yang dicantumkan dalam Keputusan Bersama, menggunakan sumber daya untuk melaksanakan lomba
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat serta Indonesia seutuhnya”30 yang tercermin dalam ketiga bekerja pada tingkat nasional, propinsi, kabupaten dan UKS tahunan dan pertemuan UKS nasional dua tahun
derajat kesehatan peserta didik dan menciptakan pilar dari program (lihat Gambar 10). kecamatan. Terdapat asumsi bahwa keempat departemen sekali yang mengumpulkan personel, guru dan siswa
lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan tersebut bertemu dan membuat keputusan sebagai pada tingkat nasional, propinsi dan kabupaten. Pertemuan
suatu tim, tetapi tidak ada yang dapat memastikan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi prioritas untuk
Gambar 12: seberapa sering hal ini terjadi. Di tingkat sekolah, kepala perencanaan UKS untuk tahun berikutnya. Dalam
Tiga Pilar dan Aktivitas Utama dari Program UKS sekolah dan satu atau lebih guru UKS ditugaskan untuk beberapa hal UKS tingkat pusat memberikan dukungan
mengurus aktivitas UKS di sekolah. Sekolah diharapkan dan bantuan teknis untuk kegiatan yang telah ditargetkan
Pendidikan Kesehatan Pelayanan Kesehatan di Sekolah Lingkungan Sekolah yang Sehat untuk bekerjasama dengan staf puskesmas dalam di sekolah.
melaksanakan beberapa kegiatan UKS. Tingkat pusat,
- Diintegrasikan ke dalam - Pemeriksaan kesehatan - Fasilitas mencuci tangan
kurikulum - Pengukuran tinggi dan berat badan - Penghijauan sekolah Kekuatan dan Kelemahan UKS
- Pelatihan bagi guru UKS - Ruang UKS - Memperbaiki toilet sekolah
- Dokter kecil - Kantin yang sehat Meskipun program UKS telah dilaksanakan di Indonesia pertumbuhan dan juga untuk mencatat imunisasi dan
- Kampanye mencuci tangan - Rujukan ke Puskesmas atau
sejak bertahun-tahun yang lalu, hanya sedikit data hasil dari pemeriksaan kesehatan.
rumah sakit
dan informasi yang tersedia mengenai investasi dalam
- Imunisasi • Kader dan/atau dokter kecil UKS (nama dan tugasnya
- Pemberantasan cacing program UKS di tingkat yang manapun — pusat,
tergantung pada tingkat sekolah; program sekolah
- Tablet zat besi untuk anak perempuan kabupaten, kecamatan, sekolah — dan sedikit pula
dasar atau sekolah menengah pertama) adalah
data yang tersedia akan dampak dari program dan
program elemen kunci lainnya. Program ini menjamin
kegiatannya. Tidak terdapat evaluasi dan tidak ada
keterlibatan siswa/anak dalam aktivitas kesehatan
Gambar 13: sistem monitoring yang konsisten atas program UKS.
sekolah. Untuk menjadi seorang kader atau dokter
Intervensi Kesehatan dan Gizi Sekolah yang Khas Berdasarkan diskusi dengan beberapa sumber informasi
kecil, tampaknya merupakan suatu proses kompetisi di
kunci dan berdasarkan observasi di beberapa sekolah
kebanyakan sekolah.
Kategori (kerangka kerja FRESH) Intervensi yang dapat dianggap mempunyai program UKS
“percontohan”, beberapa kesimpulan awal dapat ditarik • Tidak tersedia catatan dari pelayanan kesehatan
Kebijakan - Kode etik untuk perilaku guru sebagai berikut: (pemberantasan cacing, distribusi kapsul yodium,
28 - Penjualan makanan di sekolah pemberian suplemen zat besi untuk anak perempuan 29
• UKS lebih dikenal dengan perannya sebagai program
- Inklusi anak dengan kebutuhan khusus yang bermenstruasi, atau yang lain) yang diberikan
sekolah yang menyediakan tempat/ruang untuk anak
- Inklusi anak perempuan yang hamil melalui sekolah, meskipun beberapa sekolah
sekolah jika mereka jatuh sakit dan membutuhkan
INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA
Air dan Sanitasi di Sekolah Depdagri mempunyai divisi yang bertanggung jawab
untuk program pemberian makanan tambahan di
di lebih dari 1.000 sekolah di propinsi NTB, NTT dan
Jawa Timur. Sampai akhir–akhir ini, beberapa organisasi
sekolah meskipun sumber daya untuk program tersebut nirlaba termasuk Mercy Corps dan IRD menyediakan
dialokasikan oleh kabupaten sehingga peranan pusat makanan tambahan di sekolah melalui sumber daya
menjadi terbatas dan tidak pasti. Di masa lalu, sebelum USDA. Pendekatan pada pemberian makanan tambahan
Standar Pelayanan Minimal31 (SPM) untuk sekolah memperbaiki kualitas air dan lingkungan sanitasi di
adanya desentralisasi, pemberian makanan tambahan di di sekolah mencakup penyediaan makan di sekolah dari
mencakup standar untuk suplai air bersih dan fasilitas sekolah (lihat Tabel 8). Sebuah jaringan untuk sanitasi
sekolah merupakan program penting di BAPPENAS. produk lokal (sumber daya dikirim dari pusat ke tingkat
sanitasi yang memadai yaitu sarana cuci tangan lingkungan dan air bersih di sekolah sedang dibentuk
kabupaten untuk membiayai program yang disuplai
dan toilet. Beberapa upaya sedang dijalankan oleh untuk membantu mengkoordinasikan pelaksanaan Pada tahun 2009, pemberian makanan tambahan di
secara lokal), dan distribusi biskuit/kudapan serta juga
beberapa lembaga donor, Depkes dan Depdiknas untuk berbagai kegiatan dan program. sekolah dilanjutkan oleh World Food Program (WFP).
komoditas program lainnya termasuk pendistribusian
Melalui kombinasi sumber daya dari sektor swasta dan
susu dan telur.
WFP, WFP mampu menjangkau lebih dari 200.000 anak
Tabel 8:
31 Standar Pelayanan Minimal masih berupa draft 32 Imunisasi Sekolah di Indonesia, laporan yang tidak diterbitkan, JSI/
Immunization BASICS
KGS tidak saja berperan dalam mencapai tujuan pengaturan badan yang memegang aset atau dana agar
pendidikan, tetapi intervensi kesehatan dan gizi di menerapkan transparansi dan akuntabilitas yang lebih
sekolah juga penting untuk tujuan sektor kesehatan. besar dari program BOS sehingga pada akhirnya dapat
Untuk beberapa penyakit dan defisiensi, anak usia menggunakan dana BOS yang tersedia dengan lebih baik.
sekolah memiliki kontribusi besar dalam beban penyakit Total dari proyek pinjaman ini adalah 600 juta dollar AS
secara keseluruhan (contohnya, infeksi cacing usus, untuk 2008-2010, dan kegiatan ini didukung dengan
7. Rekomendasi
defisiensi zat besi). Program di sekolah yang efektif juga bantuan tambahan di bawah Dutch Education Trust Fund.33
penting untuk menolong anak-anak mengembangkan
Pemerintah Indonesia juga telah menyediakan kerangka
kebiasaan-kebiasaan yang sehat dan mencegah
kerja untuk Standar Nasional Pendidikan untuk
perilaku beresiko yang terkait dengan beban penyakit
mendukung proses desentralisasi. SISWA (System
dan Langkah
menular yang berkelanjutan dan meningkatnya beban
Improvement through Sector Wide Approaches) atau
penyakit tidak menular di Indonesia. Pencapaian tujuan
Perbaikan Sistem melalui Pendekatan Sektoral adalah
pendidikan berkaitan erat dengan kesehatan di masa
sebuah kerangka kerja pembangunan pendidikan dasar
depan, khususnya di antara anak-anak perempuan karena
Selanjutnya
baru yang diciptakan bersamaan dengan Rencana Sektor
status kesehatan dan gizi mereka serta keterampilan
Jangka Menengah (tahun 2010-2014) yang mencakup
dan kebiasaan-kebiasaan mereka akan berdampak yang
strategi kunci dan program untuk meningkatkan akses
langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan dan
dan kualitas pendidikan dasar di bawah Depdiknas,
gizi generasi masa depan.
Depag dan Depdagri. SISWA dimaksudkan untuk
Pemerintah Indonesia dengan dukungan dari berbagai menyediakan sebuah kerangka kerja kebijakan yang logis
donor dan rekan kerjanya telah menjadikan pendidikan untuk dukungan donor. Salah satu area kunci dari fokus
sebagai prioritas utama. Yang paling menonjol dari SISWA adalah untuk membantu kabupaten melalui
dukungan itu adalah program BOS (Bantuan Operasional penyediaan akses terhadap informasi yang lebih baik dan
Sekolah) yang telah memberikan hibah untuk semua lebih banyak mengenai peningkatan mutu pendidikan.
sekolah dengan basis per siswa sejak tahun 2005. BOS
Di dalam upaya-upaya untuk memperbaiki kualitas
adalah bagian dari usaha pemerintah untuk meningkatkan
dan pemerataan pendidikan, kesehatan dan gizi anak
akses terhadap pendidikan yang berkualitas untuk siswa
sekolah belum menampakkan hasil yang berarti. Sampai
dari semua tingkat pendapatan. Dana operasional BOS
saat ini, fokus masih tertuju kepada sekolah dan ruang
dapat digunakan untuk kegiatan ekstrakurikuler yang
kelas ketimbang terhadap anak didiknya. Standar untuk
dapat berkontribusi bagi kesehatan fisik para siswa.
pelayanan minimal di pendidikan dasar mencakup
Bank Dunia mendukung program BOS melalui Program harapan adanya ketersediaan air bersih dan fasilitas
BOS KITA (Bantuan Operasional Sekolah – Perbaikan tempat mencuci tangan serta toilet yang baik dan
32 Pengetahuan untuk Transparansi dan Akuntabilitas atau memadai di semua sekolah. Potensi untuk kebijakan dan 33
Knowledge Improvement for Transparency and Accountability tindakan di tingkat nasional, kabupaten serta masyarakat
Bukti–bukti dalam laporan ini menunjukkan bahwa status (KITA), yang bertujuan untuk memperbaiki akses dalam Kesehatan dan Gizi Sekolah untuk berkontribusi
INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA
Langkah Selanjutnya
1. Targetkan intervensi KGS di daerah-daerah yang Malaria) di tingkat kabupaten akan lebih masuk akal jika
memiliki hasil belajar rendah dan status kesehatan permasalahan kesehatan telah mempengaruhi sebagian
dan gizi buruk serta kelaparan tinggi — Untuk besar populasi anak usia sekolah di daerah/kabupaten
mendapatkan hasil terbaik dari investasi yang dilakukan tertentu. Pendekatan ini dapat memberikan beberapa Ada beberapa kesempatan yang mungkin dapat digunakan untuk memulai
(the biggest bang for the buck), investasi dalam program manfaat terkait “economies of scale” atau penurunan tindakan berdasarkan rekomendasi ini. Beberapa ide awal termasuk :
KGS harus menjadikan kabupaten dan sekolah yang biaya per unit akibat kenaikan dalam kegiatan untuk
memiliki akses yang terhambat terhadap kesehatan dan pelatihan, bantuan teknis, dll. Selain itu memungkinkan
gizi, partisipasi dan kemajuan di sekolah, khususnya pula didapatkannya keuntungan yang cepat dan
siswa perempuan, sebagai prioritas utama. Jika signifikan dari sebuah investasi yang terbatas. • Gunakan mekanisme “praktik yang baik dalam kabupaten dan sekolah untuk meningkatkan kesadaran
ditargetkan dengan efektif, intervensi KGS berpotensi pendidikan dasar” yang sedang berjalan untuk dan membangun kapasitas dalam mengidentifikasikan
4. Identifikasi dan kembangkan satu set “paket/model”
menolong sebagian dari lima persen anak-anak yang mengidentifikasi intervensi/program kesehatan dan dan menjawab permasalahan kebutuhan kesehatan
yang mempertimbangkan tiga konteks utama di
saat ini belum masuk di sekolah dan mereka-mereka gizi di sekolah yang dilakukan oleh sektor swasta, dan gizi pada anak usia sekolah dalam konteks yang
Indonesia; perkotaan, pedesaan, daerah kepulauan/
yang tidak dapat berpartisipasi penuh. KGS harus LSM dan/atau yang didukung oleh pemerintah yang berbeda. Tool kit dan modul ini akan dikenalkan melalui
daerah pinggir laut dan juga tipe sekolah (contohnya,
34 dipahami, dimonitor, dan dievaluasi terlebih dahulu
sekolah berasrama) — Kerangka kerja FRESH untuk menawarkan potensi untuk menciptakan “model praktik sebuah strategi pelatihan tingkat kabupaten. Satu 35
sebagai sebuah intervensi pendidikan. yang baik” dalam konteks yang spesifik untuk KGS. modul dalam tool kit harus menjawab kebutuhan akan
KGS memberikan panduan keseluruhan untuk jenis
2. Perkuat kerjasama di dalam sektor pendidikan intervensi yang paling efektif dalam mencapai hasil Dokumentasikan dan sesuaikan “praktik yang baik” suatu set indikator yang mudah untuk digunakan
INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA
Adelman, S., D. O. Gilligan dan K. Lehrer (2008). “How Del Rosso, J.M. dan T, Marek (1996). Class Action: Menuju Kantin Sehat di Sekolah (2009). [Towards Solon F.S, J. N. Sarol A.B.I. Bernardo, H. Mehansho,
Effective Are Food For Education Programs?: A Critical Meeting the Nutrition and Health Needs of School-age Healthy School Canteen] Pusat Pengembangan Kualitas L.E. Sanchez-Fermin, L.S. Wambangco dan K.D. Juhlin
Assessment of the Evidence From Developing Countries.” Children in the Developing World. Washington, DC: World Jasmani bekerja sama dengan [Southeast Asian Food and (2003). “Effect of a multiple-micronutrient- fortified fruit
Washington DC: International Food Policy Research Bank Human Development Department. Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center] powder beverage on the nutrition status, physical fitness,
Institute. and cognitive performance of schoolchildren in the
Grantham-McGregor S., S. Chang, S. P. Walker (1998). Mercy Corps (2006). “Sumatra Healthy Schools Program
Philippines.” Food Nutrition Bulletin, 24:S129–140.
Anderson, J. W., B. M. Johnstone dan D.T. Remley “Evaluation of School Feeding Programs. Some Jamaican Assessment Results Reports.” (unpublished, internal
(1999). “Breast-Feeding and Cognitive Development: A Examples.” American Journal of Clinical Nutrition, 67: document). Toyamah, N. et al., (2009). “Teacher Absenteeism and
Meta-Analysis.” American Journal of Clinical Nutrition, 70: 785S-9S. Remote Area Allowance Baseline Survey.” Research
Nokes, C., S. M. Grantham McGregor, A. W. Sawyer,
525-535. Report: SMERU Research Institute.
Grigorenko, E. L., R. J. Sternberg, M. Jukes, K. Alcock, J. E. S. Cooper, B. A. Robinson, dan D. A. Bundy (1992).
Atmarita, (2005). Directorate of Community Health, Lambo, D. Ngorosho, C. Nokes dan D. A. Bundy (2006). “Moderate to heavy infections of Trichuris triciura Van Stuijvenberg, M. E. (2005). “Using the School
Ministry of Health. “Nutrition Problems in Indonesia.” An “Effects of antiparasitic treatment on dynamically and affect cognitive function in Jamaican school children. “ Feeding System as a Vehicle for Micronutient
Integrated International Seminar and Workshop on Lifestyle- statically tested cognitive skills over time.“ Journal of Parsitology, 104: 539-547. Fortification: Experience from South Africa.” Food and
Related Diseases, Gajah Mada University. Applied Developmental Psychology, 27: 499-526. Nutrition Bulletin, 26: S213-S219.
Pollitt, E., N. L. Lewis, C. Garza, dan R. J. Shulman (1998).
Bobadilla, et al. (1994) “Design, Content and Financing Indonesia Family Life Survey (1993, 2000, 2007). “Fasting and Cognition in Well- and Undernourished World Bank (1993). World Development Report.
of an Essential National Package of Health Services.” http://www.rand.org/labor/fLS/IFLS Schoolchildren.” Journal of Psychiatric Research, Washington DC.
Bulletin of the World Health Organization. 74: 653-62. 17: 169-174.
Hall, Andrew dan Susan Horton (2009). “Best Practice World Bank (2000). “Focusing Resources on Effective
Bundy, D. A. P., M. S. Wong, L. L. Lewis, dan J. Horton Paper: Deworming.” Copenhagen Consensus Center. Profil Kesehatan Indonesia (2007) [Indonesia Health School Health.” Washington DC.
(1990). “Control of Helminths by Delivery of Targeted Profile] Pusat Data dan Informasi [Centre for Data and
Jukes, M. C. H., Drake L., J., Bundy, D. A. P. (2008). World Bank (2006). Repositioning Nutrition as Central
Chemotherapy through Schools.” Transactions of the Royal Information]
School Heath, Nutrition and Education for All: Leveling the to Development. Directions in Development Paper.
Society of Tropical Medicine and Hygiene 84: 115–20.
Playing Field. Wallingford: CABI Publishing. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Laporan Washington, DC.
Bundy, D. et al. (2006). “School-Based Health and Nasional [Research on Basic Heath, National Report]
Kristjansson E.A., V. Robinson, M. Petticrew, B. World Bank (2008). “School Operational Assistance-
Nutrition Programs.” In Disease Control Priorities in Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. [Office
MacDonald, J. Krasevec, L. Janzen, T. Greenhalgh, G. Knowledge Improvement for Transparency and
Developing Countries: Second Edition, ed. D. Jamison, et al., of Health Research and Development]
Wells J. MacGowan, A. Farmer, B.J. Shea, A. Mayhew, Accountability Project (BOS-KITA),” Project Appraisal
New York: World Bank/Oxford University Press
36 dan P. Tugwell (2007). “School feeding for improving School Immunization Programme in Indonesia (2007). Report: Human Development Sector Unit, East Asia and 37
Bundy, D. (2006). “School-Based Health and Nutrition the physical and psychosocial health of disadvantaged Unpublished JSI/IMMUNIZATION BASICS. Pacific Region, The World Bank, Report No. 45043-ID.
Programs.” Food and Nutrition Bulletin, 26: S186-S192. students.” Cochrane Database of Systematic Reviews.
Semba et al., (2008). “Child Malnutrition and Mortality World Bank (2009). School Feeding, Social Safety Nets and
INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA
38
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:
Claudia Rokx: crokx@worldbank.org atau
Sheila Town: stown@worldbank.org