Anda di halaman 1dari 115

MAKALAH

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN

“SUMBER DAYA KEMARITIMAN DAN POTENSI EKONOMINYA

YANG LAMA TIDAK DIPRIORITASKAN”

DI SUSUN OLEH:

Kelompok 4

Ketua : M.Salihin (140120201029)

Anggota : Suhardi (140120201028)

: Mustakim (140120201026)

: Dedi Pandu Winata (1401202010)

: M.Rizky Priadi (140120201006)

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNG PINANG
2016
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang,
saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpah rahmat
dan hidayah, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Bagaimana sumber daya
kemaritiman dan potensi ekonominya yang lama tidak di prioritaskan.

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlacar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan mekalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang Bagaimana sumber daya
kemaritiman dan potensi ekonominya yang lama tidak di prioritaskan ini dapat memberi
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1. 2. Definisi Masalah ............................................................................... 2
1. 3. Isu ...................................................................................................... 2
1. 4. Tujuan ............................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
2. 1. Keadaan maritime di Indonesia ........................................................ 4
2. 1. 1. Fungsi wawasan maritime .................................................. 5
2. 1. 2. Tujuan wawasan maritime .................................................. 5
2. 2. Perikanan tangkap dan perikanan budidaya ...................................... 6
2. 2. 1. Budidaya Perikanan Indonesia ........................................... 6
2. 2. 2. Permasalahan budidaya perikanan Indonesia ..................... 8
2. 3. Industri pengolahan hasil perikanan dan Industri Bioteknologi
kelautan ............................................................................................. 12
2. 3. 1. Keadaan .............................................................................. 12
2. 3. 2. Potensi Ekonomi ................................................................. 12
2. 3. 3. Permasalahan ...................................................................... 15
2. 3. 4. Pengoptimalan .................................................................... 16
2. 4. Kehutanan Pesisir .............................................................................. 16
2. 4. 1. Hutan Bakau ....................................................................... 16
2. 4. 2. Fungsi dan manfaat ............................................................. 17
2. 4. 3. Hutan mangrove Indonesia terus berkurang ....................... 17

ii
2. 4. 4. Hutan mangrove dan sejuta potensi yang dimiliki ............. 18
2. 4. 5. Potensi manfaat langsung mangrove bagi makhluk
disekitarnya ......................................................................... 20
2. 4. 6. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
dan melestarikan hutan mangrove ...................................... 22
2. 5. Pariwisata Bahari .............................................................................. 23
2. 5. 1. Keadaan pariwisata bahari .................................................. 23
2. 5. 2. Potensi ekonomi pariwisata bahari ..................................... 24
2. 5. 3. Permasalahan pariwisata bahari ......................................... 26
2. 5. 4. Pengoptimalan pariwisata bahari ........................................ 27
2. 6. Energi dan sumber daya mineral....................................................... 28
2. 7. Perhubungan laut............................................................................... 31
2. 7. 1. Kronologi kebijakan transportasi maritime Indonesia ....... 32
2. 7. 2. Profil armada transportasi maritime di Indonesia .............. 33
2. 7. 3. Masalah transportasi maritime di Indonesia ....................... 34
2. 7. 4. Masalah Investasi transportasi maritime ............................ 37
2. 7. 5. Hambatan dalam perdanaan kapal ...................................... 38
2. 7. 6. Masa depan transportasi maritime ...................................... 39
2. 8. Industri dan jasa maritim .................................................................. 42
2. 8. 1. Hal-hal penting dalam pemberdayaan potensi maritime .... 42
2. 8. 2. Unsur-unsur potensi maritime yang dikembangkan ........... 43
2. 9. Sumber daya alam ............................................................................ 44
2. 9. 1. Upaya mendorong peningkatan pengembangan SDA ........ 44
2. 9. 2. Pengembangan perikanan budidaya ................................... 45
2. 10. Sumber daya wilayah pulau kecil ..................................................... 45
2. 10. 1. Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan laut ................ 45
2. 10. 2. Perangkat hokum pengelolaan wilayah pesisir dan laut ..... 48

iii
2. 10. 3. Pengaturan pengelolaan wilayah pesisir didaerah .............. 55
2. 10. 4. Peraturan daerah tentang pengelolaan wilayah pesisir ....... 56
2. 11. Pentingnya peranan semua kalangan dalam mewujudkan Indonesia
sebagai poros maritime ..................................................................... 56
2. 11. 1. Keadaan .............................................................................. 56
2. 11. 2. Analisis kebijakan luar negeri dengan perspektif model
adaptif ................................................................................. 58
2. 11. 3. Kebijakan Poros Maritim Dunia ......................................... 60
2. 11. 4. Konektivitas Nasional dan Regional .................................. 61
2. 11. 5. Analisis Kebijakan Poros Maritim Dunia dalam Konteks
Peningkatan Konektivitas Nasional dan Regional ............. 62

BAB III PENUTUP


3. 1. Kesimpulan ..................................................................................... 75
3. 2. Saran................................................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau terbanyak di
dunia. Pulau – pulau di kepulauan Indonesia dipisahkan oleh samudra, laut
maupun selat. Namun demikian, luas wilayah lautan lebih luas bila dibandingkan
dengan wilayah daratan, oleh karena itu negara Indonesia dikenal sebagai negara
maritim. Selain disebut negara maritim , negara Indonesia dikenal pula sebagai
negara agraris.
Penduduk di kepulauan Indonesia sangat heterogen, terdiri dari bermacam -
macam suku, ras, agama dan masyarakat. Berdasarkan kondisi geografisnya
masyarakat Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu masyarakat pesisir dan
masyarakat agraris. Masyarakat pesisir mendiami di wilayah –wilayah sekitar
pantai, sedangkan masyarakat agraris mendiami di daerah pedalaman pulau yang
ada di Indonesia. Kondisi yang demikian menjadikan masyarakat pesisir dan
pedalaman mempunyai perbedaan dalam berbagai aspek kehidupannya.
Masyarakat pesisir atau dapat pula disebut masyarakat laut adalah
sekumpulan manusia yang hidup bersama dalam suatu tempat dekat daerah pantai
dengan ikatan – ikatan tertentu. Masyarakat laut umumnya mendiami daerah –
daerah di sekitar pantai yang ada di pulau – pulau di kepulauan Indonesia. Wilayah
kepulauan Indonesia sebagian besar terdiri dari wilayah perairan yang didalamnya
terdapat ribuan pulau. Atau dengan kata lain, secara geografis Indonesia
berbentuk kepulauan dengan wilayah laut lebih besar dari pada wilayah daratan.
Hal ini memungkinkan peran dari masyarakat laut atau pesisir tidak bisa
dilepaskan dari berbagai segi kehidupan di Indonesia.
Indonesia sebagai negara yang dikelilingi oleh laut hampir semua
provinsinya memiliki wilayah perairan, kondisi geografis yang demikian
menjadikan Indonesia negara maritim yang mempunyai daerah perikanan laut tak
kurang dari 6,85 juta km2 dan diperkirakan daerah tersebut memiliki kandungan
produksi ikan 10 juta ton pertahunnya. Namun sayangnya dengan potensi kelautan
yang berlimpah itu masyarakat Indonesia belum dapat memaksimalkan potensi

1
tersebut. Hal ini diakibatkan oleh paradikma pembangunan yang lebih
memprioritaskan masyarakat perkotaan dan pertanian di pedalaman sehingga
kurang memperhatikan kehidupan masyarakat di daerah pesisir. Sebab lain yang
mengakibatkan kurang diperhatikannya masyarakat didaerah pesisir dari segi
historis karena masih kurangnya para sejarawan yang melakukan penelitian
dibidang kemaritiman. Perhatian para sejarawan pada aspek maritim seperti
perdagangan, pelayaran, perkapalan, perikanan, perompakan, dan sebagainya
masih sangat kurang proporsinya jika dibandingkan dengan aspek-aspek lainnya
seperti bidang pertanian, industri, perhubungan politik dan sebagainya. Hal
tersebut mungkin berkaitan dengan pengalaman sebagai bangsa Indonesia yang
semenjak memproklamirkan kemerdekaannya lebih banyak di warnai dengan
persoalan-persoalan kebaratan daripada persoalan-persoalan kebaharian, inilah
yang menyebabkan bangsa Indonesia naluri kebahariaannya semakin tumpul
sehingga kurang mampu melihat apalagi bertindak untuk memanfaatkan dunia
kebahariaan.
Secara geografis wilayah Indonesia merupakan kawasan kepulauan yang
menempatkan laut sebagai jembatan penghubung bukan sebagai pemisah. Dengan
demikian, penguasaan terhadap laut merupakan suatu keharusan bagi penduduk
yang menghuni pulau – pulau yang ada di Indonesia. Kondisi semacam ini,
membentuk mereka sebagai manusia yang akrab dengan kehidupan laut. Selain
itu, pulau – pulau yang ada di Indonesia letaknya sangat strategis dalam konteks
perdagangan laut internasional antara dunia barat dan dunia timur.

1. 2. Definisi Masalah
 Bagaimana mengoptimalkan sumber daya maritim dan kejayaan bangsa?

1. 3. Isu
1. Keadaan maritime di Indonesia.
2. Perikanan tangkap dan perikanan budibaya.
3. Industri pengolahan hasil perikanan dan industry bioteknologi kelautan.
4. Kehutanan pesisir.

2
5. Pariwisata bahari.
6. Energi dan sumber daya mineral.
7. Perhubungan laut.
8. Industri dan jasa maritim.
9. Sumber daya alam.
10. Sumber daya wilayah pulau kecil.
11. Pentingnya peranan semua kalangan dalam mewujudkan Indonesia sebagai
poros maritime.

1. 4. Tujuan
Untuk mengetahui cara mengoptimalkan sumber daya maritime demi kejayaan
bangsa.

3
BAB II
PEMBAHASAN
Manfaat Energi Angin dalam Kehidupan Sehari-hari

Bentuk-bentuk dari Manfaat Energi Angin . Pemanfaatan dari energi angin muncul karena
energi angin ini tersedia secara alami di alam tanpa ada batas habisnya. Karena itulah,
tentunya energi angin ini pasti memiliki manfaat seperti eneri alam lainnya, seperti energi
panas bumi, batubara, fosil bahkan energi nuklir. Dengan memanfaatkan energi dari alam
ini, tentunya penggunaannya tidak akan merusak alam karena terjadinya pergerakan
angin terjadi secara alamiah.

Sekarang ini, ada banyak manfaat dari energi angin dalam kehidupan sehari-hari telah
banyk terasa. Bahkan, pada abad 17 sebelum masehi, energi angin telah dimanfaatkan
untuk proses irigasi pertanian oleh masyarakat Babilonia kuno. Pada bidang kelautan,
energi angin digunakan sejak ribuan tahun lalu sebagai penggerak pada layar kapal. Di
bagian belahan dunia lainnya, energi angin ini telah lama digunakan sebagai penggerak
kincir angin untuk keperluan penggilingan gandum atau tepung.

Pemanfaatan Energi Angin di Indonesia

Banyakanya manfaat angin sejak bertahun-tahun silam, juga telah banyak digunakan di
Indonesia. Para nelayan di Indonesia juga pernah menggerakkan kapal mereka dengan
bantuan energi angin laut yang menerpa layar kapal. Pemanfaatan energi angin di
Indonesia lainnya juga terlihat dari didirikannya kincir angin raksasa di beberapa tempat
di nusantara sebagai media pembangkit tenaga listrik tenaga angin.

Tapi, tidak sembarang angin yang digunakan untuk dapat menadi pembangkit tenaga
listrik. Hany angin dengan kecepatan diatas 12km/jam hingga 20km/jam lah yang
digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik. Tidak heran, jika pembangkit listrik tenaga
angin ini biasanya dibangun pada kawasan pantai atau pegunungan dengan intensitas
angin yang tergolong kelas 3 keatas.

4
Manfaat Angin sebagai Energi Alternatif

Di kawasan pesisir di Indonesia, selain digunakan untuk pembangkit tenaga listrik, energi
angin juga digunakan sebagai penggerak baling-baling untuk penggerak pompa air.
Pompa air ini digunakan para nelayan untuk membudidayakan beberapa komoditas air,
seperti ikan kerapu, mutiara dan lainnya. Manfaat angin sebagai energi alternatif juga
dapat dirasakan di bidang pertanian.

Terbukti pada beberapa kawasan pertanian di Indonesia telah menggunakan energi angin
untuk sistem pengairan atau irigasi sawah, sehingga dapat memangkas biaya untuk
irigasi. Pemanfaatan energi angin sangat dianjurkan karena energi ini tersedia langsung
oleh alam dan tidak dapat habis selama masih ada matahari, air dan udara di bumi. Lalu,
pemanfaatan dari ketersediaan energi angin ini bisa ditemui dimana saja. Sehingga, jika
masyarakat mampu memperdayakan energi angin di setiap daerahnya, maka masing-
masing daerahnya dapat mendapatkan energi terbarukan untuk kebutuhan sehari-harinya.

Pentingnya Menyadari Manfaat Energi Angin.

Bentuk relief Indonesia yang terdiri dari kawasan dataran rendah hingga dataran tinggi,
sebenarnya menyimpan potensi energi alam yang luar biasa. Salah satunya datang dari
pemanfaatan energi angin. Tapi, penelitian dan pembangunan yang memusatkan untuk
pemberdayaan energi alam di Indonesia masih kurang berkembang. Sehingga, manfaat
dari energi angin di Indonesia belum berjalan sepenuhnya.

2. 1. 1. Energi Gelombang Laut

Salah satu potensi laut dan samudra yang belum banyak diketahui masyarakat umum
adalah potensi energi laut dan samudra untuk menghasilkan listrik. Negara yang
melakukan penelitian dan pengembangan potensi energi samudra untuk
menghasilkan listrik adalah Inggris, Prancis dan Jepang.

Secara umum, potensi energi samudra yang dapat menghasilkan listrik dapat dibagi
kedalam 3 jenis potensi energi yaitu energi pasang surut (tidal power), energi
gelombang laut (wave energy) dan energi panas laut (ocean thermal energy). Energi

5
pasang surut adalah energi yang dihasilkan dari pergerakan air laut akibat perbedaan
pasang surut. Energi gelombang laut adalah energi yang dihasilkan dari pergerakan
gelombang laut menuju daratan dan sebaliknya. Sedangkan energi panas laut
memanfaatkan perbedaan temperatur air laut di permukaan dan di kedalaman.
Meskipun pemanfaatan energi jenis ini di Indonesia masih memerlukan berbagai
penelitian mendalam, tetapi secara sederhana dapat dilihat bahwa probabilitas
menemukan dan memanfaatkan potensi energi gelombang laut dan energi panas laut
lebih besar dari energi pasang surut.

Pada dasarnya pergerakan laut yang menghasilkan gelombang laut terjadi akibat
dorongan pergerakan angin. Angin timbul akibat perbedaan tekanan pada 2 titik yang
diakibatkan oleh respons pemanasan udara oleh matahari yang berbeda di kedua titik
tersebut. Mengingat sifat tersebut maka energi gelombang laut dapat dikategorikan
sebagai energi terbarukan.

Gelombang laut secara ideal dapat dipandang berbentuk gelombang yang memiliki
ketinggian puncak maksimum dan lembah minimum (lihat gambar 1). Pada selang
waktu tertentu, ketinggian puncak yang dicapai serangkaian gelombang laut berbeda-
beda, bahkan ketinggian puncak ini berbeda-beda untuk lokasi yang sama jika diukur
pada hari yang berbeda. Meskipun demikian secara statistik dapat ditentukan
ketinggian signifikan gelombang laut pada satu titik lokasi tertentu.

Bila waktu yang diperlukan untuk terjadi sebuah gelombang laut dihitung dari data
jumlah gelombang laut yang teramati pada sebuah selang tertentu, maka dapat
diketahui potensi energi gelombang laut di titik lokasi tersebut. Potensi energi
gelombang laut pada satu titik pengamatan dalam satuan kw per meter berbanding
lurus dengan setengah dari kuadrat ketinggian signifikan dikali waktu yang
diperlukan untuk terjadi sebuah gelombang laut. Berdasarkan perhitungan ini dapat
diprediksikan berbagai potensi energi dari gelombang laut di berbagai tempat di
dunia. Dari data tersebut, diketahui bahwa pantai barat Pulau Sumatera bagian selatan
dan pantai selatan Pulau Jawa bagian barat berpotensi memiliki energi gelombang
laut sekitar 40 kw/m

6
Pada dasarnya prinsip kerja teknologi yang mengkonversi energi gelombang laut
menjadi energi listrik adalah mengakumulasi energi gelombang laut untuk memutar
turbin generator. Karena itu sangat penting memilih lokasi yang secara topografi
memungkinkan akumulasi energi. Meskipun penelitian untuk mendapatkan teknologi
yang optimal dalam mengkonversi energi gelombang laut masih terus dilakukan, saat
ini, ada beberapa alternatif teknologi yang dapat dipilih.

Alternatif teknologi yang diprediksikan tepat dikembangkan di pesisir pantai selatan


Pulau Jawa adalah Teknologi Tapered Channel (Tapchan). Prinsip teknologi ini
cukup sederhana, gelombang laut yang datang disalurkan memasuki sebuah saluran
runcing yang berujung pada sebuah bak penampung yang diletakkan pada sebuah
ketinggian tertentu (lihat gambar 3). Air laut yang berada dalam bak penampung
dikembalikan ke laut melalui saluran yang terhubung dengan turbin generator
penghasil energi listrik. Adanya bak penampung memungkinkan aliran air penggerak
turbin dapat beroperasi terus menerus dengan kondisi gelombang laut yang berubah-
ubah. Teknologi ini tetap memerlukan bantuan mekanisme pasang surut dan pilihan
topografi garis pantai yang tepat. Teknologi ini telah dikembangkan sejak tahun 1985.

Alternatif teknologi pembangkit tenaga gelombang laut yang lebih banyak


dikembangkan adalah teknik osilasi kolom air (the oscillating water column). Proses
pembangkitan tenaga listrik dengan teknologi ini melalui 2 tahapan proses.
Gelombang laut yang datang menekan udara pada kolom air yang diteruskan ke
kolom atau ruang tertutup yang terhubung dengan turbin generator. Tekanan tersebut
menggerakkan turbin generator pembangkit listrik. Sebaliknya, gelombang laut yang
meninggalkan kolom air diikuti oleh gerakan udara dalam ruang tertutup yang
menggerakkan turbin generator pembangkit listrik. (lihat gambar 2). Variasi prinsip
teknologi ini dikembangkan di Jepang dengan nama might whale technology. Di
Skotlandia, Inggris Raya, telah dibangun pembangkit tenaga gelombang laut yang
menggunakan teknologi ini. Pembangkit yang selesai dibangun pada tahun 2000 ini
dilengkapi 2 generator dan 2 turbin counter-rotating yang mampu menghasilkan daya
listrik sampai 500 kW.

7
Selain itu, di Denmark, dikembangkan pula teknologi pembangkit tenaga gelombang
laut yang disebut wave dragon, prinsip kerjanya mirip dengan tapered channel.
Perbedaannya pada wave dragon, saluran air dan turbin generator diletakkan di tengah
bak penampung sehingga memungkinkan pembangkit di pasang tidak di pantai.

Pembangkit-pembangkit tersebut kemudian dihubungkan dengan jaringan transmisi


bawah laut ke konsumen. Hal ini menyebabkan biaya instalasi dan perawatan
pembangkit ini mahal. Meskipun demikian pembangkit ini tidak menyebabkan polusi
dan tidak memerlukan biaya bahan bakar karena sumber penggerakknya energi alam
yang bersifat terbarukan.

2. 1. 2.
Pembangit Listrik Tenaga Panas Laut
Energi yang di pancarkan matahari ke permukaan bumi pada saat matahari bersinar terik
di perkirakan 1.000 watt per meter persegi. Dan seperti kita ketahui Bumi kita diliputi
oleh lautan sekitar 70 %. Oleh sebab itu lautan merupakan pengumpul energi yang maha
luas. Temperatur di permukaan laut menjadi hangat karena panas dari sinar matahari
diserap sebagian oleh permukaan laut. Semakin ke dalam energi matahari makin
berkurang terserap sehingga di bawah permukaan, temperatur akan turun dengan cukup
drastis.

Pembangkit listrik energi termal ini dapat dimanfaatkan jika perbedaan temperatur
tersebut cukup besar untuk bisa menghasilkan energi listrik. Perbedaan temperatur antara
permukaan yang hangat dengan air laut dalam yang dingin dibutuhkan minimal sebesar
77 derajat Fahrenheit (25 °C) agar dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan energi
listrik. Teknologi yang digunakan disebut dengan konversi energi panas laut (Ocean
Themal Energy Convertion atau OTEC).

Teknologi ini dibuat berhasil dibuat pada tahun 1939 oleh George Claude di pantai Kuba
dengan kapasitas 22 kilowatt. Dan yang terbesar di bangun di India dengan kapasitas 1
MW menggunakan sistem tertutup. Energi yang berasal dari laut (ocean energy) dapat
dikategorikan menjadi tiga macam:

8
1. Energi Ombak (Wave Energy)

2. Energi Pasang Surut (Tidal Energy)

3. Hasil Konversi Panas Laut (ocean Thermal Energy Convertion)

Bagian-bagian alat energi konversi termal lautan:

Karena teknologi ini di tempatkan dilautan yang dalam (kira-kira dengan kedalaman 1
km), maka alat ini dilengkapi dengan berbagai peralatan agar dapat bekerja maksimal di
lautan dalam:

1. Pipa tempat masuk air dingin terletak di bagian laut dalam

2. Pipa tempat masuk air hangat terletak diatas permukaan air laut

3. Pompa berfungsi untuk memompa air hangat ke sistem

4. Alat penukar kalor berfungsi untuk menguapkan fluida

5. Kondensor berfungsi untuk mengkondensasikan uap

6. Sistem pengapung berfungsi untuk menempatkan peralatan otec

Gambar Skema Energi Konversi Termal Lautan(OTEC)

9
Gambar Skema Energi Konversi Termal Lautan

Gambar Peta Persebaran Panas Laut

10
Berdasarkan siklus yang digunakan, OTEC dapat dibedakan menjadi tiga macam
:

1. CLOSED-CYCLE (Siklus Tertutup)

2. OPEN-CYCLE (Siklus Terbuka)

3. HYBRID SYSTEM (Siklus Gabungan)

1. CLOSED-CYCLE (Siklus Tertutup):

Closed-cycle system menggunakan fluida dengan titik didih rendah,seperti ammonia,


untuk memutar turbin guna membangkitkan listrik.Air laut permukaan yang hangat
dipompa melewati sebuah heat exchanger(penukar panas) dimana fluida dengan titik
didih rendah tadi diuapkan. Hasil penguapan tadi kemudian kembali ke turbo
generator.Kemudian air dingin dari dasar lautan dipompa melewati heat exchanger yang
kedua,mengembunkan hasil penguapan tadi menjadi fluida lagi,dimana siklus ini berputar
terus menerus.

Gambar Skema Prinsip Konversi Energi Panas Laut (Siklus Tertutup)

11
Gambar Ocean Thermal Energy Convertion dengan Siklus Tertutup

Laut menyerap panas yang berasal dari matahari. Panas matahari membuat permukaan
air laut lebih panas dibandingkan air di dasar laut. Hal ini menyebabkan air laut
bersirkulasi dari dasar ke permukaan. Sirkulasi air laut ini juga dapat dimanfaatkan untuk
menggerakkan turbin dan menghasilkan energi listrik.

12
OTEC dengan siklus tertutup, menggunakan fluida dengan titik didih rendah (mudah
menguap) seperti amonia untuk memutar turbin dan menghasilkan listrik. Air laut
permukaan yang hangat dipompakan ke dalam alat penukar panas untuk menguapkan
amonia. Uap amonia akan memutar turbin yang menggerakkan generator. Uap amonia
keluaran turbin selanjutnya dikondensasi dengan air laut yang lebih dingin dan
dikembalikan untuk diuapkan kembali, dan skilus ini terus berulang.

13
Gambar proses kerja energi panas laut (otec)

2. OPEN-CYCLE (Siklus Terbuka):

Open-Cycle OTEC menggunakan air laut permukaan yang hangat untuk


membangkitkan listrik.Ketika air laut hangat dipompakan ke dalam kontainer bertekanan
rendah,air ini mendidih.Uap yang mengembang menggerakkan turbin tekanan rendah
untuk membangkitkan listrik.Uap ini,meninggalkan garam-garam di belakang
kontainer.Jadi uap ini hampir merupakan air murni.Uap ini kemudian dikondensasikan
kembali dengan menggunakan suhu dingin dari air dasar laut.

14
Gambar Skema Prinsip Konversi Energi Panas Laut (Siklus Terbuka)

3. HYBRID SYSTEM (Siklus Gabungan):

Pada sistem Hybrid,aior laut hangat memasuki vacuum chamber dimana ini
diubah menjadi uap,yang mirip dengan penguapan dari Open-cycle system.Uap akan
membuat fluida melalui siklus closed-cycle.Uap dari fluida akan menggerakkan turbin
yang akan menghasilkan listrik,Uap lalu dikondensasi di Heat-exchanger dan
menghasilkan air desalinasi. Proses ini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
listrik untuk industri pembuatan Methanol,hydrogen dan lain-lain.

15
Gambar Skema Prinsip Konversi Energi Panas Laut (Siklus Gabungan)

Gambar PLT-PL Di Pantai dan Di Laut

PRINSIP KERJA

Konversi energi panas laut atau OTEC menggunakan perbedaan temperatur antara
permukaan yang hangat dengan air laut dalam yang dingin, minimal sebesar 77 derajat
Fahrenheit (25°C) agar bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.

Laut menyerap panas yang berasal dari matahari. Panas matahari membuat permukaan
air laut lebih panas dibandingkan air di dasar laut. Hal ini menyebabkan air laut
bersirkulasi dari dasar ke permukaan. Sirkulasi air laut ini juga dapat dimanfaatkan untuk
menggerakkan turbin dan menghasilkan energi listrik.

Dalam beroperasinya OTEC, pipa-pipa akan ditempatkan di laut yang berfungsi untuk
menyedot panas laut dan mengalirkannya ke dalam tangki pemanas guna mendidihkan
fluida kerja. Umumnya digunakan ammonia sebagai fluida kerja karena mudah menguap.
Dari uap fluida tersebut selanjutnya akan digunakan untuk menggerakkan turbin
pembangkit listrik.Selanjutnya, uap fluida dialirkan ke ruang kondensor.Didinginkan

16
dengan memanfaatkan air laut bersuhu 5 derajat Celcius. Air hasil pendinginan kemudian
dikeluarkan kembali ke laut. Begitu siklus seterusnya.

Gambar Fasilitas OTEC di Keahole Point, Hawaii

Gambar Pembangunan OTEC di lepas pantai India

17
Kelebihan:

 Tidak menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah lainnya


 Tidak membutuhkan bahan bakar.
 Biaya operasi rendah.
 Produksi listrik stabil.
 Dapat dikombinasikan dengan fungsi lainnya: menghasilkan air pendingin,
produksi air minum, suplai air untuk aquaculture, ekstraksi mineral, dan produksi
hidrogen secara elektrolisis.
Kekurangan:
 Belum ada analisa mengenai dampaknya terhadap lingkungan.
 Efisiensi total masih rendah sekitar 1%-3%.
 Biaya pembangunan tidak murah.

2. 1. Perikanan tangkap dan perikanan budidaya


Teknologi telah dikenal manusia sejak jutaan tahun yang lalu karena dorongan
untuk hidup yang lebih nyaman, lebih makmur dan lebih sejahtera. Jadi sejak awal
peradaban sebenarnya telah ada Teknologi, meskipun istilah “teknologi belum
digunakan.
Transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal
ke tempat tujuan. Proses pengangkutan merupakan gerakan dari tempat asal, dari mana
kegiatan angkutan dimulai, ke tempat tujuan, kemana kegiatan pengangkutan diakhiri.
Peranan transportasi sangat penting untuk saling menghubungkan daerah sumber bahan
baku, daerah produksi, daerah pemasaran dan daerah pemukiman sebagai tempat tinggal
konsumen. Beberapa pendapat tentang transportasi :
1. Steenbrink (1974), transportasi adalah perpindahan orang atau barang dengan
menggunakan alat atau kendaraan dari dan ke tempat-tempat yang terpisah secara
geografis.
2. Menurut Morlok (1978),transportasi didefinisikan sebagai kegiatan memindahkan atau
mengangkut sesuatudari suatu tempat ketempat lain.

18
3. Bowersox (1981),transportasi adalah perpindahan barang atau penumpang dari suatu
tempat ketempat lain, dimana produk dipindahkan ke tempat tujuan dibutuhkan. Dan
secaraumum transportasi adalah suatu kegiatan memindahkan sesuatu (barang dan/
ataubarang) dari suatu tempat ke tempat lain, baik dengan atau tanpa sarana.

2. Teknologi transportasi
Teknologi transportasi adalah teknologi yang mampu mendukung pemindahan
manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan
sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan
untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Istilah “teknologi”
berasal dari “techne “ atau cara dan “logos” atau pengetahuan. Jadi secara harfiah
teknologi dapat diartikan pengetahuan tentang cara. Pengertian teknologi sendiri
menurutnya adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan
bantuan akal dan alat, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat
lebih ampuh anggota tubuh, panca indera dan otak manusia.

Menurut Jaques Ellul (1967: 1967 xxv) memberi arti teknologi sebagai”
keseluruhan metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam
setiap bidang kegiatan manusia.

Perkembangan transportasi dalam sejarah bergerak dengan sangat perlahan,


berevolusi dengan terjadi perubahan sedikit-demi sedikit, yang sebenarnya diawali
dengan perjalan jarak jauh berjalan kaki pada jaman paleolithic. Sejarah manusia
menunjukkan bahwa selain berjalan kaki juga dibantu dengan pemanfaatan hewan yang
menyeret suatu muatan yang tidak bisa diangkat oleh manusia dan penggunaan rakit di
sungai. Beberapa rekaman mengenai transportasi terekam dalam relief yang dipahat
dibatu pada daerah Mesir Kuno dan daerah sekitarnya seperti ditunjukkan dalam gambar.

19
1. Perkembangan transportasi sebelum jaman industrialisasi

Transportasi diawali dengan penemuan roda pada sekitar 3500 tahun sebelum
masehi yang digunakan untuk mempermudah memindahkan suatu barang. Pada tabel
berikut ditunjukkan perkembangan didalam transportasi dari jaman ke jaman. Tetapi
sebelumnya tentu ada pergerakan manusia ke Benua Australia yang diperkirakan terjadi
40.000 sampai 45.000 tahun yang lalu menggunakan suatu bentuk transportasi maritim.

Tahun Temuan
3500 Penemuan roda, sebagai cikal bakal transportasi modern
SM
3500 Kapal pertama sekali dikembangkan
SM
2000 Kuda digunakan oleh manusia untuk transportasi
SM
770 Sepatu kuda digunakan untuk pertama sekali
1492 Leonardo Davinsi membuat lebih dari 100 gambar rancangan pesawat
terbang
1620 Cornelis Drebbel membuat kapal selam pertama
1662 Blaise Pascal menciptakan bus angkutan umum pertama yang ditarik kuda
melayanai trayek tetap, berjadwal dan penerapan sistem tarif
1769 Mobil pertama yang digerakkan dengan mesin uap
1783 Kapal uap praktis pertama dikembangkan oleh Marquis Claude Francois de
Jouffroy d'Abbans - yang menggunakan roda kayuh
1790 Sepeda pertama sekali ditemukan dan digunakan
Dari gambaran diatas jelas terlihat dalam kehidupan manusia kuda merupakan
salah satu moda transportasi yang paling penting, dan penggunaannya masih tetap saja
masih kita lihat dalam kehidupan modern kita. Kuda banyak tercatat dalam sejarah dalam
bentuk tunggangan ataupun kereta kuda yang banyak ditemukan dalam relief-relif yang
merupakan fakta sejarah.

20
2. Perkembangan Transportasi setelah jaman industrialisasi

Perkembangan transportasi setelah jaman industrialisasi berjalan dengan sangat


cepat, inovasi berkembang sangat cepat demikian juga penggunaan transportasi berjalan
dengan sangat cepat, dimulai dengan penerapan mesin uap untuk angkutan kereta api dan
kapal laut, kemudian disusul dengan ditemukannya mesin dengan pembakaran dalam.
Penemuan selanjutnya yang sangat mempengaruhi sistem transportasi adalah dengan
dikembangkannya mesin turbin gas, yang kemudian menjadi turbo jet yang digunakan
pada pesawat terbang. Di transportasi laut penemuan yang spectakuler adalah dengan
pengembangan bahan bakar nulir, banyak digunakan untuk kapal selam. Pada Tabel
berikut ditunjukkan perkembangan sistem transportasi.

Tahun Temuan
1801 Lokomotif uap pertama yang ditemukan oleh Richard Trevithick yang
kemudian disempurnakan oleh George Stephensen
1858 Jean Lenoir mengembangkan mobil pertama yang digerakkan dengan mesin
dengan pembakaran dalam
1867 Sepedamotor pertama yang digerakkan dengan bahan bakar
1879 Werner von Siemens merancang dan mengembangkan kereta api listrik yang
pertama
1885 Bens membuat kendaraan produksi pertama
1899 Ferdinan von Zeppelin menerbangkan pesawat balon udara pertama
1903 Orville and Wilbur Wright. pada tanggal 17 Desember 1903, Wright
bersaudara membuat penerbangan pertama
1908 Henry Ford menerapkan sistem produksi ban berjalan untuk pembuatan mobil
secara massal
1926 Roket berbahan bakar cair pertama diluncurkan
1932 Pemerintah Jerman membangun Autobahn/Jalan Bebas Hambatan pertama
1939 Pesawat terbang jet pertama Jerman diterbangkan atas dasar desain turbin
yang dibuat Hans von Ohain ditahun 1936
1942 Helicopter yang didisain dan di produksi oleh Igor Sikorsky
1947 Pesawat supersonik pertama dterbangkan

21
1953 Kapal yang digerakkan dengan nuklir pertama diluncurkan
Permasalahan yang kemudian timbul dengan perkembangan transportasi diera
industrialisasi adalah jumlah penggunaan energy yang luar biasa dimana hampir seluruh
moda angkutan menggunakan energi fosil. Pembakaran energi fosil pada transportasi
modern pada gilirannya akan mengeluarkan emisi gas buang dimana sebagian besar dari
emisi gas buang tersebut berupa gas rumah kaca yang pada gilirannya mengakibatkan
pemanasan global. Oleh karena itu belakangan ini diupayakan untuk mencari enerji
alternatif yang tidak mencemari lingkungan, mengalihkan transportasi kepada
transportasi yang ramah lingkungan.

Transportasi udara baru berkembang pada zaman industrialisasi dimana tercatat


dalam sejarah Orville and Wilbur Wright pada tanggal 17 Desember 1903, berhasil
membuat penerbangan pertama, perkembangan transportasi udara kemudian berkembang
pesat, dan sekarang ini digunakan untuk transportasi jarak menengah dan panjang.
Keunggulah utama transportasi udara adalah kecepatan tinggi, sehingga waktu
bertransportasi menjadi lebih pendek, namun biaya dan penggunaan bahan bakarnya
tinggi sehingga hanya feasible untuk penumpang dan barang dengan nilai tinggi ataupun
dibutuhkan dalam waktu yang cepat.

Beberapa teknologi transportasi yang sudah berkembang di Indonesia dan


diantaranya transportasi darat di Pulau Jawa, yang menjadi pusat perkembangan
peradaban Nusantara sejak abad ke-4, jalur perhubungan yang berkembang adalah jalur
darat, transportasi air di Indonesia sebagai negara bahari perahu dan kapal merupakan alat
transportasi dan komunikasi penting sejak awal peradaban Nusantara, transportasi udara
di Indonesia terkait dengan sejarah kemerdekaan.

22
A. Kendaraan bermotor di Indonesia

Mobil

Kendaraan bermotor pertama hadir di Indonesia (Hindia Belanda) tahun 1893.


Orang pertama yang memiliki kendaraan bermotor di Indonesia adalah orang Inggris,
John C Potter, yang bekerja sebagai Masinis Pertama di Pabrik Gula Oemboel,
Probolinggo, Jawa Timur. Potter memesan langsung sepeda motornya ke pabriknya,
Hildebrand und Wolfmuller, di Muenchen, Jerman. Potter pun satu-satunya orang yang
menggunakan kendaraan bermotor di Indonesia pada saat itu.

Industri otomotif Indonesia dimulai tahun 1920 ketika General Motors (GM)
mendirikan pabrik perakitan Chevrolet di Tanjoeng Priok (halaman 89), lalu pada tahun
1955, Pemerintah Indonesia mendatangkan mobil dari luar negeri untuk mendukung
pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, 18-24
April. Mobil-mobil itu adalah Plymouth Belvedere, Opel Kapitan, dan Opel Kadett.

Toyota Kijang bak terbuka dipamerkan di paviliun Toyota di arena Jakarta Fair
pada tahun 1975, dan Toyota Kijang generasi pertama diluncurkan tahun 1977, bertahan
hingga empat tahun. Pada tahun 1981, lahir pula Toyota Kijang generasi kedua, dan pada
tahun 1986 lahir Toyota Kijang generasi ketiga, sedangkan Toyota Kijang generasi
keempat muncul tahun 1996.

Sepeda motor

Sepeda motor itu tiba pada tahun 1893, satu tahun sebelum mobil pertama milik
Sunan Solo (merk Benz tipe Carl Benz) tiba di Indonesia. Hal itu menjadikan J.C. Potter
sebagai orang pertama di Indonesia yang menggunakan kendaraan bermotor. Selain itu,
ada hal yang menarik apabila kita mengamati tahun kedatangan sepeda motor tersebut.
Sedang sepeda motor pertama di dunia (Reitwagen) lahir di Jerman pada 1885 oleh
Gottlieb Daimler dan Wilhelm Maybach tetapi belum dijual untuk umum. Tahun 1893,
sepeda motor pertama yang dijual untuk umum dibuat oleh pabrik sepeda motor
Hildebrand und Wolfmüller di Muenchen, Jerman.

Sepeda motor lain terlihat pada tahun 1902 yang juga digunakan untuk menarik
wagon yaitu sepeda motor Minerva buatan Belgia. Mesin Minerva saat itu juga dipesan

23
dan digunakan pada merk motor lain sebelum bisa membuat mesin sendiri, diantaranya
adalah Ariel Motorcycles di Inggris.

PT Astra Honda Motor (AHM) merupakan pelopor industri sepeda motor di Indonesia.
Didirikan pada 11 Juni 1971 dengan nama awal PT Federal Motor, yang sahamnya secara
mayoritas dimiliki oleh PT Astra International. Saat itu, PT Federal Motor hanya merakit,
sedangkan komponennya diimpor dari Jepang dalam bentuk CKD (completely knock
down). Pabrik sepeda motor Yamaha mulai beroperasi di Indonesia sekitar tahun 1969,
sebagai suatu usaha perakitan saja, semua komponen didatangkan dari Jepang, baru pada
tanggal 6 Juli tahun 1974 berdiri secara resmi PT Yamaha Indonesia Motor
Manufacturing.

B. Pelayaran di Indonesia

Kapal kayu Pinisi telah digunakan di Indonesia sejak beberapa abad yang lalu,
diperkirakan kapal pinisi sudah ada sebelum tahun 1500an. Menurut naskah Lontarak I
Babad La Lagaligo pada abad ke 14, Pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putera
Mahkota Kerajaan Luwu untuk berlayar menuju negeri Tiongkok hendak meminang Putri
Tiongkok yang bernama We Cudai. Sawerigading berhasil ke negeri Tiongkok dan
memperisteri Puteri We Cudai. Setelah beberapa lama tinggal di negeri Tiongkok,
Sawerigading kembali kekampung halamannya dengan menggunakan Pinisinya ke
Luwu. Menjelang masuk perairan Luwu kapal diterjang gelombang besar dan Pinisi
terbelah tiga yang terdampar di desa Ara, Tanah Beru dan Lemo-lemo. Masyarakat ketiga
desa tersebut kemudian merakit pecahan kapal tersebut menjadi perahu yang kemudian
dinamakan Pinisi.

Perusahaan pelayaran pertama didirikan di Indonesia pada tahun 1890 oleh


pemerintah colonial Belanda yaitu perusahan pelayaran KPM (Koninkelijitke Paketvaart
Maattscappi) dan merupakn satu-satunya perusahaan yang oleh pemerintah Belanda
diberikan hak mnopoli di Bidang pelayaran di Indonesia disamping kewenangan
administrasi pemerintahsampai batas tertentu yang berkaitan dengan pelayaran saat itu.

Sejarah berdirinya PT PELNI bermula dengan dikeluarkannya Surat Keputusan


Bersama (SKB) antara Menteri Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum tanggal 5

24
September 1950 yang isinya mendirikan Yayasan Penguasaan Pusat Kapal-kapal
(PEPUSKA).

Latar belakang pendirian Yayasan PEPUSKA diawali dari penolakan pemerintah


Belanda atas permintaan Indonesia untuk mengubah status maskapai pelayaran Belanda
yang beroperasi di Indonesia, N.V. K.P.M (Koninklijke Paketvaart Matschappij) menjadi
Perseroan Terbatas (PT). Pemerintah Indonesia juga menginginkan agar kapal-kapal
KPM dalam menjalankan operasi pelayarannya di perairan Indonesia menggunakan
bendera Merah Putih. Pemerintah Belanda dengan tegas menolak semua permintaan yang
diajukan oleh pemerintah Indonesia.

Dengan modal awal 8 (delapan) unit kapal dengan total tonage 4.800 DWT (death
weight ton), PEPUSKA berlayar berdampingan dengan armada KPM yang telah
berpengalaman lebih dari setengah abad. Persaingan benar-benar tidak seimbang ketika
itu, karena armada KPM selain telah berpengalaman, jumlah armadanya juga lebih
banyak serta memiliki kontrak-kontrak monopoli.

Akhirnya pada 28 April 1952 Yayasan Pepuska resmi dibubarkan. Pada saat yang
sama didirikanlah PT PELNI dengan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor M.2/1/2 tanggal 28 Februari 1952 dan No. A.2/1/2 tanggal 19 April 1952, serta
Berita Negara Republik Indonesia No. 50 tanggal 20 Juni 1952. Sebagai Presiden
Direktur Pertamanya diangkatlah R. Ma'moen Soemadipraja (1952-1955).

C. Penerbangan di Indonesia

Pesawat terbang jenis Antoinette diangkut ke Surabaya menggunakan kapal laut.


18 Maret 1911 Gijs Kuller (orang Belanda) mendemonstrasikan pesawat tersebut terbang
di Pasar Turi Surabaya, menjadi penerbangan pesawat bermotor pertama di Indonesia.
Demonstrasinyadilanjutkan ke Semarang, Yogya dan Medan. Beberapa waktu kemudian
Batavia dan Solo menyusul.

Jan Hilgers (Orang Belanda keturunan Indonesia) mendemonstrasikan pesawat


Fokker Skin terbang di Surabaya. P.A Koezminski (orang Rusia) juga
mendemonstrasikan pesawat Bleriot XIa terbang di Batavia. Keduanya melanjutkan
demonstrasi di Semarang. Fokker Skin jatuh di Semarang 2 Maret 1913, kecelakaan

25
pesawat terbang pertama di Indonesia. Jan Hilgers selamat. Beberapa penerbangannnya
tidak mulus, tidak cocok dgn iklim tropis di Indonesia:

Melihat adanya prospek yang baik bagi penerbangan sipil maupun militer di
Indonesia, maka pada tanggal 1 Oktober 1924 sebuah pesawat jenis Fokker F-7 milik
maskapai penerbangan Belanda mencoba melakukan penerbangan dari Bandara Schippol
Amsterdam ke Batavia (sekarang Jakarta). Penerbangan yang penuh petualangan tersebut
membutuhkan waktu selama 55 hari dengan berhenti di 19 kota untuk dapat sampai di
Batavia dan berhasil mendarat di Cililitan yang sekarang dikenal dengan Bandar Udara
Halim Perdanakusuma.

Pada tanggal 1 November 1928 di Belanda telah berdiri sebuah perusahaan


patungan KNILM (Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatschappij) yang
terbentuk atas kejasama Deli Maatschappij, Nederlandsch Handel Maatschappij, KLM,
Pemerintah Hindia Belanda dan perusahaan-perusahaan dagang lainnya yang mempunyai
kepentingan di Indonesia. Dengan mengoperasikan pesawat jenis Fokker-F7/3B, KNILM
membuka rute penerbangan tetap Batavia-bandung sekali seminggu dan selanjutnya
membuka rute Batavia-Surabaya (pp) dengan transit di Semarang sekali setiap hari.
Setelah perusahaan ini mampu mengoperasikan pesawat udara yang lebih besar seperti
Fokker-F 12 dan DC-3 Dakota, rute penerbangan pun bertambah yaitu Batavia-
Palembang-Pekanbaru-Medan bahkan sampai ke Singapura seminggu sekali.

Dengan suksesnya penerbangan pertama Belanda ke Jakarta, masih diperlukan


lima tahun lagi untuk dapat memulai penerbangan berjadwal. Penerbangan tersebut
dilakukan oleh perusahaan penerbangan KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij)
menggunakan pesawat Fokker F-78 bermesin tiga yang dipakai untuk mengangkut
kantong surat. Kemudian pada tahun 1931 jenis pesawat yang dipakai diganti dengan
jenis Fokker-12 dan Fokker-18 yang dilengkapi dengan kursi agar dapat mengangkut
penumpang.

26
Pada tanggal 25 Desember 1949, Dr. Konijnenburg, mewakili KLM menghadap
dan melapor kepada Presiden Soekarno di Yogyakarta bahwa KLM Interinsulair Bedrijf
akan diserahkan kepada pemerintah sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB)
dan meminta presiden memberi nama bagi perusahaan tersebut karena pesawat yang akan
membawanya dari Yogyakarta ke Jakarta nanti akan dicat sesuai nama itu. Menanggapi
hal tersebut, Presiden Soekarno menjawab dengan mengutip satu baris dari sebuah sajak
bahasa Belanda gubahan pujangga terkenal, Raden Mas Noto Soeroto di zaman kolonial,
Ik ben Garuda, Vishnoe's vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden ("Aku
adalah Garuda, burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya menjulang tinggi
diatas kepulauanmu") Maka pada tanggal 28 Desember 1949, terjadi penerbangan
bersejarah pesawat DC-3 dengan registrasi PK-DPD milik KLM Interinsulair yang
membawa Presiden Soekarno dari Yogyakarta ke Kemayoran,Jakarta untuk pelantikan
sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan logo dan nama baru, Garuda
Indonesian Airways, pemberian Presiden Soekarno kepada perusahaan penerbangan
pertama ini.

D. Perkeretaapian di Indonesia

Perjalanan panjang kereta api di Indonesia dimulai dari jaman penjajahan Belanda
Tahun 1840 sampai dengan saat ini 2010, kita rasakan bersama belum mencapai pada
tahap yang membanggakan. Infrastruktur yang beroperasi semakin lama semakin turun
jumlah maupun kualitasnya dan belum pernah ada upaya untuk melakukan modernisasi.
Hal ini secara signifikan menyebabkan penurunan peran dari moda ini dalam konteks
penyelenggaraan transportasi nasional. Padahal dari sisi efisiensi energi dan rendahnya
polutan (karbon) yang dihasilkan, moda kereta api sangat unggul dibandingkan dengan
moda yang lain. Artinya jika diselenggarakan dengan baik dan tepat, moda ini pasti
mampu menjadi leading transportation mode khususnya sebagai pembentuk kerangka
atau lintas utama transportasi nasional.

Secara historis penyelenggaraan kereta api dimulai sejak zaman Pemerintah


kolonial Hindia Belanda (1840-1942), kemudian dilanjutkan pada masa penjajahan
Jepang (1942- 1945) dan setelah itu diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia (1945 –
sekarang).

27
Pada pasca Proklamasi Kemerdekaan (1945-1949) setelah terbentuknya Djawatan
Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) pada tanggal 28 September 1945 masih terdapat
beberapa perusahaan kereta api swasta yang tergabung dalam SS/VS
(Staatsspoorwagen/Vereningde Spoorwagenbedrijf atau gabungan perusahaan kereta api
pemerintah dan swasta Belanda) yang ada di Pulau Jawa dan DSM (Deli Spoorweg
Maatschappij) yang ada di Sumatera Utara, masih menghendaki untuk beroperasi di
Indonesia. Berdasarkan UUD 1945 pasal 33 ayat (2), angkutan kereta api dikategorikan
sebagai cabang produksi penting bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak,
oleh karena itu pengusahaan angkutan kereta api harus dikuasai negara. Maka pada
tanggal 1 Januari 1950 dibentuklah Djawatan Kereta Api (DKA) yang merupakan
gabungan DKARI dan SS/VS.

Pada tanggal 25 Mei 1963 terjadi perubahan status DKA menjadi Perusahaan
Negara Kereta Api (PNKA) berdasarkan PP No. 22 Tahun 1963. Pada tahun 1971
berdasarkan PP No. 61 Tahun 1971 terjadi pengalihan bentuk usaha PNKA menjadi
Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Selanjutnya pada tahun 1990 berdasarkan PP
No. 57 tahun 1990, PJKA beralih bentuk menjadi Perusahaan Umum Kereta Api
(Perumka), dan terakhir pada tahun 1998 berdasarkan PP No. 12 Tahun 1998, Perumka
beralih bentuk menjadi PT.KA (Persero). Dalam perjalanannya PT. KA (Persero) guna
memberikan layanan yang lebih baik pada angkutan kereta api komuter, telah
menggunakan sarana Kereta Rel Listrik di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang
(Serpong) dan Bekasi (Jabodetabek) serta pengusahaan di bidang usaha non angkutan
penumpang membentuk anak perusahaan PT. KAI Commuter Jabodetabek berdasarkan
Inpres No. 5 tahun 2008 dan Surat Menneg BUMN No. S-653/MBU/2008 tanggal 12
Agustus 2008.

Dari sejarah transformasi kelembagaan, dapat disarikan bahwa penyelenggaraan


perkeretaapian dimulai dari swasta (pada jaman Belanda), nasionalisasi republik,
perusahaan negara (BUMN), dan sekarang dengan regulasi yang mendorong keterlibatan
swasta dalam penyelenggaraan infrastruktur (Perpres No. 67 Tahun 2005), perkeretaapian
diarahkan untuk dapat diselenggarakan oleh swasta.

28
Pada tahun-tahun sebelum industrialisasi, kemajuan proses transportasi dimulai
pada saat ditentukannya penemuan roda, sebagai cikal bakal transportasi modern.
Perkembangan selanjutnya adalah dipergunakannya kuda oleh manusia untuk
transportasi. Dan dibuatlah sepeda pada zaman sebelum industrialisasi maka banyaklah
yang mempergunakan sepeda sampai dimulainya zaman setelah industrialisasi.

Sedangkan untuk periode modern, meskipun ditemukannya lokomotif uap


pertama oleh Richard Trevithick yang kemudian disempurnakan oleh George
Stephensen. Dan Jean Lenoir mengembangkan mobil pertama yang digerakkan dengan
mesin dengan pembakaran dalam. Trasnportasi udara juga mulai diperkembangkan
dengan pesawat terbang jet pertama Jerman diterbangkan atas dasar desain turbin yang
dibuat Hans von Ohain ditahun 1936.

2. 2. 2. Bioteknologi
Pengertian bioteknologi – Bioteknologi berasal 2 kata yaitu Bio yang berarti hidup dan
Teknologi sehingga akan menghasilkan sebuah cabang ilmu baru yaitu Ilmu yang
mempelajari mengenai bagaimana cara memanfaatkan makhluk hidup seperti
jamur,bakteri, virus dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan
manusia di bumi ini. Ilmu bioteknologi sudah sangat berkembang pesat yang pada
awalnya hanya bioteknologi konvensional kini sudah merambah pada bioteknologi,
modern, bioteknologi pertanian, bioteknologi pangan dan sebagainya.

29
1..1 Bioteknologi modern

Bioteknologi modern adalah jenis ilmu bioteknologi yang menggunakan alat – alat
modern dan bersifat sangat kecil sekali sehingga sulit untuk dilakukan di rumah – rumah.
BIoteknologi modern memiliki ciri – ciri yaitu sudah memanfaatkan teknologi DNA
rekombinan. Salah satu contoh dari BIoteknologi modern adalah memanfaatkan Bakteri
E.Coli untuk perbanyakan hormon insulin bagi penderita diabetes sehingga kadar gula
darahnya dapat dikurangi.Pada intinya Bioteknologi sudah memanfaatkan teknologi
penyambungan dan pemotongan dna dari suatu virus atau bakteri untuk digabung dengan
makhluk hidup lainnya agar lebih bermanfaat. Contoh Bioteknologi Modern yaitu : Bayi
tabung,Produksi hormon pertumbuhan manusia (Growth Hormon), Antibiotik, Vaksin
Malaria, Hormon BST, Hewan Transgenik, Tanaman Tahan hama, Dan domba Dolly.

1..1.1 Bioteknologi konvensional


Bioteknologi konvensional adalah penerapan ilmu bioteknologi dengan memanfaatkan
makhluk hidup secara langsung untuk mengubah kandungan gizi dari suatu produk.
Bioteknologi konvensional mudah dilakukan di rumah – rumah sederhana sekalipun
karena prosesnya mudah dan juga bahan – bahannya mudah di dapatkan. Beberapa contoh

30
dari Bioteknologi konvensional yaitu pembuatan tempe, pembuatan, kecap, pembuatan
oncom dan pembuatan tape.

1..1.1.1 Bioteknologi pertanian


Bioteknologi pada bidang pertanian turut memberikan sumbangsih yang sangat besar
karena dengan ilmu tersebut maka produksi dan kualitas hasil pertanian dapat
ditingkatkan lagi. Bioteknologi pertanian sudah dimanfaatkan masyarakat sejak dahulu
hingga berkembang dalam bentuk modern seperti saat ini. Pembuatan kompos atau biogas
adalah salah satu produk bioteknologi pertanian sederhana, sedangkan pembuatan
tanaman transgenik, kultur jaringan, biopestisida merupakan contoh dari bioteknologi
pertanian yang sudah modern. Pembuatan tanaman hidroponik juga berkat ilmu dari
bioteknologi pertanian dimana tanaman ini memiliki banyak sekali keunggulan seperti
tidak membutuhkan lahan yang luas, mudah dikerjakan, tumbuh lebih cepat, hemat
pupuk, dan bebas dari hama dan penyakit.

31
1..1.1.2 Bioteknologi pangan
Di bidang pangan ilmu bioteknologi berperan dalam meningkatkan kualitas dari zat gizi
dari suatu makanan. beberapa contoh produk bioteknologi pangan seperti : Kopi, kecam,
keju, yoghurt, nata de coco, oncom, tape dan tempe. Bila diamati bahan dasar dari
pembuatan produk tersebut rasa dan gizinya masih rendah untuk manusia, tetapi setelah
melalui proses bioteknologi maka ia menjadi makanan yang digemari karena enak dan
juga bernilai gizi tinggi. Beberapa jenis minuman yang mengandung alkohol dibuat dari
proses fermentasi jamur an aerob yang akan bekerja pada lingkungan tidak mengenadung
oksigen.

32
1..1.1.2.1 Manfaat bioteknologi
Manfaat bioteknologi dalam kehidupan manusia sudah sangatn banyak sekali dan ilmu
ini akan terus mengalami perkembangan seiring dengan berkembangnya alat – alat
pembantu bioteknologi seperti mikroskop dan alat – alat yang berkaitan dengan pemotong
dan penyambung DNA pada makhluk hidup. Secara umum berikut ini manfaat
bioteknologi bagi manusia :

1. Menghasilkan obat – obatan yang lebih efektif dan murah meriah salah satu contohnya
adalah pembuatan hormon insulin dari isolasi gen Bekteri E. coli.

2. Menghasilkan antibiotik untuk membunuh penyakit yang berbahaya. Saat ini sudah
banyak sekali antibiotik yang ada di apotik dan murah harganya serta lebih efektif dalam
pengobatan.

3. Mengurangi pencemaran lingkungan, beberapa contoh bakteri yang dapat membantu


daur ulang seperti menghancurkan sampah – sampah organik dan juga membersihkan sisa
tumpahan minyak di dalam laut.

4. Meningkatkan hasil produksi pertanian dari tanaman transgenik karena tanaman ini
memiliki daya tahan yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim dan juga ia
tidak mudah diserang oleh hama.

33
1..1.1.2.2
1..1.1.2.3 Dampak negatif bioteknologi
Dampak negatif dari bioteknologi juga ada dan membahayakan terutama bagi orang yang
tidak paham terhadap lingkungan. Ada etika yang harus dilakukan untuk
mengembangkan produk bioteknologi. Berikut ini dampak negatif dari bioteknologi

1. Rusaknya ekosistem karena beberapa jenis produk tanaman transgenik terbukti dapat
menurunkan jumlah spesies yang ada di alam ini karena ia tidak lagi memakan tanaman
yang di transgenikkan.

2. Hilangnya beberapa jenis hewan dan tumbuhan tertentu. Dengan adanya bioteknologi
maka hanya tanaman dan hewan yang berkualitas bagus saja yang akan dikembangkan ,
sedangakan hewan dan tumbuhan dengan kualitas kurang baik akan menjadi punah.

3. Dapat menyebabkan alergi karena tidak semua orang cocok dengan gen asing yang di
masukkan ke dalam tubuhnya. Oleh karena itu harus berhati – hati ketika mengonsumsi
produk bioteknologi.

34
2. 2. Industri pengolahan hasil perikanan dan Industri Bioteknologi
kelautan
2. 3. 1. Keadaan

Hingga 2010, jumlah unit pengolahan ikan (UPI) di Indonesia


mencapai 60.117 unit. UPI tersebut tersebar di Jawa Timur sebanyak
10.640 unit, Jawa Tengah 8.350 unit, Jawa Barat 5.966 unit,
Kalimantan Selatan 3.660 unit, dan Nusa Tenggara Barat 3.550 unit.

2. 3. 2. Potensi ekonomi

Sebagai negara maritim dan kepuluan terbesar di dunia, sejatinya


Indonesia memiliki potensi industri bioteknolgi kelautan terbesar di
dunia, yang nilainya mencapai US$ 50 milyar per tahun (PKSPL-IPB,
1997). Hal ini dimungkinkan, karena Indonesia merupakan negara
dengan kekayaan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia (mega
marine biodiversity), baik pada tingkatan gen, spesies, maupun
ekosistem (Allen, 2002). Lebih dari itu, keanekaragaman hayati
adalah merupakan basis dari industri bioteknologi. Dengan demikian,
semakin tinggi keanekaragaman hayati laut yang dimiliki suatu
bangsa, maka semakin besar pula potensi industri bioteknologi
kelautan dari bangsa tersebut. Sebagai gambaran ringkas, bahwa
sekitar 35.000 spesies biota laut, 910 jenis karang (corals) atau 75%
dari total spesies karang di dunia, 850 spesies sponges, 13 spesies
lamun (seagrass) dari 20 spesies lamun dunia, 682 spesies rumput laut
(seaweed), 2500 spesies moluska, 1502 spesies krustasea, 745 spesies
ekinodermata, 6 spesies penyu, 29 spesies paus dan dolphin, 1 spesies
dugong, dan lebih dari 2000 spesies ikan hidup, tumbuh serta
berkembang biak di wilayah perairan laut Indonesia (Dahuri, 2003).

Sayangnya, setiap tahun kita justru kehilangan devisa sekitar US$


4 milyar untuk mengimpor berbagai produk industri bioteknologi

35
kelautan, seperti gamat (teripang), omega-3, squalence, viagra, chitin,
chitosan, spirulina, dan lain sebagainya. Bukan hanya raibnya devisa,
kita pun tidak mendapatkan nilai tambah, lapangan kerja, dan sejumlah
multiplier effects sebagai akibat dari belum berkembangnya industri
bioteknologi kelautan di Nusantara tercinta ini. Selama ini, kita hanya
mengekspor biota laut dalam keadaan mentah.

Indonesia merupakan salah satu penghasil Ikan yang


cukup besar karena memiliki wilayah kelautan yang cukup
luas, dengan bentangan luas laut mencapai kurang lebih 5,8
Juta km2 yang terdiri dari perairan kepulauan/ laut Nusantara
2,3 juta km2, perairan territorial 0,8 juta km2 dan ZEEI 2,7 km2,
dan mempunyai garis pantai sepanjang 81.000 km. yang
terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Terdapat perairan
umum di wilayah daratan seluas 0,54 juta km2.

Namun demikian tingkat pemanfaatan sumberdaya


perikanan tersebut masih belum optimal, baik untuk
pemenuhan konsumsi ikan dalam negeri maupun pemenuhan
permintaan ekspor.
Produksi perikanan Indonesia didominasi oleh
perikanan tangkap dengan potensi lestari sumber daya ikan
laut sekitar 6,40 juta ton/tahun, sedangkan pemanfaatan ikan
laut baru mencapai 4,1 juta ton pada tahun 2006 sedangkan
produksi perikanan budidaya mencapai 2,6 juta ton/tahun
pada tahun 2006.
Industri pengolahan ikan masih bergantung terhadap import
bahan penolong seperti kaleng, minyak kedelai, bahan
kemasan dan lainnya.
Produk hasil laut dimaksud adalah ikan dan udang dalam
kemasan serta ikan dan udang beku, yang mana peluang pasar
domestik maupun internasional masih terbuka luas.

36
Sumbangan terhadap PDB baru mencapai 3,14%.

Pengembangan usaha sektor perikanan masih menghadapi


pada beberbagai kendala antara lain sifat dan karakteristik
sumberdaya laut tersebut yang mudah rusak, sehingga
diperlukan teknologi untuk mengolah perikanan tersebut
menjadi produk yang tahan lama, dan juga adanya IUU fishing
Illegal, unregulated, dan unreported yang sangat marak
sehingga mengakibatkan kekurangan pasokan bahan baku
ikan. Dalam beberapa tahun terakhir tidak ada investasi baru
dibidang industri pengolahan ikan, dan juga kinerja indsutri
pengolahan ikan masih belum optimal.
Industri pengolahan hasil laut khususnya ikan merupakan
industri yang sangat potensial untuk dikembangkan dimasa
yang akan datang. Dalam Kebijakan Pembangunan Industri
Nasional, industri pengolahan hasil laut telah ditetapkan
pengembangannya melalui pendekatan klaster dalam
membangun daya saing yang berkelanjutan.

Pengembangan industri pengolahan hasil laut dengan


pendekatan klaster diperlukan jaringan yang saling mendukung
dan menguntungkan antara industri pengguna dengan industri
pendukung serta industri terkait lainnya melalui kerjasama dan
dukungan dari seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah
pusat, pemerintah daerah, swasta maupun lembaga lainya
termasuk perguruan tinggi dan lembaga litbang.

37
2. 3. 3. Teknologi akutik bawah laut
Teknologi akustik bawah air biasa disebut hydroacoustic atau underwater
acousticsyang semula ditujukan untuk kepentingan militer telah berkembang dengan
sangat pesat dalam menunjang kegiatan non-militer. Dengan teknologi mutahir,
teknologi akustik bawah air dapat digunakan untuk kegiatan penelitian, survey
kelautan dan perikanan baik laut wilayah pesisir maupun laut lepas termasuk laut
dalam bahkan dapat digunakan diperairan dengan kedalaman sampai dengan 6000
meter. Teknologi akustik bawah air dapat digunakan untuk mendeteksi sumberdaya
hayati dan non-hayati baik termasuk survey populasi ikan yang relatif lebih akurat,
cepat dan tidak merusak lingkungan dibandingkan dengan teknik lain seperti metode
statistik dan perhitungan pendaratan ikan di pelabuhan (fish landing data).
Key word: underwater acoustics, penelitian, sumberdaya hayati, non-hayati.

Indonesia sebagai negara maritim yang dua per tiga wilayahnya terdiri dari laut
dengan luas kira-kira 5.800.000 km2, berada pada posisi silang antara Samudera
Hindia dan Samudera Pasifik. Dalam pengelolaannya, perairan Indonesia dibagi
dalam sembilan wilayah pengelolaan perikanan dan kelautan dengan penamaan
tertentu, misalnya Laut Banda, Laut Arafura, Laut Sulu, Laut Jawa dan seterusnya.
Setiap area perairan tersebut mempunyai karakter yang berbeda satu sama lainnya
demikian pula perbedaan dengan laut wilayah subtropis. Hal ini ditentukan oleh
kondisi geografis masing-masing area perairan, pola arus, perubahan temperatur dan
salinitas, kedalaman air dan lain-lain. Kondisi keberagaman tofografis,
kedalaman terlebih lagi berada pada kawasan tropis mengakibatkan melimpahnya
sumberdaya yang beragam pula.

Potensi sumberdaya laut di Indonesia sangatlah besar yang mencakup potensi


sumberdaya hayati dan non-hayati. Sumberdaya laut tersebut sampai sekarang belum
secara maksimal dapat dieksplorasi dan dieksploitasi selain minyak dan gas bumi
pada sektor sumberdaya non hayati. Demikian pula pada sektor sumberdaya hayati
laut, eksplorasi dan eksploitasi terhadap ikan-ikan laut dan sejenisnya membutuhkan
kearifan disamping teknologi canggih namun tidak merusak lingkungannya.

38
Untuk menunjang eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya laut, dapat digunakan
teknologi akustik bawah air (underwater acoustics). Teknologi ini dikenal luas
dengan sebutan teknologi akustik yang tidak lain adalah penggunaan
gelombang suara yang dalam dunia navigasi disebut Sonar atau Echosounder dan
sejenisnya. Dengan pendekatan fungsi, Sonar atau Echo sounder pada teknologi
navigasi dapat disetarakan dengan penggunaan Radar untuk pendeteksian objek di
permukaan air.
Secara teoritis Akustik (acoustic) adalah teori tentang gelombang suara dan
perambatannya di suatu medium. Akustik yang dibahas disini mediumnya adalah air
dan jenis peralatan akustik yang dibahas disini adalah Sonar dan Echo Sounder.

SEJARAH PENGGUNAAN AKUSTIK BAWAH AIR


Salah satu referensi bahwa sinyal suara sudah digunakan bahwa mulai sekitar tahun
1490 berasal dari catatan harian Leonardo da vinci yang menuliskan : “Dengan
menempatkan ujung pipa yang panjang didalam laut dan ujung lainnya di telinga
anda, dapat mendengarkan kapal-kapal laut dari kejauhan”. Ini mengindikasikan
bahwa suara dapat berpropagasi di dalam air. Ini yang disebutkan dengan Sonar pasif
( passive Sonar) karena kita hanya mendengar suara yang ada. Pada abad ke 19,
Jacques and Pierre Currie menemukan piezoelectricity, sejenis kristal yang dapat
membangkitkan arus listrik jika kristal tersebut ditekan, atau jika sebaliknya jika
kristal tersebut dialiri arus listrik mak kristal akan mengalami tekanan yang akan
menimbulkan perubahan tekanan di permukaan kristal yang bersentuhan dengan air.
Selanjutnya signal suara akan berpropagansi didalam air. Ini yang
selanjutnya disebut dengan Sonar Aktif( Active Sonar).

Penggunaan akustik bawah air mulai berkembang pesat pada saat pecahnya Perang
Dunia pertama terutama untuk pendeteksian kapal selam dengan penempatan 12
hydrophone (yang setara dengan microphone untuk penggunaan didarat) yang
diletakan memanjang di bawah kapal laut untuk mendengarkan sinyal suara yang
berasal dari kapal selam. Setelah Perang Dunia I, perkembangan penggunaan akustik
bawah air berjalan dengan lambat dan hanya terkonsentrasi pada aplikasi untuk
militer. Setelah pecah perang Dunia II, kembali pengguanaan akustik bawah air

39
berkembang dengan pesat. Penggunaan torpedo yang menggunakan sinyal akustik
untuk mencari kapal musuh adalah penemuan yang hebat pada jaman itu.
Setelah selesainya Perang Dunia II, kembali pengguanaan akustik bawah air
berkembang sangat pesat, bukan saja untuk kepentingan militer tapi juga untuk
kepentingan non-militer diataranya mempelajari proses perambatan suara didalam
medium air; penelitian sifat-sifat akustik dari air dan benda-benda bawah air;
pengamatan benda-benda dari echo yang mereka hasilkan; pendeteksian sumber-
sumber suara bawah air; komunikasi dan penetapan posisi dengan alat akustik bawah
air.

Pada dekade tahun tujuh puluhan barulah secara intensif diterapkan dalam
pendeteksian dan pendugaan stok ikan, yakni dengan dikembangkannya analog
echo-integrator dan echo counter. Perkembangan yang menyolok ini tidak hanya di
Inggris tetapi juga di Norwegia, Amerika, Jepang, Jerman dan sebagainya.
Kemudian setelah diketemukan digital echo integrator dual beam acoustic system,
split beam acoustic system, quasy ideal beam system dan aneka echo processor
canggih lainnya, barulah ketelitian dan ketepatan pendugaan stock ikan dapat
ditingkatkan sehingga akhir-akhir ini peralatan akustik menjadi peralatan standar
dalam pendugaan stock ikan dan manajemen sumberdaya perikanan.

PENGGUNAAN DALAM EKSPLORASI LAUT DAN PERIKANAN


Secara garis besar pengunaan akustik bawah air dalam kelautan dan perikanan dapat
dikelompokkan menjadi lima yakni untuk survey, bududaya perairan, penelitian
tingkah laku ikan, mempelajari penampilan dan selektifitas alat-alat penangkapan
ikan dan lain-lain.

Dalam survey kelautan dapat digunakan untuk menduga spesies ikan, menduga
ukuran individu ikan, kelimpahan/stok sumberdaya hayati laut (plankton dan ikan).
Aplikasi dalam budidaya perairan dapat digunakan dalam penentuan/pendugaan
jumlah biomass dari ikan dalam jaring/ kurungan pembesaran (penned
fish/enclosure), untuk menduga ukuran individu ikan dalam jaring/kurungan dan

40
untuk memantau tingkah laku ikan (dengan telemetering tags), khususnya aktifitas
makan (feeding activity).
Sedangkan dalam penelitian tingkah laku ikan dapat digunakan untuk
pergerakan/migrasi ikan (vertical dan horizontal) dan orientasi ikan (tilt angel),
reaksi menghindar (avoidance) tewrhadap gerak kapal dan alat penangkapan ikan,
respon terhadap rangsangan (stimuli) cahaya, suara, listrik, hydrodinamika, kimia,
mekanik dan sebagainya.

Untuk kegiatan aplikasi studi penampilan dan slektifitas alat penangkapan ikan
terutama dalam studi pembukaan mulut trawl, kedalam, posisi dan sebagainya.
Dalam slektifitas penangkapan (prosentase ikan yang tertangkap terhadap yang
terdeteksi didepan mulut trawl atau didalam lingkaran purse seine).
Kegiatan lain yang dapat dikaji dengan teknologi akustik bawah air adalah sifat sifat-
sifat akustik dari air laut dan obyek bawah air, pendeteksian kapal selam dan obyek-
obyek lainya.

APLIKASI FISHFINDER HYDRO-ACOUSTIC DALAM TEKNOLOGI


PENCARIAN IKAN
Hydro-acoustic merupakan suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan
menggunakan perangkat akustik (acoustic instrument), antara lain;
ECHOSOUNDER, FISHFINDER, SONAR dan ADCP (Acoustic Doppler Current
Profiler). Teknologi ini menggunakan suara atau bunyi untuk melakukan
pendeteksian.

Sebagaimana diketahui bahwa kecepatan suara di air adalah 1.500 m/detik,


sedangkan kecepatan suara di udara hanya 340 m/detik, sehingga teknologi ini sangat
efektif untuk deteksi di bawah air. Beberapa langkah dasar pendeteksian bawah air
adalah adanya transmitter yang menghasilkan listrik dengan frekwensi tertentu.
Kemudian disalurkan ke transducer yang akan mengubah energi listrik menjadi
suara, kemudian suara tersebut dalam berbentuk pulsa suara dipancarkan (biasanya
dengan satuan ping).

41
Suara yang dipancarkan tersebut akan mengenai obyek (target), kemudian suara itu
akan dipantulkan kembali oleh obyek (dalam bentuk echo) dan diterima kembali oleh
alat transducer. Echo tersebut diubah kembali menjadi energi listrik; lalu diteruskan
ke receiver dan oleh mekanisme yang cukup rumit hingga terjadi pemprosesan
dengan menggunakan echo signal processor dan echo integrator.
Pemrosesan didukung oleh peralatan lainnya; komputer; GPS (Global Positioning
System), Colour Printer, software program dan kompas. Hasil akhir berupa data siap
diinterpretasikan untuk bermacam-macam kegunaan yang diinginkan.
Bila dibandingkan dengan metode lainnya dalam hal estimasi atau pendugaan,
teknologi hydro-acoustic memiliki kelebihan, antara lain. Informasi pada areal yang
dideteksi dapat diperoleh secara cepat (real time). Dan secara langsung di wilayah
deteksi (in situ).

Kelebihan lain adalah tidak perlu bergantung pada data statistik. Serta tidak
berbahaya atau merusak objek yang diteliti (friendly), karena pendeteksian dilakukan
dari jarak jauh dengan menggunakan suara (underwater sound).
Menurut MacLennan and Simmonds (1992) hasil estimasi populasi adalah nilai
absolut. Hydro-acoustic dapat digunakan dalam mengukur dan menganalisa hampir
semua yang terdapat di kolom dan dasar air, aplikasi teknologi ini untuk berbagai
keperluan antara lain adalah; eksplorasi bahan tambang, minyak dan energi dasar laut
(seismic survey), deteksi lokasi bangkai kapal (shipwreck location), estimasi biota
laut, mengukur laju proses sedimentasi (sedimentation velocity), mengukur arus
dalam kolom perairan (internal wave), mengukur kecepatan arus (current speed),
mengukur kekeruhan perairan (turbidity) dan kontur dasar laut (bottom contour).

Saat ini, hydro-acoustic memiliki peran yang sangat besar dalam sektor kelautan dan
perikanan, salah satunya adalah dalam pendugaan sumberdaya ikan (fish stock
assessment). Teknologi hydro-acoustic dengan perangkat echosounder dapat
memberikan informasi yang detail mengenai kelimpahan ikan, kepadatan ikan
sebaran ikan, posisi kedalaman renang, ukuran dan panjang ikan, orientasi dan
kecepatan renang ikan serta variasi migrasi diurnal-noktural ikan.

42
Saat ini instrumen akustik berkembang semakin signifikan, dengan
dikembangkannya varian yang lebih maju, yaitu Multibeam dan Omnidirectional.
Perangkat Echosounder memiliki berbagai macam tipe, yaitu single beam, dual
beam.
Metode hydro-acoustic merupakan suatu usaha untuk memperoleh informasi tentang
obyek di bawah air dengan cara pemancaran gelombang suara dan
mempelajari echoyang dipantulkan. Dalam pendeteksian ikan digunakan sistem
hidroakustik yang memancarkan sinyal akustik secara vertikal, biasa disebut echo
sounder atau fish finder(Burczynski, 1986).

Penggunaan metode hydro-acoustic mempunyai beberapa kelebihan (Arnaya, 1991),


diantaranya :
1. Berkecepatan tinggi ;
2. Estimasi stok ikan secara langsung dan wilayah yang luas dan dapat memonitor
pergerakan ikan ;
3. Akurasi tinggi ;
4. Tidak berbahaya dan merusak sumberdaya ikan dan lingkungan, karena frekwensi
suara yang digunakan tidak membahayakan bagi si pemakai alat maupun obyek yang
disurvei.
Penggunaan teknologi ini sangat membantu dalam pencarian sumberdaya ikan yang
baru, sehingga akan mempercepat pengambilan keputusan atau kebijakan, terutama
untuk menetapkan daerah penangkapan ikan agar potensi ikan dapat dipertahankan
(Riani, 1998).

Keterpaduan semua metode di atas dapat dilakukan dengan adanya kerjasama


diantara pihak-pihak terkait. Citra yang diperoleh melalui satelit penginderaan jauh,
misalnya dianalisis di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) atau
di instansi terkait lainnya. Data yang dihasilkan merupakan informasi dasar terhadap
penentuan daerah potensi ikan. Data dan informasi juga dapat diperoleh melalui hasil
survei akustik pada perairan yang sama selama beberapa waktu pengamatan,
sehingga diharapkan dapat menghasilkan informasi yang lebih akurat tentang
keberadaan ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Informasi ini kemudian

43
disampaikan kepada pihak pengguna, misalnya nelayan atau pengusaha penangkap
ikan dalam melakukan operasi penangkapan sehingga kapal-kapal ikan dapat
begerak ke daerah yang dimaksud, sehingga dengan demikian dapat menekan biaya
operasional kapal-kapal tersebut.
Menurut Arnaya (1991) Kegunaan lain dari akustik bawah air adalah untuk
penentuan kedalaman air dalam pelayaran, jenis dan komposisi dasar laut (lumpur,
pasir, kerikil, karang dan sebagainya), untuk penentuan contour dasar laut, lokasi
kapal berlabuh atau pemasangan bangunan laut, untuk eksplorasi minyak dan mineral
didasar laut, mempelajari proses sedimentasi dan untuk pertahanan keamanan
(pendeteksian kapal-kapal selam dengan pemasangan buoy-system)

PENERAPAN TEKNOLOGI AKUSTIK BAWAH AIR UNTUK


EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI SUMBERDAYA NON-HAYATI LAUT

a. Pengukuran Kedalaman Dasar Laut (Bathymetry)


Pengukuran kedalaman dasar laut dapat dilakukan dengan Conventional Depth Echo
Sounder dimana kedalaman dasar laut dapat dihitung dari perbedaan waktu antara
pengiriman dan penerimaan pulsa suara. Dengan pertimbangan sistim Side-Scan
Sonar pada saat ini, pengukuran kedalaman dasar laut (bathymetry) dapat
dilaksanakan bersama-sama dengan pemetaan dasar laut (Sea Bed Mapping) dan
pengidentifikasian jenis-jenis lapisan sedimen dibawah dasar laut (subbottom
profilers).

b. Pengidentifikasian Jenis-jenis Lapisan Sedimen Dasar Laut (Subbottom Profilers)


Seperti telah disebutkan diatas bahwa dengan teknologi akustik bawah air, peralatan
side-scan sonar yang mutahir dilengkapi dengan subbottom profilers dengan
menggunakan prekuensi yang lebih rendah dan sinyal impulsif yang bertenaga tinggi
yang digunakan untuk penetrasi kedalam lapisan-lapisan sedimen dibawah dasar
laut. Dengan adanya klasifikasi lapisan sedimen dasar laut dapat menunjang dalam
menentukkan kandungan mineral dasar laut dalam. Dengan demikian teknologi
akustik bawah air dapat menunjang esplorasi sumberdaya non hayati laut.

44
c. Pemetaan Dasar Laut (Sea bed Mapping)
Dengan teknologi side-scan sonar dalam pemetaan dasar laut, dapat mengahsilkan
tampilan peta dasar laut dalam tiga dimensi. Dengan teknologi akustik bawah air
yang canggih ini dan dikombinasikan dengan data dari subbottom profilers, akan
diperoleh peta dasar laut yang lengkap dan rinci. Peta dasar laut yang lengkap dan
rinci ini dapat digunakan untuk menunjang penginterpretasian struktur geologi
bawah dasar laut dan kemudian dapat digunakan untuk mencari mineral bawah dasar
laut.
d. Pencarian kapal-kapal karam didasar laut
Pencarian kapal-kapal karam dapat ditunjang dengan teknologi side-scan sonar baik
untuk untuk kapal yang sebagian terbenam di dasar laut ataupun untuk kapal yang
keseluruhannya terbenam dibawah dasar laut. Dengan teknologi ini, lokasi kapal
karam dapat ditentukan dengan tepat. Teknologi akustik bawah air ini dapat
menunjang eksplorasi dan eksploitasi dalam bidang Arkeologi bawah air
(Underwater archeology) dengan tujuan untuk mengangkat dan mengidentifikasikan
kepermukaan laut benda-benda yang dianggap bersejarah.

e. Penentuan jalur pipa dan kabel dibawah dasar laut.


Dengan diperolehnya peta dasar laut secara tiga dimensi dan ditunjang dengan data
subbottom profiler, jalur pipa dan kabel sebagai sarana utama atau penunjang dapat
ditentrukan dengan optimal dengan mengacu kepada peta geologi dasar laut. Jalur
pipa dan kabel tersebut harus melalui jalur yang secara geologi stabil, karena sarana-
sarana tersebut sebagai penunjang dalam eksplorasi dan eksploitasi di Laut.

f. Analisa Dampak Lingkungan di Dasar Laut


Teknologi akustik bawah air Side-Scan Sonar ini dapat juga menunjang analisa
dampak lingkungan di dasar laut. Sebagai contoh adalah setelah eksplorasi dan
ekploitasi sumber daya hayati di dasar laut dapat dilakukan, Side-Scan Sonar dapat
digunakan untuk memonitor perubahan-perubahan yang terjadi disekitar daerah
eksplorasi tersebut. Pemetaan dasar laut yang dilakukan setelah eksplorasi sumber

45
daya non-hayati tersebut, dapat menunjang analisa dampak lingkungan yang telah
terjadi yang akan terjadi.

Teknologi akustik bawah air (underwater acoustics) merupakan salah satu teknologi
canggih yang dapat menunjang kegiatan eksplorasi dan eksploitasi laut dengan
memberikan data yang rinci dan akurat.
Dalam survey/penelitian akustik untuk pendugaan kelimpahan/stock ikan, teknologi
ini memberikan hasil yang lebih akurat karena tidak tergantung kepada data statistik
yang ada, data pendaratan ikan di pelabuhan (fish landing data) dan tidak
memerlukan enumartor yang terlalu banyak. Hal lain yang menjadi pertimbangan
penting bahwa teknologi ini dapat menyajikan data yang relatif lebih cepat dan tidak
merusak lingkungan wilayah penelitian.

2. 4. Kehutanan pesisir
2. 4. 1. Hutan bakau

Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan


yang tumbuh di air payau,dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut.
Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi
pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang
terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di
mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari
hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya
pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah; salinitas
tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh
pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan
hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat
khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
2. 4. 2. Fungdi dan manfaat

46
Dari segi ekonomi, hutan mangrove menghasilkan beberapa jenis
kayu yang berkualitas baik, dan juga hasil-hasil non-kayu atau yang
biasa disebut dengan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), berupa arang
kayu; tanin, bahan pewarna dan kosmetik; serta bahan pangan dan
minuman. Termasuk pula di antaranya adalah hewan-hewan yang biasa
ditangkapi seperti biawak air (Varanus salvator), kepiting bakau (Scylla
serrata), udang lumpur (Thalassina anomala), siput bakau (Telescopium
telescopium), serta berbagai jenis ikan belodok.
Manfaat yang lebih penting dari hutan bakau adalah fungsi
ekologisnya sebagai pelindung pantai, habitat berbagai jenis satwa, dan
tempat pembesaran (nursery ground) banyak jenis ikan laut.
Salah satu fungsi utama hutan bakau adalah untuk melindungi garis
pantai dari abrasi atau pengikisan, serta meredam gelombang besar
termasuk tsunami. Di Jepang, salah satu upaya mengurangi dampak
ancaman tsunami adalah dengan membangun green belt atau sabuk
hijau berupa hutan mangrove. Sedangkan di Indonesia, sekitar 28
wilayah dikategorikan rawan terkena tsunami karena hutan bakaunya
sudah banyak beralih fungsi menjadi tambak, kebun kelapa sawit dan
alih fungsi lain.

2. 4. 3. Hutan mangrove Indonesia terus berkurang

Dari tahun ke tahun, Indonesia telah kehilangan lahan hutan


mangrove seluas 5,58 juta hektare. Berdasarkan data tahun 1999, luas
wilayah mangrove yang terdapat di Indonesia yakni total 8,6 juta
hektare. Namun sejak rentang 1999 hingga 2005, hutan bakau itu
sudah berkurang sebanyak 5,58 juta hektare atau sekitar 64 persennya.
Saat ini hutan mangrove di Indonesia yang dalam keadaan baik
tinggal 3,6 juta hektar, sisanya dalam keadaan rusak dan sedang. Ini
dipaparkan di dalam diskusi dan workshop Pengembangan Ekowisata
untuk Mendukung Konservasi Mangrove yang digelar Kementerian

47
Kehutanan dan Japan International Cooperation Agency (JICA),
Selasa (29/5) lalu di Banyuwangi, Jawa Timur.

Menurut peneliti Fakultas Kehutanan di Universitas Gadjah Mada,


Siti Nurul Rofiqo, pada kesempatan itu, faktor yang mempengaruhi
menurunnya jumlah luasan mangrove adalah pembukaan lahan
(deforestasi) di daerah pesisir yang mengakibatkan sejumlah persoalan,
seperti abrasi dan lain-lain.
Mangrove sebagai salah satu sumber daya alam yang tumbuh di
kawasan pantai, merupakan ekosistem unik. Ekosistem hutan mangrove
menjadi ekosistem penyambung atau interface antara daratan dan
lautan.
Dampak hilangnya mangrove mulai dirasakan oleh masyarakat
daerah pesisir. Rupanya hutan mangrove tak cuma memiliki fungsi
ekologis, melainkan juga fungsi ekonomis. Muzayin, seorang warga
Desa Wringin Putih Muncar, mengatakan setelah mangrove berkurang
drastis di daerahnya tersebut, tangkapan ikan, kepiting, serta kerang
pun berkurang.

2. 4. 4. Hutan mangrove dan sejuta potensi yang dimiliki

Hutan mangrove merupakan ekosistem yang sangat penting


& pendukung kehidupan di wilayah pesisir dan lautan. Mempunyai
fungsi ekonomi sebagai penyedia kayu, daun-daunan, bahan baku
obat-obatan, sumber makanan bagi mahluk di sekitarnya. Selain
mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota
perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota
seperti udang, kepiting, ikan dll. Hutan Mangrove juga mampu
menahan abrasi pantai, amukan angin taufan, dan tsunami, penyerap
limbah, pencegah intrusi air laut. Manfaat langsung dari hutan
mangrove menjadi pendapatan masyarakat. Jumlah dan nilai dari hasil
yang di ambil secara langsung dari hutan oleh masyarakat sekitarnya
merupakan sumbangan hutan yang sekaligus dapat menjadi faktor yang

48
dapat menjaga kelestarian hutan tersebut. Secara garis besar hutan
mangrove mempunyai banyak fungsi:
Fungsi fisik kawasan hutan mangrove :
1. Menjaga garis pantai agar tetap stabil.
2. Melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi,
serta menahan atau menyerap tiupan angin kencang dari laut ke
darat.
3. Menahan sedimentasi secara periodik sampai terbentuk lahan baru.
4. Sebagai kawasan penyangga proses intrusi air laut ke darat, atau
sebagai filter air asin menjadi tawar.
Fungsi kimia kawasan mangrove :
1. Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan
oksigen.
2. Sebagai penyerap karbondioksida.
3. Sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri
dan kapal-kapal di lautan. Di mana terjadinya degradasi limbah
melalui oksigen yang terlarut.
Fungsi biologi kawasan Mangrove adalah :Sebagai penghasil bahan
pelapukan yang merupakan sumber makanan bagi invertebrata kecil
pemakan bahan pelapukan yang kemudian berperan sebagai sumber
makanan bagi hewan yang lebih besar.Sebagai kawasan pemijahan atau
asuhan bagi udang, ikan, kepiting, kerang, dan sebagainya, yang setelah
dewasa akan kembali ke lepas pantai.
1. Sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang
biak bagi burung, biawak, monyet, ular dan satwa lain.
2. Sebagai sumber plasma nutfah dan sumber genetika.
3. Sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut
lainnya.
Fungsi Ekonomi :Secara ekonomi kawasan mangrove merupakan
wilayah potensial bagi masyarakat, industri maupun negara. Dari
kawasan hutan mangrove dapat dihasilkan bahan baku industri
seperti pulp, kertas, tekstil, makanan, obat obatan, alkohol,

49
penyamakan kulit, kosmetika dan zat pewarna. Sungguh suatu hal
yang bukan kebetulan. Dari sini juga kita dapat memanen ikan,
udang, kerang, telur burung dan madu. Semuanya sungguh karunia
yang dapat kita tuai sebagai nikmat yang tak terperikan dari sang
Pemilik Semesta.

2. 4. 5. Potensi manfaat langsung mangrove bagi makhluk di


sekitarnya
Kayu bakar, arang, kayu bahan bangunan, dapat kita hasilkan dari
hutan mangrove juga untuk membuat perabot. Buah Mangrove bisa
digunakan untuk membuat makanan atau manisan yang di buat oleh ibu
ibu sebagai penganan kecil. Daun Mangrove dapat menjadi bahan obat
& sebagai penyedia pakan ternak.
Fungsi lain kawasan Mangrove adalah sebagai tempat Wisata
dengan semua keindahannya, untuk tempat penelitian, konservasi dan
Edukasi. Di sini akan tumbuh lapangan kerja yang mampu mendukung
keberadaan hutan mangrove secara berkelanjutan. Ilustrasi Hutan
Mangrove
Lalu bagaimana dengan sisi ekonomis tanaman mangrove bila
kita bandingkan dengan budi daya di lahan darat dengan luas tanah
yang sama. Kita coba menghitung:Untuk menanam sebatang Pohon
Jati di butuhkan luas lahan 4 x 4 M2. Jati dapat di panen 40 tahun
kemudian senilai kurang lebih Rp. 70 – 80 juta. Apabila kita menanam
mangrove dengan luasan yang sama di pesisir pantai. Lalu tumpang
sari dengan budidaya kepiting bakau. Setiap hari dipanen sebanyak ½
kg dengan harga jual Rp. 200.000/kg, (kurang lebih 1 ekor), maka 40
tahun kemudian dapat kita petik nilai rupiah hasil keuntungan dari
budidaya kepiting bakau. Belum terhitung manfaat dari yang lainnya.
Seperti udang, ikan, kayu, madu, daunnya, wisata edukasi dll

50
Jika kita panen ½ kg/hari maka :1 kg senilai Rp 200.000. Hasil yang di
dapat seharga Rp. 100.000 x 30 hari = 3 Juta3 Juta x 12 bulan x 40
tahun = Rp. 144.000.000
Jumlah yang fantastis bila kita dapat mengoptimalkan potensi
hutan mangrove. Dengan panjang garis pantai Indonesia 81.000 km
mengapa hutan mangrove tidak kita jadikan cadangan devisa bagi
negeri bahari ini & membuka lapangan kerja baru. Luar biasa. Begitu
pentingnya pengelolaan hutan mangrove, menuntut Pemerintah untuk
lebih serius dalam program pengembangan & pelestariannya.
Masyarakat harus menjadi bagian dan ikut berpartisipasi dalam
perlindungan, pengelolaan, dan pengembangan kawasan hutan
mangrove. Wisata Edukasi dilangkahkan ke sana sambil menanam
mangrove. Kita bawa generasi muda kita untuk lebih mengenal
Mangrove. Kita beli bibit Mangrove dari sumbangan uang jajannya,
atau mengumpulkan koran bekas, buku bekas seluruh siswa & dijual.
Uangnya dibelikan bibit mangrove yang pada saat wisata edukasi
ditanam bersama. Akan menjadikan kebanggaan, selain mengajarkan
mereka untuk berbagi & peduli.
Hutan Mangrove di kawasan BaliMari kita cerna cerita ini :
Kalau kita membeli sebotol minuman kemasan di pinggir jalan
harganya sekitar Rp. 2500. Lalu kita membelinya sambil menikmati
ayam goreng di Mc-Donald harganya sekitar Rp. 6.000. Ketika kita
sedang berada di Hotel Bintang lima dan merasa haus lalu memesan
minuman yang sama barangkali harganya Rp. 15.000. Dan bila kita
bepergian dengan pesawat lalu membeli minuman yang sama di atas
ketinggian udara, maka kita akan merogoh kocek agak dalam, bisa jadi
Rp. 30.000. Waooww. Dengan benda yang sama, berat yang sama,
kualitas yang sama tapi diperoleh dengan harga yang berbeda. Apa
tidak salah? Tidak. Untuk produk agar lebih bernilai jual, perlu
melakukan pengelolaan yang baik. Manajemen. Ternyata Manajemen
yang baik dapat meningkatkan harga jual sehingga keuntungan bisa
maksimal. Karena itu potensi hutan mangrove selain mempunyai

51
manfaat yang besar terhadap lingkungan, mempunyai nilai
ekonomis, menjadi tujuan wisata edukasi, juga bisa dimanfaatkan
keberadaannya untuk tumpang sari budidaya kepiting. Sayang bila
karunia sebesar ini kita sia sia kan

2. 4. 6. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan


melestarikan hutan mangrove
1. Penanaman kembali mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat.
Modelnya dapat masyarakat terlibat dalam pembibitan,
penanaman dan pemeliharaan serta pemanfaatan hutan mangrove
berbasis konservasi. Model ini memberikan keuntungan kepada
masyarakat antara lain terbukanya peluang kerja sehingga terjadi
peningkatan pendapatan masyarakat.
2. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman,
vegetasi, dll. Wilayah pantai dapat diatur menjadi kota ekologi
sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai (ekoturisme)
berupa wisata alam atau bentuk lainnya.
3. Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga
dan memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab.
4. Ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek
konservasi.
5. Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang
konservasi
6. Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir
7. Program komunikasi konservasi hutan mangrove
8. Penegakan hukum
9. Perbaikkan ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis
masyarakat. Artinya dalam memperbaiki ekosistem wilayah
pesisir masyarakat sangat penting dilibatkan yang kemudian dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain itu juga
mengandung pengertian bahwa konsep-konsep lokal (kearifan

52
lokal) tentang ekosistem dan pelestariannya perlu ditumbuh-
kembangkan kembali sejauh dapat mendukung program ini.

2. 5. Pariwisata bahari
2. 5. 1. Keadaan pariwisata bahari
Wisata bahari di Indonesia dapat menjadi andalan pembangunan
ekonomi kelautan untuk mengembangkan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil. Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di
dunia, yang tersusun atas 17.504 pulau dengan 95.181 km garis pantai
(terpanjang kedua di dunia setelah Kanada), dan keindahan alam
(pantai, pulau-pulau kecil, panorama permukaan laut dan bawah laut)
yang menakjubkan, sejatinya memiliki potensi pariwisata bahari yang
luar biasa besar, bahkan terbesar di dunia. Berbagai keunggulan
pariwisata bahari dimiliki oleh Indonesia.

Kawasan pesisir dan laut Indonesia merupakan tempat ideal bagi


seluruh jenis aktivitas pariwisata bahari (berjemur, berenang,
menyelam, snorkeling, memancing, surfing, boating, yachting,
parasailing, cruising, marine parks, whale watching, dll). Pusat dari
Segi Tiga Terumbu Karang Dunia (Coral Triangle) didukung oleh
keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi (590 jenis karang, 2.057
jenis ikan karang, 12 jenis lamun, 34 jenis mangrove, 1.512 jenis
krustasea, 6 jenis penyu, 850 jenis sponge, 24 jenis mamalia laut dll).
Iklim tropis yang hangat dan matahari yang bersinar sepanjang tahun.

Potensial untuk pengembangan wisata minat khusus scientific


diving, wisata konservasi, wisata pendidikan, wisata fotografi bawah
air, dll. Namun, kinerja wisata bahari Indonesia belum optimal.
Meskipun jumlah kunjungan wisatawan (turis) dan perolehan devisa
pariwisata bahari terus meningkat, namun pencapaian hasil
pembangunan (kinerja) pariwisata bahari Indonesia masih jauh dari
optimal. Kinerja pariwisata bahari Indonesia jauh lebih rendah

53
ketimbang negara-negara tetangga dengan potensi yang lebih kecil,
seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Australia. Pekerja dan
masyarakat di lokasi pariwisata bahari pun sebagian besar belum
sejahtera. Sementara, ekosistem pesisir dan laut yang menjadi obyek
pariwisata bahari mulai banyak yang rusak.

2. 5. 2. Potensi ekonomi pariwisata bahari


Laut Indonesia menyediakan keragaman hayati dan keindahan
pantai yang menjadi tujuan utama wisata. Berbagai perbaikan dalam
banyak bidang harus dilakukan untuk memanfaatkan potensi wisata
bahari ini. Saat ini neraca perdagangan dan pembayaran Indonesiaterus
tercatat negatif.

Laut dan pantai menjadi objek wisata yang perkembangannya


paling pesat beberapa tahun terakhir di industri pariwisata dunia. Sifat
lingkungan pesisir yang dinamis menjadikan popularitas wisata bahari
kian menjanjikan, apakah itu wisata memancing, berenang, diving,
snorkeling, surfing, berperahu, atau sekadar menikmati pemandangan
matahari terbit dan terbenam di pinggir pantai. Di Indonesia 17,504
pulau dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km, Indonesia
memiliki potensi wisata bahari terbesar dan salah satu terbaik di dunia.
Total pendapatan pariwisata dari sektor ini pada 2012 hanya 7 miliar
dolar AS. Dampak ekonomi dari memaksimalkan wisata bahari sangat
signifikan dalam mendukung perekonomian nasional.

Beragam ekosistem pesisir dan laut tersedia di Indonbesia seperti


pantai berpasir, goa, laguna, estuaria, hutan mangrove, padang lamun,
rumput laut, dan terumbu karang. Di antara sepuluh ekosistem
terumbu karang terindah dan tarbaik di dunia, enam berada di Tanah
Air, yakni Raja Ampat, Wakatobi, Taka Bone Rate, Bunaken,
Karimun Jawa.

54
Wisata bahari bisa menjadi alat canggih dalam membangkitkan
ekonomi kreatif di Indonesia. Wilayah laut tak hanya berfungsi
melindungi ekosistem dan keanekaragaman hayati di dalamnya, tapi
juga memberi manfaat ekonomi bagi negara berkembang berbentuk
kepulauan seperti Indonesia. 40 persen pendapatan domestik bruto
Malaysia berasal dari wisata bahari. Maladewa bahkan sudah 100
persen. Indonesia baru memperoleh 10 persen, meski secara potensi
negara ini lebih mumpuni.

Indonesia belum maksimal memanfaatkan wisata bahari sebagai


sumber devisa. Queensland, Australia, memiliki garis pantai sepanjang
2.100 kilometer (km) bisa menghasilkan 3 miliar dolar AS pada 2012.
Indonesia dengan garis pantai lebih dari 95 ribu km baru meraup devisa
1 miliar dolar AS. Wisata bahari di negara ini sesungguhnya berdaya
saing internasional, mengingat budaya bahari telah diwariskan nenek
moyang Indonesia secara turun-temurun.

Peningkatan jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia tak bisa


dihindari lagi. Mereka tak hanya datang secara individu atau kelompok
kecil, tapi juga secara massal. Tidak ada ruang dan kawasan paling
pantas untuk didatangi secara massal dengan intensitas kunjungan
tinggi di masa yang akan datang selain pantai dan laut.

Tingginya permintaan wisata bahari membuat pemerintah


mempertimbangkan hal ini ke dalam rencana strategis, kebijakan, dan
program kegiatan. Sepanjang 2015-2019 pemerintah akan menggarap
wisata bahari hingga 35 persen sebagai salah satu program unggulan.
Fokusnya adalah destinasi pantai, selam, selancar, yacht, kapal pesiar,
pelestarian lingkungan, dan budaya bahari. Jika tahun ini target wisman
yang beraktivitas wisata bahari di Indonesia hanya 1,3 juta orang, pada
2019 jumlahnya diharapkan bisa mencapai 4 juta orang.
Pemerintah juga menargetkan devisa hingga 4 miliar dolar AS dari
wisata bahari pada 2019, meningkat empat kali lipat dari target 1 miliar

55
dolar AS tahun ini. Salah satu caranya adalah mengembangkan 25
kawasan strategis pariwisata nasional khusus bahari.

Kecepatan investasi pariwisata pulau-pulau kecil di seluruh dunia


semakin meningkat. Global Trends in Coastal Tourism sejak 2007
sudah memperkirakan bahwa pariwisata bahari akan matang sebagai
suatu pasar pada 2020 nanti. Ini bisa menjadi kabar baik untuk
Indonesia.

2. 5. 3. Permasalahan pariwisata bahari


Disamping memiliki potensi pengembangan yang luar biasa untuk
menghasilkan pundi-pundi rupiah, terdapat tantangan dan
permasalahan yang harus diatasi oleh seluruh stakeholders yang terlibat
lansung maupun tidak langsung dalam pengelolaan dan pengembangan
pariwisata bahari, diantaranya ialah

1. Aksesbilitas ke lokasi wisata bahari (pulau kecil, pesisir, dan laut)


umumnya masih rendah dan sulit.
2. Infrastruktur dan sarana pembangunan di lokasi wisata bahari
umumnya buruk.
3. Promosi dan pemasaran kurang memadai.
4. Dukungan dan sinergi dari instansi pemerintahan terkait masih
kurang.
5. Kualitas SDM (pemerintah, operator, dan masyarakat perlu
ditingkatkan.
6. Kebijakan politik-ekonomi (seperti fiskal, moneter, dan iklim
investasi kurang kondusif.
7. Kontribusi wisata bahari terhadap dunia pariwisata di Indonesia
secara umum masi hsangat minim, masih 10%.
8. Negara tetangga seperti Malaysia wisata bahari mampu
menyumbang 40 % terhadap sektor kepariwisataan.

56
9. Tidak adanya data statistik yang jelas dari pemerintah, terutama
mengenai wisatawan asing, sehingga sering terjadi adanya orang
asing melakukan kegiatan usaha dengan visa wisata atau sebaliknya
mereka melakukan bisnis dan wisata sekaligus.
10. Kurangnya koordinasi dan kerjasama lintas sektor untuk
pengembangan pariwisata bahari.

2. 5. 4. Pengoptimalan pariwisata bahari


Dengan potensi pariwisata bahari dan kekayaan alam laut yang ada,
sudah seharusnya sektor pariwisata bahari ikut membantu dalam
mensukseskan Indonesia untuk menjadikan sebagai poros maritim
dunia. Untuk itu, diperlukan sistem dan manajemen pengelolaan yang
benar dan tepat sasaran, diantaranya ialah :

1. Pengelolaan pariwisata bahari harus mengubah dari pendekatan


sistem birokrasi berbelit menjadi sistem pendekatan entrepreurial.
2. Pemetaan potensi pariwisata bahari,berupa nilai, karakteristiknya,
infrastruktur pendukungnya, dan kemampuanya dalam menopang
perekonomian.
3. Menyusun rencana investasi dan pembangunan dari berbagai
informasi yang didapat dari pemetaan, sehingga perlu dibangun
faktor pendukungnya seperti akses transportasi, telekomunikasi
sarana dan prasarana pendukung lainnya.
4. Menciptakan kualitas SDM tangguh di bidang pariwisata bahari,
baik skill, inovasi, adaptabilitas, budaya kerja dan tingkat
pendidikan, tingkat pemahaman permasalahan strategis dan konsep
yang akan dilaksanakannya.
5. Melakukan strategi pemasaran yang baik, melalui televisi
internasional dan berbagai media seperti internet, majalah dan
pameran-pameran pariwisata di tingkat internasional,

57
Contoh : Thailand menghabiskan dana US$ 1 miliyar untuk
promosi wisatanyadi beberapa jaringan televisi internasional,
sehingga wajar bila kunjungan wisatawan ke Thailand menduduki
peringkat pertama di Asean.

6. Pengembangan obyek (destinasi) wisata bahari yang baru yang


lebih atraktif, berdaya saing, inklusif, dan berkelanjutan sesuai daya
dukung lingkungan wilayah.
7. Peningkatan rasa aman, nyaman, tenteram, dan bersahabat di lokasi
wisata bahari.
8. Stop ego sektoral dan ego daerah dan kembangkan “Indonesia
Marine Tourism Incorporated” serta menerapkan manajemen KISS
(Koordinasi, Integrasi, Simplifikasi, dan Sinkronisasi).
9. Penciptaan iklim investasi dan politik-ekonomi yang kondusif bagi
kinerja pembangunan pariwisata bahari. Dengan peta jalan
pembangunan Pariwisata Bahari seperti di atas, Insya Allah
Indonesia akan menjadi Maju, Adil-Makmur dan Sejahtera; dan
menjadi poros maritim dunia.

2. 6. Energi dan sumber daya mineral

Pulau - pulau Indonesia hanya bisa tersambung melalui laut - laut di antara
pulau - pulaunya. Laut bukan pemisah, tetapi pemersatu berbagai pulau, daerah
dan kawasan Indonesia. Hanya melalui perhubungan antar-pulau, antar pantai,
kesatuan Indonesia dapat terwujud. Pelayaran, yang menghubungkan pulau-
pulau, adalah urat nadi kehidupan sekaligus pemersatu bangsa dan negara
Indonesia. Sejarah kebesaran Sriwijaya atau Majapahit menjadi bukti nyata bahwa
kejayaan suatu negara di Nusantara hanya bisa dicapai melalui keunggulan
maritim.

Pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan di


perairan, kepelabuhanan, serta keamanan dan keselamatannya. Secara garis besar
pelayaran dibagi menjadi dua, yaitu Pelayaran Niaga (yang terkait dengan

58
kegiatan komersial) dan Pelayaran Non-Niaga (yang terkait dengan kegiatan non-
komersial, seperti pemerintahan dan bela-negara).

Angkutan di Perairan adalah kegiatan pengangkutan penumpang, dan atau


barang, dan atauhewan, melalui suatu wilayah perairan (laut, sungai dan danau,
penyeberangan) dan teritori tertentu (dalam negeri atau luar negeri), dengan
menggunakan kapal, untuk layanan khusus dan umum.

Wilayah Perairan terbagi menjadi :

 Perairan laut: wilayah perairan laut

 Perairan Sungai dan Danau : wilayah perairan pedalaman, yaitu: sungai,


danau, waduk, rawa, banjir, kanal dan terusan.

 Perairan Penyeberangan: wilayah perairan yang memutuskan jaringan jalan


atau jalur kereta api. Angkutan penyeberangan berfungsi sebagai jembatan
bergerak, penghubung jalur.

Teritori Pelayaran terbagi menjadi:

 Dalam Negeri: untuk angkutan domestik, dari satu pelabuhan ke pelabuhan


lain di wilayah Indonesia;

 Luar Negeri: untuk angkutan internasional (ekspor/impor), dari pelabuhan


Indonesia (yang terbuka untuk perdagangan luar negeri) ke pelabuhan luar
negeri, dan sebaliknya.

Angkutan Dalam Negeri diselenggarakan dengan kapal berbendera Indonesia,


dalam bentuk :

 Angkutan Khusus, yang diselenggarakan hanya untuk melayani kepentingan


sendiri sebagai penunjang usaha pokok dan tidak melayani kepentingan
umum, di wilayah perairan laut, dan sungai dan danau, oleh perusahaan yang
memperoleh ijin operasi untuk hal tersebut.

59
 Angkutan Umum, yang diselenggarakan untuk melayani kepentingan umum,
melalui : Pelayaran Rakyat, oleh perorangan atau badan hukum yang didirikan
khusus untuk usaha pelayaran, dan yang memiliki minimal satu kapal
berbendera Indonesia jenis tradisional (kapal layar, atau kapal layar motor
tradisional atau kapal motor berukuran minimal 7GT), beroperasi di wilayah
perairan laut, dan sungai dan danau, di dalam negeri.

Usaha jasa angkutan memiliki beberapa bidang usaha penunjang, yaitu kegiatan
usaha yang menunjang kelancaran proses kegiatan angkutan, seperti diuraikan di
bawah :

 Usaha bongkar muat barang, yaitu kegiatan usaha pembongkaran dan


pemuatan barang dan atau hewan dari dan ke kapal.

 Usaha jasa pengurusan transportasi (freight forwarding), yaitu kegiatan usaha


untuk pengiriman dan penerimaan barang dan hewan melalui angkutan darat,
laut, udara.

 Usaha ekspedisi muatan kapal laut, yaitu kegiatan usaha pengurusan dokumen
dan pekerjaan yang berkaitan dengan penerimaan dan penyerahan muatan
yang diangkut melalui laut.

 Usaha angkutan di perairan pelabuhan, yaitu kegiatan usaha pemindahan


penumpang dan atau barang dan atau hewan dari dermaga ke kapal atau
sebaliknya dan dari kapal ke kapal, di perairan pelabuhan.

 Usaha penyewaan peralatan angkutan laut atau alat apung, yaitu kegiatan
usaha penyediaan dan penyewaan peralatan penunjang angkutan laut dan atau
alat apung untuk pelayanan kapal.

 Usaha tally, yaitu kegiatan usaha penghitungan, pengukuran, penimbangan


dan pencatatan muatan untuk kepentingan pemilik muatan dan pengangkut.

60
2. 7. Perhubungan laut

Transportasi maritim di Indonesia

Usaha jasa angkutan memiliki beberapa bidang usaha penunjang, yaitu kegiatan
usaha yang menunjang kelancaran proses kegiatan angkutan, seperti diuraikan di
bawah :

1. Usaha bongkar muat barang, yaitu kegiatan usaha pembongkaran dan


pemuatan barang dan atau hewan dari dan ke kapal.

2. Usaha jasa pengurusan transportasi (freight forwarding), yaitu kegiatan


usaha untuk pengiriman dan penerimaan barang dan hewan melalui angkutan
darat, laut, udara.

3. Usaha ekspedisi muatan kapal laut, yaitu kegiatan usaha pengurusan


dokumen dan pekerjaan yang berkaitan dengan penerimaan dan penyerahan
muatan yang diangkut melalui laut.

4. Usaha angkutan di perairan pelabuhan, yaitu kegiatan usaha pemindahan


penumpang dan atau barang dan atau hewan dari dermaga ke kapal atau
sebaliknya dan dari kapal ke kapal, di perairan pelabuhan.

5. Usaha penyewaan peralatan angkutan laut atau alat apung, yaitu kegiatan
usaha penyediaan dan penyewaan peralatan penunjang angkutan laut dan
atau alat apung untuk pelayanan kapal.

6. Usaha tally, yaitu kegiatan usaha penghitungan, pengukuran, penimbangan


dan pencatatan muatan untuk kepentingan pemilik muatan dan pengangkut.

7. Usaha depo peti kemas, yaitu kegiatan usaha penyimpanan, penumpukan,


pembersihan, perbaikan, dan kegiatan lain yang terkait dengan pengurusan
peti kemas.

61
2. 7. 1. Kronologi Ringkas Kebijakan Transportasi Maritim
Indonesia
Pada tahun 1985 diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 yang
bertujuan meningkatkan ekspor nonmigas dan menekan biaya
pelayaran dan pelabuhan. Pelabuhan yang melayani perdagangan luar
negeri ditingkatkan jumlahnya secara drastis, dari hanya 4 menjadi 127.
Untuk pertamakalinya pengusaha pelayaran Indonesia harus
berhadapan dengan pesaing seperti feeder operator yang mampu
menawarkan biaya lebih rendah. Liberasi berlanjut pada tahun 1988
ketika pemerintah melonggarkan proteksi pasar domestik. Sejak itu,
pendirian perusahaan pelayaran tidak lagi disyaratkan memiliki kapal
berbendera Indonesia. Jenis ijin pelayaran dipangkas, dari lima menjadi
hanya dua. Perusahaan pelayaran memiliki fleksibilitas lebih besar
dalam rute pelayaran dan penggunaan kapal (bahkan penggunaan kapal
berbendera asing untuk pelayaran domestik). Secarade facto,
prinsip cabotage tidak lagi diberlakukan.
Pada tahun itu pula diberlakukan keharusan men-scrap kapal tua
dan pengadaan kapal dari galangan dalam negeri. Undang-Undang
Pelayaran Nomor 21 Tahun 1992, semakin memperkuat pelonggaran
perlindungan tersebut. Berdasarkan UU21/92 perusahaan asing dapat
melakukan usaha patungan dengan perusahaan pelayaran nasional
untuk pelayaran domestik. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 1999, Pemerintah berupaya mengubah kebijakan yang terlalu
longgar, dengan menetapkan kebijakan sebagai berikut:

1. Perusahaan pelayaran nasional Indonesia harus memiliki minimal


satu kapal berbendera Indonesia, berukuran 175 GT.

2. Kapal berbendera asing diperbolehkan beroperasi pada pelayaran


domestik hanya dalam jangka waktu terbatas (3 bulan).

3. Agen perusahaan pelayaran asing kapal harus memiliki minimal


satu kapal berbendera Indonesia, berukuran 5,000 GT.

62
4. Di dalam perusahaan patungan, perusahaan nasional harus memiliki
minimal satu kapal berbendera Indonesia, berukuran 5,000 GT
(berlipat dua dari syarat deregulasi 1988 yang 2,500). Pengusaha
agen kapal asing memprotes keras, sehingga pemberlakuan
ketentuan ini diundur hingga Oktober 2003.

5. Jaringan pelayaran domestik dibagi menjadi 3 jenis trayek, yaitu


utama (main route), pengumpan (feeder route) dan perintis (pioneer
route). Jenis ijin operasi pelayaran dibagi menurut jenis trayek
tersebut dan jenis muatan (penumpang, kargo umum, dan kontener).

Rangkaian regulasi dan deregulasi tersebut di atas menjadi salah


satu faktor terhadap kondisi dan masalah yang dihadapi sektor
transportasi maritim Indonesia, dari waktu ke waktu.

2. 7. 2. Profil Armada Transportasi Maritim Di Indonesia


Dari sisi besaran DWT, kapasitas kapal konvensional dan tanker
mendominasi armada pelayaran yang uzur (umur rata-rata kapal
Indonesia 21 tahun, 2001, bandingkan dengan Malaysia yang 16
tahun, 2000, atau Singapura yang 11 tahun, 2000). Meskipun
demikian, justru pada kapasitas muatan dry-bulk danliquid-
bulk pangsa pasar domestik armada nasional paling kecil. Pada
umumnya, kapal Indonesia mengangkut kargo umum, tapi sekitar
setengah muatan dry-bulkdan liquid-bulk diangkut oleh kapal asing
atau kapal sewa berbendera asing. Secara keseluruhan armada
nasional meraup 50% pangsa pasar domestik. Sekitar 80% liquid-
bulk berasal dari P.T. Pertamina. Penumpang angkutan laut bukan feri
terutama dilayani oleh PT Pelni yang mengoperasikan 29 kapal
(dalam lima tahun terakhir, PT Pelni menambah 10 kapal). Perusahaan
swasta juga membesarkan armada dari 430 (1997) menjadi 521 unit
(2001).

63
Armada Pelayaran Rakyat, yang terdiri dari kapal kayu (misalnya
jenis Phinisi, seperti yang banyak berlabuh di pelabuhan Sunda
Kelapa) membentuk mekanisme industri transportasi laut yang unik.
Kapal-kapal yang berukuran relatif kecil (tapi sangat banyak)
melayani pasar yang tidak diakses oleh kapal berukuran besar, baik
karena alasan finansial (kurang menguntungkan) atau fisik (pelabuhan
dangkal). Industri pelayaran rakyat berperan sangat penting dalam
distribusi barang ke dan dari pelosok Indonesia. Armada pelayaran
rakyat mengangkut 1.6 juta penumpang (sekitar 8% penumpang bukan
feri) dan 7.3 juta MetricTon barang (sekitar 16% kargo umum). Tapi
kekuatan armada ini cenderung melemah, terlihat dari kapasitas
397,000 GRT pada tahun 1997 menjadi 306,000 GRT pada tahun
2001. (Sumber data: Stramindo, berdasarkan statistik DitJenHubLa).

2. 7. 3. Masalah Transportasi Maritim Di Indonesia

Dalam periode 5 tahun (19962000) jumlah perusahaan pelayaran


di Indonesia meningkat, dari 1,156 menjadi 1,724 buah, atau bertambah
568 perusahaan (peningkatan rata-rata 10.5 % p.a). Sementara kekuatan
armada pelayaran nasional membesar, dari 6,156 menjadi 9,195 unit
(peningkatan rata-rata 11.3 % p.a). Tapi dari segi kapasitas daya angkut
hanya naik sedikit, yaitu dari 6,654,753 menjadi 7,715,438 DWT.
Berarti kapasitas rata-rata perusahaan pelayaran nasional menurun.
Sepanjang periode tersebut, volume perdagangan laut tumbuh 3 % p.a.
Volume angkutan naik dari 379,776,945 ton (1996) menjadi
417,287,411 ton (2000), atau meningkat sebesar 51,653,131 ton dalam
waktu lima tahun, tapi tak semua pertumbuhan itu dapat dipenuhi oleh
kapasitas perusahaan pelayaran nasional (kapal berbendera Indonesia),
bahkan untuk pelayaran domestik (antar pelabuhan di Indonesia). Pada
tahun 2000, jumlah kapal asing yang mencapai 1,777 unit dengan

64
kapasitas 5,122,307 DWT meraup muatan domestik sebesar 17 juta ton
atau sekitar 31%.

Hasil, saat ini industri pelayaran Indonesia sangat buruk.


Perusahaan pelayaran nasional kalah bersaing di pasar pelayaran
nasional dan internasional, karena kelemahan di semua aspek, seperti
ukuran, umur, teknologi, dan kecepatan kapal. Di bidang muatan
internasional (ekspor/impor) pangsa perusahaan pelayaran nasional
hanya sekitar 3 % to 5%, dengan kecenderungan menurun (lihat Tabel
di bawah). Proporsi ini sangat tidak seimbang dan tidak sehat bagi
pertumbuhan kekuatan armada pelayaran nasional.

Data tahun 2002 menunjukkan bahwa pelayaran armada nasional


Indonesia semakin terpuruk di pasar muatan domestik. Penguasaan
pangsanya menciut 19% menjadi hanya 50% (2000: 69%). Sementara
untuk muatan internasional tetap di kisaran 5%. Dari sisi finansial,
Indonesia kehilangan kesempatan meraih devisa sebesar US$10.4
milyar, hanya dari transportasi laut untuk muatan ekspor/impor saja.
Alih-alih memperoleh manfaat dari penerapan prinsip cabotage (yang
tidak ketat) industri pelayaran nasional Indonesia malah sangat
bergantung pada kapal sewa asing. Armada nasional pelayaran
Indonesia menghadapi banyak masalah, seperti: banyak kapal, terutama
jenis konvensional, menganggur karena waktu tunggu kargo yang
berkepanjangan; terjadi kelebihan kapasitas, yang kadang-kadang
memicu perang harga yang tidak sehat; terdapat cukup banyak kapal,
tapi hanya sedikit yang mampu memberikan pelayanan memuaskan;
tingkat produktivitas armada dry cargo sangat rendah, hanya 7,649 ton-
miles/DWT atau sekitar 39.7% dibandingkan armada sejenis di Jepang
yang 19,230 ton-miles/DWT.

Pada tahun 2001 perusahaan pelayaran di Indonesia mencapai


jumlah 3,078, atau berlipat 3.3 kali dari jumlah tahun 1998. Tapi dalam
periode yang sama, jumlah perusahaan yang memiliki kapal sendiri

65
hanya berlipat 1.3 kali. Perusahaan pemilik kapal yang menjadi anggota
INSA (Indonesia National Shipowner Association) pada tahun 2001
tercatat 914. Dari jumlah tersebut 82% diantaranya adalah perusahaan
yang mengoperasikan kurang dari 3 buah kapal, dan hanya 4% yang
mengoperasikan lebih dari 10 kapal. Hanya sekitar 80% anggota INSA
yang mengoperasikan kapal milik sendiri, sisanya mengoperasikan
kapal sewaan.

Hasil survai Stramindo di kalangan perusahaan pelayaran pada


tahun 2002 menunjukkan bahwa persepsi bahwa pengembangan
perusahaan pelayaran terhambat karena lima faktor utama, yaitu:
regulasi dan pelaksanaannya; armada yang uzur kesulitan pendanaan
untuk investasi operasi pelabuhan yang kurang baik biaya siluman yang
tinggi Survai Stramindo juga menunjukkan adanya keinginan besar di
kalangan perusahaan pelayaran nasional untuk meremajakan kapal dan
memperbesar kapasitas asramanya. Dari sumber lain juga terindikasi
adanya harapan untuk memperbesar pangsa pasar domestik dan
internasional bagi armada pelayaran nasional. Seperti terlihat dari
proyeksi INSA untuk memperbesar kapasitas armada pelayaran
nasional hingga tahun 2020 terealisasi Tapi keinginan atau harapan
tersebut tidak mudah diwujudkan, karena berbagai kendala dan
persoalan yang sulit. Armada pelayaran nasional Indonesia kurang
mampu meningkatkan daya saing dan bertumbuh karena beberapa
faktor, yaitu:

pemilik kapal tidak mampu memperkuat armada dengan pembiayaan


sendiri; tingkat bunga yang tinggi dalam sistem perbankan nasional;
dan tidak ada subsidi;

tidak ada kebijakan yang memihak (seperti penerapan asas cabotage);


sisa-sisa kebijakan yang tak menunjang, misalnya keharusan men-
scrap kapal tua (padahal secara teknis dan ekonomis masih dapat
dioperasikan) dan keharusan membeli kapal produksi dalam negeri

66
(padahal kapasitas pasokannya masih relatif terbatas) keterbatasan
fasilitas dan infrastruktur pelabuhan nasional (lebih pada muatan
ekspor/impor); ketaktersediaan jaringan informasi yang memadai.
Situasi pelayaran nasional sangat pelik, karena ketergantungan pada
kapal sewa asing terjadi bersamaan dengan kelebihan kapasitas armada
domestik. Situasi bagai lingkaran tak berujung itu disebabkan
lingkungan investasi perkapalan yang tidak kondusif. Banyak
perusahaan pelayaran ingin meremajakan armadanya, tapi sulit
memperoleh pinjaman dari pasar uang domestik. Dan di sisi lain lebih
mudah memperoleh pinjaman dari sumber-sumber luar negeri.
Beberapa perusahaan besar cenderung mendaftarkan kapalnya di luar
negeri (flagged-out). Tapi perusahaan kecil dan menengah tidak
mampu melakukannya, sehingga tak ada alternatif kecuali
menggunakan kapal berharga murah, tapi tua dan scrappy. Akibatnya
terjadi ketergantungan yang semakin besar pada kapal sewa asing dan
pemerosotan produktivitas armada.

2. 7. 4. Masalah Investasi Transportasi Maritim

Di Indonesia terdapat dua kelompok besar penyelenggara


transportasi maritim, yaitu oleh Pemerintah (termasuk BUMN) dan
swasta. Masing-masing kelompok terbagi dua. Di pihak Pemerintah
terbagi menjadi BUMN pelayaran yang menyelenggarakan transportasi
umum dan BUMN non-pelayaran yang hanya menyelenggarakan
pelayaran khusus untuk melayani kepentingan sendiri. Pihak swasta
terbagi menjadi perusahaan besar dan perusahaan kecil (termasuk
pelayaran rakyat). Ragam mekanisme penyaluran dana investasi
pengadaan kapal ternyata sejalan dengan pembagian tersebut. Masing-
masing pihak di tiap-tiap kelompok memiliki mekanisme pembiayaan
tersendiri.

67
2. 7. 5. Hambatan dalam Pendanaan Kapal

Dunia pelayaran Indonesia menghadapi banyak hambatan struktural


dan sistematis di bidang finansial, seperti dipaparkan di bawah.

1. Keterbatasan lingkup dan skala sumber dana: Official Development


Assitance(ODA): terkonsentrasi untuk investasi publik di berbagai
sektor pembangunan, kecuali pelayaran. Other Official
Finance (OOF): kredit ekspor dari Jepang sedang terjadwal-
ulang. Foreign Direct Investment (FDI): sejauh ini tidak ada
Anggaran Pemerintah: hanya dialokasikan untuk pengadaan kapal
pelayaran perintis. Pinjaman Bank Asing: tersedia hanya untuk
perusahaan pelayaran besar (credit worthy) Pinjaman Bank Swasta
Nasional: hanya disediakan dalam jumlah sangat kecil (dalam kasus
Bank Mandiri hanya 0.25% dari jumlah total kredit tersalur)

2. Tingkat suku bunga pinjaman domestik 15-17% p.a. untuk jangka


waktu pinjaman 5 tahun.

3. Jangka waktu pinjaman yang hanya 5 tahun terlalu singkat untuk


industri pelayaran.

4. Saat ini, kapal yang dibeli tidak bisa dijadikan sebagai kolateral.

5. Tidak ada program kredit untuk kapal feeder termasuk pelayaran


rakyat, kecuali pinjaman jangka pendek berjumlah sangat kecil dari
bank nasional. Program kredit lunak untuk pelayaran rakyat akan
dihentikan, program untuk dok dan galangan kapal sudah dihapus.

6. Tidak ada kebijakan pendukung.

7. Prosedur peminjaman (appraisal, penyaluran, angsuran) kurang


ringkas.

68
2. 7. 6. Masa Depan Transportasi Maritim
Proyeksi dalam Study on the Development of Domestic Sea
Transportation and Maritime Industry in the Republic of
Indonesia (Stramindo) – JICA (2003) Gambaran suram tentang
transportasi maritim Indonesia bagai mendung yang menutupi
matahari. Potensi yang ada sangat besar, sehingga masa depan
sebenarnya bisa lebih cerah. Terlihat dari hasil kajian Stramindo yang
memproyeksikan pembangunan transportasi maritim Indonesia untuk
20 tahun ke depan (20042024).
Stramindo memprediksi bahwa dalam periode 20 tahun ke depan
(20042024), volume dry cargo akan berlipat 2.8 kali, volume liquid
cargo berlipat 1.4 kali, dan secara keseluruhan volume angkutan
domestik akan berlipat 2 kali. Jenis muatan yang paling pesat
pertumbuhannya adalah kargo kontener. Volumenya akan berlipat 5.2
kali, dari 11 juta ton (2004) menjadi 59 juta ton (2024).
Pertumbuhan dry cargo sejalan dengan kecenderungan pertumbuhan
ekonomi, dan tidak terlalu bergantung pada ketersediaan sumberdaya
alam. Tingkat produksi minyak saat ini akan terhenti pada tahun 2006,
seperti diperkirakan oleh Pemerintah. Di masa 20 tahun ke depan,
volume angkutan minyak akan menurun, sekalipun konsumsi
bertambah. Struktur logistik minyak akan berubah, sebagian volume
domestik minyak mentah akan diganti dengan impor minyak.
Sebagai akibatnya, pertumbuhan volume angkutan liquid-
cargo (yang didominasi minyak) tidak sepesat dry-cargo. Pertumbuhan
volume penumpang (transportasi maritim maupun udara) akan sejalan
dengan pertumbuhan GDP. Tapi GDP yang semakin tinggi hanya
berpengaruh positif terhadap transportasi udara, dan berpengaruh
negatif terhadap transportasi laut. Karena itu diprediksi proporsi laut-
udara akan berubah dari 60-40 (2001) menjadi 51-49 (2024) dengan
tingkat pertumbuhan rendah 1.5 kali lipat. Proyeksi pertumbuhan

69
volume muatan barang dan penumpang domestik yang menggunakan
transportasi maritim
Pertumbuhan volume muatan domestik membutuhkan
penambahan kapasitas armada tranportasi maritim domestik. Tapi
perkiraan penambahan kapasitas dipengaruhi beberapa hal, antara lain
pertumbuhan pangsa pasar, atau tingkat produktivitas. Stramindo
menargetkan perbaikan tingkat produktivitas kapal dry-cargo, yaitu
dari 7,649 ton-miles/DWT (2001) menjadi 10,000 ton-miles/DWT
(2024). Hal ini bisa dilakukan melalui berbagai peningkatan dan
penyempurnaan di berbagai bidang, antara lain seperti: peningkatan
volume muatan, karena ekstensifikasi kontenerisasi; peningkatan
kecepatan kapal, karena penggunaan armada yang berumur lebih muda;
penambahan jumlah hari produktif (commissionable days), karena
perbaikan manajemen kapal; pemangkasan waktu tunggu di pelabuhan,
karena perbaikan manajemen pelabuhan dan sebagainya.
Disamping itu, Stramindo mengasumsikan pembesaran pangsa
dari 60% (2001) menjadi 86% (2014) dan 100% (2024). Target pangsa
pasar armada domestik ini bisa dicapai melalui kebijakan penerapan
bertahap asas cabotage, dengan tujuan membentuk armada yang
berdayasaing tinggi. Berdasarkan data tahun 2001, kapasitas armada
nasional adalah 7.1 juta DWT/GT dengan umur rata-rata 21 tahun. Pada
akhir dasawarsa pertama, tahun 2014, kekuatan armada nasional untuk
pelayaran domestik bisa mencapai 86% besaran proyeksi akhir, dengan
penambahan kapasitas 3.4 juta DWT. Hal ini hanya bisa dicapai dengan
penerapancabotage pada 7 komoditi terpilih (minyak bumi, minyak
sawit, batubara, pupuk, kayu, beras, dan karet). Selain tetap
mempertahankan cabotage seperti yang ada sekarang, dan penggantian
kapal tua. Pada akhir dasawarsa kedua, tahun 2024, jika modernisasi
kapal dan manajemen pelayaran berhasil dilakukan secara gradual dan
penerapan sepenuhnya prinsip cabotage, kapasitas armada pelayaran
domestik akan bertambah 3.2 juta DWT sehingga mencapai 13.1 juta
DWT untuk kargo dan 0.7 juta GT untuk penumpang (atau 14.4 juta

70
DWT/GT) dengan umur rata-rata 14 tahun Berdasarkan proyeksi
kapasitas armada pelayaran tersebut di atas, diperlukan investasi
sebesar Rp 54.5 trilyun untuk pengadaan armada kapal dalam periode
2004-2014, dan sebesar Rp 75,3 trilyun dalam periode berikutnya,
2015-2024. Pengadaan 4,617 kapal dalam periode selama 20 tahun
membutuhkan dana total sebesar Rp 130 trilyun (US$15.3 milyar), atau
sama dengan 8% GDP Indonesia tahun 2002. Karena keterbatasan
anggaran pemerintah, JICA merekomendasikan agar Pemerintah
Indonesia mencari pinjaman sebesar Rp 2.8 trilyun dari Official
Development Assistance (ODA) melalui program pembangunan
pelayaran antar-pulau (interinsuler), untuk memenuhi 10% investasi
domestik dalam periode 2005-2009. Melalui investasi peremajaan dan
modernisasi armada transportasi maritim, diperkirakan ekonomi
Indonesia akan menikmati multiplier-effect senilai Rp 251.3 trilyun
pada tahun 2024. Patut digarisbawahi, bahwa selain beberapa asumsi
dasar umum (misalnya pertumbuhan GDP), proyeksi tersebut di atas
disusun dengan mengandaikan keberhasilan pembenahan di beberapa
bidang. Pada dasarnya pembenahan tersebut bertujuan meningkatkan
produktivitas dan menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk
industri pelayaran. Proyeksi di atas akan berhenti hingga sebatas kertas,
tanpa pembenahan yang disarankan.
Pada tahap awal, proyeksi dalam Study on Development of
Domestic Sea Transportation and Maritime Industry in the Republic of
Indonesia ini dapat dipergunakan untuk memaparkan potensi besar
industri transportasi maritim, yang disusun berdasarkan kondisi faktual
saat ini

71
2. 8. Industri dan jasa maritim

Salah satunya dengan pemerataan pembangunan industri dan jasa maritim,


yaitu dengan membentuk institusi finance pengembang armada, fiskal incentives
bagi perusahaan pelayaran, dock dan maritim yang mengembangkan sumber
daya manusia (SDM).

Indonesia secara geografis merupakan sebuah negara kepulauan. Kekuatan


inilah yang merupakan potensi besar untuk memajukan perekonomian
Indonesia.

Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum merasakan peran


signifikan dari potensi maritim yang dimiliki yang ditandai dengan belum
dikelolanya potensi maritim Indonesia secara maksimal.

Potensi sektor ekonomi laut setidaknya terdapat sepuluh jenis yang dapat
dikembangkan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa, meliputi perikanan
tangkap, perikanan budi daya, industri pengelolaan hasil perikanan, industri
bioteknologi kelautan, energi dan sumber daya mineral, pariwisata bahari,
perhubungan laut, industri dan jasa maritim sumber daya wilayah pulau-pulau
kecil, dan sumber daya kelautan nonkonvensional.

2. 8. 1. Hal-hal penting dalam pemberdayaan potensi maritime

• Inventarisasi dan identifikasi unsur potensi maritim

• Identifikasi dan iventarisasi industri dan jasa maritim

• Inventarisasi kebutuhan infrastruktur pendukung

• Inventarisasi industri berbasis kelautan antara lain :

• Industri perikanan

• Industri berbasis potensi sumber daya lokal

• Industri pariwisata bahari

72
• Industri jasa transportasi

• Perdagangan

Faktor – faktor yang mempengaruhi antara lain :

• Faktor keamanan

• Faktor Regulasi

• Faktor dukungan Academisi, investor, pemerintah dan


masyarakat maritim.

2. 8. 2. Unsur- unsur potensi maritime yang dikembangkan

SDM :

 Pelaut

 Nelayan

 Masyarakat injasmar

SDA ;

 Perikanan

 Perdagangan

 Transportasi

 Wisata bahari

 Energi

SDB :

 Pelabuhan

 Cold Storage

 R.O

73
 Energi listrik

SARANA DAN PRASARANA :

 Jalan
 Alat komunikasi
 Listrik

 Pasar dll.

2. 9. Sumber daya alam

Sumber Daya Alam(SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam
yang dapat di gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Indonesia
memiliki sumber daya kelautan luar biasa, dan menurut kalangan potensinya
mencapai Rp3.000 triliun per tahun. Potensi itu berasal dari sektor perhubungan
laut, industri maritim, perikanan, wisata bahari, energi dan sumber daya mineral,
bangunan kelautan, serta jasa kelautan.

2. 9. 1. Upaya untuk mendorong peningkatan pengembangan SDA:


1. Teknologi Budidaya.
2. Teknologi Pakan.
3. Aquaculture Enginering.
4. Teknologi Penangkapan Ikan.
5. Teknologi Perkapalan.
6. Pengolahan Hasil Perikanan.
7. Penyuluh Perikanan yang Berjiwa Entrepreneur di Setiap
Desa/Kelurahan.
8. Tenaga Laboran.
9. Mengoptimalkan Sarana dan Prasarana Yang Ada Di Balai-Balai
Benih Ikan Untuk Peningkatan Kebutuhan Benih di kepri.

74
2. 9. 2. Pengembangan Perikanan Budidaya

Komoditas Budidaya Laut

 ikan kerapu ( Kerapu Macan, Kerapu bebek, Kerapu kertang,


Kerapu cantang, Kerapu cantik, Kerapu batik, Kerapu Sunu dan
Kerapu Lumpur )

 ikan Kakap ( Kakap Putih, Kakap Merah, Kakap Mata Kucing,


Kakap Ungar )

 Napoleon

 bawal bintang

 Ikan bandeng

 Rumput laut

 Udang losbter

 Kerang konsumsi

Metode Budidaya

 Karamba Jaring Apung

 Karamba tancap

 Tambak

2. 10. Sumber daya wilayah pulau kecil.


2. 10. 1. Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut

Implementasi pengaturan pengelolaan wilayah pesisir dan laut


dalam hukum nasional, dapat dibagi dalam dua bentuk,
yaitu pertama ketentuan perundang-undangan nasional yang

75
mengatur pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang bersifat konkrit
dan mengikat (hard law), atau ketentuan yang dihasilkan dari
perjanjian internasional (treaty, convention, atau agreement) baik
yang bersifat bilateral, multilateral, global, regional maupun sub-
regional bagi negara-negara yang menyatakan diri siap terikat(express
to be bound) dan memberlakukannya di wilayahnya.6 Kedua,
ketentuan-ketentuan yang berbentuk soft law, yaitu ketentuan-
ketentuan yang memuat prinsip-prinsip umum (general principles),
bersifat pernyataan sikap atau komitmen moral dan tidak mengikat
secara yuridis. Daya ikatnya tergantung kepada kesediaan negara-
negara untuk menerimanya sebagai hukum nasional, misalnya dalam
bentuk deklarasi, piagam atau protokol.
Beberapa komitmen (soft law) yang mendukung pelaksanaan
pengelolaan wilayah pesisir dan laut dengan mengacu pada integrated
coastal management adalah:
1. Agenda 21 Indonesia
Indonesia telah menerima Agenda 21 Global sebagai persetujuan
tidak mengikat (non binding agreement) hasil konferensi UNCED
1992 dan menjadikannya sebagai pedoman dasar bagi
penyelenggaraan dan penyusunan kebijakan lingkungan dan
pembangunan. Ketentuan Bab 18 dalam Agenda 21-Indonesia
tentang pengelolaan wilayah pesisir menjadi sangat penting
karena kondisi lingkungan wilayah pesisir dan laut membutuhkan
penanganan khusus. Penanganan khusus pada wilayah pesisir dan
laut mencakup aspek keterpaduan dan kewenangan kelembagaan,
sehingga diharapkan sumberdaya yang terdapat di kawasan ini
dapat menjadi produk unggulan dalam pembangunan bangsa
Indonesia di masa mendatang.
2. Jakarta Mandate, 1995
Agenda 21 Chapter 17 telah menghasilkan suatu program yang
dikenal dengan ”Jakarta Mandate on the Conservation and
Sustainable Use of Marine and CoastalBiological

76
Diversity” pada tahun 1995. Keanekaragaman sumberdaya alam
di pesisir, baik di negara maju maupun berkembang
mengalami over-exploitation, sehingga diperlukan suatu program
kerja yang terintegrasi dalam pengelolaannya dengan prioritas
aktivitas pada 5 elemen, yaitu:
 implementation of integrated marine and coastal area
management;
 marine and coastal living resources;
 marine and coastal protected areas;
 mariculture; and
 alien species and genotype.
Jakarta Mandate on the Conservation and Sustainable Use of
Marine and Coastal Biological Diversity, elemen 1
tentang Implementation of integrated marine and coastal area
management merupakan upaya yang harus dilakukan oleh
negara-negara dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut, seperti
tercantum dalam Agenda 21 Chapter 17 program (a).
3. Deklarasi Bunaken, 1998
Deklarasi Bunaken dideklarasikan oleh Presiden RI BJ Habibie
pada 26 September 1998 bertepatan dengan pencanangan tahun
1998 sebagai ”Tahun Bahari Indonesia”. Deklarasi ini merupakan
salah satu tonggak pembangunan kelautan Indonesia dan
merupakan upaya untuk memanfaatkan kembali laut, setelah
pembangunan yang dilaksanakan pada era sebelumnya lebih
berorientasi darat (land-based development). Diharapkan dari
deklarasi ini semua jajaran pemerintah dan masyarakat
memberikan perhatian untuk pengembangan, pemanfaatan, dan
pemeliharaan potensi kelautan Indonesia.

77
2. 10. 2. Perangkat Hukum Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut
a. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan United Nations Convention on the Law of the
Sea (UNCLOS), 1982 Konvensi PBB tentang Hukum Laut
(United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982, disahkan
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 tidak mengatur
secara khusus dalam pasal-pasal nya tentang pengelolaan wilayah
pesisir dan laut. Tetapi tersirat bahwa sumber kekayaan yang ada
di laut memerlukan pengelolaan yang baik sesuai dengan prinsip
prinsip pembangunan berkelanjutan, tanpa merusak lingkungan
laut, sehingga dapat digunakan untuk kemakmuran umat
manusia. Pengaturan tentang pentingnya perlindungan dan
pelestarian lingkungan laut diatur dalam UNCLOS 1982 Part XI I
tentang Protection and Preservation of the Marine Environment.
b. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan United Nations Convention on the Law of the
Sea (UNCLOS), 1982, membawa konsekuensi kepadaNKRI untuk
memperbarui ketentuan tentang Perairan Indonesia seperti diatur
dalam Undang-undang Nomor 4/Prp/1960 tentang Perairan
Indonesia dengan Undang-undangNomor 6 Tahun 1996 tentang
Perairan Indonesia dan disesuaikan dengan perkembangan rezim
baru negara kepulauan sebagaimana di muat dalam Bab IV
UNCLOS 1982. Pengaturan khusus tentang pengelolaan wilayah
pesisir dan laut tidak dijelaskan secara terinci, tetapi hanya di atur
tersirat dalam Bab IV tentang Pemanfaatan, Pengelolaan,
Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Perairan Indonesia. Hal
ini sesuai dengan prinsip-prinsip sustainable development dalam
pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir dan laut. Dalam Pasal
23 ayat (1) disebutkan bahwa:

78
“Pemanfaatan, pengelolaan, perlindungan, dan pelestarian
lingkungan perairan Indonesia dilakukan berdasarkan peraturan
perundang-undangan nasional yang berlaku dan hukum
internasional”.
Sebagai upaya untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya
alam di perairan Indonesia, dijelaskan dalam Pasal 23 ayat (3),
bahwa:
“Apabila diperlukan untuk meningkatkan pemanfaatan,
pengelolaan, perlindungan, dan pelestarian lingkungan perairan
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (10) dapat dibentuk
suatu badan koordinasi yang ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.”
c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2005-2025.
Pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan
merupakan bagian dari rencana pembangunan yang akan
dilakukan oleh pemerintah sesuai RPJP Nasional Tahun 2005-
2025, tertuang dalam Bab II – huruf I yang mengatur mengenai
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup.8 Dalam Bab II-huruf I
dinyatakan bahwa sumber daya alam dan lingkungan hidup
memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pembangunan dan
sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan. Adapun jasa-jasa
lingkungan meliputi keanekaragaman hayati, penyerapan karbon,
pengaturan secara alamiah, keindahan alam, dan udara bersih
merupakan penopang kehidupan manusia.
Arah pembangunan untuk mengembangkan potensi
sumber daya kelautan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2007 tentang RPJP Nasional adalah pendayagunaan dan
pengawasan wilayah laut yang sangat luas. Arah pemanfaatannya
harus dilakukan melalui pendekatan multisektor, integratif, dan
komprehensif agar dapat meminimalkan konflik dan tetap menjaga
kelestariannya. Mengingat kompleksnya permasalahan dalam

79
pengelolaan sumberdaya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil,
pendekatan keterpaduan dalam kebijakan dan perencanaan
menjadi prasyarat utama dalam menjamin keberlanjutan proses
ekonomi, sosial, dan lingkungan sesuai dengan prinsip-prinsip
yang terdapat dalam integrated coastal management .
d. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut belum
terintegrasi dengan kegiatan pembangunan dari berbagai sektor
dan daerah. Hal ini dapat dilihat dari peraturan perundang-
undangan tentang pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut selama
ini lebih berorientasi kepada eksploitasi sumberdaya pesisir dan
laut tanpa memperhatikan kelestarian sumberdayanya, dan belum
mampu untuk mengeliminasi faktor-faktor penyebab kerusakan
lingkungan. Seperti disebutkan dalam Penjelasan Undang-undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK, bahwa :
“Norma-norma pengelolaan wilayah pesisir disusun dalam lingkup
perencanaan, pemanfaatan, pengelolaan, pengendalian, dan
pengawasan, dengan memperhatikan norma-norma yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan lainnya.”
Sebagai negara hukum, pelaksanaan pengembangan sistem
pengelolaan wilayah pesisir dan laut sebagai bagian dari
pembangunan berkelanjutan harus sesuai dengan norma diberi
dasar hukum yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin
kepastian hukum bagi upaya pengelolaan wilayah pesisir.
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK, dalam
Pasal 3 tentang Asas dan Tujuan, menyatakan bahwa:
“Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berasaskan:
(a) keberlanjutan; (b) konsistensi; (c) keterpaduan; (d) kepastian
hukum; (e) kemitraan; (f) pemerataan; (g) peran serta masyarakat;
(h) keterbukaan; (i) desentralisasi; (j) akuntabilitas; dan (k)
keadilan.”

80
Asas-asas yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 27
Tahun 2007 tentang PWP-PK merupakan implementasi dari
prinsip-prinsip dasar yang terdapat dalamintegrated coastal
management. Implementasi dari prinsip-prinsip tersebut dalam
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK
disesuaikan dengan kondisi geografis dan masyarakat di
Indonesia. Konsistensi dan keterpaduan dalam melaksanakan
pengelolaan wilayah pesisir sesuai dengan asas-asas tersebut
memerlukan pengawasan dan evaluasi, baik oleh Pemerintah
atau stakeholders.
Terdapat 15 prinsip dasar yang patut diperhatikan dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang mengacu pada J.R.
Clark (1992):
“(1)resources system; (2) the major integrating force; (3)
integrated; (4) focal point; (5) the boundary of coastal zone; (6)
conservation of common property resources; (7) degradation of
conservation ; (8) inclusion all levels of government; (9) character
and dynamic of nature; (10) economic benefits conservation as
main purpose; (11) multipleuses management; (12) multiple-uses
utilization; (13) traditional management; (14) environment impact
analysis.”
Sesuai dengan prinsip prinsip integrated coastal
management, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK pengelolaan wilayah
pesisir melibatkan banyak sektor dan sumberdaya alam baik hayati
maupun non hayati, sehingga pelaksanaannya dilakukan dengan
cara menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, mengikutsertakan peran serta masyarakat dan
lembaga pemerintah.
Perencanaan dalam pengelolaan wilayah pesisir
mengintegrasikan berbagai perencanaan yang disusun oleh
berbagai sektor dan daerah sehingga terjadi keharmonisan dan

81
saling penguatan pemanfaatannya diatur dalam Bab IV–
Perencanaan, dari Pasal 7 sampai dengan Pasal 15 Undang-undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK. Perencanaan wilayah
pesisir terbagi dalam 4 (empat tahapan) yang secara rinci akan
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri, yaitu (1) rencana
strategis; (2) rencana zonasi; (3) rencana pengelolaan; dan (4)
rencana aksi sesuai dengan Prinsip 1 dan 3 dari integrated coastal
management.
Pemanfaatan yang optimal terhadap wilayah pesisir
berdasarkan Prinsip 12 dan 14 dalam integrated coastal
management, diimplementasikan dengan diberikannya Hak
Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) oleh Pemerintah seperti
diatur dalam Pasal 16 Ayat (1) Undang-undang Nomor 27 tahun
2007 tentang PWP PK. Dijelaskan dalam Pasal 16 ayat (2) bahwa
HP-3 meliputi pengusahaan atas permukaan laut dan kolom air
sampai dengan permukaan dasar laut.
Menurut Pasal 18 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007
tentang PWP-PK, HP-3 diberikan oleh Pemerintah kepada orang
perorangan Warga Negara Indonesia, dan badan hukum yang
didirikan berdasarkan hukum Indonesia; atau masyarakat adat.
Tetapi ada beberapa daerah yang tidak dapat diberikan HP-3 yaitu
kawasan konservasi, suaka perikanan, alur pelayaran, kawasan
pelabuhan, dan pantai umum seperti yang diatur dalam Pasal 22
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK.
Selanjutnya, dalam Pasal 1 butir 18, HP-3 yang diberikan oleh
Pemerintah adalah bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir
untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait
dengan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau kecil
yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan
permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu.
Ketentuan tentang HP-3 tersebut akan menimbulkan perbedaan
penafsiran jika dikaitkan dengan ketentuan tentang hak-hak yang

82
terdapat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Pokok-Pokok Agraria Bab II Bagian 1, Pasal 16 Ayat (1) dan Ayat
(2).
Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-
Pokok Agraria, hak atas tanah tidak meliputi pemilikan kekayaan
alam yang terkandung di dalam tubuh bumi di bawahnya.11
Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, bahwa pengambilan
kekayaan alam yang terkandung dalam bumi, air dan ruang
angkasa perlu diatur. Pada dasarnya kekayaan sumberdaya alam di
wilayah pesisir juga merupakan bagian dari kekayaan alam yang
di maksud dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Pokok-Pokok Agraria. Tetapi Penjelasan Pasal 8 Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok- Pokok Agraria pada
dasarnya menyebutkan bahwa hak-hak atas tanah itu hanya
memberi hak atas permukaan bumi, maka wewenang-wewenang
yang bersumber daripadanya tidaklah mengenai kekayaan-
kekayaan alam yang terkandung dalam tubuh bumi, air dan ruang
angkasa, sehingga pengambilan kekayaan tersebut memerlukan
pengaturan tersendiri.
Mengacu pada Pasal 8 Undang-undang Nomor 5 tentang
Pokok-Pokok Agraria dan Pasal 16 Ayat (2) Undang-undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentang tentang PWP-PK , maka HP-3 atas
wilayah pesisir, merupakan suatu aturan baru dalam pengelolaan
wilayah pesisir yang belum pernah diatur dalam Undang-undang
Nomor 5 tentang Pokok-Pokok Agraria, maupun Undang-undang
lainnya. Berbeda dengan hak –hak atas tanah seperti diatur dalam
Pasal 16 Undangundang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-
pokok Agraria, maka HP-3 diberikan oleh Pemerintah dalam
luasan dan waktu tertentu, seperti disebutkan dalam Pasal 17 ayat
(2).

83
Partisipasi masyarakat sekitar lokasi dan masyarakat adat dalam
pengelolaan wilayah pesisir diatur dalam Pasal 18 Undang-undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK. Keberadaan masyarakat
adat yang telah memanfaatkan pesisir secara turun temurun, seperti
sasi, hak ulayat laut, terhadap mereka sesuai Undang-undang harus
dihormati dan dilindungi seperti diatur dalam Pasal 61 ayat (1) UU
Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK.
Mengacu pada prinsip 5 dan 6 dari integrated coastal
management, untuk menghindari perbedaan penafsiran,
pembagian dan penentuan batas wilayah pesisir terkait dengan
pengelolaan wilayah pesisir diperlukan upaya integrasi dan
koordinasi dengan sektor lain yang terkait, terutama dalam
konservasi sumberdaya alam milik bersama (common property
resources) sehingga tidak menimbulkan konflik dalam
pelaksanaannya.
Pembagian zonasi wilayah pesisir sesuai dengan Pasal 2 Undang-
undang Nomor 27 tahun 2007 tentang PWP-PK sangat terkait
dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, yaitu membagi
wilayah laut untuk keperluan administrasi dan batas kewenangan
di daerah. Selanjutnya, untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
di darat dan dasar laut, maka Undang-undang Nomor 11 Tahun
1967 tentang Pertambangan akan menyesuaikan dengan Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK.
Penyelesaian sengketa dalam pemanfaatan sumberdaya di
wilayah pesisir menurut Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007
tentang PWP-PK ditempuh melalui pengadilan dan/atau di luar
pengadilan.12 Penyelesaian sengketa pengelolaan wilayah pesisir
melalui pengadilan dimaksudkan untuk memperoleh putusan
mengenai pengembalian suatu hak, besarnya ganti kerugian, atau
tindakan tertentu yang harus dilakukan oleh para pihak yang kalah
dalam sengketa. Sedangkan penyelesaian di luar pengadilan
dilakukan dengan cara konsultasi, penilaian ahli, negosiasi,

84
mediasi, konsultasi, arbitrasi atau melalui adat
istiadat/kebiasaan/kearifan lokal.

2. 10. 3. Pengaturan Pengelolaan Wilayah Pesisir di Daerah

Berdasarkan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun


2004, bahwa pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Pusat belum pernah
memberikan otonomi yang nyata dalam pemanfaatan sumberdaya
pesisir di wilayah pesisir. Status Quo kewenangan daerah ini tidak
menjadi perhatian Pemerintah, karena kegiatan ekonomi yang
berlangsung di wilayah pesisir dilakukan berdasarkan pendekatan
sektoral yang menguntungkan instansi sektoral dan usaha tertentu.
Pasal 18 ayat (10) Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa:
”Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk
mengelola sumber daya di wilayah laut.”
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Provinsi dalam pengelolaan wilayah pesisir hanya terbatas pada fungsi
pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten/Kota dan untuk
menghindari konflik kepentingan antar Kabupaten/Kota serta
kewenangan yang tidak/belum dapat dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.
Dalam Pasal 7 ayat (3) Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007
tentang PWPPK, Pemerintah Daerah wajib untuk menyusun semua
rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
kewenangannya masing-masing. Pemerintah Daerah diberi

85
kewenangan untuk melakukan ekplorasi, eksploitasi, konservasi dan
mengatur sumberdaya alam seperti melakukan penyusunan rencana
tata ruang, mengatur dan menyediakan bantuan kepada Pemerintah
Pusat dalam pelaksanaan undang-undang dan kedaulatan nasional.

2. 10. 4. Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

Sebagai salah satu wujud dalam penyusunan kebijakan kelautan


terutama pengelolaan wilayah pesisir dan laut di daerah adalah
penyediaan produk hukum wilayah pesisir dan laut dalam bentuk
Peraturan Daerah dengan menggagas sebuah model yang berbasis
masyarakat. Beberapa daerah di Kalimantan dan Sulawesi yang telah
difasilitasi oleh Satuan Kerja Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Laut ( Marine and Coastal Resources Management Project / MCRMP
), Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Departemen Kelautan dan Perikanan, telah menghasilkan beberapa
Peraturan Daerah mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan laut.

2. 11. Pentingnya peranan semua kalangan dalam mewujudkan Indonesia


sebagai poros maritime.
2. 11. 1. Keadaan

Dalam sejarah maritim Asia, jalur yang ditempuh pedagang


China, Jalur Sutra, terdiri dari darat dan laut. Jalur darat mempunyai
rute yang melalui China, Asia Tengah, India, dan Asia Barat. Jalur laut
merupakan kelanjutan dari jalur darat yang dimulai dari Teluk Persia
sampai Laut Merah. Selain itu, jalur laut juga dapat ditempuh dari
Teluk Benggala sampai ke Teluk Persia. (Marsetio, 2014: 3)
Indonesia merupakan negara maritim dan sudah menjadi
bagian dari jalur perdagangan laut yang penting sejak masa prasejarah,
khususnya di Selat Malaka. Namun, hubungan perdagangan Nusantara
dengan China dan India baru dimulai pada abad ke-3 Masehi. Hal ini

86
dibuktikan dengan tulisan dari Fa-Hsien, yang berlayar dari India ke
China melalui Jawa. (Marsetio, 2014: 5)
Walaupun Indonesia merupakan negara maritim sejak masa
prasejarah, pemanfaatan potensi ekonomi laut masih belum maksimal
karena pemerintah tidak terlalu serius menggarap sektor kelautan dan
perikanan (Aziz, 2014: 6). Pembangunan dan ekonomi Indonesia
masih berbasis pada eksplorasi dan pengolahan wilayah daratan,
padahal perairan Indonesia lebih luas dan potensial untuk peningkatan
kesejahteraan rakyat. Hal tersebut yang mendasari pemikiran Presiden
Joko Widodo (Jokowi) untuk mengembangkan visi poros maritim
dunia.
Visi pembentukan poros maritim dunia tersebut tidak hanya menjadi
kebijakan dalam negeri, tetapi juga luar negeri. Hal tersebut berkaitan
dengan kapal asing ataupun negara lain yang juga memerlukan
wilayah perairan
Indonesia, tidak hanya untuk sebagai jalur pelayaran, tetapi
juga sebagai tempat melakukan bisnis. Apalagi kebijakan tersebut
sudah dipaparkan Jokowi di dalam East Asian Summit (EAS), yang
merupakan forum interaksi pemimpin-pemimpin dari pelbagai negara.
Oleh karena itu, kebijakan pembentukan poros maritim dunia
merupakan kebijakan luar negeri Indonesia saat ini.
Pada dasarnya, kebijakan poros maritim dunia tersebut
mendukung pembentukan konektivitas nasional dan regional yang
bertujuan untuk menyatukan negara-negara di kawasan Asia
Tenggara. Pada tahun 2015, Association of South East Asian Nations
(ASEAN) akan melaksanakan Komunitas ASEAN. Dalam
pelaksanaan Komunitas ASEAN, konektivitas di tataran nasional dan
regional menjadi hal yang sangat penting. Apalagi Indonesia
merupakan negara kepulauan, sehingga konektivitas yang mampu
menyatukan antarpulau sangat diperlukan.
Berdasarkan hal tersebut, makalah ini mengangkat kebijakan
pembentukan poros maritim sebagai bagian kebijakan luar negeri

87
Indonesia yang berdampak lokal dan regional. Makalah ini
menjelaskan mengenai kebijakan pembentukan poros maritim dunia
dalam konteks peningkatan konektivitas nasional dan regional.
Pembahasan kebijakan pembentukan poros maritim tersebut dianalisis
dengan menggunakan metode perspektif adaptif, sehingga tinjauannya
didasarkan pada kondisi internal, eksternal dan idiosinkratik dari
Jokowi, sebagai Presiden Indonesia saat ini.

2. 11. 2. Analisis Kebijakan Luar Negeri dengan Perspektif Model


Adaptif
Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam menganalisis
kebijakan luar negeri suatu negara. Salah satunya adalah model
perspektif adaptif. Analisis dengan metode adaptif menggunakan
asumsi yang menyatakan bahwa negara melakukan adaptasi terhadap
lingkungannya. Asumsi ini juga pendapat Rosenau (1970) yang
menyatakan bahwa negara merupakan entitas yang harus beradaptasi
terhadap lingkungannya untuk bertahan dan menjadi makmur
(Thorson, 1973: 1).
Adaptasi yang dilakukan negara merujuk pada kondisi internal dan
eksternalnya. Pengaruh kondisi internal dan eksternal dari suatu
negara terhadap kebijakan luar negeri yang diambilnya dapat
dirumuskan sebagai berikut.

𝑃𝑡 = 𝐸𝑡 + 𝐼𝑡

Keterangan: 𝑃𝑡 = kebijakan luar negeri pada waktu tertentu, 𝐸𝑡 =


perubahan eksternal, dan 𝐼𝑡 = perubahan internal.

Selain, lingkungan internal dan eksternal, kebijakan luar negeri juga


dipengaruhi oleh kepemimpinan atau rezim penguasa negara tersebut.
Oleh karena itu, rumusnya berubah menjadi sebagai berikut.

𝑃𝑡 = 𝐸𝑡 + 𝐼𝑡 + 𝑒 ∗

88
Keterangan: 𝑒 ∗ = faktor idiosinkratik dari pemegang kekuasaan atau
pemimpin.

Variabel sejarah atau kebijakan luar negeri yang sebelumnya juga


memengaruhi kebijakan yang diberikan oleh rezim yang saat ini
berkuasa. Pengaruh kebijakan luar negeri sebelumnya tersebut
ditunjukkan dengan perubahan rumus sebagai berikut.

𝑃𝑡 = 𝑃(𝑡−1) + 𝑃(𝑡−2) + 𝑃(𝑡−3) + … + 𝑃(𝑡−𝑛)

𝑃(𝑡−1) + 𝑃(𝑡−2) + 𝑃(𝑡−3) + … + 𝑃(𝑡−𝑛) = 𝐸𝑡 + 𝐼𝑡 + 𝑒 ∗

Untuk menggunakan rumus-rumus tersebut dalam menganalisis


kebijakan luar negeri suatu negara, dapat digunakan interpretasi angka
dengan ketentuan sebagai berikut.

Interpretasi dari Nilai X dan Y

𝐸𝑡 , 𝐼𝑡 , 𝑒 ∗ dan 𝑃(𝑡−1) /
Kebijakan 𝑃𝑡
Terdahulu
-1 = tidak mendukung -3= sangat tidak didukung
1 = mendukung -2= tidak didukung
-1= kurang didukung
0 = netral
1 = cukup didukung
2 = didukung
3 = sangat didukung

Variabel idiosinkratik juga dapat ditinjau melalui kondisi dan sikap


lingkungan rezim yang berkuasa atau memerintah. Berdasarkan sikap
rezim yang memerintah tersebut, Rosenau menyatakan bahwa ada
empat kemungkinan pola adaptasi yang dilakukan negara. Setiap pola
adaptasi tersebut mempunyai implikasi yang berbeda-beda dalam

89
setiap perubahan dan kesinambungan politik luar negeri suatu negara.
Adapun keempat pola adaptasi tersebut, yaitu:

1. preservative adaptation (bersikap responsif terhadap permintaan


dan perubahan di lingkungan eksternal dan internal);
2. acquiescent adaptation (bersikap responsif terhadap permintaan
dan perubahan di lingkungan eksternal);
3. intransigent adaptation (bersikap responsif terhadap permintaan
dan perubahan di lingkungan internal); dan
4. promotive adaptation (bersikap tidak peduli/responsif terhadap
permintaan dan perubahan yang terjadi baik di lingkungan
internal maupun eksternal). (Rosenau, 1991: 59).

2. 11. 3. Kebijakan Poros Maritim Dunia

Indonesia merupakan negara yang dua per tiga dari wilayah


terdiri dari perairan dan kaya sumber daya kelautan. Sebagaimana
yang disampaikan oleh Soekarno, dalam salah satu pidatonya,
Indonesia akan menjadi bangsa yang kuat jika mempunyai
kemampuan perairan atau kelautan yang kuat, poros maritim juga
mempunyai tujuan yang sama. Indonesia akan dibentuk menjadi
sebuah negara maritim yang menjadi pusat aktivitas kelautan dunia
Kebijakan poros maritim merupakan salah satu agenda dan
misi dari Jokowi. Konsep pembentukan Indonesia poros maritim dunia
terdiri dar lima pilar utama yang disampaikan Jokowi dalam EAS.
Kelima pilar tersebut, yaitu: pembangunan kembali budaya maritim
Indonesia; komitmen menjaga dan mengelola sumber daya laut
dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut; komitmen
mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim;
melakukan diplomasi maritim untuk membangun bidang kelautan; dan
membangun kekuatan pertahanan maritim (Anonim, 2014e).
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas), Andrinof Chaniago, menyatakan bahwa Jokowi ingin

90
menjadikan wilayah perairan Indonesia sebagai wilayah teraman di
dunia untuk semua aktivitas laut (Muhamad, 2014: 5). Hal tersebut
menunjukkan bahwa kebijakan poros maritim tidak hanya berkaitan
dengan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia, tetapi juga
peningkatan keamanan dan kenyamanan negara lain data berada di
wilayah Indonesia. Kebijakan poros maritim tidak hanya berkaitan
dengan permasalahan domestik, tetapi juga internasional.
Menurut Hasjim Djalal, Indonesia harus mampu mengelola
dan memanfaatkan kekayaan dan ruang laut untuk menjadi negara
maritim. Indonesia harus mampu memanfaatkan semua unsur kelautan
di sekelilingnya untuk kesejahteraan bangsa dan kemajuan bangsa,
serta membentuk keamanan laut yang memadai untuk mencegah
pelanggaran hukum (Muhamad, 2014: 6). Sementara itu, di tataran
diplomasi dan hubungan luar negeri, Indonesia harus mampu
melakukan diplomasi ekonomi maritim (Muhamad, 2014: 8).
Diplomasi ekonomi maritim menempatkan pemanfaatan potensi
kelautan sebagai bagian dari diplomasi dengan negara lain. Upaya
diplomasi ini tidak hanya dapat meningkatkan investasi di Indonesia,
tetapi juga memperkuat hubungan kerja sama dengan negara lain,
terutama yang berada di wilayah Asia Tenggara.

2. 11. 4. Konektivitas Nasional dan Regional


Konektivitas yang dirancang oleh pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) adalah konektivitas nasional dengan visi
Locally Integrated, Globally Connected (Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian, 2011: 36). Upaya penguatan konektivitas
nasional tersebut berpegang pada empat elemen kebijakan, yaitu
sistem logistik nasional, sistem transportasi nasional, pembangunan
daerah, serta teknologi dan informasi (Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian, 2011: 33). Konektivitas nasional tersebut tidak
hanya menghubungkan antarpulau di Indonesia, tetapi juga pada

91
tataran regional dan internasional. Konektivitas tersebut
diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu konektivitas
intrakoridor, pengembangan interkoridor, dan perdagangan logistik
internasional (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011:
38).

2. 11. 5. Analisis Kebijakan Poros Maritim Dunia dalam Konteks


Peningkatan Konektivitas Nasional dan Regional

Ada tiga rumus perspektif model adaptif yang digunakan


dalam menganalisis kebijakan pembentukan poros maritim dunia,
khususnya dalam konteks peningkatan konektivitas nasional dan
regional. Ketiga rumus tersebut, yaitu:

𝑃𝑡 = 𝐸𝑡 + 𝐼𝑡 ……………………………………………. (i)

𝑃𝑡 = 𝐸𝑡 + 𝐼𝑡 + 𝑒 ∗ ………………………………………. (ii)

𝑃𝑡 = 𝑃(𝑡−1) + 𝑃(𝑡−2) + 𝑃(𝑡−3) + … + 𝑃(𝑡−𝑛) ………….... (iii)

Dari ketiga rumus tersebut, ada empat variabel yang dibahas


untuk menunjukkan dukungan lingkungan terhadap kebijakan poros
maritim, khususnya dalam konteks peningkatan konektivitas nasional
dan regional. Berikut ini adalah analisis mengenai keempat variabel
tersebut.

a. Kondisi Internal

Kondisi internal Indonesia dapat ditinjau melalui tiga aspek,


yaitu kapabilitas nasional, sumber daya militer, ekonomi, dan politik,
serta kapastas untuk melakukan collective action. Pada aspek
kapabilitas nasional, Indonesia menunjukkan kemampuan untuk
mengelola wilayah perairannya. Jumlah penduduk yang besar dengan
wilayah perairan yang luas dan didukung sumber daya kelautan dalam
jumlah yang besar, Indonesia dapat menjadi negara maritim yang

92
terkuat. Apalagi posisi perairan Indonesia yang sangat strategis dan
menjadi jalur perdagangan negara lain.
Indonesia mempunyai pantai sepanjang 54.716 km yang
melintasi Samudera Hindia, Selat Malaka, Laut Tiongkok Selatan,
Laut Jawa, Laut Maluku, Samudera Pasifik, Laut Arafura, Laut Timor
dan wilayah kecil lainnya. Wilayah perairan indonesia yang sangat
luas tersebut dibentuk menjadi Sea Lines of Communication (SLoC)
dan tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). SLoC berlaku untuk
perairan Selat Malaka, ALKI 1 meliputi Selat Sunda, ALKI 2 meliputi
Selat Lombok dan Makassar, dan ALKI 3 meliputi Selat Ombai Wetar
(Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011: 33). Kelima
selat yang dibentuk menjadi SLoC dan ALKI tersebut merupakan
daerah yang menjadi jalur utama pelayaran kapal-kapal dagang dan
sipil dunia.
Pada aspek kapabilitas militer, ekonomi, dan politik, Indonesia
masih belum mempunyai kemampuan pengamanan laut yang
memadai. Pengamanan laut Indonesia masih sangat terbatas.
Komposisi kekuatan TNI AL yang dibutuhkan dalam tataran Minimum
Essential Force (MEF), terdiri dari 151 KRI, 54 pesawat udara, dan
333 Ranpur yang memiliki kesiapan tempur dengan teknologi terkini,
serta pasukan 3 BTP Marinir, 1 Yonif Siaga Ibu Kota, 2 Yonif
Kamdagri, an 18 Coastal Surveillance System (CSS) (Marsetio, 2014:
25). Sementara itu, kemampuan pengamanan laut Indonesia terbatas
pada ketersediaan bahan bakar untuk pengoperasian TNI AL. Dari 70
kapal TNI AL, hanya ada 10—12 kapal yang dapat beroperasi setiap
hari. Sementara itu, kapal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan
Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (PSDKP-KKP)
hanya dapat beroperasi 60 hari setiap tahunnya. (Anonim, 2014b: 5).

Perhatikan tabel berikut ini!

93
Indikator Makroekonomi Indonesia

2011 2012 2013 2014 2015


Real GDP Growth 6,5 6,3 5,8 5,7 6,3
Inflation (CPI), period average 5,4 4,3 7,0 5,4 4,7
Short-term Interest Rate 6,9 5,9 6,1 7,3 6,4
Fiscal Balance (%GDP) -1,1 -1,9 -2,2 -2,2 -2,0
Current Account Balance ($ billion) 1,7 -24,4 -32,5 -26,8 -26,8
Current Account Balance (%GDP) 0,2 -2,8 -3,7 -3,1 -2,7

Sumber: The OECD Economic Outlook Vol. 2014/ 1.

Dalam tabel di atas, terlihat bahawa perekonomian Indonesia


menunjukkan perbaikan. Bahkan, perekonomian Indonesia
diperkirakan akan tetap mengalami peningkatan. Gambaran
perekonomian Indonesia yang terus menunjukkan perbaikan tersebut,
merupakan faktor pendukung pelaksanaan kebijakan poros maritim.
Namun, Indonesia tidak dapat mengabaikan keperluan biaya
yang tinggi dalam pembentukan poros maritim dunia. Indonesia
membutuhkan pelabuhan dan galangan kapal yang memadai. Untuk
itu, Jokowi sudah merencanakan pembangunan 24 pelabuhan baru dan
industri galangan kapal. Pembangunan industri galangan kapal
Indonesia membutuhkan dukungan fiskal untuk meningkatkan daya
saing terhadap kapal impor (Anonim, 2014a: 1). Dana yang
dibutuhkan untuk pembangunan pelabuhan baru dan industri galangan
ini, sangat besar. Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan kerja sama
dengan negara lain.
Pada aspek politik, kondisi perpolitikan Indonesia masih
belum terdukung dengan kinerja parlemen. Setelah dilantik pada 14
Mei 2014, anggota parlemen masih disibukkan dengan pertikaian
pembagian kursi kekuasaan. Jika parlemen dapat menyelesaikan
permasalahan tersebut sebelum memasuki tahun 2015, kebijakan

94
poros maritim dunia yang dibentuk oleh Jokowi akan semakin
menguat. Dukungan dari parlemen merupakan hal yang krusial karena
lembaga legislatif tersebut merupakan perwakilan dari seluruh rakyat
Indonesia.
Aspek kapasitas untuk melakukan collective action sudah
mulai terbangun di Indonesia. Dalam Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pengembangan Ekonomi Indonesia (MP3EI), pembangunan
wilayah Indonesia dibagi ke dalam enam koridor. Adapun koridor-
koridor tersebut, antara lain.

1. Koridor Ekonomi Sumatera, yang bertemakan “Pusat Produksi dan


Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA) dan Energi Cadangan
Negara.”
2. Koridor Ekonomi Jawa, yang bertemakan “Pengendali Industri
Nasional dan Penyedia Layanan.”
3. Koridor Ekonomi Kalimantan, yang bertemakan “Pusat Produksi
dan Pengolahan Bahan Tambang dan Energi Cadangan Nasional.”
4. Koridor Ekonomi Sulawesi, yang bertemakan “Pusat Produksi dan
Pengolahan Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Pertambangan,
serta Minyak dan Gas Nasional.”
5. Koridor Ekonomi Bali—Nusa Tenggara, yang bertemakan “Pintu
Gerbang Pariwisata dan Dukungan Pangan Nasional.”
6. Koridor Ekonomi Papua—Kepulauan Maluku, yang bertemakan
“Pusat Pengembangan Produksi Makanan, Perikanan, Energi dan
Pertambangan Nasional.” (Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, 2011: 18)

Untuk menyatukan keenam koridor tersebut, pemerintah


Indonesia sebelumnya sudah merancang kebijakan konektivitas
nasional. Selain itu, keenam koridor tersebut juga dipersiapkan untuk
memasuki tataran regional dan global. Oleh karena itu, konektivitas
yang dibangun Indonesia tidak hanya bersifat lokal atau nasional,
tetapi juga regional dan internasional.

95
Dengan konektivitas tersebut, Indonesia mempunyai kesiapan
yang matang untuk melakukan collective action di tingkat regional.
Kesiapan ini mendukung kebijakan poros maritim dunia. Apalagi di
dalam MP3EI tersebut, pembangunan wilayah perairan sebagai sarana
penguatan konektivitas nasional dan regional juga sudah diatur atau
direncanakan.

b. Kondisi Eksternal
Kondisi eksternal Indonesia dapat ditinjau melalui sistem
internasional dan variabel eksternal. Sistem internasional masih
bersifat anarkhi. Namun, ada peningkatan kerja sama antarnegara
untuk memperkuat kedudukan dalam hubungan internasional. Hal ini
yang mneyebabkan dunia menjadi multipolar dengan penguatan
regionalisme, termasuk yang terjadi di kawasan Asia Tenggara.
Pada variabel eksternal, Indonesia mendapatkan dukungan
yang sangat besar dari negara-negara mitra kerja, baik yang
merupakan anggota ASEAN, maupun bukan. Pembangunan Indonesia
sebagai poros maritim dunia tidak hanya menjadi hal penting untuk
ASEAN, tetapi juga negara di luar kawasan Asia Tenggara. Amerika
Serikat menawarkan bantuan pengawasan untuk mengatasi
penangkapan ikan secara ilegal, sedangkan Kanada menawarkan
bantuan pendampingan untuk menghitung stok ikan di perairan
Indonesia (Anonim, 2014d: 19). Bahkan, Bremen yang merupakan
salah satu kota pelabuhan paling ramai di dunia juga tertarik
mengadakan kerja sama pembangunan poros maritim dengan
Indonesia.
Bremen merupakan salah satu kota di Negara Bagian dari
Republik Federal Jerman, tertarik untuk meningkatkan intensivitas
kerja sama dengan Indonesia, terutama yang berkaitan dengan
pembangunan 24 pelabuhan baru di Indonesia. Bremen mempunyai
kapabilitas di sektor pelabuhan dan industri-industri pembangunan

96
kapal, kendaraan, penerbangan, perikanan, dan makanan (Anonim,
2014f). Minat Kota Bremen tersebut menunjukkan bahwa
pembangunan poros maritim dunia menjadi perhatian seluruh
masyarakat internasional.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pembahasan mengenai
lingkungan eksternal Indonesia di bidang kelautan adalah
permasalahan Laut Tiongkok Selatan. Wilayah tersebut berbatasan
langsung dengan kawasan perairan Indonesia. Wilayah yang sangat
rawan konflik tersebut dapat menjadi ancaman pelaksanaan kebijakan
poros maritim Indonesia. Apalagi berkaitan dengan pembangunan
konektivitas internasional.
Apalagi Tiongkok menyatakan bahwa ide pembentukan poros
maritim dunia di Indonesia seiring dengan rencana pembangunan Jalur
Sutera Maritim XXI yang sudah dipersiapkannya (Anonim, 2014c: 8).
Pembangunan Jalur Sutera Maritim XXI dapat dipastikan
menggunakan wilayah Laut Tiongkok Selatan. Jika Indonesia
menerima kerja sama yang ditawarkan Tiongkok terkait pembangunan
Jalur Sutera tersebut, Indonesia akan menghadapi negara-negara lain
yang bersengketa. Hal tersebut mengancam keberlangsungan
pembangunan kawasan maritim Indonesia dan menghambat
pencapaian visi pembentukan poros maritim dunia.
Dalam konteks lingkungan eksternal, Indonesia mempunyai
sejumlah tantangan praktis yang terjadi di perairan Indonesia. Salah
satunya adalah pencurian ikan. Ada sejumlah daerah rawan pencurian
ikan. Daerah tersebut, antara lain Perairan Natuna, Perairan Natuna
Barat (Kepulauan Riau), Laut Arafuru Selatan, Bitung Utara, Kepala
Burung (Papua Barat), Samudera Hindia, serta Laut Segitiga Emas
yang menghubungkan Indonesia, Thailand, dan Malaysia. Hasil
pencurian tersebut dijual ke negara Thailand, Filipina, dan Vietnam.
Kerugian yang disebabkan oleh pencurian ikan tersebut mencapai Rp
101,04 triliun per tahun. Untuk menangani permasalahan tersebut,
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, memberlakukan

97
kebijakan moratorium kapal yang berkapasitas 30 gross ton sejak
tanggal 3 November 2014. (Kristiadi, 2014: 2)
Permasalahan lainnya adalah perbatasan laut yang masih
belum dapat diselesaikan dan ancaman-ancaman konvensional,
terutama yang berasal dari tindak kejahatan transnasional (Muhamad,
2014: 6—7). Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan
tantangan sekaligus hambatan dalam pencapaian kebijakan
pembentukan poros maritim dunia. Sebagaimana tujuan pembentukan
poros maritim dunia, yaitu untuk menjadikan wilayah perairan
Indonesia sebagai jalur laut teraman di dunia, Indonesia harus mampu
menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut, terutama yang
bekaitan dengan keamanan perairan.

c. Idiosinkratik Joko Widodo

Jokowi merupakan presiden ketujuh Indonesia yang dilantik


pada 20 Oktober 2014. Perhatikan daftar riwayat hidup Jokowi berikut
ini!

Daftar Riwayat Hidup Jokowi

Nama Lengkap Ir. Joko Widodo


Tempat, Tanggal Lahir Surakarta, 21 Juni 1961
Alamat Jl. Taman Suropati No. 7, Rt. 05/05. Menteng,
Jakarta Pusat
Agama Islam
Riwayat Pendidikan a. SDN III Tirtoyoso, Solo
b. SMPN 1 Solo
c. SMAN 6 Solo
d. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
Pengalaman Pekerjaan a. Eksportir Mebel

98
b. Walikota Surakarta (2005—2010 dan 2010—
2012)
c. Gubernur Prov. DKI Jakarta (2012—2014)
d. Presiden Republik Indonesia (2014—sekarang)
Pengalaman Organisasi a. Ketua Bidang Pertambangan dan Energi
KADIN Surakarta (1992—1996)
b. Ketua ASMINDO Komda Surakarta (2002—
2007)
c. Anggota Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDI-P)
Nama Ibu Sujiatmi
Nama Ayah Alm. Noto Mihardjo
Nama Saudara 1. Iit Sriyantini
2. Ida Yati
3. Titik Relawati
Nama Istri Hj. Iriana, S.E., M.M.
Nama Anak 1. Gibran Rakabuming Raka
2. Kahiyang Ayu
3. Kaesang Pangarep
Sumber: Data KPU
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa Jokowi
menganut nilai-nilai Jawa. Sejak dilahirkan hingga menjadi seorang
walikota, Jokowi masih berdomisili di Surakarta. Jokowi juga
mempunyai kemampuan promosi yang baik. Kemampuan tersebut
akan mendorong pelaksanaan implementasi kebijakan poros maritim
dan menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
Jokowi juga mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Hal ini
ditunjukkan dalam pendekatan yang digunakannya ketika
menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Jakarta. Bahkan, Jokowi
disebut sebagai pemimpin yang ‘merakyat.’ Dalam visi dan misi

99
Jokowi, yang disampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU)
ketika mendaftarkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia,
orientasi pembangunan menekankan pada kesejahteraan rakyat.
Menurut Jokowi, permasalahan pokok yang dihadapi oleh
bangsa Indonesia, yaitu merosotnya kewibawaan negara, melemahnya
sendi-sendi perekonomian nasional, serta merebaknya intoleransi dan
krisis kepribadian bangsa (KPU, 2014: 1). Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, Jokowi menyusun visi yang
berbunyi:”terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan
berkepribadian berlandaskan gotong royong”. Visi tersebut ditempuh
melalui misi sebagai berikut:
1. mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan
wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan
sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia
sebagai negara kepulauan;
2. mewujudkan masyarakat maju, keseimbangan dan demokratis
berlandaskan negara hukum;
3. mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati
diri sebagai negara maritim;
4. mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju,
dan sejahtera;
5. mewujudkan bangsa yang berdaya saing;
6. mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri,
maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional; dan
7. mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
(KPU, 2014: 6)
Berdasarkan misi tersebut, permasalahan maritim merupakan
fokus utama pemerintahan Jokowi. Tiga dari tujuh misi yang
disampaikan Jokowi, merujuk pada upaya pembangunan kekuatan
maritim sebagai bagian dari identitas bangsa Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa Jokowi mempunyai keseriusan dalam
membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia.

100
Ada beberapa tokoh yang dipastikan, berpengaruh dalam
pembentukan keputusan yang diambil oleh Jokowi. Adapun tokoh-
tokoh tersebut, yaitu:
a. Megawati Soekarnoputri;
b. Rini Soewandi, Menteri Industri dan Perdagangan pada era
pemerintahan Megawati dan juga sebagai bendahara dalam tim
kampanye Jokowi;
c. Tjahjo Kumolo, orang yang sangat dekat dengan Megawati dan
dikenal sebagai penasihat Megawati;
d. Pramono Anung, orang kepercayaan Megawati dan juga anggota
dari PDI-P;
e. Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina dan juru bicara
dalam tim kampanye Jokowi;
f. Rizal Sukma, Direktur Eksekutif dari Center for Strategic and
International Studies; dan
g. Andi Widjajanto, akademisi yang mewakili generasi baru dari
kalangan pemuda (APCO, 2014: 8).

Dalam projek pembentukan Indonesia sebagai poros maritim


dunia, tokoh yang paling berpengaruh adalah Megawati dan Andi
Widjajanto. Megawati merupakan sosok yang menjadi panutan
sekaligus orang yang paling dihormati Jokowi dalam perpolitikan.
Sementara itu, Andi Widjajanto merupakan orang kepercayaan
Jokowi. Bahkan, sebagian pengamat menganggap Andi Widjajanto
merupakan penasihat politik Jokowi.

d. Kebijakan Pembangunan Wilayah Pemerintahan Terdahulu

Ada enam presiden yang pernah memerintah Indonesia.


Presiden Soekarno menggagas adanya pembangunan kekuatan
maritim. Gagasan tersebut belum dapat direalisasikan pada masa
pemerintahannya, tetapi sudah menjadi dasar untuk kebijakan saat ini.
Bertentangan dengan gagasan Soekarno, pembangunan pada masa

101
Soeharto lebih bersifat land minded. Pembangunan wilayah darat lebih
diutamakan karena perhatian dari kebijakan Soeharto adalah
permasalahan pertanian dan pangan.
Era pemerintahan Habibie tidak menunjukkan kebijakan
tertentu untuk pengelolaan lahan. Reformasi yang baru saja bergulir
dan kondisi domestik yang belum stabil serta permasalahan Timor
Timur membuat pengelolaan lahan menjadi terabaikan.
Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gusdur),
dibentuk Departemen Maritim, yang saat ini disebut dengan
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pembentukan departemen ini
menunjukkan bahwa Gusdur mempunyai perhatian khusus di bidang
maritim. Sementara itu, era pemerintahan Megawati tidak
menunjukkan kemajuan yang berarti mengenai dalam bidang maritim.
Era pemerintahan SBY tidak mengangkat isu maritim sebagai
bagian utama dari kebijakannya. Namun, perhatian terhadap isu
maritim sudah tertuang dalam MP3EI. Strategi pengembangan potensi
maritim juga sudah dimuat di dalam MP3EI yang dibentuk pada tahun
2011. MP3EI inilah yang menjelaskan mengenai konektivitas nasional
dan regional serta konsep pengamanan laut Indonesia.

Berdasarkan keempat variabel tersebut, tiga rumus yang


digunakan dalam model analisis, yaitu 𝑃𝑡 = 𝐸𝑡 + 𝐼𝑡 , 𝑃𝑡 = 𝐸𝑡 + 𝐼𝑡 +
𝑒 ∗ , dan 𝑃𝑡 = 𝑃(𝑡−1) + 𝑃(𝑡−2) + 𝑃(𝑡−3) + … + 𝑃(𝑡−𝑛) . Variabel kondisi
internal (𝐼𝑡 ) dinilai mendukung kebijakan poros maritim, sehingga 𝐼𝑡 =
+1. Sementara itu, variabel kondisi eksternal (𝐸𝑡 ) juga dinilai
mendukung kebijakan poros maritim. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya dukungan dari pelbagai negara, seperti Amerika Serikat,
Tiongkok, dan Kanada. Walaupun kerja sama tersebut mempunyai
ancaman tertentu

Sementara itu, kondisi eksternal Indonesia sudah menunjukkan


nilai +1. Dukungan dari sejumlah negara besar, seperti Amerika
Serikat, Kanada, Jerman, dan Tiongkok merupakan kekuatan untuk

102
Indonesia dalam melaksanakan kebijakan poros maritim dunia.
Walaupun Indonesia masih terdapat sejumlah permasalahan, seperti
konflik antarnegara di Laut Tiongkok Selatan dan penentuan batas laut
yang belum selesai, kondisi eksternal masih menunjukkan dukungan
terhadap kebijakan poros maritim.

Variabel idiosinkratik Jokowi (𝑒 ∗ ) dapat diberi nilai +1. Ide


pembentukan poros maritim yang berasal dari Jokowi menunjukkan
keyakinannya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maritim
yang kuat. Kemampuan Jokowi dalam promosi potensi Indonesia juga
merupakan pendukung pelaksanaan kebijakan poros maritim.

Nilai yang dapat diberikan pada pemerintahan terdahulu dapat


dilihat dalam tabel berikut ini.

Variabel dan Nilai Pemerintahan Sebelumnya

Nama Presiden Variabel Nilai


Soekarno 𝑃(𝑡−6) +1
Soeharto 𝑃(𝑡−5) -1
B.J. Habibie 𝑃(𝑡−4) 0
Abdurrahman Wahid 𝑃(𝑡−3) +1
Megawati Soekarnoputri 𝑃(𝑡−2) -1
Susilo Bambang Yudhoyono 𝑃(𝑡−1) +1

Dalam tabel tersebut, nilai 0 diberikan pada variabel yang


menyimbolkan kebijakan B.J. Habibie. Hal ini disebabkan oleh
minimnya masa kepemimpinan dan tidak ada kebijakan khusus yang
dikeluarkan dalam situasi krisis multidimensional. Bertentangan
dengan Megawati, walaupun tidak ada kebijakan yang
menggambarkan perhatian pemerintahannya pada masalah
pengelolaan wilayah, nilai -1 tetap diberikan. Situasi yang kondusif
pada era pemerintahan Megawati seharusnya mendorong

103
pembentukan kebijakan pengelolaan wilayah yang baik, tetapi hal
tersebut tidak dilakukan. Oleh karena itu, nilai negatif diberikan pada
variabel 𝑃(𝑡−2) .
Nilai-nilai yang terdapat di dalam setiap variabel tersebut dapat
diformulasikan ke dalam tiga rumus model analisis adaptif berikut ini.

Rumus (i):
𝑃𝑡 = 𝐸𝑡 + 𝐼𝑡
𝑃𝑡 = 1 + 1
𝑷𝒕 = 𝟐

Rumus (ii):
𝑃𝑡 = 𝐸𝑡 + 𝐼𝑡 + 𝑒 ∗
𝑃𝑡 = 1 + 1 + 1
𝑷𝒕 = 𝟑
Rumus (iii):
𝑃𝑡 = 𝑃(𝑡−1) + 𝑃(𝑡−2) + 𝑃(𝑡−3) + 𝑃(𝑡−4) + 𝑃(𝑡−5) + 𝑃(𝑡−6)
𝑃𝑡 = 1 + (−1) + 1 + 0 + (−1) + 1
𝑷𝒕 = 𝟏

Ketiga rumus tersebut menunjukkan bahwa 𝑃𝑡 bernilai positif.


Nilai positif dari 𝑃𝑡 menggambarkan bahwa kebijakan poros maritim
dunia didukung oleh berbagai variabel yang memengaruhinya. Nilai
positif yang tidak maksimal pada rumus (iii) menunjukkan bahwa
masih terdapat sejumlah permasalahan maritim yang belum ditangani
oleh pemerintahan sebelumnya karena prioritas pembangunan
Indonesia kala itu belum mengarah pada masalah kemaritiman. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan poros maritim dapat
mencapai hasil yang optimal walaupun masih ada sejumlah
permasalahan yang harus diselesaikan.

104
BAB III
PENUTUP

3. 1. Kesimpulan
Pembangunan Maritm Indonesia adalah pembangunan nasional yang lebih
memberikan penekanan pada pada aspek maritim. Konsepsi pembanngunan
maritim Indonesia ini merupakan jawaban positif dengan dicanangkannya tahun
1996 sebagai Tahun Bahari dan Dirgantara oleh Bapak Presiden Republik
Indonesia.
Hakekat lain dari konsepsi Pembangunan Benua Maritim bahwa Indonesia
adalah sebagai salah satu wujud aktualisasi Wawasan Nusantara yang telah lahir
dan dikembangkan di masyarakat sebagai cara pandang bangsa dalam
melaksanakan pembangunan nasional. Ini juga merupakan reaksi positif dengan
telah diratifikasikanya.
Pembangunan maritim Indonesia harus menggali potensi maritim untuk
membulatkan akselerasi Pembangunan Nasional yang diselenggarakan.
Kenyataannya selama ini potensi maritim belum mendapatkan prioritas
penanganan secara proporsional sehingga berbagai kendala tak pernah dapat
diatasi secara tuntas, terutama menyangkut upaya memelihara langkah dan
keterpaduan pembangunan

3. 2. Saran
Dari makalah yang telah disusun, jika ada kesalahan materi atau
penulisan mohon dimaafkan. Jika ada yang masih kurang mau itu materinya atau
yang lainnya boleh dikomen atau disampaikan langsung ke kelompok yang
membuat makalah ini. terimakasih

105
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2014c). “Perkenalkan Poros Maritim: Presiden Joko Widodo Dijadwalkan
Jadi Pembicara Utama di APEC” dalam Harian Kompas, No. 126 Tahun ke-50,
6 November 2014.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. 2011. Masterplan


for Acceleration and Expansion of Indonesia Economic Development. Jakarta:
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.

Anonim. 2010. Natural Resource Management. tanggal 18 Mei 2012

Anonim. 2012. Bab 32: Perbaikan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Pelestarian
Fungsi Lingkungan Hidup. diakses tanggal 7 Juni 2012

Kuncoro, Mudrajad. 2002. Ekonomika Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan.


Yogyakarta: UPP STIM YKPN

Sutikno & Maryunani. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam. Malang: Badan Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya

106
P-1

BORANG PEMANTAUAN PENDEFINISIAN MASALAH

KELOMPOK :3 PARAF :

MATA AJARAN : PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI MARITIM

JUDUL PEMICU : Bagaimana sumber daya kemaritiman dan potensi ekonominya


yang lama tidak di prioritaskan

NAMA-NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

1. Kharisma Ilham
2. Muhardi
3. Hendro
4. Very
5. Andi Satria
6. Febru

Definisi Masalah : Bagaimana mengoptimalkan sumber daya maritime demi


kejayaan bangsa?

107
Isu pembelajaran yang berkaitan dengan permsalahan (min. 8 isu)
1. Keadaan maritime di Indonesia. 10. Sumber daya wilayah pulau kecil.
2. Perikanan tangkap dan perikanan 11. Pentingnya peranan semua kalangan
budibaya. dalam mewujudkan Indonesia
3. Industri pengolahan hasil perikanan sebagai poros maritime.
dan industry bioteknologi kelautan.
4. Kehutanan pesisir.
5. Pariwisata bahari.
6. Energi dan sumber daya mineral.
7. Perhubungan laut.
8. Industri dan jasa maritim.
9. Sumber daya alam.

Bahan ajar sesi saling ajar dalam


Di persiapkan oleh
kelompok
 ( No 3 dan No 5 ) Ilham
 ( No 6 dan 7 ) Very
 ( No 10 dan 11 ) Muhardi

 ( No 4 dan 1 ) Andi Satria

 ( No 8 dan 9 ) Hendro

 ( No 2 ) Febru

TUNJUKKAN BORANG KEPADA FASILITATOR UNTUK DIPARAF PADA


AKHIR SESI PENDEFINISIAN MASALAH. BORANG INI DEPERLUKAN PADA
SAAT AJAR-MENGAJAR. SIMPAN BORANG INI UNTUK

108
P-2

BORANG PEMANTAUAN PENDEFINISIAN MASALAH

KELOMPOK : 3 PARAF :

MATA AJARAN : PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI MARITIM

JUDUL PEMICU : Bagaimana mengoptimalkan sumber daya maritime demi


kejayaan bangsa?

NAMA-NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

1. Kharisma Ilham
2. Muhardi
3. Hendro
4. Very
5. Andi Satria
6. Febru
Penilaian kelompok: nilailah kinerja kelompok anda dengan menuliskan angka yang
sesuai, dalam skala 1-6. (1 = tidak ada, 2 = kurang sekali, 3 = kurang, 4 = cukup, 5 =
baik, 6 = baik sekali) dalam hal:
 Pengaturan diskusi : 4
 Perimbangan kesempatan bicara : 3
 Kekompakan dan saling menghormati : 4
 Mendengarkan untuk memahami : 4
 Menilai suatu gagasan : 4

109
Topik pembelajaranyang belum di Apa yang akan dilakukan oleh kelompok?
pelajari dengan jelas dan rinci.
 Sumber daya alam belum ada yang
lengkap pembahasannya sumber
daya alam yang tidak bisa di
perbahrui.
 Materi kehutanan pesisir
penyampaian materi kurang jelas
dan susah dipahami.
Pertanyaan/masalah yang belum ada Apa yang akan dilakukan oleh kelompok?
solusinya.
 Pertanyaan hendro untuk andi (efek Kelompok yang menjawab pertanyaan
apa jika hutan bakau di tebang? ) hendro, karena andi tidak dapat menjawab
pertanyaan tersebut.

BORANG INI DITANDATANGANI FASILITATORSEBELUM KELAS USAI, DAN


DISISIPKAN DALAM LAPORAN KELOMPOK.

110

Anda mungkin juga menyukai